YAHOOOOOOOO! LAMA TAK BERJUMPA LAGI FFN!maaf lama ngg apdet! TT ^ TT

mampet ide euy! w "

Nah, karna sekarang dah full-of-my-narsis-ide(?) aku mo kasih tw, Fanfict berseri!

ada dua seri, yaitu, dari seri 1, dari anime Fullmetal Alchemist, dan yang kedua dari anime Hetalia Axis Powers!

Fict pertama dari seri FMA yaitu : pairing Royai! (lagi!) -PLAKK-

okay, dari pada dari tadi gw di pukulin mulu, kita mulai aja fict gw ini...


Summary : Anda benar-benar bodoh..Kol...maksudku..Jendral Mustang...tema waktu after the end

Disclaimire : FMA teteup punya Hiromu...

Warning : agak OOC...pairng royai yg kental...

Ich liebe dich

"Letnan…Letnan!"

Pupil mataku yang berwarna merah hazel terbelakak, bangun dari mimpi buruk tadi. Kutatap laki-laki berambut dan bermata hitam onix, atasanku, Jendral Roy Mustang.

"Dari tadi kau tertidur, apa kau tidak apa-apa?" Tanyanya dengan nada datar, namun terkesan mengkhawatirkanku "Mukamu pucat, lho, Letnan"

Kuhela nafas ku yang terasa lebih ringan, kuseka keringat dingin yang mengucur di sekitar muka dan daguku. "Tidak…" Kataku berbohong

"Hanya, mimpi buruk yang tidak pernah inginku ingat kembali…" Kuseka kembali keringat yang mengucur di belakang leherku…tepat pada bekas 'luka' itu.

Matanya memicing, melihat ke arahku

"Maksudmu…Hari Perjanjian? Tepat hari ini 2 tahun yang lalu bukan, dimana semua yang kulihat gelap dan…". Ia menyelipkan 2 jarinya ke kerah leherku

"Aku yang berteriak karena bawahanku yang paling kusayangi?" Tanyanya dengan posisi mukanya tepat di depan batang hidungku. Mukaku mulai memerah tak karuan, daripada ketahuan, ku tarik pelatuk pistol yang kusembunyikan di saku celana.

"Kalau anda berani-berani mendekatkan wajah anda 3 cm dari muka saya lagi, mungkin kepalamu sudah bocor, Kol..maksudku..Jendral!". muka Roy yang tadi pucat pasih karena ada selongsong peluru baru saja lewat di mukanya, kembali tersenyum nakal bercampur licik.

"Kalau kau masih belum fasih memanggilku 'Jendral', kau masih boleh memanggilku dengan 'Kolonel' qo." Jawabnya sambil berjalan perlahan ke mejanya kembali, sebelum sebuah peluru menembus pelipisnya.

Ku hela nafas legaku, selebihnya dia tidak membuat kantor ini berlubang karenanya. Kulanjutkan pekerjaan tadi yang sempat tertunda. Sebenarnya, sejak ia di promosikan ke panggkat Jendral, pekerjaannya makin berat. Namun, sebaliknya dengan sifatnya. Ia yang biasanya bersifat dingin, cuek, malas dan sedikit mesum, berubah menjadi lebih berempati dan rajin, serta…

Ini sudah yang ke 10 kalinya ia mengkhawatirkanku dalam sebulan.

Persis di kejadian ia melawan Homunculus bernama Lust, ia bahkan menanyakan keadaan para bawahannya daripada mengkhawatirkan luka di perutnya.

Serta, saat ia kembali dari tempat 'Ayah', saat pertama kali aku bertemu dengannya sejak ia memasuki ruang bernama Kebenaran. Ia yang tidak dapat melihatku, menanyakan lukaku daripada mengkhawatirkan penglihatannya.

"Bodoh."

"Hah!" tanyanya dengan nada aneh

"Anda betul-betul bodoh Jendral."

"Apa maksud pertanyaan tadi?"

"Kenapa anda lebih mementingkan keadaan bawahan anda, dari pada anda yang sendiri dalam keadaan sekarat?"

Mata hitam sedikit menyipit. Ia sedikit kebingungan dengan pertanyaanku tadi. Ia melangkah menuju mejaku

"Kau tahu, kenapa aku lebih mementingkan derai air matamu, dari pada pendarahan di perutku?"

"KOLONEL!"

"Ahh…Letnan, kau baik-baik saja?"

"Kumohon khawatirkan diri anda!"

"Kau tahu, kenapa aku lebih mementingkan pendarahan di lehermu dari pada mataku yang memutih, Riza ?" katanya sambil terus berjalan dan menyentuh matanya.

"Kau tidak terluka kan, letnan?"

"Lagi-lagi anda begitu, khawatirkan diri anda!"

Aku yang sedikit tertunduk, kaget saat rasanya tubuhku diangkat. Roy memelukku. Erat. Sangat erat. Bahkan aku tidak dapat menjangkau pistolku. Mukaku kembali memerah, tidak ada yang dapat ku lakukan kecuali pasrah.

Ia membisikan sesuatu ke telingaku, terasa halus dan hangat.

"Karena…aku… Ich liebe dich, Riza…"

Sebuah kata-kata yang tidak kumengerti, tapi, ditelingaku, terbisik kata-kata itu, membuatku bergidik dan muka memerah.

Ia melepaskan pelukannya

"Lu…lu..lu..lupakan saja tadi…ka..kalau begitu…aku PULANG DULU LETNAAAAAAAAAAAAAN!" teriaknya sambil kabur keluar kantor.

"Tu..tunggu! BAKA TAISAAAAAA!"

Akau tidak mungkin mengejarnya, lagipula, memang sebentar lagi jam pulang kantor karyawan. Aku akan membereskan kantor dahulu, baru bersiap akan pulang.

Saat aku meletakan buku di laci kantor, tidak sengaja aku menjatuhkan sebuah buku tebal. Sangat tebal.

Aku bertanya-tanya akan buku apa ini.

"Buku apa ini? Kamus? Bahasa German?"

Kubolak-balik halaman di dalam kamus itu, dan ada sebuah kertas penandan yang terselip di situ. Kulihat pembatas itu, tertulis inisial 'RM' (bukan rumah makan euy!) dengan tinta merah, sebuah kalimat yang di garis bawahi merah.

Sebuah kalimat yang membuat pupil mataku mengecil dan mukaku semerah tomat

Aku berusaha tenang, aku sudah tahu orang itu dar inisialnya. Aku berusaha memikirkan jawaban dari pernyataan tadi. Dengan jujur.

Kutulis kembali kalimat di pembatasnya…

"Ich liebe dich…"

Riza.


note:

Ich liebe dich: dalam artinya I love you...

Gaje kah? aneh? terlalu pairing kah? plizz repiuw :D

Ich liebe dich ~

Fin.