The Feeling Between Us

Disclaimer:

Bleach

by Tite Kubo

AU, OOC, ga rame ._.

Siang itu, matahari bersinar dengan teriknya. Seorang gadis berambut hitam—yang mengenakan topi jerami dengan pita biru di sekeliling topinya, mengayuh pedal sepedanya perlahan melintasi jalanan yang cukup sepi. Sepeda gadis itu berhenti di depan sebuah gedung apartemen sederhana dan setelah memarkir sepedanya—di lapangan belakang apartemen—gadis itu menaiki tangga menuju lantai 3, lantai tempat 'rumah'-nya berada.

Sambil menaiki tangga, gadis itu merogoh saku celana jeans pendeknya, tapi tampak tidak menemukan benda yang ia cari. Sampai tiba di depan pintu bernomor 302 bertuliskan 'Kuchiki', gadis itu masih sibuk menggeledah saku celananya.

"Di mana kunci sialan itu?" umpatnya.

Tak menyerah, ia menyelidiki isi tas selempang-nya yang berwarna abu-abu. Di dalamnya hanya ia temukan dompet, dan belanjaan yang baru ia beli.

Saat itu, seorang wanita paruh baya berambut keriting keluar dari pintu sebelah—pintu bernomor 301—membawa kantung sampah.

"Selamat siang, Rukia."

"Ah, siang.." Rukia—nama gadis itu—membungkuk membalas salam tetangganya.

"Sedang apa kau?"

"Etto... aku tidak bisa menemukan kunci rumahku, Bi."

"Apa sudah diperiksa dengan benar?" si bibi tetangga tampak tertarik.

"Sudah. Kuncinya tidak ada di saku maupun di tas..."

"Hmm.. sepertinya kuncimu terjatuh di suatu tempat. Waktu itu, suamiku pernah ceroboh menjatuhkan kuncinya di depan pintu masuk apartemen. Untung saja ia menyadarinya. Apa kau tidak mendengar suara kunci terjatuh?"

"Benarkah? Tidak sama sekali, Bi. Kalau begitu, mungkin sebaiknya aku mencarinya di jalan yang tadi kulalui."

"Ya.. semoga ketemu ya."

Rukia mengangguk dan bergegas menuruni tangga apartemen. Ia terus berjalan dengan kepala tertunduk, mencari tanda-tanda keberadaan kunci rumahnya. Rukia merasa ia telah mencari kunci itu hampir setengah jam tanpa menemukan hasil apa-apa, jadi ia memutuskan untuk mampir sejenak ke kedai ramen dan es serut di dekat tikungan yang ia lalui. Tapi di sana hanya tertera spanduk es serut.

"Pesan es serutnya satu, paman!" ujar Rukia saat membuka tirai spanduk yang menutupi kedai.

Dengan sigap, paman pemilik kedai itu membuatkan pesanan Rukia. Sambil menunggu, Rukia mengipas-ngipas wajahnya dengan telapak tangannya—meskipun pengaruh anginnya kecil sekali. Saat itu, seorang lelaki menyibakkan tirai spanduk dan melewati Rukia ke belakang counter. Lelaki itu berambut oranye dengan tatapan mata tajam. Tampaknya, laki-laki itu bekerja di kedai tersebut. Rukia mengetahui hal itu dari ikat kepala yang dikenakan si pemuda.

"Pesanan ramen sudah kuantar semua. Ini ada tip dari Tuan Kira," ujar lelaki itu pada paman pemilik kedai. "Apa aku boleh keluar sekarang?"

"Bagus.. Ya, ya, kau bebas sekarang."

"Akhirnya.." si lelaki merentangkan tangannya kemudian masuk ke bagian dalam kedai. Tak lama, ia keluar lagi setelah melepas ikat kepala dan mengganti kaus-nya.

"Aku pergi dulu," ujar lelaki itu sambil mengeluarkan sebuah kunci dari saku celananya. Ia memutar-mutar kunci itu di jarinya melalui lubang gantungan kunci yang berbentuk panda—yang tergantung di kunci itu.

"Ah!" pekik Rukia tiba-tiba.

Paman pemilik kedai dan lelaki itu langsung menoleh ke arah sumber suara.

"Maaf. Tapi.. itu.. kunciku!" ujar Rukia.

Laki-laki itu tampak bingung sejenak, tapi kemudian menyadari maksud Rukia. "Kunci ini, maksudmu?" Dia mendekati Rukia dan duduk di sampingnya. Wajah mereka berhadapan, cukup dekat.

Rukia menelan es serutnya perlahan, dan mengangguk.

"Aku tadi menemukan kunci ini di kasir minimart Youko. Jadi... kau Kuchiki?" tanya si lelaki sambil membaca nama pemilik kunci itu di tubuh boneka panda tersebut.

"Ya. Ano, t-terimakasih telah menemukan kunciku dan berniat mengembalikannya."

"Eh? Siapa yang bilang aku akan mengembalikan kuncinya?"

"Apa?" Rukia tampak bingung dengan perkataan pemuda itu.

"Kalau kau mau kunci ini kembali padamu, cium aku dulu.." tambah laki-laki itu lagi.

Rukia hanya terdiam mendengar semua itu, dia tak bisa berkata-kata. Sebenarnya apa maksud lelaki ini menggodanya? Rukia masih sibuk berpikir soal maksud pemuda itu, ketika terdengar suara yang berkata,

"Hei-hei, Kurosaki, sudahlah.. jangan menggoda gadis kecil seperti dia. Ayo, kembalikan kunci itu!" ujar paman pemilik kedai tiba-tiba.

"Gadis kecil apanya? Padahal lagi seru-serunya.. Yah, baiklah Paman. Nih," lelaki bernama Kurosaki itu menarik tangan Rukia dan meletakkan kunci rumah itu di telapak tangannya, "jaga baik-baik, jangan sampai terjatuh seperti tadi lagi."

Lelaki itu beranjak dari tempat duduknya, "Aku pergi dulu ya, Paman! Dan kau..," Kurosaki menatap wajah Rukia, "sampai bertemu lagi, Rukia-chan!" Kurosaki memberikan kedipan genit sambil tertawa puas saat meninggalkan kedai.

"Apa-apaan laki-laki itu?" Rukia menggerutu sejenak lalu melahap sesendok es serut di hadapannya. "Ngomong-ngomong Paman, sejak kapan paman mulai menjual ramen?"

"Ohoho, telingamu tajam juga ya. Sejak minggu lalu, Paman ditawari kerjasama dengan kedai ramen di pusat kota, jadi paman menjualnya juga. Kau mau coba?"

"Lain kali mungkin.." Rukia kembali menyuapkan es serut ke dalam mulutnya. "Lalu, siapa laki-laki itu tadi? Kurosaki?"

"Oh, Kurosaki itu marganya. Namanya Ichigo. Dia baru bekerja di sini seminggu lalu, bersamaan dengan datangnya kontrak dengan kedai ramen itu. Dia sangat lihai dalam membuat ramen."

"Benarkah?"

"Ya. Memangnya kenapa? Kau tertarik padanya ya?" goda paman pemilik kedai.

"APA? Tentu saja tidak!" Rukia cepat-cepat menghabiskan es serutnya dan segera beranjak dari tempatnya duduk. "Ini uangnya, terimakasih. Aku permisi." Rukia meletakkan uang es serut di atas meja dan pergi meninggalkan kedai itu, kembali ke apartemennya.