Undergorund
By Rei iwasaki
DN isn't mine. It belongs to TO2
Rate T
Genre: Adventure/ Friendship
Sumarry: Kenapa belum menyala? Bisa kudengar suara tangisan dan teriakan ketakutan menyergap tempat gelap ini. Kenapa belum menyala? Tenaganya sudah habis? Ini akhir dari tempat ini,kah?
Inspirate by The City of Ember novel and Tunnels novel
Chapter 1:
.
.
.
Happy Reading
.
.
.
"Matt. Matt. Matt!" suara teriakan itu terdengar nyaring dari luar dengan suara gedoran pintu yang sangat keras. Sedangkan satu-satunya orang yang ada di kamari itu, lebih asyik memilih untuk tetap bermain game yang ada di komputernya. Tidak lupa juga dia memakai sebuah earphone untuk memperdalam suasana gamenya.
Masih belum ada jawaban dari dalam. Earphone itu betul-betul mebuatnya tidak mendengar suara ribut yang semakin waktu semakin menjad-jadi. Memangnya berapa besar volume yang dipasangnya sehingga membuatnya betul-betul seperti orang tulI?
Berhubung orang yang melakukan bukan orang yang sabaran, dia langsung saja mendobrak pintu itu dengan sekali tendangan dari kaki cantik miliknya.
"MATTTTT!" suara teriakan itu langsung membahana dengan sangat nyaring di dalam kamar itu membuat empunya langsung tersentak. Di layar komputernya langsung tertulis besar-besar kata game over dan dia juga langsung berteriak tidak jelas.
"TIDAKKKKK!" serunya. Dia histeris sendiri dan masih tidak menyadari ada seseorang di belakangnya yang menatapnya dengan tatapan maut. Tapi sedetik kemudian dia menyadari suara itu dan juga suara berisik yang ditimbulkan oleh kedua tangan dari orang itu. Game yang over itu membuat earphonenya sama sekali tidak mengeluarkan suara dan dia bisa mendengar suara keselilingnya dengan sangat jelas.
"Astaga! Kau masih bisa santai seperti ini padahal kota kita ini dalam bahaya dan sebentar lagi mungkin akan padam. Dan kau malah semakin membantu untuk semakin menguras tenaganya!" seru anak berambut pirang itu yang bernama Mello.
Dia masuk dan makin mendekat ke bangku Matt. Tak kala dia harus mendaki pintu yang tergeletak di lantai setelah aksi dobraknya. Matt, anak laki-laki berambut merah itu, perlahan melepaskan earphonenya.
"Percobaan kira bahkan lebih banyak menghabiskan listrik!" seru Matt tidak setuju.
Mello ingin membalas tapi dia bungkam. Tepatnya mereka berdua sedang bungkan untuk mendengarkan dengan baik adanya suara langkah dari bawah perlahan naik ke atas melalui tangga. Kedua anak itu langsung saja berwajah pucat.
"Kau sebaiknya menyimpan benda itu. Aku akan mengalihkan perhatian bibi sebentar," desis Mello.
Matt langsung mengangguk cepat. Tangannya bergerak dengan cepat untuk mencabuki semua kabel-kabel listirk yang terpasang di stop kontak listrik dan yang menyambung pada bagian barang elektronik lainnya.
Dibukanya lemari kumuh, tapi cukup besar yang ada di samping mejannya. Dia perlahan mengangkat cpu itu masuk ke dalam lemari kemudian monitor, keyboard, mouse dan juga earphone miliknya.
Matt menata semua benda itu dengan rapi dan memastikan bahwa tidak ada yang mengalami benturan keras sampai bisa menyebabkan kerusakan yang tidak bisa membuat benda yang sudah menjadi candunya itu rusak. Kemudian setelah memastikan, dia segera menguncinya rapat-rapat.
Matt kembali ke meja belajarnya. Laki-laki berambut merah itu mengambil sebuah map lusuh yang terbuat dari kertas karton berwarna biru. Segera dikeluarkannya kertas yang dulunya berwarna putih dan karena sudah termakan oleh usia, mereka semua berubah menjadi agak kekuningan, bahkan ada yang sudah termakan rayap.
Matt segera menghamburkan semua kertas itu dia atas meja. Segera diambilnya pensil miliknya satu-satunya yang bahkan sama sekali tidak layak pakai. Hanya tersisa 5 cm saja yang membuatnya sangat sulit dipegang dan Matt juga mengambil sebuah mistar yang sudah patah. Bagian lainnya entah sudah berada di mana.
"Bibi. Sudah kukatakan padamu, dia itu terlalu sibuk menggambar benda-benda aneh hasil imajinasinya daripada memakan makanan sup kaleng jamur spesial itu!" suara Mello mulai semakin besar dan terdengar suara langkah 2 pasang kaki yang semakin mendekat.
"Astaga. Apa yang terjadi dengan pintu ini?" ibu Matt menunjukkan raut wajah datar padahal sebetulnya dalam ucapannya itu ada nada kekawatiran dan kaget.
"Pintu itu sudah begitu saat aku datang. Mungkin besi pengaitnya sudah berkarat," Mello mengucapkannya dengan tatapan tanpa dosa.
Ingin sekali rasanya Matt meneriaki bahwa Mellolah yang merubuhkan pintu itu dengan tendangannya yang sangat kuat, tetapi dia sedang dalam sebuah sandiwara untuk meminimalisasikan kecurigaan ibunya terhadap apa yang dilakukannya beberapa hari ini.
Lagipula rasanya tenaganya lebih baik disimpan untuk menggambar dan memikirkan design serta komponen elektronik apa yang akan diciptakannya daripada meneriaki Mello.
"Matt. Berhentilah sejenak. Kita akan makan malam, sayang," ucap ibu Matt.
"Ya, bu," balas Matt.
Dia mulai melepaskan genggaman tangan kanannya pada pensil itu dan mulai merapikan kertas-kertas yang tadi dihamburkannya dengan tidak karuan. Kemudian dia kembali memasukkannya ke dalam map biru usang itu dan meletakkan di sudut meja yang sudah hampir patah itu.
Setelah semuanya rapi, dia ,mendorong kursi kayu itu ke belakang dan mulai berdiri. Baru saja dia hendak melangkah lebih dari 4 langkah, lampu remang-remang yang ada di kamarnya mati. Bahkan jendela yang terbuka tidak dapat membantu memberikan cahaya sedikitpun juga. Semuanya gelap.
Matt dengan refleks ingin menuju persediaan rahasia lampu berjalan yang baru saja berhasil dibuatnya. Tapi tiba-tiba sebuah tangan menggenggam pergelangan tangan kirinya. Matt langsung mengenali betuk tangan siapa itu. Mello, pikir Matt. Dan kemudian dia baru menyadari bahwa idenya itu adalah ide terbodoh yang pernah keluar dari otak jenius dan pintarnya itu.
Bagaimana jadinya jika bahan ciptaannya itu menjadi bahan perebutan? Menjadi barang perebutan agar bisa keluar dari sini dengan cara yang tidak terkendali dan liar? Manusia di sini bahkan usdah saling berebutan dengan brutal akan hal sepele seperti memperebutkan pasokan listrik untuk rumah mereka yang jelas-jelas tidak mungkin terjadi karena setiap rumah memiliki pasokan yang sama dan tidak boleh ada yang mendapat lebih. Semuanya rata!
Kedua, mereka bahkan memperebutkan bohlam-bohlam lampu. Untuk apa memperebutkan benda mati tidak berguna itu jika listrik saja saat ini sudah mulai hampir habis? Benda itu tidak akan bergunakan jika kota itu betul-betul mati? Lalu untuk apa memperebutkannya?
Ketiga, mereka saling berebut makanan dan persediaan minuman yang sudah mulai menipis juga. Bahkan dari 2000 kamar penyimpanan makanan, hanya ada 150 kamar yang masih terisi, itupun sudah tidak penuh lagi. Hanya tinggal setengahnya dengan setiap kamar yang memiliki jenis makanan dan juga minuman yang berbeda. Persediaan yang bahkan mungkin tidak akan cukup untuk 10 tahun mendatang.
Lalu bagaimana jika lampu berjalan miliknya ditemukan? Semua akan berbondong-bondong memperebutkannya sama seperti bohlam kaca itu berguna itu dan kemudian mencari jalan keluar dari kota yang sebentar lagi akan mati ini tanpa arah dan kemudian mereka akan mati tidak membawakan hasil.
Ya, kembali ke alur cerita. Mereka saat ini yang ada di dalam ruang kamar milik Matt itu, menunggu nyalanya listik kembali. Tapi kenapa belum? Ini bahkan merupakan pemadaman dengan rekor terlama dari pemadaman bergilir yang sebelum-belumnua. 18 menit. Padahal biasanya yang paling lama hanya 5 menit. Perbedaan yang jauh sekali.
Dimenit yang ke 20, akhirnya listrik kembali teralir ke seluruh kota. Lampu remang-remang dalam kamar tua itu kembali menyala.
"Ini yang terburuk. Tapi akan lebih buruk ketika kita ada di jalan," ucap ibu Matt dengan raut wajah datar.
Matt dan Mello mengangguk setuju.
"Ayo makan. Makanan sudah siap." Dan setelah itu, ibu Matt emninggalkan mereka berdua.
"Sepertinya kita harus lebih abnyak menghabiskan waktu untuk menggali di atas," ucap Mello.
"Kau benar. Ini bahkan lebih cepat dari perkiraan kita," balas Matt.
"Kita juga harus ke saluran air," lanjut Mello.
Matt mengangguk mendengar penuturan Mello.
"Kita haru menggali bawah tanah."
"Mengecek pusat kelistrikan."
"Mensempurnakan penemuan kita."
"Dan terakhir menuju daerah terlarang."
Matt melongo. "Kau yakin ingin melakukan semua itu dalam waktu sehari? Ini bahkan sudah menunjukkan pukul 8 malam."
"Mungkin kita akan mulai dengan mengecek pusat kelistrikan dan setelah itu malamnya kita akan mengecek saluran air. Sebaiknya kita sekarang cepat turun. Bibi bisa marah besar," ucap Mello dan dibalas dengan anggukan Matt.
"Semoga saja dalam beberapa hari ini tidak akan padam atau kita tidak bisa melakukan segala hal yang telah kita susun itu dengan baik," ucap Matt seraya berjalan keluar dari kamarnya bersamaan dengan Mello.
"Sepertnya kita akan mulai dengan saluran air dulu. Kita harus meneliti sumber listirk kota ini terlebih dahulu baru melakukan penelitian di pengelolaan listrik dan pembangiannya," ucap Mello.
"Terserah. Yang penting sekarang aku ingin mengisi perutku dengan makan dulu," ucap Matt dengan wajah yang muram sambil memegang perutnya yang sudah berbunyi-bunyi terus.
"Kau benar juga," balas Mello.
.
.
.
Listriknya akan mati sebentar lagi. Kini kota pengganti kota mati lainnya akan mati seperti yang lainnya. Bagaimana cara menghentikan kematian kehidupan itu yang sangat tidak diinginkan oleh para pembuat kota itu?
.
.
.
TBC
A/N: Mind to review, give an advise, a critic or even a flame?
