Assassination Classroom © Yuusei Matsui

Story by gugigi173

Warning : OOC, typo, humor garing, dll.

.

.

Tidak Harus

Chapter 1 : Bitch-sensei?

Pagi hari yang cerah di bukit Kunugigaoka, bel kelas 3-E berbunyi nyaring. Semua siswa di dalam kelas E dengan cepat duduk rapi di bangku masing-masing, sedang yang masih di luar berebutan masuk ke dalam kelas. Seketika suara 'BRAAK' pintu yang dibuka paksa memenuhi ruangan kelas bobrok itu, membuat setiap kepala menoleh ke sumber suara. Tentu saja, kecuali sepasang anak adam berkepala merah-putih yang duduk di belakang.

"Ohayou, bocah-bocah sialan!"

Suara melengking yang diucapkan dengan sedikit rasa kesal itu bisa membuat telinga siapa saja bisa sakit mendengarnya. Belum lagi, kata-kata yang sungguh tak pantas diucapkan oleh seorang guru itu juga jelas membuat hati anak-anak berhati polos dan bersih macam kelas E itu mendongkol. Tapi sebagai murid didiknya yang baik hati dan tidak sombong, mereka takkan lagi meributkan panggilan-panggilan menyebalkan darinya.

"Ah, aku datang terlalu cepat ya hari ini?" ucap Karma yang tidak diduga datang dengan tanpa terlambat ke sekolah.

"Bagaimana bisa aku lupa kalau sekarang pelajaran dia?" ucap Maehara dengan suara malasnya sambil mengetukkan jari-jarinya pada meja.

"Haah, seharusnya aku tidak perlu masuk di jam pertama." Megu pun ikut mengeluh disertai helaan nafas.

"HEEEEEY, bagaimana mungkin kalian berani mengatakan hal-hal seperti itu! Memangnya kalian pikir aku suka mengajar di kelas bobrok ini?!"

Oh, ternyata guru yang kini tengah berdiri di depan mereka adalah English Teacher kelas E. Dan alasan mereka tak lagi meributkan panggilan-panggilan menyebalkan darinya untuk mereka adalah karena—

"Bitch-sensei, suaramu lebih menggelegar dari ibuku."

—mereka juga melakukan hal yang sama padanya.

"Tolong hentikan, gendang telingaku mau rusak rasanya." mohon Kayano sambil menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya.

Lihat, empat siku-siku sudah mulai terbentuk di kening seorang Irina. "Kalian tidak tahu apa, pagi ini aku berdadan lebih cantik dari biasanya, lalu dengan semangat 45 pergi ke kelas yang lebih cocok disebut rumah hantu ini. Hanya untuk bertemu dan mengajar kalian!" jelasnya panjang lebar sambil memukul-mukul papan tulis dengan telapak tangannya. Mungkin sebenarnya dia ingin menunjukkan betapa serius dan pentingnya semua ucapannya.

"Fufufu, dan kalian tahu kenapa hari ini aku tampak berbeda?" tanyanya sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

Seisi kelas menatap intens makhluk yang berdiri di depan kelas mereka, berusaha mendapat pembuktian bahwa memang ada yang 'berbeda' dari guru mereka. Pakaian seksi, lipstik tebal, sepatu hak yang kelewat jangkung, rambut bergelombang, semuanya masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Apa yang sebenarnya berbeda?

Oh, tunggu. Mungkin pakaiannya. Hari ini dia mengenakan pakaian yang 'berbeda' dari biasanya. Pakaian super terbuka, bahkan terlampau seksi dari sebelum-sebelumnya.

"Karena ini hari terakhirmu mengajar kami?" tanya Rio saat ia sadar tak satu pun temannya yang menjawab pertanyaan Sensei-nya.

"Bukan!" jawab Irina sambil memukul meja gurunya.

"Kau salah mengatur jam?" tanya Isogai sang ketua sekaligus sang Ikemen kelas.

"Bukan!" oke, pukulan pada meja mendarat untuk kedua kalinya.

"Aah, mungkin karena kau sudah sadar kalau ajalmu sudah dekat?" tanya Hazama dengan aura mengerikannya.

"Bukan! Lagipula mana ada orang yang bahagia saat dia tahu dia akan mati!" jawab Irina kesal sambil menunjuk-nunjuk ke arah Hazama.

"Oh, apa mungkin selepas ini kau ada kencan dengan seseorang?" tanya Karma dengan wajah polosnya.

'Tidak mungkin ...' ucap seluruh murid sambil menolehkan kepala mereka pada Karma yang sedang memainkan pisau anti-sensei-nya. Tentu saja, hanya diucapkan dalam hati saja, karena mereka tak ingin melihat wajah horor Bitch-sensei jika mendengar tanggapan mereka.

"Itu tidak masuk akal Karma-kun, Bitch-sensei kan jomblo. Ah, atau mungkin lebih cocok disebut perawan tua." celetuk Rio tidak kalah polosnya.

"Sialan, cari mati kau, Nakamura!" teriak Irina membahana. Aura ungu tanda kemarahan mulai mengelilingi tubuhnya.

Melihat gurunya yang sudah dalam mode berbahaya, ditambah empat siku-siku yang sangat jelas terlihat di keningnya, seluruh murid diam tak berkutik, ketakutan. Kalimat-kalimat seperti 'Gawat, dia marah', atau 'Sial, dia pasti bakal ngamuk', atau 'Si duo badass itu, bisa-bisanya mereka memperburuk keadaan', atau bahkan 'Aah, Bitch-sensei yang sedang murka pun tetap kelihatan seksi~', terus bergumul dalam pikiran setiap murid. Oh, lupakan yang terakhir, itu pasti pikiran Okajima—si pangeran mesum kelas 3-E.

"Bitch-sensei, tenangkan dirimu, mereka pasti hanya bercanda. Hahaha, kau memang sedikit berbeda hari ini, Sensei. Mungkin kau mau memberitahu kami mengapa kau tampak berbeda hari ini? Aku penasaran, teman-teman juga pasti begitu." ucap Nagisa berusaha mencairkan suasana.

'Oh, Nagisa-kun, kau memang malaikat!'

Seketika aura ungu yang mengelilingi tubuh Irina menghilang, tergantikan oleh suara berdehem yang cukup seksi. "Uh, dasar bocah-bocah tidak peka. Baiklah, akan kuberitahu kalian. Alasan aku bersemangat adalah karena aku akan memberikan pelajaran khusus pada kalian. Hmp, berbanggalah kalian wahai budak-budak tak berguna. Karena hari ini, aku akan memberikan kalian teknik merayu terbaik yang pernah aku pelajari sepanjang karirku sebagai wanita pembunuh, AHAHAHAHAHA!"

.

.

.

.

-Nee, Sensei. Kau tidak harus mengajari kami hal-hal 'menakjubkan' lagi kok.-

-TBC-

.

.

A/N :

Konnichiwa, minna-san! Ini fic kedua saya, akan dibuat dalam multichapter. Maaf kalau bahasanya masih rada amburadul dan berbelit-belit. Minta komentar dan sarannya ya~!

Jaa, matta ne!