Hujan semakin lebat, sesekali diiringi dengan petir, menjadi saksi bisu Shikamaru yang baru saja menolak Ino. Sekarang Ino menggigit bibir bawahnya, menahan segala emosi yang bisa meledak kapanpun jika tidak dijaga. Pandangannya kabur, air matanya mulai menyeruak keluar.

"Aku mengetahuinya, Shikamaru. Aku mengetahuinya."

"He-hei."

Ino tidak tahu harus berkata apa lagi, hatinya sesak, berbicara lebih banyak hanya akan menimbulkan bukti sakit hatinya. Namun ia mengumpulkan sisa-sisa suaranya sebelum air matanya meluncur turun ke pipi mulusnya. "Lalu mengapa kau bersikap seperti itu selama ini?"

Ino meninggalkan sang pemuda dan melupakan payung yang harus diambilnya. Ia tidak ingin tersiksa lebih dari ini.

"Oi, Ino!" Serunya. Shikamaru ingin mencoba mengejarnya, tapi mengingat egonya yang tidak ingin terlibat masalah dengan hal bernama cinta ini membuat tubuhnya kaku, dan ia hanya melihat tubuh mungil Ino berlari sejauh mungkin.

.

.

.

When The Rain Falls From The Sky

Credit to Masashi kishimoto

I do not own the character, just the story

Warning: Typo, AU, OOC

.

.

.

Mata baby bluenya menatap awan putih yang mulai dikelilingi oleh awal hitam. Pertanda hujan akan datang. Satu persatu air mulai berlomba membasahi tanah, Ino meruntuki dirinya yang sengaja meninggalkan payungnya di dalam loker. Mau tak mau ia harus mengambil payungya ketimbang membiarkan penampilannya rusak diguyur hujan.

Ino mulai melangkahkan kakinya sembari menyenandungkan lagu yang baru masuk dalam playlist I-podnya, ashita ga kuru nara-Juju. Langkahnya terhenti ketika menemukan sepasang kaki yang tergeletak di belakang tangga. 'Aku bertaruh Dewi keberuntungan akan berpihak padaku hari ini jika orang itu adalah si jenius Nara' batinnya.

Ia mendekati sosok misterius itu perlahan. Menyadari bahwa orang itu memang benar shikamaru, Ino berjongkok seraya memperhatikan wajah tenang Shikamaru. Ino memang sering melihatnya tertidur di kelas, tapi tidak pernah punya kesempatan memperhatikannya dari jarak sedekat ini. Ino melihat bulu matanya yang agak panjang, tubuhnya yang menghembuskan nafas dengan teratur, bibir yang dikatupkan dengan rapat... 'Ya Tuhan, apa yang baru saja kupikirkan?!' Ino menampar pipinya berulang kali, menghilangkan rona merah di wajahnya, lalu mulai memperhatikan kembali lelaki yang sudah dikenalnya bertahun-tahun. Sang gadis selalu mengingat seberapa banyak dia membawa nama Shikamaru dalam doanya.

Ya, Ino memendam rasa cinta pada Shikamaru Nara nyaris selama 5 tahun. Saat ia menyadari bahwa sakura juga mengincar Sasuke, membuat Ino memilih untuk merelakannya.

Hei, memangnya salah merelakan seseorang sekalipun kita masih mencintainya?

Tidak hanya itu, keberadaan Shikamaru yang menghiasi hari-harinya langsung menggerakkan hati Ino untuk membuka hatinya pada sang pemuda. Bahkan sang pemuda telah mencuri posisi kedua setelah orang tuanya, karena Ino akan selalu menceritakan segala pengalamannya baik penting maupun hal yang sepele pada Shikamaru. Shikamaru bahkan takkan menghiraukan Ino yang selalu mengikuti dirinya kemanapun, memeluk lengannya, mengajaknya makan siang bersama, membawanya pergi ke taman hanya untuk sekedar menenangkan diri dari segala keramaian dunia. Mereka berdua menjadi akrab seiring berjalannya waktu.

. . . . . . . . . . . . . .

"Ino, hari ini ulang tahunmu, kau ingin kubelikan apa?"

"Hooo, si ranking satu ingin membelikan sesuatu untukku? Aku tak butuh barang Shikamaru, kabulkanlah satu permintaanku."

"Dasar wanita memang merepotkan. Baiklah, kau mau apa?"

"Jangan mengeluh tentang apapun yang akan kulakukan padamu hari ini." Dengan itu Ino menggandeng tangan Shikamaru, membawa pemilik tangan itu ke toko-toko yang selama ini memang ingin dikunjunginya, melihat para burung berterbangan saat beberapa anak kecil mencoba mengejarnya, Shikamaru hanya tersenyum tipis melihat gadis bersurai pirang itu selalu bahagia saat hari ulang tahunnya.

Ah, betapa indahnya mengingat masa lalu. Ino mencoba membelai rambut hitam jabrik sang pemuda secara perlahan, 'Biarkan saja seperti ini, Tuhan' harapnya dalam hati. Tangannya beralih ke pipi halus Shikamaru. Merasa seseorang menyentuhnya, Shikamaru segera bangun dari tidurnya.

"Nggh, Ino, apa yang sedang kau lakukan?" Ia mengedipkan matanya berkali-kali. Menggosok lehernya yang kaku akibat posisi tidur yang tidak berubah dari awal dia merebahkan diri, Ino segera melepaskan tangannya.

"Jadi selama ini kau mengagumiku secara diam-diam? Sungguh bukan perbuatan yang biasanya dilakukan oleh seorang Ino Yamanaka." Shikamaru menarik tangan Ino, ditariknya secara lembut, dan dieluskan kembali ke pipi miliknya. Shikamaru hanya mengikuti instingnya, ayahnya selalu mengajarkan dirinya untuk menjadi seseorang yang bersikap lembut pada semua wanita, sekalipun dengan cara yang berbeda dari kebanyakan orang.

"Ah... Shika?"

"Kenapa? Tidak terbiasa?" Bukannya tidak terbiasa, hanya saja lelaki yang berada di depannya ini tidak memikirkan efek yang ditimbulkannya dari sebuah gerakan yang tiba-tiba. "Kau kan sudah biasa memegang tanganku?"

"Bukan seperti itu, tapi..."

Ahhh, karena cinta itu datang sekalipun kita tidak menginginkannya. Shikamaru memang menyadari perubahan sikap Ino, tapi tak pernah terbesit sedikitpun dalam benaknya untuk melakukan hal yang biasa disebut orang-orang dengan 'berpacaran'. Menurutnya itu adalah hal yang bodoh, mereka mengumbar cintanya di depan publik, berpelukan, berciuman, bahkan Shikamaru pernah mendengar orang sedang melakukan 'itu' di taman saat ia sedang jogging malam. Bukannya menolak Ino, Shikamaru akan berusaha melakukan yang ia bisa lakukan agar gadis di depannya ini bahagia, tapi kalau sudah berurusan dengan yang namanya cinta, Shikamaru belum siap.

"Karena setiap tangan kita bersentuhan, selalu aku yang menyentuhmu terlebih dahulu. Jadi, aku agak terkejut dengan sikapmu yang berbeda dari bia-"

"Hei, Ino? Apa kau menyukaiku?"

Nah, disaat seperti ini biasanya dalam drama tokoh perempuan dalam cerita akan mengangguk iya sambil mengatakan 'Ya, aku menyukaimu.' Kenyataannya, pemilik mata baby blue ini menimbang jawaban apa yang akan ia berikan kepada Shikamaru Nara. Ia sering mendengar teman-temannya ditolak saat menyatakan cinta kepada orang yang disuka

Dan Ino tidak mau hal itu terjadi padanya.

"Ino?" Shikamaru menginginkan jawaban itu sekarang. Baginya, sekarang saat untuk menghentikannya atau tidak sama sekali.

"Baiklah, a-aku menyukaimu. Karena kau tidak pernah menghindariku saat aku memegang tanganmu dan kau selalu ada untukku. Apakah kau tidak merasakannya?"

"Ino.." Ujarnya lirih. "Aku memang merasakannya, tapi aku tidak menyukaimu dalam kategori cinta, hanya sebagai teman dekat. Maaf."

. . . . . . . . . . . . . .

"Ibu, bagaimana rasanya saat seseorang tidak menyukai kita?" Tanya seorang anak perempuan sembari menatap hujan melalui jendela kamarnya.

"Mengapa kau bertanya seperti itu?"

"Tidak apa bu, aku hanya ingin tahu, kelak jika aku merasakannya, aku bisa menghilangkan perasaan itu"

"Bagaimana ya? Menurut ibu, rasanya sakit, seperti saat kau merasakan jatuh dari sepeda, namun rasanya lebih sakit dan rasa sakit itu akan terasa di dadamu."

Ya, rasanya sakit. Kau baru saja ditolak mentah-mentah, Ino Yamanaka.

Hujan semakin lebat, sesekali diiringi dengan petir, menjadi saksi bisu Shikamaru yang baru saja menolak Ino. Sekarang Ino menggigit bibir bawahnya, menahan segala emosi yang bisa meledak kapanpun jika tidak dijaga. Pandangannya kabur, air matanya mulai menyeruak keluar.

"Aku mengetahuinya, Shikamaru. Aku mengetahuinya."

"He-hei." Entah sejak kapan Shikamaru menjadi gugup berbicara seperti Hinata, tapi ini bukanlah waktu yang tepat.

Ino tidak tahu harus berkata apa lagi, hatinya sesak, berbicara lebih banyak hanya akan menimbulkan bukti sakit hatinya. Namun ia mengumpulkan sisa-sisa suaranya sebelum air matanya meluncur turun ke pipi mulusnya. "Lalu mengapa kau bersikap seperti itu selama ini?"

Ino meninggalkan sang pemuda dan melupakan payung yang harus diambilnya. Ia tidak ingin tersiksa lebih dari ini.

"Oi, Ino!" Serunya. Shikamaru ingin mencoba mengejarnya, tapi mengingat egonya yang tidak ingin terlibat masalah dengan hal bernama cinta ini membuat tubuhnya kaku, dan ia hanya melihat tubuh mungil Ino berlari sejauh mungkin. "Sial!"

TBC

Hai, saya author baru di fanfiction, ide cerita ini muncul saat saya lagi mengerjakan soal try out bahasa Indonesia. aneh rasanya tapi itulah yang saya lakukan. Saya belum punya beta reader, jadi cerita ini masih ala kadarnya dari pemikiran saya. rencananya mau bikin fanfic ini jadi 2-3 chapter. Dan dikarenakan ujian sekolah yang harus saya hadapi Senin depan, saya ngga bisa janji fic ini akan keluar minggu depan, jadi sebagai pembaca yang baik, mind to review?

-Yacchans