For SISTER

Warning: Semi canon/AT, OOC. Don't like? Don't read!

Selain itu, saya dedikasikan juga untuk:

Yosuke Arashi, Sukie 'Suu' Foxie dan Papa Night. Wkokokoko :*

Disclaimer: Masashi Kishimoto.

Happy reading!


.

Trang!

.

.

Crash!

.

.

"Hukumannya, penggal kepalanya!"

"Jangaaan!"

Ino berteriak tanpa kendali dalam pikirannya. Hatinya mencelos takut sekaligus tidak rela. Napasnya tersengal hebat—dengan keringat yang mengitari wajahnya.

Sungguh sebuah ilusi yang mengerikan untuk di dengar, apalagi untuk dilihat.

Dan detik ini ia baru sadar, kalau tadi hanya mimpi belaka di pagi hari.

Ia menghela napas pelan, berusaha menenangkan pikirannya—yang entah mengapa sangat terasa kalut.

Entahlah, akhir-akhir ini ia selalu begitu, selalu dipenuhi dengan mimpi buruk yang sangat tidak ingin ia lihat.

Dibukanya jendela kamar flat rumahnya—dan mempersilahkan angin hangat musim panas masuk. Oh, ternyata hari ini sudah memasuki musim panas. Ia tidak terlalu mengetahui hal itu.

Ino memandang keluar jendela—yang menyajikan pemandangan halaman di samping kamarnya. Tampak beberapa pohon sakura sudah mengering.

Dan benar ini memang sudah memasuki musim panas.

Baiklah, ia tidak punya waktu banyak lagi. Maka ia segera menjauh dari tempat tidurnya dan segera ke rumah sakit—untuk memeriksa pasien-pasiennya.

.

.

.

"Pagi Sakura." sambil masuk ke dalam ruangan rawat Sakura, Ino mengucapkan salam. Ia menarik senyum sekilas untuk salah satu pasien tanggungannya—dan juga temannya itu.

Sakura menoleh dengan pandangan sayu, wajahnya terlihat pucat dan rambutnya agak sedikit berantakan.

"Pagi, Ino," balas Sakura pelan. Kemudian pandangannya kembali pada jendela samping tempat tidurnya—membiarkan Ino yang masuk dan segera mendekat ke arahnya.

Saat ini, Sakura masih dalam perawatan Ino. Ia hanya kehabisan cakra saat berperang kemarin. Yah, perang melawan Akatsuki dan segala tentara yang mereka hidupkan kembali.

Untungnya Ino tidak bertarung dengan maksimal—seperti halnya Sakura, Naruto dan yang lainnya. Ah, ya, Naruto juga sedang dalam rawatan Ino sekarang.

Walau begitu, semua membawakan hasil yang dari dulu Ino harapkan.

Uchiha Sasuke kembali kemarin. Sekarang ia berada di salah satu ruangan di rumah sakit ini juga. Ini semua berkat Naruto yang melawannya mati-matian di medan perang.

Ino bersyukur, tidak ada yang meninggal dalam peperangan itu.

Tapi, ada satu keputusan yang telah dapat Ino tebak dari pikiran para petinggi dan rakyat desa ini.

Yah, mereka semua ingin menghukum Sasuke mati! Ino sungguh tidak ingin itu terjadi. Inilah yang selalu menghantui pikirannya di setiap tidurnya.

Ia hanya berharap Tsunade tidak melaksanakan permintaan itu. Dan ia juga berharap kepulihan Tsunade masih lama saja untuk suasana saat ini. Biarlah ia istirahat dulu—bukan berarti Ino senang Tsunade kritis. Ia hanya berpikir saja; dengan lamanya Tsunade pulih, ia yakin semua akan berubah pikiran untuk membunuh Sasuke.

Dengan begitu, mimpi buruknya akan lenyap. Dan kehidupan seperti semula akan datang.

Ino memeriksa detakan jantung Sakura. Kelihatannya gadis itu semakin hari semakin membaik. "Sepertinya kau yang pertama sembuh, Sakura."

"Semoga saja, dengan begitu aku bisa membantumu untuk menyembuhkan Sasuke," balas Sakura.

Ino langsung menunduk mendengar nama itu, "Sakura…" panggilnya pelan. "Apa kau masih mencintai Sasuke?" tanya Ino ragu-ragu. Kalaupun Sakura masih mencintainya ia juga tidak bisa menghentikannya. Selama ini kan, perasaan Sakura jauh lebih besar darinya.

Entahlah ia hanya penasaran akan hal itu.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Tidak, aku hanya… ingin tahu saja. Sekarang kan Sasuke sudah kembali."

Lagi, Sakura mengalihkan perhatiannya ke luar jendela—memandang cahaya matahari yang panas di luar sana. "Aku tidak yakin, lagipula ia bukan Sasuke yang dulu. Dan lagi…" Sakura menggantungkan kalimatnya dan membuat Ino menunggu. "Ia pantas dihukum terlebih dahulu sebelum bisa diterima di sini, tapi sedikit saja."

Hati Ino benar-benar terasa miris mendengar itu, kalau saja Sakura tahu masalah di luar sana, ia akan tahu kalau Sasuke tidak pantas dihukum sedikit bagi mereka yang bersuara.

"Kau rela?" tanyanya sambil membentak. Ah, Ino kelepasan bicara kasar pada temannya. Ia seharusnya bicara pelan-pelan. "Maksudmu, kau rela dia akan dihukum mati?" Ino keceplosan berbicara seperti itu.

Tentu saja melihat itu Sakura tersentak kaget. Tapi, sedetik kemudian, Sakura malah menundukan kepalanya. "Dia teman setimku. Kalau ditanya seperti itu, siapapun akan bilang tidak rela." Sakura mengangkat kepalanya dan memberikan senyuman terbaik untuk Ino. "Itu tidak akan terjadi, Ino."

"Begitu ya…" lirih Ino terkesan sedih. Untung Sakura tidak bertanya lebih jauh padanya. Bisa-bisa sehabis mendengar itu, keadaan tubuh Sakura mungkin bertambah parah. Lebih baik ia sembuhkan Sakura dulu baru memberitahukan kabar ini.

Kemudian Ino berbalik memunggungi Sakura. "Aku akan mengecek kondisinya. Selamat beristirahat."

Kemudian Ino melangkah menuju ke luar ruangan ini. Dengan perasaan yang bercampur aduk ia menutup pintu itu kembali.

"Ino…" Sakura terus memandang punggung Ino sampai ia menghilang dari balik pintu.

.

.

.

Ragu-ragu Ino masuk ke dalam ruang rawat Sasuke. Di depan pintu kamarnya terdapat dua Anbu penjaga—dan di luar jendela pun terdapat dua Anbu penjaga. Penjagaan kamar Sasuke memang ketat. Sehingga sulit baginya kalau seandainya ia sudah siuman akan kabur dari sini.

"Selamat siang, Sasuke."

Tidak ada jawaban dari mulut Sasuke. Tentu saja karena ia hanya terbaring lemah di atas tempat tidur beralas putih itu.

Detak jantungnya terdengar normal walau agak sedikit pelan. Napasnya teratur, sedangkan luka bagian dalam tubuhnya sudah sebagian teratasi. Tinggal, kapan waktunya ia siuman.

Ino duduk di sebuah meja yang berada di kamar itu—yang tidak terlalu jauh pula dari tempat Sasuke berbaring. Untuk yang keberapa kalinya ia mengisi laporan di sana tentang kondisi Sasuke setiap harinya.

"Hari ini luka di bagian luar tubuhnya sudah menghilang…" Ino berargumen sendiri sembari menuliskan hasil dari laporannya di atas sebuah buku tebal.

Selesai mengisi itu, Ino melempar pandangan ke arah Sasuke kembali. Dipandanginya beberapa saat dalam kediaman.

Semenjak Sasuke pulang ke Konoha. Baru kali ini ia melihat sosok dewasa itu. Selama ini, Sasuke dalam pikirannya hanya khayalannya saja. Kalau tidak ia yang menjadi tanggung jawab untuk merawat pria emo itu. Mana mungkin ia dapat melihat sosok Sasuke sekarang.

Tiba-tiba dari luar terdengar keributan langkah kaki dan suara-suara orang ramai. Merasa penasaran lantas Ino berdiri dan berjalan keluar kamar Sasuke.

"Ada apa ya?" Tanya Ino pada salah satu perawat yang kebetulan lewat sambil tergopoh-gopoh. Dilihat dari keadaan yang ada, sepertinya ada masalah yang serius.

"Ah, Ino-san. Tsunade-sama sudah dapat duduk di meja Hokage sekarang!"

Ino langsung membelalakan matanya. Ia tidak menyangka Tsunade bahkan lebih cepat pulih dari dugaannya. Benar-benar di luar pikirannya.

"Syu-syukurlah…" Ino mencoba menarik senyum tulus, namun yang terlukis tetap raut kegetiran.

"Baiklah kalau begitu, aku ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan. Kalau begitu, aku permisi." perawat berbaju putih itu membungkukkan badannya sesaat. Kemudian ia pun berlalu dan meninggalkan Ino di sini—yang masih dalam keadaan membisu.

.

.

.

"Tsunade-sama!" Shizune tampak terburu-buru memasuki ruangan Hokage—bersama Tonton yang selalu berada dalam gendongannya.

Semua orang yang berada di dalam sana—kecuali para Anbu menoleh menatap kedatangan Shizune sebentar.

"Syukurlah kau sudah sembuh…" lirih Shizune dengan pandangan berkaca-kaca di kedua belah iris matanya.

Tsunade terlihat memijit kepalanya melihat tumpukan berkas yang berada di meja kerjanya. "Shizune, aku punya misi untukmu," ujar wanita yang sudah terbilang separuh baya itu.

"A-apa? Kau baru saja sembuh tapi sudah memberiku misi?" Shizune mendekatkan dirinya ke meja kerja Tsunade.

"Sebelum itu, aku ingin agar kalian semua keluar dulu dari ruangan ini." perintah Tsunade kepada ninja yang berada di sana.

Satu persatu mereka semua keluar dari ruangan itu. Dan terakhir, para Anbu pun menghilang dari sana bersama kepulan asap.

"Misi apa?" Tanya Shizune penasaran ketika dirasakannya semua ninja dan Anbu yang berada di sini tadi sudah menghilang. Kalau Tsunade ingin mereka berdua saja berada di sini, sepertinya ini misi yang rahasia.

"Aku baru saja rapat mengenai tentang kepulangan Sasuke bersama Anbu dan para chuunin tadi."

Shizune tampak memasang wajah seriusnya, menyimak dengan seksama perkataan Hokage Konoha itu.

"Beberapa hari yang lalu, saat aku tidak sadarkan diri, aku mendengar cerita bahwa rakyat Konoha ingin Sasuke dijatuhkan hukuman mati saja…" Tsunade menghela napas pelan. "Sebenarnya aku tidak sanggup memutuskan hukuman itu padanya, tapi mereka semua sangat tidak menerima akan kedatangannya."

"Apa masalah ini sudah sampai ke luar desa kita?" tanya Shizune menanggapi.

"Tentu, bahkan para rakyat dari desa lain meminta seperti itu pula."

"Apa tidak ada pilihan lain?" Shizune masih berdiri tegap di tempatnya semula.

"Tidak ada. Tidak ada pilihan lain selain menghukumnya mati. Tadinya aku hanya ingin dia diasingkan saja di ruang bawah tanah. Dan ternyata semua itu tidak diterima oleh rakyat Konoha dan juga pemimpin dari desa lain."

"Lalu, apa yang harus kita lakukan? Sasuke kan darah terakhir dari klan Uchiha?"

"Itulah masalahnya." Tsunade tampak diam sebentar dengan tatapan masih tajam lurus ke depan. Saat ini sebenarnya kepalanya masih sangat terasa pusing. Walau begitu, ia harus mempertahankan kesehatannya demi menjalankan permintaan seluruh rakyat kepadanya.

"Aku ingin…" Tsunade tidak yakin untuk mengatakan ini. Tapi sepertinya, hanya inilah jalan yang harus dipilihnya untuk dikorbankannya. "Aku ingin kau menggunakan jurus ilusi pada Naruto dan Sakura, agar mereka merelakan semua ini!"

"Eh?" Shizune tersentak kaget. "Kenapa begitu?" dari paras wajahnya ia sangat tidak menerima akan hal itu.

Tsunade yakin, kalau Naruto dan Sakura mengetahui semua ini, mereka pasti berontak dan bertindak seenaknya. Dan intinya mereka pasti tidak akan menerima hal itu.

"Tidak ada pilihan lain. Aku harap misi ini sudah selesai sebelum besok sore."

Di bagian kepala kanan Tsunade saat ini benar-benar terasa berdenyut. Rasanya untuk memutuskan itu ia sungguh tidak kuat.

Klan Uchiha terakhir yang hanya ada di desa Konoha.

Persahabatan Naruto dan Sakura.

Dan semua kejahatan Sasuke.

Akan dihapusnya!

Sungguh sulit baginya untuk memutuskan ini. Tapi, apa boleh buat—kalau harus mengorbankan beberapa orang demi seluruh rakyat dunia shinobi saat ini. Hanya berharap pada Kami-sama agar semua yang dijalani adalah kebenaran.

"Gunakan saja genjutsu tingkat atas pada mereka. Agar mereka dapat merelakannya untuk selamanya."

Shizune tidak dapat membantah lagi. Tangannya terasa gemetar dan pikirannya berkecamuk. Ia semakin mengeratkannya gendongannya pada Tonton.

Apa boleh buat mungkin inilah jalan yang terbaik.

.

.

"Hei Ino, kau terlihat kurang sehat."

Baru saja Ino keluar dari pintu rumah sakit—sebuah suara langsung mengagetkannya.

Ia menoleh ke asal suara—yang dirasakannya berada di samping kanannya—dan mendapati teman setimnya yang sedang berdiri sambil menyender di dinding. "Shikamaru?"

Shikamaru menarik dirinya dari dinding. "Aku dan Chouji akan ke makam sensei besok. Aku harap kau akan ikut kami."

"Wah… sudah lama sekali ya kita tidak kesana?" Ino menghela napas. "Kalau begitu baiklah, aku akan membawakan buket bunga untuk Sensei." Ino tetap berusaha agar disetiap ucapannya ia terlihat biasa. Dalam hati keadaannya jauh terbalik dari sini. Ia cuma berharap pria nanas itu tidak menyadarinya.

Tiba-tiba pria itu menguap di depan Ino—membuat Ino harus mendengus.

"Kau selalu mengantuk. Sudah tidur sana!"

Shikamaru hanya diam mendengar itu. Kemudian dimasukannya lagi kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Sampai jumpa."

Tidak sampai hitungan detik, Shikamaru sudah menghilang dari sana. Entahlah kemana ia sekarang pergi. Yang jelas malam ini Ino sudah sangat merasa lelah.

.

.

.

Pagi-pagi sekali, Ino sudah menyusun buket bunga untuk Sensei-nya yang sudah lama meninggal itu. Hari ini ia tidak perlu dengan baju putih perawatnya. Hari ini ia memakai baju seperti biasa.

Mungkin, memilih untuk tidak ke rumah sakit—dan bersenang-senang dengan teman setimnya, ia akan sedikit merasa lega. Ya, itulah yang dibutuhkannya saat ini.

Sudah selesai dengan semuanya Ino langsung pergi menuju tempat pemakaman sang guru tercinta.

Di depan makam sang guru, kini sudah hadir kedua teman setimnya. Perlahan, Ino berjalan mendekat ke arah mereka—dan duduk tepat di hadapan makam itu.

Shikamaru dan Chouji hanya memandang punggung Ino yang tiba-tiba datang ini. Mereka mempersilahkan Ino untuk menaruh buket bunga lili di atas batu nisan gurunya.

Ino mengatupkan kedua tangannya untuk memulai berdoa. Ia memejamkan matanya sambil berharap tentang keadaan Sensei-nya di alam barunya sana.

'Semoga hukuman Sasuke dibatalkan.'

Entah mengapa, dalam doanya tiba-tiba terlintas pikiran seperti itu. Tapi, apa salahnya juga kalau ia harus berdoa tentang pria itu?

'Tolong aku, Sensei…"

.

.

.

Siang ini Tsunade mengadakan rapat bersama para pemimpin desa lain.

Tidak ada yang dirapatkan kecuali tentang Sasuke.

Dengan hati yang menggebu-gebu Shizune menunggu selesainya rapat itu di luar ruangan bersama dengan dua orang Anbu.

Paras Shizune terlihat cemas dan hatinya tentu saja terasa bimbang. Ia malah merasa dirinya sudah termasuk ke dalam orang jahat.

Tidak lama kemudian Tsunade tampak keluar dari ruangan tersebut.

Shizune langsung berdiri dari duduknya dan menghampiri wanita berambut kuning itu, pandangan matanya seolah menunjukan penuh harap, "Tsunade-sama?"

Tsunade hanya memandang sekilas wajah Shizune—yang membuat Shizune menunduk seketika. Dari pandangan Tsunade sepertinya hasil rapat bukanlah hal yang dikehendaki wanita berambut hitam pendek itu.

Kemudian pandangan Tsunade menatap kedua Anbu yang sedari tadi memang berada di sana.

"Aku ingin kalian memindahkan Sasuke ke ruang bawah tanah sekarang!"

Kedua Anbu itu hanya mengangguk menyetujui perintah sang Hokage. Tidak menunggu lama lagi mereka langsung pergi meninggalkan koridor rapat ini.

"Tsunade-sama…" lagi-lagi Shizune hanya dapat menyebut namanya saja dengan pandangan penuh harapan besar.

Tsunade hanya membalas menggeleng pelan. "Aku mau menyelesaikan rapat ini lagi. Hari sudah siang lebih baik kau segera ke rumah sakit sekarang. Aku yakin, hari ini pun Sasuke akan siuman, makanya aku memindahkannya."

Setelah itu, Tsunade memasuki ruang rapat itu dan menutup pintu besar itu kembali.

Tinggal Shizune yang kini berdiri tanpa kekuatan. Ia merasa gemetar untuk menjalankan misi ini.

Tampak Tonton yang berada di samping kakinya mendekat ke arahnya dengan raut getir. peliharaan Shizune ini sepertinya dapat merasakan apa yang sedang dirasakan majikannya.

Kemudian diraihnya Tonton ke dalam dekapannya, setelah itu ia melangkah bersama Tonton untuk keluar dari koridor ruang rapat ini.

.

.

"Aku lapar~ ayo ke Yakini-Q!" Ino berseru girang tiba-tiba saat dipertengahan jalan pulang dari tempat pemakaman para shinobi.

Sudah lama sekali rasanya ia tidak ke tempat makan itu. Rasanya rindu sekali untuk mampir ke sana.

Shikamaru hanya tersenyum tipis. "Biasanya Chouji yang duluan berseru, kenapa malah kau?"

Sedangkan Chouji yang disebut-sebut masih sibuk dengan keripik kentangnya—tanpa banyak protes.

"Memangnya kenapa? Aku kan lapar!" pandangan Ino sekarang berganti ke arah Chouji. "Kau lapar juga kan Chouji? Bagaimana kalau kalian ku traktir?"

"Wah benarkah?" Chouji merasa senang karena mendapat tawaran yang menggiurkan itu. Jarang-jarang temannya yang satu ini mau mentraktir tanpa ada event atau semacamnya.

"Hah… merepotkan!" gumam Shikamaru sendiri tetap seperti biasa, melipatkan kedua tangannya di belakang kepala sambil berjalan santai—membiarkan kedua temannya itu mendahului langkah kakinya.

Dan untuk hari ini, pikiran Ino terlepas dari segala urusan di dalam rumah sakit.

.

TBC

.


A/N: gak tahu deh mau ngomong apa ama ni fik *pundung*

Happy SISTER aja deh!XD

-Thanks for reading-