Summary : Cinta belum lengkap tanpa empat buah rasa, yang saling melengkapi satu sama lainnya, memberi pelajaran agar semakin dewasa. Satu rasa tidaklah hebat, empat rasa itu barulah cinta spesial!

Chapter 1

Prolog

Kembali Jellal Fernandes yang duduk di bangku paling depan dekat meja guru menjadi pusat perhatian seluruh murid. Plester dijidatnya itu cukup menarik perhatian, begitu juga dengan dipipi bagian kanan bahkan sekujur lengan pun penuh luka! Aku tidak pernah mengerti tentang dirinya, apa Jellal adalah seorang preman yang sangat suka berkelahi setiap hari, atau mungkin kasus kekerasaan anak dibawah umur yang akhir-akhir ini menjadi hot topic di acara televisi maupun koran? Apapun motif dibalik semua itu murid perempuan di kelas kami menjauhinya karena merasa jijik dengan penampilannya yang benar-benar anti mainstream.

Waktu bel istirahat berbunyi, beberapa murid di kelasku memperbincangkan Jellal kembali. Tersebar sebuah gosip kalau si koreng (julukannya) sekitar beberapa hari lalu menembak Ultear dari kelas 2-A, aku amat ingat betul akan kejadian tersebut, jadi begini ceritanya...

Sekitar tiga hari lalu...

Jam istirahat pertama hampir saja berakhir, sebelum itu ada seorang lelaki dengan luka di sekujur tubuhnya datang menghampiri Ultear, tanpa basa-basi lebih panjang lagi dia langsung to the point. Namun si koreng tidak menyadari kalau sebenarnya Ultear ketakutan setengah mati, sampai-sampai dia berusaha mencari kesempatan untuk kabur dan sayang dewi keberuntungan sama sekali tidak memihak Ultear kala itu, terlalu...begitulah kata Rhoma Irama.

"U...Ultear, ada yang ingin kukatakan padamu?"

"Cepatlah, sebentar lagi bel masuk akan berbunyi"

"Aku menyukaimu, jadilah pacarku!"

Daripada dijuluki si koreng mungkin lebih cocok dengan julukan si bodoh, Jellal menembak secara terang-terangan di depan semua orang yang seketika langsung bengong sekitar dua menit lamanya, lalu jawaban dari Ultear adalah...

"Maaf, tetapi aku tidak menyukaimu. Jadi pergilah dariku koreng!"

"Tunggu, ini memar bukan koreng!"

Jawaban terakhir dari Jellal sempat membuat kami semua yang berada di koridor sekolah tertawa cukup keras, kenapa dia malah menjelaskan tentang luka yang dideritanya? Entahlah tetapi itu benar-benar lucu dan sama sekali tidak terduga. Sudah dipanggil koreng ditolak pula, begitulah nasib akhir dari seorang Jellal Fernandes ketika ingin menembak Ultear yang gagal total 100%.

The End

Kalian pikir aku mungkin kejam karena terus menertawakan kejadian beberapa hari lalu, tetapi diingat berapa kalipun tetap saja si koreng ini benar-benar anti mainstream. Belum lama digosipkan dia sudah masuk kembali ke dalam kelas, baru saja membeli jajanan dari kantin sekitar lima menit lalu. Langsung tanpa perlu menunggu perintah dari siapapun beberapa murid yang berada di kelas memasang posisi siaga agar tidak didekati oleh Jellal, tetapi belum lama melakukan persiapan dia sedang berjalan menghampiri Lucy, cewek paling populer di kelas 2-B alias kelasku.

"Ini sapu tanganmu bukan? Tadi terjatuh jadi kuambilkan"

"Te...te-te...terima..ka-kasih...hiii korengan!" teriak Lucy secara mendadak yang langsung membuat seisi kelas lalu-lalang tidak karuan

"Tapi ini memar...bukan koreng..." kembali si bodoh itu menjelaskannya, padahal mau berapa kalipun diomongkan semua orang akan tetap berkata 'itu luka koreng'

"Hey, apa maksudmu mendekati pacar orang huh?!"

Waw...sekarang aku jadi ingin memberikan tepuk tangan meriah pakai kaki kepada si koreng, dia sukses membuat Sting Eucliffe cowok paling super tampan nan pintar melebihi Albert Einstein (dibaca otak udang) marah besar karena mendekati pacarnya yang tidak lain adalah Lucy. Kalau kuperhatikan kembali Jellal bukanlah seorang lelaki tipe preman, hanya dengan menunjukkan death glare pun dia sudah ketakutan sampai rasanya setengah mati setengah hidup.

"Bukan itu, aku...aku hanya ingin mengembalikan sapu tangan ini"

"Cih, dasar korengan!" bentak Sting mengambil paksa sapu tangan tersebut dari tangan Jellal, masih menunjukkan ekspresi menyeramkan seperti tadi

"Sudah kubilang ini memar! Kalian sama sekali tidak bisa membedakan koreng dan memar!"

"Halah, mau koreng mau memar intinya luka di sekujur tubuhmu itu menyeramkan! Pergilah jauh-jauh dari kami!"

"Hoi...hoi...hoi...bukankah kau terlalu kasar Sting?"

Kini saatnya pahlawan kesiangan, bukan maksudku adalah pahlawan keadilan muncul! Memang aku juga membenci penampilan si koreng yang sangat, sangat tidak pantas disebut tampan seperti Brad Pitt apalagi Lee Min Hoo, eh omong-omong cakepan mana ya? Sudahlah untuk apa dipedulikan, Sting langsung menatap sinis kearahku, kamu pikir gertakan itu cukup untuk melawanku, Erza Scarlet si stalker nomor satu di seluruh sekolah?! Kalau kalian perhatikan kembali memang tidak ada hubungannya antara rasa takut dan stalker nomor satu, hahahaha aku hanya asal bicara kok.

"Apa kamu ingin membela si koreng ini, Erza?"

"Dibilang membela sih tidak, mungkin lebih tepatnya merasa kasihan"

"Jangan ikut campur urusan kami berdua, bukankah lebih baik kamu terus bersembunyi dibalik bayang dan memperhatikan si koreng ini? Hahaha...!"

"Diam, kau terlalu banyak bicara Sting si otak udang! Sadarlah akan tingkatanmu yang berada di bawah dua puluh besar, alias masuk ke dalam peringkat tiga puluh besar! Jangan harap bisa melawan"

"Peringkat tidak ada hubungannya dengan ini semua Erza Scarlet, seperti biasanya otakmu itu error" ejekan itu benar-benar membuatku marah besar, kamu pikir tidak saling berhubungan apa? Akan kutunjukkan kepintaran dari seorang murid rangking dua

"Baiklah otak udang, kita ibaratkan saja begini. Dalam dunia masyarakat jabatan si koreng adalah direktur, sedangkan aku bisa dibilang sebagai wakil direktur. Nah kalau kamu adalah petugas kebersihan jamban yang pekerjaannya membersihkan kerak-kerak di sekitar kloset, hiii menjijikan. Kamu ingin julukanmu berubah menjadi otak udang bau jamban, hah?"

"Sialan kau!"

BRUKKK!

Pukulan tersebut sama sekali tidak mengenaiku, melainkan si koreng yang langsung tersungkur dan kepalanya membentur lantai cukup keras. Semua murid di kelas kami panik, sedangkan aku malah berteriak dalam hati dengan pukulan halilintar dia mencetak gol, memangnya pertandingan sepak bola apa...sadar dari lamunan aku langsung menarik tubuh Jellal menuju UKS, sekarang dia terlihat seperti si koreng suster ngesot yang membuatku ingin tertawa karena julukan aneh tersebut tiba-tiba saja tercetus di dalam pikiran.

Sesampainya di UKS aku mengambil kotak P3K, membalut luka Jellal yang langsung menjadikannya si koreng suster ngesot setengah mumi. Bisa dibilang aku cukup berlebihan saat menggunakan perban, jika sudah terlanjur begitu mau bagaimana lagi, tidak buruk juga penampilannya yang sekarang bahkan kalau ingin dia bisa saja memenangkan kompetisi kostum hallowen. Mungkin aku harus bercita-cita sebagai penata rias mulai dari sekarang.

"Ummm..."

"Syukurlah jika kamu sudah sadar, aku kembali dulu ya ke kelas"

"Umummummmummmumm!" (Tunggu, mau pergi kemana kamu?!)

"Aku benci dengan orang yang tidak jelas saat mereka berbicara, omonganmu benar-benar membuat otak berlianku ini pusing tujuh keliling"

"Umamumumuamamaumuu" (Lepaskan dulu perban dimulutku)

"Bodohnya diriku tidak membawa google translate di saat-saat genting seperti ini, ternyata penerjemah instant otak udang itu bisa berguna juga"

Entah karena merasa kesal atau apa si koreng itu melepas perban dimulutnya yang secara tidak langsung menghancurkan maha karyaku! Ya ampun rangking satu apanya, dia sama sekali tidak mengerti apa itu seni. Jellal mengambil nafas berulang kali seperti orang terkena sakit asma, jika dokter kecil yang melihatnya mungkin dia sudah dibawa pergi ke rumah sakit jiwa setempat, ups maksudku rumah sakit umum setempat.

"Apa...apa maksudmu membalut mulutku dengan perban melilit?!"

"Ah masa...kamu tidak mengerti pertolongan pertama pada kecelakaan itu seperti apa. Jadi no comment please"

"Terserah, aku ingin balik ke kelas"

"Hey tunggu!" teriakku spontan yang membuatnya terjatuh kembali seperti tadi, apa si koreng ini orangnya kagetan atau mungkin memang suaraku terlalu keras untuk seusia anak perempuan kelas 2 SMA?

"Tidak terima kasih, jadi urusan kita sudah selesai bukan?"

"Aku saja belum berkata apa-apa kamu sudah bilang terima kasih! Sudahlah lebih baik sekarang kamu duduk manis di situ"

"Eh? Memangnya jika kamu duduk bokong bisa menjadi terasa manis?"

"Kau benar-benar membuatku naik darah! Dengarkanlah ini Jellal Fernandes koreng-san, jika kamu tidak menuruti perintahku akan kujerat lehermu itu menggunakan rantai anjing, lalu aku akan menamainnya anjing korengan, mengajakmu jalan-jalan agar terlihat seperti hewan sungguhan dan langsung memasukanmu ke klinik dokter hewan!"

"Baiklah maafkan aku..."

Untuk sesaat aku menghela nafas panjang terlebih dahulu, mengeluarkan plester dari kantong rok dan menempelkannya pada jidat si koreng. Ketika hendak keluar dari ruang UKS, dia menunjukkan senyum manis yang kuibaratkan tanpa diberi sukrosa, glukosa maupun sukrosa, kenapa mendadak aku jadi membicarakan soal pemanis buatan? Ya efek dari otak berlian dua puluh karat mungkin.

"Terima kasih sudah mengobati lukaku"

"Jangan sampai kamu berpikir aku melakukannya dengan senang hati. Lain kali obatilah lukamu itu, dasar koreng" balasku membanting pintu UKS keras, memainkan jari-jemari merasa gelisah atas ucapan terima kasih darinya

Bukan berarti aku menyukai si koreng, itu sama sekali tidak benar! Jam pelajaran ke-lima nyaris berakhir, ternyata waktu berjalan sangat cepat ketika aku mengobrol dengannya tadi di UKS. Belum lama memasuki kelas Jellal juga ikut masuk ke dalam dan duduk di tempat asal, meski sekarang penampilannya terlihat lebih acak-acakkan karena perban melilit yang berada dimana-mana. Laxus-sensei, guru matematika paling galak saentro sekolah masuk dengan menunjukkan ciri khasnya yaitu hobby memukul meja dan teriak-teriak bagai tarzan di hutan rimba. Padahal aku yakin 100% meja tidak memiliki salah apapun terhadap beliau dan lagi ini kelas bukan hutan pak...

"Selamat pagi semuanya!"

"Se-selamat pagi pak"

"Lebih keras lagi! Selamat pagi murid-murid sekalian dimana pun kalian berada baik di dalam hati bapak maupun di luar hati bapak"

"Maaf pak, tetapi kami semua berada di dalam kelas, bukan hati bapak. Kalaupun iya saya saja tidak tau hati bapak buka dari jam berapa sampai jam berapa" Gila! Tidak salah memang aku memberikan tepuk kaki dan sekarang seribu jempol untukmu Jellal koreng-san! Kamu pikir hati Laxus-sensei itu loket apa?!

Langsung kami semua terdiam setelah mendengar pertanyaan konyol dari si koreng. Mungkin julukan yang tepat untuknya sekarang adalah si koreng pelawak sejati. Ketika seisi kelas tertawa riang Laxus-sensei jutru tengah memasang wajah poker face, merasa ada kejanggalan dari seorang Jellal Fernandes.

"Kamu benar-benar Jellal Fernandes bukan? Bagaimana bisa otakmu menjadi jelly sekarang?!" teriak Laxus-sensei kencang dan bahkan suaranya mengalahkan dua toa sekaligus

"Saya suka makan jelly, apalagi nutrijell rasa jambu! Bapak benar-benar pengertian"

Hening...hening...hening...

Krik...krik...krik...krik...krik...

"Maaf bapak sakit kepala, jadi ingin minum pr*mag terlebih dahulu"

"Ahahahahahahahahahaha" tawaku seorang diri yang langsung diperhatikan oleh teman sekelas, kesurupan setan apa aku mendadak jadi gila begini?

Sudahlah lupakan saja, itu adalah aib dan saat tertawa tadi aku benar-benar kesiangan (dibaca ketika seisi kelas tertawa Erza belum melakukannya dan dia baru tertawa setelah mereka berhenti) Tidak hanya terlambat masuk kelas, terlambat tertawa pun ada rupanya! Ini adalah penemuan baru dan mungkin saja aku bisa dimasukkan dalam ilmuwan paling jenius nomor satu dari belakang.

Pulang sekolahnya...

Jam tepat menunjukkan pukul tiga sore, masih ada banyak murid yang berada di sekolah untuk menjalani kegiatan ekstrakulikuler, sedangkan aku? Ya lebih baik pulang ke rumah, nonton televisi dan tidur daripada melelahkan diri dengan berbagai macam aktivitas. Melihat Sting dengan klub bola yang tengah berlatih membuatku semakin malas untuk melibatkan diri, salah sekali memang menyamakan si bodoh itu dengan Captain Tsubasa, tendangan jarak dekat saja gagal, bagaimana tendangan jarak jauh?

Jalanan terlihat sedikit berbeda ketika aku melewatinya, mungkin karena proyek pembangunan hotel yang cukup menyita perhatian kala itu. Pekerjaan arsitektur memang hebat...ketika memperhatikan para kuli yang membawa berbagai macam barang, sebuah tiang besar yang diangkut oleh mesin pengangkat terjatuh tepat di bawahku.

Namun telat, aku baru menyadarinya ketika tiang tersebut semakin dekat untuk menimpaku. Entah karena apa badanku terseret ke sisi kanan sehingga berada di tengah-tengah jalan. Dengan mata kepala sendiri seorang lelaki bersurai biru yang mengenakan seragam SMA Fairy Tail tertimpa tiang untuk menggantikanku, beberapa pekerja datang dan berusaha mengangkat lalu membawa lelaki tersebut pergi ke rumah sakit. Aku mengikuti dari belakang, merasa khawatir karena dia memiliki ciri-ciri seperti Jellal. Sial...di antara semua orang kenapa harus si koreng?

Di rumah sakit...

"Pasien mengalami patah tulang pada kaki kanannya, jadi dia harus dirawat sekitar dua bulan" ucap dokter memberitau kondisi lelaki itu, yang ternyata adalah si koreng

"Terima kasih dokter"

Helaan nafasku terdengar lebih panjang dari biasanya, apa dia benar-benar bodoh? Menyelamatkan orang lain tanpa memikirkan kondisi tubuh sendiri, lagipula kamu bukanlah superman yang dapat menahan beban satu ton lebih lalu melemparnya ke udara seakan itu ringan. Ternyata koreng-san terlihat lebih bodoh dari penampilannya. Ketika aku tengah bergumam seorang diri, perlahan-lahan ia membuka matanya, melihat sekeliling dan terlihat kaget?

"Dimana ini, aku tidak diculik alient bukan?!" teriak Jellal heboh sendiri, bahkan lebih meriah dari pesta ulang tahun para artist cilik luar negeri

"Mana ada alient yang mau menculik manusia korengan sepertimu?"

"Oh ayolah, ini memar...bukan koreng..."

"Baiklah, baiklah, maaf sudah memanggilmu seperti itu. Tetapi memang terlihat seperti luka koreng" gumamku belum menerima pernyataan dari si koreng, dilihat darimanapun memang seperti itu

"Itu karena aku mengkorek-koreknya, ta-tapi sekarang sudah tidak! Hanya berbekas kok"

"Baguslah, lagi pula itu bukan kebiasaan yang baik"

"Kamu perhatian padaku, terima kasih"

"Dasar bodoh, bukan seperti itu! A-aku merasa harus bertanggung jawab juga atas kecelakaan yang menimpamu Jellal"

"Bahkan sekarang kau memanggilku dengan nama asli, bukan julukan"

"Menyebalkan...terserah kamu saja aku mau pulang!"

"Biarkanlah aku mengatakan sesuatu sebagai ungkapan...ungkapan apa ya?" dia menjadi semakin bodoh saja

"Cepat katakan, aku benci membuang-buang waktu di sini"

"Aku menyukaimu, jadilah pacarku!"

Hah..? Si koreng baru saja mengatakan jadilah pacarku? Apa dia benar-benar serius? Sekitar satu menit aku berpikir tentang pernyataan cinta tersebut, jangan-jangan inilah yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama! Benar-benar mengerikan, bahkan dia sepuluh kali lipat menjadi lebih menyeramkan dari korengan!

"Menembakku dalam kondisi sekarat seperti itu, dan sekarang ini kita berada di rumah sakit. Kau benar-benar cari mati ya?!" bentakku dalam posisi siaga tiga, memangnya saat ini sedang gempa bumi apa?!

"Siapa juga yang cari mati, aku tidak mencari siapapun kok saat ini. Lagi pula menurutku tidak perlu menembak seorang wanita di tempat nan romantis seperti cafe. Dimana pun boleh bukan?"

"Bahkan kalaupun kita berada di kuburan sekarang, kamu akan tetap menembakku?"

"Lebih baik berada di situ, karena dengan begitu mendiang ayah bisa mengetahui kalau aku memiliki seorang wanita cantik berbudi baik yang akan menjadi pacarku"

Deg...deg...deg...

Jantungku menjadi berdebar tidak karuan sekarang, ternyata si koreng benar-benar serius ingin menjadi pacarku! Apa aku harus menolaknya lalu berkata sudah menyukai lelaki lain? Tidak, tidak, sama saja dengan berbohong. Waktu terus berputar dan Jellal masih menunggu jawaban dariku, sudahlah mau bagaimana lagi...

"Tentu, kenapa tidak? Meski aku menolak kamu akan terus mengejarku bukan?"

"Benarkah? Terima kasih Erza!"

"Lekas sembuh, aku menunggumu di sekolah"

Bisa dibilang sangat aneh, seorang lelaki yang kuberi julukan si koreng karena bekas lukanya itu secara mendadak menembakku di rumah sakit. Ketika jam tepat menunjukkan pukul delapan malam dari sanalah kisah cinta yang kuberi nama empat rasa dimulai. Memang tidaklah seperti drama korea, karena jauh lebih spesial dari "kisah percintaan mainstream" itu. Benar juga, omong-omong soal drama korea...

"Gawat, aku melewatkan episode terakhirnya!"

Langsung saja aku memacu kecepatan maksimal menuju rumah, meski sudah terlambat mungkin tidak apa-apa. Karena mulai dari sekarang keempat rasa yang identik dengan hidup ini mulai berkumpul, let's start!

Bersambung...