Gulungan Misi Pengantar Cinta

Bleach itu punya Silvia, tapi karena Silvia kalah main catur, maka Tite Kubo lah yang punya Bleach #halah

Rate T ajah

Genre Romance, drama sama crime ajah

Mengandung pair RenRuki dan IchiRuki, tapi yang lebih utama sih IchiRuki

Enjoy it!

Ichigo dengan lincahnya berlari dan melompat dari satu bangunan ke bangunan lain bagaikan kucing. Rambut jingganya tertutupi oleh tudung putihnya. Kemudian, ketika melihat safe house yang hanya sebuah bangunan beratap jeruji dengan sebuah pintu, Ichigo segera melompat masuk dan berguling dibawah sebelum akhirnya berdiri dan memasuki sebuah ruangan yang penuh dengan benda – benda. Renji mendekatinya.

"Ichigo, kau sudah lihat gulungan misi?" Ichigo menggeleng cepat.

"Tidak. Kesinikan. Aku ingin membacanya." Renji mengambil sebuah gulungan dari balik jubahnya dan menyerahkannya kepada Ichigo. Ichigo membuka segel berwarna hitam dan membaca gulungan tersebut.

Bunuh semua anggota keluarga Kuchiki. Jika kau berhasil, aku akan memberimu 100 juta yen.

Ichimaru Gin

Ichigo menyeringai dan menggulung gulungan misi tersebut dan membuangnya. Kedua tangannya sudah tidak tahan akan membunuh orang – orang yang menjadi target.

Saatnya beraksi!

"Renji, kau masih menyimpan bom paku yang kubuat kemarin bukan?" Renji mengangguk dan melipat tangannya.

"Yah, masih ada, tapi aku sudah menggunakan satu buah untuk uji coba." Renji membuka sebuah lemari dan mengeluarkan sebuah kantung yang tampaknya cukup ringan. "Nih. Aku juga membuat tiga bom peledak bila diperlukan."

Ichigo membuka kantung tersebut dan menyimpan isinya yang berupa sembilan bom paku dan tiga bom peledak. Ichigo mengecek pistol tersembunyi, pengait dan pisau tersembunyi di sarung tangannya. Setelah dirasa masih berfungsi secara maksimal, ia kemudian mengecek isi dompetnya dan mendapati uangnya tinggal sedikit. "Renji, uang simpananku masih ada kan?"

Renji melemparkan sebuah dompet yang tampaknya berisi. "Nih. Kau selalu mengancamku agar tidak mengambil uangmu."

Ichigo menangkap dompet tersebut dengan tangkas. "Tentu saja! Aku mendapatkannya dengan membantu orang!" kemudian, ia menyimpan dompet tersebut dan segera menginjak tembok, membuatnya melayang dan akhirnya ia mengaitkan kedua tangannya ke sela – sela jeruji besi yang berfungsi sebagai atap. "Doakan aku. Misi ini sangat berbahaya."

Renji mengangguk. "Tentu."

Ichigo segera keluar lewat pintu tersebut, segera berlari dan melompat ke sebuah kabel yang melintang dari sebuah tiang listrik. Bagaikan menaiki arena Flying Fox, ia mengeluarkan pengaitnya dan meluncur dengan kabel tersebut. Ketika sudah di ujung kabel, ia segera melompat dan mendarat dengan sukses di atap sebuah rumah kayu. Papan papan kayu yang menjadi atap bergetar dengan hebatnya karena menahan beban. Ichigo segera berlari bagaikan cheetah. Ketika ia akan menyeberangi jalan, ia mundur tiga langkah, menarik nafas dan berlari sekuat tenaga, dan ketika sampai di ujung atap rumah yang ia injak, ia segera melompat. Kakinya tak sampai menapaki atap rumah yang dituju, membuatnya harus memegang ujung atap dengan kedua tangannya. Dengan sekuat tenaga, ia berhasil naik dan kembali berlari. Namun, ketika menyeberangi sebilah papan kayu yang panjang, ia melihat sepasukan penjaga patroli, membuatnya terpaksa menjatuhkan diri ke tumpukan jerami di bawah.

Sial!

Dengan tenang dan sabar, Ichigo mengawasi sepasukan penjaga patroli yang melintas. Setelah dipastikan sudah tidak ada, ia segera keluar dari tumpukan jerami dan memanjat dinding, lalu naik ke atas dan kembali berlari. Bangunan demi bangunan ia lewati dengan mudahnya, dan ketika ia melihat sebuah menara pengintai di dekat sebuah rumah besar bercat putih dengan sebuah papan bertuliskan 'Kuchiki clan' , ia menyeringai.

Terjaga eh? Mungkin ini akan menjadi mengasyikkan.

Ichigo segera melompat turun dan berlari ke menara pengintai dan memanjatnya secara diam – diam. Benda apapun ia jadikan pijakan agar bisa naik keatas menara. Ketika ia sampai diatas, ia menyadari bahwa menara tersebut pun dijaga oleh dua orang. Ichigo tersenyum miring.

Sudah kuduga.

Ketika salah satu penjaga berdiri tepat diatas Ichigo, ia langsung menarik kerah penjaga tersebut dan menjatuhkannya. Setelahnya, ia langsung melompat naik, tidak peduli dengan tubuh si penjaga yang terjatuh dan tewas seketika dengan kepala pecah.

Mendengar sebuah teriakan, si penjaga satu lagi berjalan tergopoh – gopoh ke tempat Ichigo menjatuhkan kawannya. Namun tanpa sempat melihat apa yang terjadi, penjaga tersebut langsung ditarik oleh Ichigo dan terjatuh dengan badan remuk.

Dari atap menara, ia memperhatikan sekeliling dengan waspada. Kemudian, ia segera kembali memperhatikan rumah yang dituju. Ada kesempatan untuk menyelinap melalui beberap jendela di lantai atas, namun yang menjadi pertimbangannya adalah para penjaga dibawah yang sudah mengetahui aksinya berkat mayat dua penjaga yang ia tarik. Ichigo sangat jengkel, namun ia tidak punya pilihan lain selain membunuh para penjaga dibawah terlebih dahulu. Ichigo mencari tumpukan jerami agar menjadi tempat mendarat yang mulus. Setelah menemukannya, Ichigo terjun bebas ke tumpukan jerami tersebut dan menghilang ditelan tumpukan jerami.

KRESEK!

Mendengar suara tumpukan jerami, seorang penjaga mendekati tumpukan jerami tersebut dan menusuk – nusuk dengan pedangnya. Menyadari tidak ada apa – apa didalam sana, penjaga tersebut berbalik, namun secara tiba – tiba ia ditarik dan tanpa sempat berteriak, sebilah pisau telah menembus dadanya dan kemudian ia tewas seketika. Ichigo segera membaringkan penjaga tersebut di sampingnya dengan sepelan mungkin. Seorang penjaga kembali datang, dan Ichigo kembali membunuh si penjaga, satu demi satu. Kemudian ia segera keluar, merundukkan kepala dan mendekapkan kedua tangannya di dada, persis seperti seorang pendeta. Karena pakaiannya, ia disalah kaprahkan sebagai seorang pendeta. Dengan mudahnya, ia melewati beberapa orang yang mengerumuni dua mayat penjaga yang terjatuh, dan tak lama kemudian, ia menginjakkan kakinya di rumah besar keluarga Kuchiki. Ia menyeringai puas.

Saatnya menerima pundi – pundi uang!

Namun, ketika ia sudah membidik seorang pria berambut hitam yang bernama Kuchiki Byakuya, secara tiba – tiba pria tersebut jatuh tak sadarkan diri dengan kepala berlubang dan mengeluarkan darah. Ichigo membelalakkan mata, dan kemudian segera mencari asal penembak, sampai ia melihat seorang Assasin berambut biru yang masih dalam posisi menembak.

Grimmjow…?!

Grimmjow menyeringai, dan kemudian segera berlari dengan lincahnya. Ichigo berdecak kesal, dan kemudian ia terpaksa harus memanjat sebuah rumah dan kabur dari tempat kejadian perkara. Ia mengutuki Grimmjow karena telah mengambil mangsanya dan telah menghalanginya untuk mendapatkan uang. Setelah ia cukup jauh dari tempat kejadian perkara, Ichigo memutuskan untuk duduk ditepi atap sebuah rumah dan membuka tudungnya dengan jengkel.

"Oh iya! Aku lupa bertanya ada berapa anggota klan Kuchiki! Sial! Kenapa aku bisa lupa sih?!" Ichigo mengutuki dirinya sendiri.

"Hei, jangan menyalahi dirimu sendiri dong." Suara seorang gadis menganggunya. Ichigo menoleh ke belakang, dan melihat seorang gadis berambut bob hitam dengan mata violet tersenyum dan duduk disebelahnya.

"Siapa kau?" Ichigo menjaga jarak dari gadis tersebut.

"Rukia. Kalau kau?" Rukia mengayunkan kedua kakinya.

"Ichigo Kurosaki."

Keheningan menyelimuti mereka berdua, sampai Rukia melihat Ichigo dari ujung kaki sampai ujung rambut. "Kau seorang Assasin ya?"

"Itu bukan urusanmu." Jawab Ichigo ketus.

"Ah… sejak kecil aku ingin sekali menjadi sorang assasin, kau tahu. Bebas kesana-kesini, bisa memandang langit, dan lain sebagainya." Rukia melihat langit yang berhiaskan awan – awan putih yang melayang layang tanpa beban. Ichigo menatap gadis disebelahnya dengan heran.

"Lalu, kenapa kau bisa disini? Bukankah aneh jika seorang gadis berlarian di atap rumah?" Rukia tertawa ketika mendengarnya.

"Kan sudah kubilang, aku ingin menjadi seorang assasin, makanya aku berlarian di atap rumah, berlatih memanjat, melompat, bersalto, bahkan seni membunuh. Hei, tapi aku memakai boneka!"

Ichigo manggut – manggut. Kemudian, ia mendapatkan ide.

Rukia ingin menjadi Assasin. Kenapa aku tidak merekrutnya saja?

"Rukia, kau ingin menjadi seorang assasin bukan? Kenapa kau tidak ikut aku saja? Aku ini sebenarnya assasin!" Rukia bangkit berdiri dan membelalakkan matanya dengan gembira, meski terdapat perasaan tidak percaya.

"Benarkah?! Jika kau tidak berdusta, aku ikut!"

Kemudian, Ichigo memandu Rukia ke safe house. Ichigo tidak menyangka gadis berambut malam tersebut bisa menandingi kecepatannya berlari dari satu rumah ke rumah lain. Ichigo menyeringai puas.

Kurasa gadis ini bisa kujadikan anak buah.

Kemudian, Ichigo masuk ke safe house dan menengadah ke Rukia. "Rukia, kau bisa turun?"

Rukia tersenyum miring. "Jangan meremehkanku, Ichigo!"

Rukia melompat dan bersalto sebelum mendarat dengan mulus didepan Ichigo. Ichigo berkacak pinggang sambil tersenyum miring. "Tak kusangka gadis lemah macam dirimu bisa melakukan itu."

Rukia tidak mempedulikan kalimat Ichigo. Ia langsung memasuki ruang utama, dimana Renji yang sedang mengelap beberapa bom asap tercengang dengan kedatangannya. Ichigo segera menghampiri Renji, membiarkan Rukia yang mengamati ruangan tersebut dengan penuh minat.

"Renji, aku akan merekrut Rukia. Jadi, berhenti mengatakan kepadaku tentang masalah Kuchiki lagi." Bisiknya dengan nada mengancam. Renji menatap Ichigo sebentar sebelum akhirnya mengangguk meski dengan ekspresi kaku. "B-baiklah…"

"Hoy, Ichigo!" panggil Rukia. "Aku lapar. Ada makanan?"

Ichigo menatap rukia dengan jengkel. "Jeez… baru saja datang, kau sudah minta makan."

"Ya sudah. Aku pergi." Rukia berbalik. Melihatnya, Ichigo langsung memekik. "Ba-baiklah!"

Rukia menengok sambil memasang senyum penuh kemenangan. Ichigo memutar bola mata, lalu segera pergi ke dapur dan mengeluarkan sebuah apel segar. "Nih. Makanlah."

Dengan kecepatan yang luar biasa, Rukia segera mengambil apel tersebut dan langsung menghabiskannya dalam waktu singkat, membuat Renji cengo melihatnya.

Itu lapar atau doyan?

Setelah puas menyantap apel sampai habis, Rukia langsung pergi ke ruang utama, dan langsung tertidur di sebuah sofa di ruangan tersebut, tanpa mempedulikan sedikitpun Ichigo dan Renji. Kedua pemuda itu saling berpandangan dengan jengkel.

"Grimmjow Jaegerjacuez. Kurasa kau kesini untuk menerima bayaran. Benar?"

"Tentu saja, Gin-san."

Seorang pria berambut keperakan duduk di sebuah sofa dengan posisi membelakangi seorang assasin berjubah hitam yang berlutut. Pria itu tampak puas dengan jawaban assasin bernama Grimmjow tersebut. Sudut bibirnya mengembang dan nyaris menyentuh mata sipitnya.

"Oh ya, sebelum memberimu bayaran yang kujanjikan, sebutkan siapa saja yang kau bunuh."

"Kuchiki Byakuya beserta istrinya, Kuchiki Hisana."

Ruangan tersebut disilimuti keheningan. "Ada lagi?"

"Kurasa tidak."

Pria tersebut menggeleng. "Masih ada lagi, Grimmjow-ku. Masih ada lagi. Seorang gadis yang mirip sekali dengan Hisana."

Grimmjow terkejut. "M-mirip?"

"Aih… seperti yang kuduga. Cari anak tersebut. Bunuh dia."

Grimmjow mengangguk, dan pergi meninggalkan ruangan tersebut, sementara si pria menyatukan kedua tangannya sambil tetap memasang senyuman misterius.

"Latihan memanjat? Aku sudah menguasainya, Ichigo. Kenapa mesti latihan?"

"Berisik. Lakukan saja!"

Dengan malas, Rukia melompat dan memanjat sebuah menara. Dicarinya benda apapun untuk tempat kakinya berpijak demi mencapai ke puncak menara. Sedikit demi sedikit ia naik, dan akhirnya tiba di puncak menara dalam waktu singkat. Diatas sana, Rukia berteriak mengejek.

"Lihat! Sudah kubilang aku menguasainya! Apakah perlu kita ulangi sampai kiamat?"

Ichigo menggigit bibirnya dengan jengkel. Kurang dihajar dia. "Coba lompat ke jerami!"

Tanpa membuang waktu, Rukia segera melompat, dan mendarat dengan sukses di tumpukan jerami yang telah disiapkan, tanpa suatu luka apapun. Ichigo terpaksa mengakuinya.

"Bailah… kau menguasainya. Sekarang, seni pedang."

Dicabutnya pedang berbilah keperakan dari sarung yang menggantung dipinggangnya, dan diarahkannya ke Rukia sambil menyeringai. Rukia melipat tangan dan dengan sombong berkata,

"Kita latihan. Kenapa mesti memakai pedang asli? Kenapa tidak memakai pedang kayu?"

Kalimat tersebut membuat Ichigo kembali memasukkan pedangnya dan mengambil dua pedang kayu yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri. Dilemparkannya satu untuk Rukia.

"Ayo kita mulai, Rukia!" soraknya sambil menerjang maju. Rukia segera menghindar dengan cepat, dan balik menyerang Ichigo.

Setiap hari, Ichigo dan Rukia berlatih tanding. Memanjat bangunan, seni pedang, seni membunuh, bahkan cara membuat bom. Awalnya, Ichigo tidak merasakan apapun, namun apa yang tidak ia harapkan terjadi.

Ia jatuh cinta dengan Rukia.

Ichigo benci mengakuinya. Ia benci jika ia jatuh cinta terhadap seseorang. Ia takut jika ia mati konyol hanya karena ditolak cintanya, meski ia yakin mungkin yang menolaklah yang akan mati. Tapi, bagaimanapun ia benci berdusta, apalagi terhadap dirinya sendiri.

Namun, di sisi lain…

"Rukia cantik juga yah… Hebat lagi… ah, seandainya kita bersama dalam satu ranjang dan mengikat janji suci, Rukia…" Renji memandang bintang gemintang di langit malam, sambil terus membayangkan dirinya dan Rukia mengikat janji suci pernikahan dan membangun sebuah keluarga kecil yang bahagia.

Satu malam, Renji dan Rukia menghabiskan santapannya masing-masing di ruang makan, sementara Ichigo keluar mencari kayu bakar. Awalnya ruangan tersebut diselimuti keheningan, sampai Renji membuka mulutnya.

"Rukia, bolehkah aku menceritakan sesuatu? Tapi kamu jangan marah ya."

Rukia menatap Renji dengan penuh tanda tanya. "Ada apa, Renji?"

"Aku…" Tanpa disadari mereka berdua, Ichigo yang selesai mengumpulkan kayu bakar mengintip lewat jendela. Ada apa?

"…Menyukaimu…" secara perlahan, tangan Renji meraih tangan Rukia dan menggenggamnya dengan penuh harap. Ichigo menegang, tangannya mengepal, hatinya serasa ingin berteriak mengatakan 'Rukia milikku!'.

"R-Renji..?" Rukia mengeluarkan keringat dingin, tubuhnya bergetar tak keruan.

"…Mungkinkah kau ingin jadi kekasihku..?" secara tiba-tiba, pintu terbuka dengan keras.

"Renji!" pekik Ichigo marah. Renji menoleh dengan heran. "Ada ap- "

"Jadi kau menyuruhku mencari kayu bakar untuk ini?!" Ichigo menyodok dada Renji dengan telunjuknya. "Kau ini teman atau bukan?!"

"Ichigo! Hentikan!" Rukia memegang pergelangan Ichigo. "Dia menyuruhmu begitu untuk mendapatkan privasi!"

"Diam kau!" bentak Ichigo, dan ia menampar Rukia, namun ditahan oleh Renji. "Hentikan, Ichigo! Kau ini kenapa?"

"Kau menusukku dari belakang! Kau ini teman atau bukan?!" Renji terkejut ketika mengerti maksud Ichigo.

"Ichigo… maafkan aku… aku tidak tahu jika kau juga…" belum sempat Renji menyelesaikan kalimatnya, Ichigo menggamparnya. "Bah! Lebih baik aku pergi!"

Ichigo segera keluar, dan kemudian membanting pintu dengan geram. Ia kemudian segera pergi meninggalkan safe home. Sementara didalam, Rukia segera memekik. "Ichigo!"

Renji terdiam. Seharusnya ia menceritakannya perasaannya terhadap Rukia kepada Ichigo sejak dulu. Ia tidak tahu jika Ichigo juga menyukai Rukia. Namun ia tahu ia tidak boleh berpangku tangan saja, sehingga ia memutuskan untuk menyusul Ichigo. "Ichigo! Tunggu!"

"Renji!" Rukia kembali memekik.

"Ichigo!" sambil berlari, Renji terus memanggil Ichigo, yang sedang melompat ke atap rumah di seberangnya. Renji tak ingin kehilangan mangsanya, sehingga dengan cepat ia mengambil pisau kecilnya dan segera melemparkannya ke Ichigo, dan berhasil menancapkan tudung Ichigo ke sebuah rumah. Ichigo mendecih pelan, dan berusaha melepas pisau yang menjeratnya. Sebelum tangannya meraih pisau yang menjeratnya, Renji, sambil melompat ke atap rumah yang ia pijaki sekarang ini, melemparkan sebuah pisau lagi dan berhasil menancapkan baju bagian lengan kanannya. Ia memaki. "Kurang ajar!"

Renji mendarat dengan berguling, dan kemudian segera berdiri dihadapan Ichigo dengan pisau di leher. "Dengarkan aku dulu Ichigo! Kau salah paham! Aku sengaja menyuruhmu keluar agar aku bisa mendapatkan waktu privasi dengan Rukia!"

"Cih! Aku tidak percaya lagi padamu!"

"Baiklah, begini saja. Bagaimana jika kita duel? Yang menang akan mendapatkan Rukia." Tantang Renji. Ichigo langsung menyeringai. "Ha! Baiklah!"

Renji melepaskan pisau-pisau yang menempel di tudung dan lengan Ichigo. Setelah terbebas, Ichigo langsung mengambil pisaunya dan langsung dalam posisi siap, begitu juga dengan Renji. Setelah Ichigo mengangguk, Renji mulai menghitung.

"Tiga…" Pegangan Ichigo semakin kuat.

"Dua…" Keringat mulai keluar dari pori-pori kulit mereka.

"Satu…" dan mereka menerjang maju, siap untuk melukai satu sama lain.

To Be Continue

Ah, untuk sementara, cerita ini berakhir disini. Rencananya, ceritanya akan berakhir chapter depan, mengingat ini sudah di klimaks. Oh ya, mungkin ada yang heran mengapa seorang Koma FC membuat fic IchiRuki. Alasannya hanya satu, bosan. Lagipula saya gak punya ide untuk membuat fic Komamura, dan juga untuk menghibur para fans IchiRuki, yah meski ada RenRuki dikit. Oh ya, berminat me-review?