Konnichiwa~~

Graze datang ke FBI bawa oleh-oleh setelah jalan-jalan menempuh UAS. semoga dapat hasil yang bagus. aamiin. (-/\-)
Gomen, ini manusia bukannya lanjutin fakfiksi yang sebelumnya malah bikin baru. Tapi bukan berarti yang kemaren akan di-discontinue-kan kok. Yasudah, tanpa banyak basa-basi, silahkan dinikmati IchiRuki ini. :D

.

.

.

Gomenasai

.

.

Bleach by Kubo Tite
I don't own Bleach

Warning
(Entah kenapa, walaupun udah dicek berkali-kali, selalu saja masih ada) typos, OOC, school-life, common theme, IchiRuki, Ichi x ?

Rate
T - T+

Grazee's

.

.

.

Hai, namaku Rukia. Kuchiki Rukia. Meskipun aku pendek, aku bukan siswi SMP. Aku sudah SMA. Kalian harus catat ini. Jangan sampai membuatku marah karena kalian menyebutku anak SMP, karena aku…

"Hei midget! Ayo cepat!" Seru seseorang yang tengah berjalan di depanku.

Grrr! Lagi-lagi dia memanggilku seperti itu! Kalian pasti paham, atas alasan apa makhluk yang baru saja memanggilku itu menyebutku 'midget'? kalau kalian tidak tahu artinya, silahkan buka kamus bahasa Inggris. Ingat, bahasa Inggris, bukan bahasa Jawa. Aku sendiri tidak mau memberitahu kalian arti kata barusan. Karena kata itu membuatku sebal. Memang aku sebal, tapi aku juga lega karena makhluk itu tak membiarkan orang lain memanggilku dengan panggilan itu. Bahkan jika ada gadis lain memanggilku dengan panggilan itu dengan nada mengejek, mereka pasti akan langsung mendapatkan deathglare gratis darinya. Aku segera berjalan lebih cepat untuk menyusul orang yang sedang berjalan cukup jauh di depanku. Kenapa aku harus berjalan menyamai dia? Kenapa tidak dia saja yang menungguku?

"Kau lambat sekali!" Protesnya padaku setelah aku berjalan di sampingnya.

"Seharusnya kau yang berjalan lebih pelan! Baka!"

"Hahaha. Salahkan kaki-kaki mungilmu." Ejeknya padaku.

"Apa kau bilang?" Dengan senang hati aku mendaratkan sebuah pukulan kecil ke lengannya. Tega sekali dia berkata seperti itu? Huh! Akhirnya karena kesal, aku berjalan lebih cepat dan mendahului dia.

"Hei." Panggilnya dan aku menoleh karena aku merasakan tanganku ditahan oleh seseorang dari belakang. Benar saja. Ternyata dia tengah memegangi tanganku. Tanpa aku sadari, rona merah samar-samar muncul di pipiku, "Kenapa kau malah meninggalkanku?" Tanyanya dengan wajah yang..err..seperti orang yang lemah. Sial! Aku jadi tidak tega kalau sudah begini. Aku berhenti dan dia menarikku ke arahnya, "Kenapa kau meninggalkanku, heh?" Aku masih diam. Bukan karena takut, tapi kau ingin menyembunyikan rona merah ini darinya. Huh. Terakhir yang kudengar adalah, dia mendengus kecil dan menarikku untuk melanjutkan perjalanan. Kali ini dia berjalan menyamai langkahku. Dia, adalah kekasihku. Kurosaki Ichigo. Dia dipanggil Ichi, atau Ichigo. Kekasihku ini adalah salah satu anggota The Big Five. The Big Five adalah kelompok di sekolahku yang berisi anak-anak populer. Mulai dari ketua OSIS yang pendiam dan dianggap cool oleh para siswi, Ishida Uryuu. Salah satu maskot tim basket yang dianggap ajaib karena dia adalah anggota terpendek, namun selalu mencetak angka terbanyak, Tuoshiro Hitsugaya. Lalu pemanah handal dari Karakura High School yang terkenal lembut terhadap wanita, Kaien Shiba, dan yang satu lagi adalah murid paling berprestasi sekaligus paling urakan di sekolah dengan warna rambut yang tak kalah mencoloknya dengan milik Ichigo, Grimmjow Jaegerjaques. Itu lah mereka. Tunggu, baru empat orang ya? Ini, yang satu lagi adalah makhluk yang ada di sebelahku. Sekali lagi kuperkenalkan dia, Kurosaki Ichigo, kareteka terbaik dan murid yang paling jago komputer. Bahkan dia dulu pernah iseng memasukkan program virus ke komputer milik Renji, sahabatnya, yang mengakibatkan data tugas miliknya lenyap, walaupun hanya ter-hidden namun sukses membuat Renji kelabakan. Dengan semua kelebihan yang mereka miliki, tentunya mereka menjadi idola para siswi di sekolah. Aku yang sudah berani masuk di antara mereka pun harus menanggung akibat dengan selalu menjadi incaran para siswi. Terlebih lagi, yang menjadi kekasihku adalah ketua The Big Five!

Kalian tentu juga sudah bisa membayangkan bagaimana keadaanku di sekolah setiap harinya. Selalu dan selalu dikejar para siswi. Mereka seperti ingin membunuhku. Membunuh gadis yang dianggap sama sekali tidak populer yang telah berani merebut seorang Ichigo Kurosaki milik mereka. Kami-sama…untung ada Ichigo dan teman-temannya yang selalu membantuku lari dari mereka.

"Hei, sudah sampai."Kata Ichigo yang otomatis membuyarkan lamunanku.

"Ah? Terimakasih, Ichigo." Kataku sembari tertunduk malu. Saat itu pula aku merasakan bahwa Ichigo perlahan mengangkat daguku. Benar saja, kini aku sudah berhadapan dengan permata hazel miliknya. Indah sekali warnanya. Perlahan ia mulai menyentuhkan bibirnya ke bibirku. Hanya satu kali kecupan, namun sebuah kecupan yang teras sangat manis. Setelah menjauhkan wajahnya, ia tersenyum lembut. Senyuman yang jarang aku lihat.

"Setelah ini, cepatlah tidur." Pesannya padaku. Aku tersenyum dan mengangguk. Tak lama kemudian ia pergi setelah memastikan aku sampai di kamar. Aku melambaikan tangan ke arahnya dari jendela kamarku. Selalu, setiap dia mengantarku dia melakukan itu. Entah apa maksudnya. Mungkin agar dia yakin kalau aku mematuhi kata-katanya. Tapi apapun alasannya, entah kenapa aku menyukainya. Sungguh, dia selalu bisa membuat aku jatuh cinta dengan segala hal yang dia lakukan. Sungguh, aku beruntung sekali mendapatkan kekasih seperti dia. Dia selalu mengerti yang aku butuhkan, menjagaku, dan selalu berusaha untuk membuatku nyaman di sisi seorang ketua The Big Five. Andai aku dapat menjadi pendamping hidupnya, kupastikan aku tak akan pernah berpaling pada yang lain. Dia, dulu sangat berarti untukku, dan sekarang menjadi lebih berarti setelah semua perubahan yang ia lakukan untuk menuruti semua syaratku, menjadi laki-laki yang lebih baik, dan yang pasti, setia. Asal kalian tahu saja, dulu dia adalah sosok laki-laki yang cukup kasar. Dengan mudahnya ia melontarkan makian padaku jika sedang marah. Tapi, sekarang ia jauh berubah. Jika marah, ia paling hanya membentakku tanpa mengeluarkan kata-kata kasar seperti dulu. Selain itu, hubunganku dan dia juga mendapat izin dari nii-san setelah Ichigo berhasil membuktikan pada nii-san bahwa di sekolah dia tidak main-main dan murid berandal yang tak bisa diandalkan. Jadi, atas alas an apa lagi aku dapat meninggalkan dia? Tak ada. Aku pun berharap tak akan ada alasan bagiku untuk meninggalkan dia.

.

.

Kudengar, hari ini akan ada murid baru di sekolahku, dan katanya lagi murid baru itu akan sekelas denganku. Sebenarnya bukan hal penting bagiku, tapi entah kenapa ada sedikit rasa penasaran akan kehadirannya. Yah, sebaiknya aku lupakan saja. Tak lama kemudian sensei datang. Ternyata benar tentang adanya murid baru itu. Kali ini sensei datang bersama seorang gadis, yang sangat cantik, menurutku. Well,sepertinya tidak hanya menurutku saja. Aku lihat, pandangan murud laki-laki di langsung tertuju padanya. Selain para laki-laki, rupanya dia juga mendapat 'perhatian' dari para siswi. Perhatian yang teramat sangat khusus tentunya.

"Anak-anak, hari ini sensei datang bersama seorang murid yang akan menjadi teman baru kalian." Ucap sensei dan segera disambut dengan sorak para murid laki-laki. Si murid baru hanya tersenyum menanggapi mereka. Mungkin itu bukan hal biasa baginya,"Nah, sekarang perkenalkan dirimu." Lanjut pria yang berpenampilan cuek itu.

"Hajimemashite. Namaku Inoue Orihime. Aku berasal dari Tokyo," ucapnya dan sempat membuatku memperhatikannya saat dia menyebut kata 'Tokyo'. Ichigo juga berasal dari Tokyo. Hanya saja dia pidah di sekolah ini saat kelas satu. Apa mungkin mereka kenal? "Aku berasal dari SMA Tokyo."

'SMA Tokyo? Kenapa juga bisa sama?' batinku.

"Yoroshiku onegaishimasu." Ucapnya mengakhiri perkenalannya. Tampak Urahara-sensei menunjukkan bangku yang dapat ia tempati pada gadis berambut oranye itu. Ternyata tempat itu tepat berada di seberangku. Ia melemparkan senyuman manisnya padaku, dan kubalas juga dengan sebuah senyuman. Kali ini adalah pelajaran matematika. Rupanya gadis itu sangat pndai dalam matematika. Selama pelajaran, ia mampu menyelesaikan semua soal dengan sangat baik, bahkan benar semua. Pada saat jam istirahat, banyak siswa yang mendatanginya untuk sekedar mengungkapkan rasa kagum, atau bahkan minta diajari. Aku tak peduli dengannya. Ini jam istirahat,dan sudah waktunya aku menemui seseorang utuk memberikan bekalnya. Kuambil 2 bekal yang sedah aku bawa dari rumah. Tapi sebelumnya aku harus pergi ke kantin untuk membeli minum. Aku segera pergi ke kantin, tapi sialnya tempat itu sedah penuh sesak. Aku mencoba menerobos kerumunan, tapi gagal.

"Hey, Rukia. Apa yang sedang kau lakukan?" Tegur sesorang padaku.

"Toushiro? Grimmjow? Eh, itu. Aku ingin membeli minuman, tapi tempat ini penuh sesak."

"Biar aku yang membelikan. Kau mau membeli apa?" Tawar Toushiro padaku.

"Benarkah? Aku hanya ingin sekaleng jus jeruk dan sebotol teh." Jawabku.

"Hmm.. baiklah. Kau tunggu di sini bersama Grimm. Aku akan mengambilkan untukmu." Perintah laki-laki berambut putih itu. Aku emnurut dan menungguninya bersama Grimmjow.

"Ichigo, eh?" Tanya Grimmjow tiba-tiba.

"Iya. Dia pasti sudah lama menungguku."

"Enak sekali dia, setiap hari selalu mendapatkan makanan gratis."

"Haha. Kenapa kau tak mencoba mencari seorang gadis yang bisa memasakkan sesuatu untukmu?"

"Keh. Aku tak punya waktu untuk meladeni sikap manja seorang gadis yang nantinya mengklaim diriku sebagai kekasihnya."

"Kau pasti butuh, Grimm. Atau mungkin kau tak butuh karena kau…"

"Apa maksudmu, eh?" Otomatis Grimmjow langsung menatapku, "Kau tak bermaksud mengatakan bahwa kau gay?"

"Kau sendiri yang mengatakannya, Grimm. Hahaha."

Mendengar aku tertawa, Grimmjow hanya mendengus sebal. Tak lama kemudian Toushiro sudah datang dan membawakan pesananku.

"Jadi, berapa semuanya?" Tanyaku yang bermaksud membayar uang yang digunakan Toushiro untuk membelikanku minuman ini.

"Ambil saja. Kau tak perlu menggantinya."

"Baiklah, terimakasih, Shiro. Kusarankan, kau berhati-hati pada Grimm." Godaku sembari melirik Grimmjow.

"Apa maksudmu?" Kata Toushiro.

"Jangan dengarkan dia!" Sela Grimmjow, "Rukia, kau mau mencari masalah denganku, hm?"

"Ow, tidak Grimm. Hehehe." Jawabku dan segera kabur dari Grimmjow serta meninggalkan Toushiro dengan raut wajah bingungnya.

Aku segera berlari menuju atap sekolah yanga merupakan tempat biasa The Big Five berkumpul. Namun saat istirahat, tempat ini hanya milikku dan Ichigo.

Cklek!

Kubuka pintu atap, dan kulihat Ichigo sudah ada di sana. Dia pasti sudah terlalu lama menungguku sampai ia tertidur. Aku berjalan perlahan mendekat ke arahnya. Wajahnya begitu manis saat tidur. Rasanya, aku tak tega untuk membangunkan dia. Tapi jika ku tak membangunkan dia, dia tak akan makan siang. Kuputuskan untuk menggodanya dengan menempelkan kaleng jus yang dingin itu ke pipinya.

"Hwaa!" Teriaknya yang terkejut dengan hawa dingin yang tiba-tiba didapatkannya. Begitu bangun, ia langsung melotot ke arahku yang tengah tertawa geli.

"Hwa!" Kali ini giliranku yang terkejut Karena tiba-tiba Ichigo menarikku ke arahnya dan langsung melumat bibirku.

"Nghmp…" Desahku di sela ciuman kami. Aku tak tahu apakah Ichigo melakukan ini karena marah atau tidak. Tapi rasanya dia tak akan menyelesaikan ini dalam waktu yang sebentar. Dapat kurasakan tangan Ichigo mendekapku dan menarikku semakin rapat ke arahnya. Dia juga mulai memperdalam ciumannya. Sungguh, aku mulai kehabisan napas karena Ichigo sama sekali belum mau melepaskan tawanannya.

"Ichiiihh…nghh…" Aku mencoba memohon pada Ichigo agar dia melepaskanku dan agar aku dapat bernapas lagi. Sepertinya dia paham maksudku dan melepaskan ciumannya. Aku tersengal mengambil napas. Rona merah sudah dari tadi menghias wajahku. Sedangkan Ichigo, dia tampak tengah menatapku dengan intens. Menunggu sampai aku bisa bernapas seperti biasa.

"Rasakan. Itu hukumanmu karena telah membuatku menunggu sangat lama, dan berani menggodaku." Ucapnya dan mendaratkan sebuah kecupan ringan di bibirku.

Aku tertunduk malu. Sangat malu. Aku masih belum berani angkat bicara, dan hanya menyodorkan kotak makanan yang aku bawakan untuknya. Ia yang sepertinya tahu keadaanku hanya tersenyum geli dan mulai menikmati makanannya.

"Seperti biasa, masakanmu selalu enak." Pujinya dan membelai kepalaku. Aku tersipu karena pujiannya. Aku memang sedikit tomboy, tapi jika di depannya sifat itu seperti lenyap. Terkadang aku berfikir, kenapa Ichigo memilihku? Sama sekali tak ada yang bisa dibanggakan dari diriku. Tidak seperti dia yang jago karate, jago computer, bahkan prestasinya di sekolah juga lumayan. Sangat bertolak beakang denganku yang tak bisa apa-apa.

"Ichigo, nanti kau tak perlu mengantarkanku pulang. Aku mau pergi kerja sambilan."

"Uhuk! Kau kerja sambilan? Sejak kapan? Kenapa kau tak memberitahuku?" Tanya Ichigo dengan nada terkejut. Ya tentu saja dia terkejut. Aku memang diam-diam mencari kerja sambilan ini. Aku hanya ingin membantu kakakku yang juga sudah pas-pasan setiap harinya, namun masih harus menanggung biaya sekolahku.

"Hari ini hari pertamaku. Aku bekerja di sebuah kafe sampai jam sembilan malam."

"Kafe di mana? Lagipula, Rukia. Kenapa kau harus mencari kerja sambilan? Kalau kau butuh uang, aku bisa membantumu!"

"Tidak, Ichigo, aku tak mau merepotkanmu."

"Hh! Merepotkan? Bahkan sampai detik ini, kau sama sekali belum pernah meminta tolong padaku!"

"Ehmm… mungkin lain kali."

"Kau selalu saja menjawab seperti itu."

Setelahnya kami diam. Menyelesaikan kegiatan makan masing-masing. Tapi aku tiba-tiba teringat akan Inoue. Ada suatu hal yang mendorongku untuk menanyakan sesuatu pada Ichigo.

"Ichigo, apa kau kenal dengan Inoue?"

"Uhukk!" Dia tersedak minumannya saat aku bertanya, "Dari mana kau tahu nama itu?"

"Apa kau kenal dengannya?" Tanyaku yang semakin heran.

"Dari mana kau tahu nama itu?"

"Ada murid baru di kelasku. Namanya Inoue Orihime, dan dia berasal dari Tokyo dan SMA yang sama denganmu. Apa kau mengenalnya?"

"Tidak." Ketusnya dan memalingkan muka dariku. Dari gelagatnya aku justru tahu bahwa dia tahu tentang gadis itu.

"Oh."

Acaraku kali ini harus diselesaikan setelah terdengar bunyi bel masuk. Aku berpamitan pada Ichigo dan segera kembali ke kelas. Aku justru semakin penasaran dengan mereka. Aku curiga kalau Ichigo menyembunyikan sesuatu dariku. Tapi apa?

Brukk!

Saat aku tergesa-gesa berlari. Rupanya aku menabrak seseorang, dan rupanya itu adalah Renji.

"Hey Rukia. Kau tak apa?" Tanyanya dan mengulurkan tangan padaku untuk membantuku bangun.

"Tak apa. Kebetulan, Renji. Aku ingin bertanya sesuatu padamu. Kau sahabat Ichigo, aku yakin kau tahu akan hal ini."

"Hm? Apa?"

Lalu aku bertanya tentang Inoue. Reaksinya sama seperti Ichigo. Dia menjadi gugup tiba-tiba, namun menjawab bahwa ia tak tahu apa-apa. Aku mencoba sedikit memaksa dia, tapi dia tetap pada jawabannya, dan setelah itu dia bilang harus buru-buru ke kelas. Sebenarnya ada apa dengan mereka?

"Wah. Rukia Kuchiki. Apakah kau sudah mendengar kabar terbaru?" Ucap seorang gadis yang tiba-tiba sudah ada di depanku. Dia adalah Senna. Gadis yang paling memusuhiku di sekolah ini. Aku hanya menjawab sinis padanya tentang apa maksudnya. Dia tertawa sebelum akhirnya mengatakan sesuatu yang membuatku sangat terkejut, "Orihime adalah mantan kekasih Ichigo Kurosaki. Ya, kupikir mereka lebih cocok daripada Ichigo harus bersanding denganmu yang sungguh sangat tidak pantas."

Aku benar-benar terkejut atas perkataan Senna. Apa mungkin karena alasan ini, Ichigo dan Renji menjadi gugup saat aku tanyai? Heh? Ada apa memangnya jika seandainya mereka mengatakan bahwa Inoue adalah mantan kekasih Ichigo? Dia tidak sedang berencana untuk kembali pada Ichigo, kan? Aku memutuskan untuk tak mempedulikan Senna. Namun,hal yang dikatakannya barusan terus menghantui pikiranku. Aku hanya bisa berharap, kepindahan Inoue ke sini tidak ada hubungannya dengan Ichigo.

Aku segera melanjutkan langkah ke kelas. Berpapasan dengan gadis itu, membuatku semakin penasaran dengan cerita sebenarnya tentang mereka. Tapi aku tak ingin merepotkan Ichigo dengan pertanyaan yang mungkin bisa mengusiknya. Akhirnya aku memilih untuk diam. Biar saja jika seandainya dia adalah mantan kekasih Ichigo. Toh yang penting sekarang Ichigo adalah milikku, dan aku mendapatkan Ichigo juga bukan dari merusak hubungan mereka.

Namun ternyata aku tetap tidak bisa mengenyahkan rasa penasaran itu. Aku benar-benar ingin tahu tentang mereka. Tapi sepertinya aku harus mencaritahu sendiri. Aku tak mungkin bertanya langsung pada salah satu di antara mereka.

.

.

"Kau rajin sekali, Rukia." Puji salah seorang pria berpakaian waitersyang sedang duduk di samping bar dan memperhatikan Rukia yang sedang membereskan meja.

"Ya, setidaknya aku harus rajin di awal aku bekerja agar dapat menarik simpati bosku dan tidak memecatku." Jawab Rukia dengan nada bercanda pada laki-laki itu, yang merupakan bos di tempatnya bekerja. Laki-laki itu adalah teman dari kakak Rukia. Oleh karena itu, kakak Rukia mengizinkannya ekerja paruh waktu di tempat itu.

"Hm, kau pandai juga rupanya. Haha." Sindir pria bernama Hisagi itu.

"Ha, kalau aku tidak pintar seperti ini, aku bisa dicurangi oleh bosku." Jawab Rukia.

Mereka memang tampak akrab selain karena ia adalah teman kakaknya, mereka juga pernah beberapa kali bertemu juka Rukia di ajak Byakuya menghadiri suatu acara yang kebetulan ada Hisagi. Hisagi bersekolah di salah satu universitas di kota Karakura. Ia mengelola kafe ini, yang merupakan pemberian ayahnya. Baginya, kegiatan ini lumayan juga untuk mengisi kantongnya dan mengisi waktu luang. Di kafenya, Hisagi memiliki lima karyawan termasuk Rukia, 2 pria dan 3 wanita. Kafe ini didesain khusus untuk para remaja, sehingga desainnya dibuat sesuai dengan selera anak muda.

"Wah, sepertinya ada yang sedang cari perhatian pada bos, nih." Sela seorang gadis di antara mereka.

"Riruka-chan." Sapa Rukia sopan.

"Hai Rukia-chan." Jawab Riruka dengan senyum ramah. Kata-kata yang barusan, tentu saja hanya untuk menggoda mereka.

"Ah, jamku sudah habis. Aku pamit dulu, Hisagi-san, Riruka-chan." Pamit Rukia.

"Hati-hati di jalan, Rukia -chan." Pesan Riruka.

"Hai'!"

Setelah mengambil tasnya, Rukia meninggalkan kafe. Ia mengeluarkan syal yang ada di dalam tasnya karena ia merasa malam ini udara begitu dingin. Sepanjang jalan, Rukia memikirkan sesuatu. Sesuatu yang sejak tadi siang mengusik hati dan pikirannya. Ia teringat pada Ichigo dan Inoue. Karena begitu tenggelam dalam pikirannya, ia bahkan sampai tak sadar ada seseorang yang mengikutinya.

Grab!

"Hyaa!" Pekik Rukia ketika tiba-tiba tangannya digenggam oleh sesorang.

"Keras sekali suaramu, midget! Apa kau mau membangunkan orang-orang, hah?" Gerutu Ichigo sambil mengusap-usap telinganya seolah baru saja mendengar suara suprasonik.

"Kk..kau mengagetkanku!" Bentak Rukia.

"Hn?"

"Sedang apa kau di sini?" Tanya Rukia yang benar-benar terkejut mendapati kemunculan Ichigo.

"Aku? Tentu saja untuk memastikan bahwa kau akan sampai di rumah setelah kegiatanmu yang sangat tidak aku sukai itu." Ketus Ichigo. Rukia menunduk mendengar pernyataan Ichigo yang cukup memberatkan hatinya. "Aku sungguh-sungguh, Rukia," Ucap Ichigo kemudian dengan suara yang lebih lembut dari sebelumnya, "Kau tahu kan kalau ini sudah malam, dan aku tak mau terjadi apa-apa padamu di jalan." Lanjut Ichigo sembari menaikkan dagu Rukia agar ia bisa melihat jelas wajah Rukia yang tanpa ia duga sudah memerah.

"I…ii…iya… terimakasih." Ucap Rukia yang berusaha memalingkan wajahnya namun ditahan oleh Ichigo yang detik berikutnya sudah mengecup bibirnya. Sebuah ciuman yang membuat Rukia merasa lebih tenang. Entah bagaimana caranya, tapi Rukia benar-benar lebih tenang sampai-sampai tak lagi terpikirkan tentang hal yang sebelumnya sangat meberatkan hatinya.

.

.

Pagi ini udara cukup dingin, mungkin karena akan datangnya musim salju di Karakura. Seorang pria berambut oranye yang diketahui bernama Ichigo, tengah bersandar di tembok pagar kediaman keluarga Kuchiki. Ia sengaja menunggu Rukia yang sekarang masih mengambil tasnya, untuk berangkat bersama ke sekolah. Sebenarnya ini adalah yang kedua kalinya sejak saat hari pertama Rukia menjadi kekasih Ichigo, ia menjemput Rukia untuk berangkat bersama. Rukia juga sebenarnya heran atas kelakuan Ichigo sekarang ini, tapi ia tak mau ambil pusing memikirkan hal seperti ini.

"Hari ini kita tidak akan sekolah." Ucap Ichigo tiba-tiba tanpa menoleh ke arah Rukia yang berjalan di belakangnya.

"Apa? Tapi…"

"Diam, dan turuti aku!" Bentak Ichigo tiba-tiba. Menurut karena takut, akhirnya Rukia diam. Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah apartemen.

"Untuk apa kita ke sini?"

"Ini apartemenku." Jawab Ichigo dengan santainya. Mengabaikan rasa bingung Rukia, Ichigo langsung menarik Rukia masuk ke apartemen. Rukia memberanikan diri untuk bertanya, dan untungnya Ichigo mau menjawabnya. Ternyata sudah tiga bulan Ichigo menempati apartemen ini. Ia mengatakan bahwa ia hanya ingin menjaga Rukia, oleh karena itu ia membeli apartemen yang tak jauh dari rumah Rukia. Pemilik mata violet itu sungguh tak menduga bahwa Ichigo akan berbuat hal seperti ini. Sebegitu besar kah cinta Ichigo padanya? Pantas saja dia mengatakan tak pernah sarapan. Begitu masuk ke dalam ruangan, hal yang mengejutkan Rukia pertama kali adalah keadaan kamar Ichigo yang sangat berantakan. Pakaian yang ada di mana-mana, juga buku-buku sekolah yang tidak pada tempanya. Oh, inikah sosok asli seorang idola di sekolah? Sungguh tak terduga. Tapi ya, manusia memang tak sempurna. Ichigo juga manusia.

"Aku ingin istirahat seharian ini, dan jangan coba-coba pergi dari sini." Perintah Ichigo yang sudah merebahkan dirinya di sofa. Tampak Ichigo mulai memejamkan matanya. Ia seperti kelelahan dan ingin istirahat selama mungkin. Rukia yang masih berdiri mematung hanya bisa menuruti permintaan Ichigo. Tak lama kemudian, kekasihnya itu sudah terlelap. Tak tahu harus melakukan apa selama Ichigo tidur, Rukia memilih untuk membereskan apartemen kekasihnya ini. Sungguh tempat yang tak layak untuk ditinggali, dan sangat kontras dengan status Ichigo yang merupakan keturunan keluarga kalangan atas. Mulai dari ruang tamu, ia mengambil pakaian Ichigo yang tergeletak di beberapa tempat, setelah beres membersihkan, ia beralih ke ruang tidur Ichigo. Tempat itu lebih pantas dikatakan sebagai kapal pecah, dari pada sebuah kamar. Pakaian pemuda berambut oranye itu benar-benar sudah 'lepas kandang'. Butuh waktu tiga puluh menit untuk Rukia, membuat tempat ini layak disebut tempat tidur. Selesai dengan ruangan kedua, ia beralih ke dapur. Tempat itu sedikit rapi, walaupun masih tampak peralatan kotor yang mengiasi wastafel tempat cuci piring. Saat gadis itu menengok isi lemari es, yang ada di sana hanyalah makanan instan dan makanan ringan serta softdrink. Ia hanya bisa menggeleng mendapati hal itu. Kekasihnya benar-benar tak terurus. Setelah mengahabiskan waktu dua jam, dan membuat ruangan-ruangan di apartemen menjadi ruangan yang layak, Rukia mengahampiri Ichigo yang masih terlelap di sofa, dengan masih memakai seragamnya. Hari ini mereka membolos. Mungkin bagi Ichigo yang merupakan salah satu murid terpandai, hal itu bukanlah masalah, tapi tidak dengan Rukia. Satu hari ketinggalan pelajaran adalah hal buruk untuknya. Namun ia juga tak bisa melawan Ichigo. Nona Kuchiki itu hanya bisa menghela napas berat dan berharap hari ini sensei-nya tidak memberi tugas.

"Hm… kau sangat sempurna, di mataku maupun orang lain. Sangat berbeda denganku, Ichigo…" gumam Rukia yang kini duduk tepat di samping kepala Ichigo. Ia memang merasa kecil dibanding Ichigo. Ia hampir tak memiliki apapun untuk dibanggakan di hadapan Ichigo. Berbeda dengannya, pria itu memiliki segudang kelebihan. Apalagi yang mau diragukan dari diri seorang Kurosaki?

"Nghm…" gumam Ichigo di sela tidur nyenyaknya.

"Hatsyiii!" Tak dipungkiri, Rukia yang tiba-tiba bersin itu pun mengagetkan Ichigo yang dalam waktu singkat langsung membuka matanya. Sejenak mereka bertemu pandang. Entah hanya perasaan Rukia atau memang benar, ia melihat kerutan Ichigo semakin tampak jelas di keningnya. Dan detik berikutnya, Ichigo sudah menarik Rukia ke pelukannya dan menyatukan bibir bereka. Kali ini Ichigo cukup kasar saat memangut bibir mungil Rukia. Membuat gadis itu sedikit tak nyaman. Namun ia tak bisa menolak Ichigo yang sepertinya sedang ada sesuatu. Semakin lama, Ichigo semakin memperdalam ciuman mereka, seiring dengan Rukia yang mulai terbawa suasana sampai ia tak sadar bahwa kini Ichigo sudah menindihnya. Mereka berdua kini sudah ada di lantai, di atas karpet tepatnya. Rukia hampir saja kehabisan napas jika Ichigo tak melepaskan ciumannya meskipun hanya beberapa detik dan kembali melumat bibir Rukia. Tanpa gadis itu sadari, tangan pemilik mata hazel itu sudah menyusup ke dalam seragam sailor gadisnya. Membuat sang kekasih terkejut dan hampir mendorongnya jika saja Ichigo tak mengunci kedua tangannya.

"Ichiihh… ngh… jangan…" erang Rukia saat Ichigo meremas yang ada di balik seragam Rukia.

Seakan seperti terkejut, ia pun menghentikan aksinya. Saat menarik tubuhnya menjauh, ia dapat melihat bulir bening di sudut mata Rukia yang mulai mengalir turun ke pipinya. Seketika Sang 'tersangka' kelabakan melihat 'korban' menjadi demikian. Ia tak tahu mengapa gadisnya menangis, padahal mereka juga bukan pertama kalinya melakukan ini, berciuman.

"Ru… Rukia, hei…hei.. kau kenapa?" tanya Ichigo dengan nada khawatir. Ia merangkum wajah mungil itu di telapak tangannya yang besar dan mengusap air matanya, "Rukia!" Seru Ichigo dengan nada yang sedikit tinggi karena Rukia tak menjawabnya.

"Kk…kau seperti orang lain, Ichii… hikss…"

"Cih, merepotkan saja!" decih Ichigo dan langsung memeluk Rukia. "Maaf kalau aku membuatmu takut, Rukia. Maaf…" Sesal Ichigo kemudian.

"Ichigo, ada apa denganmu sebenarnya?" Tanyanya yang benar-benar ada sesuatu pada prianya ini. Ichigo seperti menyembunyikan sesuatu.

"Aku tak apa. Aku lapar, apa kau bisa memasakkan sesuatu?"

"Tak bisa."

"Hah? Kenapa?"

"Di dapur tak ada yang bisa dimasak, baka!"

"Bagaimana kau ta- " Ucap Ichigo yang terpotong karena terkejut melihat apartemennya tampak rapi dari sebelumnya hanya dengan waktu singkat. Ia menoleh ke arah Rukia yang malah melihatnya dengan tatapan heran. "Kau yang membereskannya?"

"Baka!" Seru Rukia yang langsung memukul kepala Ichigo.

"Apa yang kau lakukan, hey!"

"Itu untuk kemalasanmu, baka jeruk!"

"Arigatou…" Ucap Ichigo dan mengecup sekilas bibir Rukia. Sedangkan Sang korban justru memerah wajahnya.

"Kalau kau ingin aku memasakkan sesuatu, aku harus keluar untuk membeli beberapa bahan makanan."

"Tak perlu. Aku akan meminta tolong Renji."

"Tapi dia sedang ada di sekolah, baka! Kau jangan se- hmmpff!" Omelan Rukia terpotong karena tiba-tiba Ichigo membekap mulut Rukia dengan tangannya. Ichigo yang tak megacuhkan omelan barusan, langsung mengambil handphone-nya dan menelfon Renji. Jika tampak dari ekspresi Ichigo, sepertinya Renji menuruti permintaan Ichigo. Benar saja, lima belas menit kemudian pria berambut merah itu sudah datang membawa sekantong penuh bahan makanan untuk dimasak Rukia. Begitu keperluan Rukia sudah ada, Ichigo memberinya perintah dengan hanya menunjukkan ekspresi pada Rukia. Dengan sedikit kesal akan tingkah makhluk yang menurutnya menyebalkan itu, ia ke dapur dan mulai memasak. Setelah Rukia pergi, tiba-tiba tampak ekspresi serius di wajah Ichigi dan Renji.

"Kau sudah tahu kalau dia di sini, Ichigo?"

"Ya, aku tahu bahkan sebelum Rukia bertanya padaku." Jawab Ichigo yang mengerti dengan maksud Renji. "Kenapa gadis itu datang ke sini? Apa maunya?"

"Aku tak tahu apa tujuan gadis itu datang ke sini."

"Aku tak peduli, yang terpenting adalah dia tak lagi menggangguku, juga mengganggu Rukia."

"Kau benar, Ichigo. Kita hanya perlu mengawasinya."

"Mengawasi? Aku tak punya waktu untuk melakukan itu." Jawab Ichigo dengan nada sinis.

Beruntung mereka menyelesaikan pembicaraan tepat sebalum Rukia menghapiri mereka untuk memberitahu bahwa masakan sudah siap.

.

.

Rukia berlari menyusuri koridor ruangan, dan bergegas pergi ke atap, seperti biasanya. Ia tak ingin lagi mendapat hukuman seperti kemarin.

Blushh...

Tanpa diduga rona merah menjalar ke wajahnya. Kejadian kemarin kembali menari-nari di pikirannya. Meskipun itu bukan yang pertama kali mereka berciuman, tetap saja Rukia akan sangat malu jika teringat lagi.

Tap tap tap

Derap langkah kaki mungil itu menapaki satu per satu anak tangga, yang beberapa langkah lagi ia sudah sampai di depan pintu.

Cklek!

Brukk

Suara pintu yang terbuka dan diikuti suara kotak bentoyang jatuh dari tangan Rukia membuat dua insan yang ada di seberangnya terkejut dan menoleh ke arah sumber suara.

.

.
TeBeCe

.

.

Terimakasih sudah membaca :D

Minnasan, gomenasai. (_ _) bukannya meng-update NCbT malah bikin fic baru. hehehe. ^^
Kalau pernah membaca NCbT mungkin familiar ya, sama The Big Five. Yak, ini memang The Guardian versi sekolah. Tapi tentu berbeda lah perannya. hehe. Alurnya juga gak sama kok. :)

Bukan fic baru juga sih sebenernya. Ini sudah ada lama di lappi, dan rasanya sayang banget deh kalau dianggurin. Kemarin juga sempat publish fanfiksi Kuroshitsuji. :D *promosi

Yak, sekian cuap2 saya. Saya minta pendapat teman-teman untuk kelanjutannya bagaimana ya? :)

Ditunggu kritik dan sarannya.

Jaa~