Disclaimer: Asagiri Kafka & Harukawa Sango.
Author tidak mengambil keuntungan apa pun dari fanfic ini, dan semata-mata dibuat demi kesenangan pribadi.
Dazai Osamu memutuskan pamit.
Pamitnya adalah diam yang menusuk, dan tahu-tahu meninggalkan hampa sebagai salam perpisahan. Kamar ini telah berganti nama ratusan kali yang segalanya bermula dari kesepian, untuk tiba di titik ini; adalah kenangan yang cara pembacaannya menjadi luka, ketika digandeng sepasang tanda kurung sewaktu dituangkan pada catatan kecil untuk cinta yang singkat.
Aroma kenangan mereka bukanlah ombak laut, kopi senja, senyum matahari atau manja kicau burung, melainkan kehampaan–selalu berbau kosong, walau diisi dengan kalimat yang memekarkan cinta.
"Aku mencintaimu, Nakahara Chuuya."
Hanya pinggangnya yang Dazai Osamu cintai, karena bagian itu paling mudah untuk didekap kehampaan. Sepanjang Dazai melabuhkan napas pada tengkuk Chuuya, pikirannya yang remang akan menghangat–sejenak pula Chuuya bisa merasai untuk memiliki, walau sebatas napas yang sesungguhnya tidak mewujudkan kehidupan, selain ketiadaan semata.
Meskipun Chuuya selalu menyalahi pelukan Dazai, karena memperlakukannya seperti benda sekali pakai -dengan cara semudah itu, dia yang sejak lalu kehilangan
"Sekali lagi, aku mencintaimu."
Sekali lagi pula, dusta berbicara dengan racun paling berbisa yang menumpulkan rasa. Apa peduli Chuuya bila dirinya pedih, karena memang Dazai melarikan luka itu untuk dijaga oleh sang (mantan) rekan kerja, sekaligus (mantan) teman minumnya yang merupakan Nakahara Chuuya seorang, bukan karena ia dipercayai Dazai melainkan lebih kepada;
Biar luka dan kehampaannya ini juga menjadi "mantan", seperti Nakahara Chuuya yang hendak ditinggalkan sebagai debu untuk disapu masa lalu.
"Aku juga mencintaimu, Dazai Osamu."
Mengapa keikhlasannya sekuat itu untuk menjawab penuh kesungguhan? Bagi Nakahara Chuuya, hadirnya sebatas ada untuk memberitahu Dazai bahwa idiot bukan semata-mata meredakan hujan agar tertawa, meski dirinya memiliki badai yang selalu ia ajak bertengkar dengan keputusasaan. Tidak juga kesedihan yang disembunyikan kekonyolan, agar orang-orang ingat cara tersenyum.
Idiot juga merupakan sebentuk perasaan, di mana seseorang mencintai tanpa mengisyaratkan balasan, karena memberi satu-satunya jalan untuk melegakan rasa yang sering kali, menahan diri sampai melupakan jati diri.
"Tetapi memang sebaiknya kau pergi, idiot. Alasanmu bertahan di sini tidak ada lagi, bukan?"
Tidak ada lagi yang lebih tepat dikatakan, tidak pernah ada semenjak jenuh selalu berlabuh pada langkah Dazai yang hampa.
"Jadilah bahagia dan lupakan aku. Kau bisa menemukan seseorang yang lebih baik."
Menjadi idiot bukan perkara kecil atau besar, melainkan tidak dipermasalahkan sama sekali oleh Nakahara Chuuya, sepanjang Dazai Osamu menemukan cinta dari seseorang yang bisa ia balas dengan kesungguhan, seulas rasa tulus, dan kecupan manis di kening dibarengi pesan, 'aku pulang'.
(Chuuya tak lebih dari persinggahan yang Dazai lewati agar dirinya tahu, seseorang bisa mencintai dengan sehebat dan sebodoh itu)
(Dengan melupakan Chuuya, pilihan kebahagiaannya lebih banyak, bukan?)
Tamat.
A/N: Jadi singkat aja ya, aku terinspirasi dari my student a.k.a butter peanut yang kriuk2 krenyes~ (meski keknya ini 500 words ga worth it sih WKWKW). oke thx buat yang udah fav, follow, review atau sekedar lewat, aku menghargai apapun yang kalian berikan padakuuu. dan mohon kritik saran ugha biar kalo bikin model gini lagi bisa lebih bagus.
