AMBIGU: Chapter 1(Prologue)

AMLIFU

(All My Love Is For You)

presented by ChippyCrab-Frncsco

Rate: M for language, not lime

Bleach: owned by Tite Kubo

Warning: AU, OOC, MissTypo, Dan ketidak warasan lainnya

Oke assalamualaikum Frncsco disini hohoho... saya sebagai author dengan nick baru akan mewarnai Fandom bleach yang animenya pernah membuat saya menangis akibat tamat *nangis lebay* oh iya jujur aja Fic ini terinspirasi sama lagu nya girl generation/SNSD - All My Love Is For You.

CEKIDOT. DLDR


Semilir angin berhembus sendu dibawah langit lembayung. Memberi perintah kepada rerumputan ilalang untuk menari-nari dari tiupannya. Burung-burung terbang menuju peraduannya. Sungguh pemandangan elok dari ladang yang membentang.

Darisana, tampak sesosok lelaki berlari kesana kemari. Ia tengah mencari seseorang. Sesosok gadis yang teramat ia sayangi. Walaupun tubuhnya dibanjiri peluh dan bajunya sengkoyongan. Ia tetap bersikeras mencari gadis itu. Ini diantara harga dirinya. Sayang, tenaga lelaki itu ada batasannya. Lelaki itu berjalan tergopoh-gopoh. Pada akhirnya ia tumbang dan meringsut pada salah satu batang pohon didekat sana. Nafasnya memburu. Ia benar-benar kekurangan pasokan oksigen.

Dalam batinnya ia mengutuk habis-habisan sosok yang dicarinya yang berani membuat dirinya khawatir. Ia tidak pernah berpikir bahwa mencari gadis berumur 4 tahun akan sebegini sulitnya. Padahal ia yakin benar, gadis itu akan kalah dan memohon ampun dihadapannya.

Lelaki itu memejamkan matanya sejenak guna merenggangkan sedikit ototnya yang kaku. Kiranya, ia sudah menyerah. Pelan-pelan, aku menapaki dahan dan berangsur turun dari tempat persembunyianku. Kedua tanganku menumpu pada salah satu cabang pohon agar tidak terjatuh. Aku memang mahir dalam hal memanjat pohon. Karena aku menyukai ketinggian. Dan satu langkah lagi maka kemenangan berada di tanganku. Tanpa kusadari kakak sudah berdiri tegap dibelakangku.

``Kau tertangkap Rukia! `` ujar suara familiar dibelakangku. Setengah hati aku membalikkan badanku. Iris violetku membulat seketika.

``Kakak curang, itu namanya menipu! `` tuduhku dengan menunjukkan jari telunjukku pada batang hidungnya.

Kakak tidak menjawab. Hanya mengambil posisi duduk disampingku sambil menopang kepalanya dan memejamkan matanya kembali.

``Terimalah kekalahan Rukia, kau takkan pernah bisa mengalahkanku ``

``Tidak adil, Tadi kakak berlaku curang! `` Seruku tak mau kalah. Aku mendengus dan memalingkan pandanganku ke sisi lainnya.

Kakak menghela nafas. Tangan besarnya berpindah posisi membelai helaian rambut hitam sebahuku. Dia terkekeh pelan.

``Baiklah-baiklah, Rukia. Kakakmu ini mengaku kalah. Cepat sebutkan keinginanmu atau aku berubah pikiran ``

Eh? Apa? Apa aku tidak salah mendengar? Tumben sekali kakak mau mengalah. Biasanya di tetap bersiteguh pada pendapatnya. Aku tidak bisa menahan senyumku untuk mengembang. Mataku berbinar-binar menatap iris kelabu kakak. Aku pun ikut duduk disampingnya.

``Kakak tidak bohongkan? `` tanyaku meyakinkan, Kakak mengeleng pelan

``Tentu tidak, adikku sayang… `` ia mengacak-acak rambutku. Sedangkan aku menunjukkan cengiran khasku. Ini kesempatan yang tidak boleh kusia-siakan. Mengalahkan kakak hanya kualami beberapa dekade sekali.

Aku menopangkan daguku dengan tangan kananku. Memberi kesan bahwa aku sedang berpikir permintaan yang pas untuk dilakukan kakak ku. Dan bingo, aku menemukannya.

``Bagaimana jika aku menginginkan kakak selalu menemaniku disaat senang maupun susah. Sanggup? `` Kuacungkan jari kelingkingku.

Kakak membelalakan matanya seakan tidak percaya dengan apa yang kuminta. Walau samar, aku dapat melihat serpihan-serpihan seperti kaca disekitar iris kelabunya. Ini mengundang beribu tanya bagiku. Aku menatap heran dirinya, apa aku mengatakan kata-kata yang salah?

``ada apa kak? Kakak tidak mau ya? `` Tanyaku agak sedikit kecewa sebenarnya. Tapi kakak mengeleng kuat-kuat. Ia tak membalas isyarat jemariku. Namun langsung mendekapku erat-erat. Awalnya aku terkejut. Selanjutnya aku membalas pelukannya. Aku menyesapi aroma tubuhnya. Tubuhnya selalu wangi bunga sakura. Entah parfum apa yang Kakak gunakan tapi aromanya teramat tajam.

Kuputuskan untuk mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang masih terngiang-ngiang dibenakku.

Detik kemudian seseorang menyerukan namaku. Sontak aku mendorong dada kakak. Lalu aku menoleh kearah sumber suara. Ibuku, Hisana Kuchiki menghampiri kami dengan tergesa-gesa. Tampangnya pucat. Ia juga didampingi beberapa pengawal Kuchiki. Alih-alih hendak tersenyum kearah kakak. Kakak malah memasang raut masam dan mengenggam paksa tangan mungilku.

Belum sempat memprotes aksi kakak. Ibu sudah tiba dihadapanku dan menyambar tangan kakak secara kasar. Ia menggendongku tanpa aba-aba. Kurasakan tubuhnya bergetar hebat dan terkesan dingin. Berbeda dengan tubuh kakak.

Kakak ku, Byakuya Kuchiki berulkang kali menangis menyebut namaku. Ia terus dihalau para pengawal yang takut jika kakak mengejarku. Aku meronta meminta dilepaskan. Tangan ibu terlalu kuat.

``Ibu, kita mau kemana? `` isakku.

Ibu tidak mengubris pertanyaanku. Bahkan ia mempercepat gerak langkahnya. Sungguh, aku takut bila tengah terjadi sesuatu. Semuanya terasa ganjil. Seperti menyembunyikan sesuatu dariku. Cairan bening keluar menerobos pertahananku.

Matahari mulai membenamkan dirinya. Ia tidak lagi mengeluarkan cahayanya yang angkuh itu. Tidak adalagi suara gemerisik dedaunan. Tidak adalagi burung-burung yang berterbangan menghiasi langit kami.

Ibu membimbingku masuk ke dalam sebuah mobil mewah keluarga Kuchiki. Aku menurut saja. Baru sampai dimobil, ibu membuka suaranya

``Ibu akan mengantarmu ke tempat yang aman nak `` Jelas ibu. Ada kesedihan yang terkandung di dalam kalimatnya.

``Sebenarnya apa yang terjadi bu, kenapa kakak tidak ikut bersama kita? `` Ibu menggeleng

Aku terlonjak kaget saat mobil yang kutumpangi melaju dengan kecepatan tinggi. Tidak seperti biasanya. Ini melampaui batas kecepatan yang seharusnya. Ketakutanku semakin menjadi ketika itu. Aku menarik-narik lengan baju ibu. Memohon supaya ibu memerintahkan supir membenarkan cara mengemudinya. Tapi jauh dari harapan, ibu diam saja. Meskipun mobil kami dikawal beberapa mobil lainnya. Tetap saja ini menakutkan sekaligus membahayakan.

``Kita akan baik-baik aja kan bu ?``

``Pasti, jangan dipikirkan Rukia.. ``

Aku mengangguk lemah. Setidaknya aku bisa bernafas lega dan mampu berpikir jernih lagi. Saat ini, lebih baik aku mempercayai ibu. Toh, Aku selalu diajarkan untuk tidak panik apapun kondisinya.

Kring…Kring..Kring

Ponsel Ibu bordering. Ibu merogoh saku dress terusannya mengambil benda kecil asal suara itu berbunyi. Lalu menatap horror tulisan yang tertera di layar ponselnya. Ia sepertinya tidak berniat menjawab panggilan itu.

``Kenapa ga dijawab bu? Itu dari siapa? ``

Sejenak ibu menatap violetku. Ia memantapkan diri mengangkat panggilan misterius itu. Ragu-ragu ibu menekan tombol terima. Ibu membisu, tidak ada percakapan apapun yang keluar dari mulutnya. Hanya di detik-detik terakhir. Samar-samar terdengar gelak tawa seseorang dari seberang sana. Aku bersumpah tawanya mengerikan.

Hampir aku melompat ketika ibu melempar ponselnya sendiri dari kaca. Ia bergidik ketakutan. Layaknya penyakit menular. Aku merasakan firasat buruk.

Tak usai sampai disitu. Aku dikejutkan suara teriakan atau lebih tepatnya jeritan pak supir dan klakson kencang yang sanggup memecahkan gendang telingaku. Kedua tanganku beralih menutup telingaku. Aku tidak menginginkan sesuatu yang tidak-tidak menimpa diriku.

Kupejamkan mataku kuat-kuat ketika remang-remang cahaya merebut separuh pandanganku. Jantungku berdegup jauh lebih kencang dari sebelumnya. Pikiranku benar-benar kosong dan dihantui. Yang terakhir kulihat ialah sebuah mobil menghantam sisi kanan mobil kami dan kami terjembab keluar dari pagar pembatas jalan. Mobil kami terjun beberapa meter ke sebuah jurang. Aku yakin sekali Ibu memelukku sekuat tenaga. Berkali-kali benturan keras pun tak terelakkan. Anehnya aku tidak merasa sakit dibagian manapun. Hanya sekedar terguncang sedikit kerap kali mobil menabrak pada sesuatu. Sementara jeritan histeris yang acap kali terdengar jelas, kini mulai sirna. Ketika benturan terakhir menghantam mobilku. Aku terlempar keluar melalui kaca depan mobil yang kuduga telah pecah terlebih dulu. Aku tidak bisa memastikannya dengan pasti sebab mataku masih terpejam utuh.

Darisana kesadaranku mulai lumpuh. Semua terasa gelap dan hampa. Walaupun aku menabrak keras sebuah batu dan membuatku terpental. Itu tidak membuatku merintih sekalipun atau bahkan berpengaruh bagi pengindraanku. Aku menyimpulkan, aku memang hilang kesadaran.

To be continued...


Di review yaaa, kalau banyak dilanjutin kalau engga waulohualam xD