Rated: T
Genre: Drama, Romance
SasuSaku
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Aku takkan menangis, ini bukan akhir namun merupakan permulaan..
Kita tidak perlu berjanji, aku akan selalu memikirkanmu..
Suatu saat kita pasti dapat membuat cinta ini terjadi, yang selalu ada di sisimu..
Aku tahu kita akan bertemu lagi, meski pun kita terpisah jauh..
.
.
.
-Haruka-
.
.
Seoul, 28 Maret 2010
Gadis bersurai merah muda itu terkejut saat mendapat kecupan di pagi hari. Perlahan ia membuka kedua matanya dan mendapati sang ibu sedang memegang sebuah kue berhiaskan 12 lilin.
"Selamat ulang tahun Sakura!"
Gadis itu hanya bisa mengerjap berkali-kali hanya untuk memastikan bahwa semua ini hanya mimpi.
"Tunggu apa lagi? Ayo tiup lilinnya," kata seorang lelaki paruh baya yang tiba-tiba muncul dari balik pintu. Ia memakai topi berbentuk segitiga, persis seperti topi ulang tahun.
"Appa? Bukannya Appa lagi dinas di Amerika?"
"Masa' appa tega meninggalkan anak semata wayang yang sedang berulang tahun ini," kata lelaki yang tadi dipanggil 'appa' itu. Kemudian ia mengecup dahi anak perempuannya itu dengan lembut.
"Nah, sekarang tiup lilinnya dulu ya. Eh tapi jangan lupa untuk membuat permintaan," kata seorang wanita berwajah keibuan itu.
Kemudian Sakura menyatukan kedua tangan dan menutup matanya. Setelah itu ia langsung meniup ke-12 lilin tersebut.
.
.
.
"Omma~ sudah selesaikah persiapannya?"
"Kau ini.. kalau ingin cepat selesai, cepat bantu omma! Jangan hanya berdiam diri saja seperti itu."
"Hahaha iya iya aku bantu," kata Sakura seraya memasukkan sebuah kotak makanan berisi buah ke dalam keranjang.
"Uumm.. hari ini kita mau kemana?"
"Kemana ya? Maunya kemana?" goda sang ibu.
"Iihh omma php deh," kata Sakura sambil berpura-pura merajuk.
"Hahaha kayak kamu ngerti aja, arti php. Memang php itu apa sih?"
"Pemberi Harapan Palsu. Ah, omma ngga gaul nih."
"Dasar kau ini. Sudah, sekarang tolong bawa keranjang ini ke mobil ya."
"Siap boss!"
Sang ibu hanya terkekeh melihat tingkah anak semata wayangnya itu.
.
.
.
"Appa, sebenarnya kita mau kemana?" tanya Sakura saat mereka bertiga sudah berada di mobil.
"Maunya kemana?"
"Iihh, appa kok jawabannya sama sih kayak omma? Jangan-jangan janjian ya?"
"Itu tandanya kita jodoh, ya kan pa?" timpal sang ibu.
Sakura mencibirkan bibirnya. Sedangkan kedua orang tuanya hanya tertawa melihat sikap 'ngambek' anak semata wayangnya ini. Jalan raya menuju (kota) sedang sepi. Hanya beberapa kendaraan saja yang terlihat berlalu lalang. Itu pun berlawanan arah dari mobil Sakura. Saat mencapai tikungan, tiba-tiba sebuah motor berwarna hitam metalic melaju dengan kecepatan tinggi. Sepertinya ia tak menyadari kehadiran mobil Sakura.
Ayah Sakura berusaha untuk menghindari mobil tersebut dengan membanting stir ke kiri. Namun, ternyata di sisi jalan, juga terdapat sebuah mobil yang melaju sama kencangnya. Tabrakan keras pun tak dapat terelakkan. Mobil Sakura terpental cukup jauh, kemudian jatuh terbalik. Sementara mobil dan motor lainnya hanya tergores.
"Appa! Omma! Bangun!" kata Sakura sambil mengguncang-guncangkan tubuh kedua orang tuanya. Darah mengucur deras di pelipis kedua orang tua Sakura.
"Appa! Amma!" teriak gadis tersebut terengah-engah. Keringat membanjiri dahi lebarnya.
"Sakura! Kau kenapa?" tanya seorang pemuda dengan wajah tergesa-gesa.
"Aku.. mimpi itu lagi..," ucap Sakura dengan bibir yang mulai bergetar.
Kemudian pemuda tersebut langsung merengkuh tubuh mungil adik kesayangannya itu ke dalam pelukannya.
"Tak apa Sakura, Nii-chan disini," katanya seraya mengelus punggung Sakura dengan lembut.
Tak lama setelah itu pun, tangis Sakura mulai menggema di ruangan tersebut.
.
.
.
"Sudah merasa baikan?" tanya Sasori sambil meletakkan gelas yang telah diteguk habis oleh Sakura.
Sakura mengangguk sambil memaksakan senyum.
"Apa kau mau tidur bersama Nii-chan?"
Sakura langsung mendelik galak ke arah Sasori. "Ngga mau!"
Sasori terkekeh. Jujur saja, ia merasa sangat lega saat sifat galak adiknya itu sudah kembali. Itu tandanya, ia sudah merasa sedikit baikan.
"Yakin ngga mau ditemenin? Padahal dulu Sakura sering tidur sama Nii-"
"Nii-chan!" kali ini sebuah guling berukuran jumbo mendarat tepat mengenai wajah baby face nya itu.
"Hahaha oke oke, aku pergi."
Kemudian Sakura memungut guling tadi dan kembali menuju kasurnya. Baru saja ia akan menarik selimutnya, tiba-tiba Sasori muncul kembali di pintu kamarnya.
"Apa lagi?!"
"Soal tadi maaf ya."
"Ha?"
"Kamu tahu kan, kalau saja hari itu aku bisa mengendarai motorku dengan baik, tentu saja kau tak kan kehilangan-"
"Sasori-nii, sudahlah," potong Sakura. "Aku tak ingin membahas hal itu lagi."
"Sakura, maaf-"
"Lagipula aku juga sudah memafkanmu baka! Jadi jangan pernah menunjukkan wajah memelas-sok-imutmu itu lagi di hadapanku!"
"Hei! Siapa yang kau bilang wajah memelas haa? Yah, walaupun aku ini memang imut," kata Sasori dengan wajah yang dibuat-buat imut. Ingin rasanya Sakura memuntahkan isi perutnya tepat di wajah itu.
"Sudah sana cepat pergi! Aku mau tidur lagi!"
"Iya iya.. cih dasar nenek-nenek galak."
"Apa kau bilang?!"
"Eh? Ngga kok hehe. Kalo begitu, selamat tidur ya adikku sayang. Muaahh."
Sakura langsung menggosok-gosok bekas ciuman jarak jauh tadi. Sepertinya semakin lama kakaknya yang satu ini semakin mirip dengan Rock Lee. Atau mungkin lebih buruk lagi..
.
.
.
"Pein Nii-chan, aku berangkat dulu ya," kata Sakura sambil mengecup pelan dahi pemuda yang kira-kira berusia 27 tahun itu.
"Hati-hati ya, Sakura. Jangan lupa bawa bento dan obatmu!"
"Hahaha iya-iya. Aduh Nii-chan yang satu ini cerewet sekali sih."
"Biar saja," kata Pein sambil menyentil dahi lebar milik Sakura.
"Aduh! Sakit tahu."
Pein hanya terkekeh lalu mengacak pelan kepala Sakura. "Sudah sana cepat berangkat. Nanti terlambat loh. Sasori, jaga dia baik-baik ya. Awas sampai lecet!"
"Siap boss!"
Setelah pamit dengan Pein, selaku kakak pertama Sakura, ia diantar menuju sekolah dengan sang kakak keduanya.
"Cium Nii-chan dulu dong~"
"Idiihh ngga deh makasih. Nanti bibirku terjangkit virus dekilnya Nii-chan!"
"Lah? Tadi Pein dicium. Masa aku ngga?"
"Mimpi mu! Sudah sana Nii-chan pergi! Nanti mata gadis-gadis itu akan menjadi buta jika melihat wajah sok gantengmu itu. Sana hush hush," kataku seraya menujuk beberapa gadis yang saling berbisik dan sesekali terkikik sambil memperhatikan kakakku itu.
Bukannya segera pergi, Sasori malah dengan sengaja melambai dan mengedipkan sebelah matanya dengan genit. Sakura kembali memutar bola matanya dengan bosan.
"Nii-chan! Nanti aku bilangin Shion senpai nih!"
"Eh! Jangan dong Sakura. Kau kan tahu sendiri Shion itu orangnya seperti apa. Hiii~!" kata Sasori bergidik ngeri. Setelah membayangkan hal mengerikan tersebut, ia langsung tancap gas tanpa mempedulikan beberapa gadis yang masih saja berteriak-teriak dengan hebohnya.
"Sakura!" panggil seorang gadis berambut pirang.
"Yo Ino!"
"Kakakmu lagi heh?"
"Hn begitulah-"
"Eh, kau sudah dengar lagu barunya Haru belum?" potong Ino dengan histerisnya. Sakura bahkan menutup kedua telinganya untuk meredam suara cempreng Ino.
"Ck. Aku tak suka dengan-"
"Kyaaa~ tapi kau harus lihat video clipnya! Sasuke-kun juga terlihat sangat maskulin! Ia bahkan menunjukkan perut six pack nya! Kyaaaa~!"
"Terus terus.."
Sakura mengambil headset dari tas dan langsung memasangnya di kedua telinganya. Yah, setidaknya alunan musik dari ponselnya dapat 'sedikit' meredam kehebohan Ino. Kemudian Sakura menaikkan volumenya menjadi full. Walaupun begitu, ia masih bisa mendengar suara cempreng khas sahabatnya itu.
.
.
.
"..habis itu mereka berempat berhasil meraih Grammy Award! Bisa kamu bayangin Sakura? Ini Grammy Award loh!"
"Eh? Kamu sudah selesai kan ceritanya? Huufftt akhirnya," kata Sakura sambil melepaskan headset yang sedari tadi terpasang di telinganya. Ino menganga parah saat mendapatkan kenyataan bahwa gadis bersurai merah muda itu sedari tadi memasang headset dan sama sekali tidak mendengarkan penjelasannya sama sekali!
"Ja-jadi?"
Sakura memberikan cengiran polosnya pada Ino. "Hehe.. maaf ya Ino. Habis, aku benar-benar tak tahan dengan-"
"Kyaaaa~! Sasuke-kun!"
"-idolamu itu."
Sakura langsung terdiam dan kembali memutar kedua bola matanya dengan bosan. Kini teriakan gadis-gadis itu terdengar lebih memekakan telinga daripada teriakan terakhir yang ia dengar dari Ino.
"Ah! Sasuke-kun! Aku datang~!" kata Ino dengan hebohnya. Gadis itu bahkan tak mempedulikan Sakura, dan meninggalkan gadis itu di koridor.
.
.
.
Sakura POV
Dasar Ino sialan! Bisa-bisanya ia meninggalkanku begitu saja di koridor, demi mengejar si Uchiha sialan itu. Aku membanting tas ku ke atas meja dengan kasarnya. Beberapa anak pun langsung menoleh ke asal suara berisik tadi.
"Apa?!" sinisku.
Beberapa dari mereka hanya berdehem pelan kemudian berpura-pura melihat ke arah lain.
"Sakuraa~"
Tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat familiar di telingaku. Dan benar saja, gadis cerewet itu masuk ke kelas dengan wajah sumringahnya. Kemudian dengan tampang tanpa dosanya ia segera duduk di sampingku.
"Kyaaa~! Tadi Sasuke-kun tampan sekali! Kau harus lihat wajah cool nya itu!" kata Ino sambil menunjukkan sebuah foto di ponselnya. Aku hanya meliriknya sekilas tanpa minat.
"Ayolah Sakura, kau pasti lama-kelamaan akan menyukainya! Coba lihatlah aku. Dulu aku sangat membenci Sasuke-kun, namun sekarang aku menjadi fans nomor satunya!" kata Ino dengan bangganya.
Aku menatapnya sinis. "Ck. Itu karena kau suka menjilat ludah sendiri."
"Iihh Sakura, pagi-pagi sudah marah-marah. Lagi PMS ya?"
Aku hanya mendecih kesal melihat sikap kekanak-kanakkan Ino. Sebenarnya Ino adalah gadis yang sangat dewasa. Hanya saja, jika itu sudah menyagkut Sasuke atau apalah nama idolanya itu, sikapnya akan menjadi sangat kekanakkan. Dan jujur saja, itu membuatku jengkel.
.
.
.
"Jadi untuk mencari pH dari suatu larutan penyangga yang bersifat asam-"
Itsu no hi ka kanaerareru ai wa kimi no soba ni aru
Yakusoku nante iranai yo ne haruka hanarete ite mo
Alunan lagu milik band ternama di Jepang, Scandal menggema di kelas tersebut. Kurenai sensei menghentikan penjelasannya sambil menatap satu per satu anak muridnya tersebut. Sementara kelas mulai gaduh untuk mencari sumber suara tadi.
"Sakura! Itu kan ringtone ponselmu!" bisik Ino.
Sakura segera mengecek ponselnya dan burur-buru mereject panggilan tersebut. Rupanya ia lupa untuk me-non-aktifkan ponselnya selama pelajaran.
"Siapa yang berani menyalakan handphone di pelajaran saya?! Ayo mengaku saja!" kata Kurenai sensei dengan suara menggelegar.
Tuk
Kurenai baru saja melempar kapur yang tadi ia gunakan ke meja guru. Jika beliau sudah melakukan hal tersebut, itu berarti ia benar-benar dalam keadaan marah. Semua anak di kelas tersebut langsung menundukkan kepalanya. Begitu juga Sakura.
"Tidak ada yang mengaku huh? Kalau begitu, siap-siap nilai kimia di rapot kalian merah," lanjut Kurenai dengan nada yang terbilang dingin.
"Yah sensei.. bukankah itu sangat tidak adil? Masa' hanya gara-gara ponsel, nilai kami semua merah?" tanya Inui dengan nada kecewanya.
"Bukankah itu kesepakatan kita dari awal? Memainkan ponsel saat pelajaran saya itu dilarang."
"Tapi kan waktu itu kata sensei hukumannya, ponsel itu akan ditahan selama seminggu-"
"Itu karena kalian tidak mau berkata jujur," potong Kurenai. Anak-anak kembali terdiam. Beberapa anak terlihat menyampaikan sumpah serapahnya bagi siapa pun yang berani menyalakan ponsel tersebut.
"Itu ponselku," kata Sakura sambil mengangkat tangannya. Kini semua mata tertuju pada gadis itu.
"Aku sudah mengaku kan, sensei? Kalau begitu jangan berikan nilai merah pada yang lain. Hukum saja aku."
"Psstt Sakura! Apa yang kau lakukan?" bisik Ino. Namun Sakura tak peduli. Ini adalah kesalahannya. Karena itu, ia lah yang harus dihukum. Bukan teman-temannya.
"Kalau begitu, saya akan menjalankan hukuman saya. Membersihkan kaca aula kan? Baiklah, saya permisi," kata Sakura sambil membungkuk pada sensei dan teman-temannya.
"Ehem. Baiklah, kita lanjutkan pelajarannya."
.
.
.
Sakura POV
Sebenarnya apa yang barusan kulakukan sih? Melakukan pengakuan seperti itu di depan kelas huh? Apa aku ini sudah gila ya? Hmm.. tapi sepertinya yang tadi bukan hal buruk juga.
Itsu no hi ka kanaerareru ai wa kimi no soba ni aru
Yakusoku nante iranai yo ne haruka hanarete ite mo
Cklek
"Halo, ada apa sih Nii-chan? Kau tahu tidak, gara-gara kau aku dihu-apa? Baiklah, aku akan meminta surat izin terlebih dahulu."
Cklek
Sebenarnya apa yang dipikirkan Sasori sih? Dengan seenaknya ia menyuruhku untuk pulang cepat hari ini. Padahal kan aku ada ulangan fisika di jam ketiga. Aku membuka pintu tersebut dengan malasnya. Kulihat Anko sensei segera mendongakkan kepalanya saat menyadari kehadiranku.
"Ada perlu apa Haruno-san?"
"Aku mau minta surat izin pulang."
"Memangnya ada apa?"
"Ng.. ano.."
'Jika ditanya kenapa, jawab saja kalau Pein baru saja dirawat di UGD!'
'Cih.. sebenarnya ada apa sih?'
'Sudahlah, ikuti saja perintahku.'
"Ada apa Sakura?"
"Ah itu.. Pein-Nii baru saja masuk UGD. Aku harus segera kesana untuk melihat kondisinya," katanya sambil menggigit bibir bawahku. Dasar Sasori sialan, aku kan tidak pandai berbohong!
"Baiklah, surat izinmu akan sensei buatkan. Kau bisa menunggu disana," kata Anko sensei sambil menunjuk sebuah sofa berwarna coklat muda itu.
Aku hanya mengangguk kemudian mengikuti perintahnya. Baru akan ku hubungi kakakku kembali, tiba-tiba seseorang masuk ke ruangan ini dengan terburu-buru.
"Sensei! Aku ingin meminta surat izin pulang," kata suara baritone itu dengan nafas yang tak kalah terengah-engahnya.
Aku memperhatikan sosok itu dengan seksama. Kalau dilihat dari cara ia masuk ke ruangan ini dan berbicara dengan Anko sensei, kurasa alasan mengapa ia meminta surat izin sangatlah serius.
"Pelan-pelan Uchiha san. Aku tak bisa mendengar ucapanmu dengan jelas jika kau terengah-engah seperti itu."
"Ibuku baru saja masuk ke ruang UGD. Aku harus segera menyusulnya ke rumah sakit," kata pemuda itu dengan nafas yang masih terengah-engah.
Kemudian Anko sensei menatapku dan pemuda itu secara bergantian. "Kalian berdua janjian ya?"
"Hah?" seru kami berbarengan.
"Sakura, ini surat izinmu. Dan Sasuke, ini suratmu."
Apa? Sasuke? Apa aku tidak salah dengar? Ah, sudahlah. Aku sudah tak punya waktu lagi untuk mengurusi pemuda di sebelahku ini. Mau dia Sasuke kek. Mau dia Kakashi kek. Atau sekalipun Jiraya, aku sama sekali tak peduli.
.
.
.
"Nii-chan, sebenarnya kita mau kemana sih?" kataku dengan nada tak sabar.
"Ke rumah sakit."
"Jadi Pein-Nii beneran sakit?" tanyaku histeris. Bahkan motor yang sedang kami kendarai itu pun hampir oleng karena teriakanku tadi.
"Hei! Jangan banyak bergerak seperti itu! Kau mau kita terlindas truk huh?" omel Sasori.
"Gomen.. mangkanya, kau itu jangan suka menggantungkan jawaban dong! Membuatku khawatir saja. Sebenarnya Pein-Nii sakit apa? Parah kah?" tanyaku bertubi-tubi.
"Sudahlah Sakura, jangan banyak bertanya. Kau itu menganggu konsentrasiku saja."
Dan aku hanya bisa merenggut saat mendengar kata-kata sarkatis nya tadi.
.
.
.
"-Nii-chan! Siapa sih yang sakit?"
"Ssstt Sakura, kecilkan suaramu. Kita kan sedang berada di rumah sakit sakarang."
Aku masih saja melontarkan beberapa pertanyaan secara bertubi-tubi. Tapi kakakku tak mau menjawabnya satu pun. Sialan! Apa dia sengaja membuatku mati kepo hah?
"-Jadi-"
"Sstt Sakura, hentikanlah ocehanmu. Kita sudah sampai."
Aku langsung menoleh ke sebuah ruangan yang berdinding transparan. Dapat kulihat seorang wanita paruh baya sedang terbujur kaku disana. Sebuah selang pun terpasang di mulutnya. Tiba-tiba sebuah perasaan iba hinggap begitu saja saat melihat pemandangan itu.
"Ano.. itu siapa?"
Sasori menatapku sesaat. Aku bahkan dapat menyadari aura keraguan dari kedua bola matanya. "Dialah ibu mertuamu."
.
.
.
.
.
Akhirnya chapter pertama selesai~ Aneh kah? Mohon kritik dan sarannya (_ _)
