Tsvety (Flowers).
Disclaimer: Mitsurou Kubo, untuk satu alasan bolehkah saya mengambil Yūri Katsuki? Tidak? Okay.. Tidak masalah. *siapinBOM*
T (nyerempet ke M. Sumfeehhh!)
Crime/ Tragedy (bingung nentuin genre)
Summary: AU! Yuri itu bunga, Lily juga bunga. Mereka itu satu tapi mereka itu berbeda. Kalau salah satu dari mereka mati maka yang satunya lagi akan layu dan akhirnya ikut mati. Tapi tidak, karena yang ada bunga itu masih tetap hidup dan akhirnya memikat seekor serangga untuk ia ajak ke dalam sebuah mimpi buruk.
Happy Reading
Malam yang hening.
Bulan juga bersinar dengan sangat terang.
Angin berhembus cukup kencang hingga membuat sehelai daun kering terbang dan melewati sebuah sungai. Aliran airnya cukup deras. Bebatuan juga terlihat dari tepi.
Hei.. Ada ikan nya juga disana. Mereka terlihat melompat-lompat, dihadapan seekor kelinci liar yang tengah tertidur dengan kelompokya dibawah sebuah lubang pohon.
Suasana yang damai, sangat hening dan menenangkan jiwa.
Tik tik tik.
Detik jam mulai ia dengarkan. Waktu sudah menunjuk pukul 23:36. Mendongak ke atas ia dapat melihat jika bulan mulai tertutup sebuah awan hitam.
Oh.. Ada sebuah tebing yang menarik perhatiannya. Mungkin jika ia naik ke atas dirinya akan menemukan pemandangan yang lain. Mungkin sedikit foto-foto akan menyenangkan. Berhubung dia sudah bosan melihat video di handphonenya untuk yang ke-se-ki-an ka-li-nya karena dilihat berkali-kali.
Oh ayolah.. Kenapa dia harus dapat video ini juga?
Dirinya kan jadi ketagihan ingin melihat terus. Ketagihan juga untuk membuat perutnya mulas dan sakit tiap kali membayangkan adegan di video tersebut.
Tap tap tap.
Ia kini sampai. Kalau dilihat, mungkin tinggi tebing ini sekitar sembilan meter dari bawah ke atas. Cukup melelahkan untuk sampai ke atas tapi tidak ia hiraukan karena kini ia dapat melihat pemandangan yang cukup indah.
"Hosh."
Ia mulai menghela napas. Perlahan iapun mulai melepas kacamata yang tadinya ia kenakan. Rambutnya yang disisir rapi kebelakang mulai sedikit kusut karena angin terus berhembus ke arahnya.
Dingin.
Dia mulai kedinginan.
Tap.
Dia sampai dibibir jurang.
Ia mulai tersenyum penuh arti. Namun..
Tes.
Air matanya mengalir begitu saja mengenai handphone yang sedari tadi ia genggam di bawah dagunya. Dan kejadian selanjutnya—
Wush!
CRASH! I
apun menjatuhkan diri dari tebing tersebut. Darah mulai mengalir dan beberapa hewan malam mulai terbangun karena kaget. Sebagian ada yang berlari menjauh dan sebagian lagi ada yang mendekat ke arah dirinya yang sudah terbujur kaku. Perlahan bulan mulai menampakan dirinya kembali tepat ketika jam sudah menunjukan pukul 00:04.
Masih hening yang menyelimuti sampai tubuh tak bernyawanya ditarik oleh seseorang dan darahnya ditimbun oleh belasan ember berisi tanah. Ia mulai menginjak permukaan tanah tersebut menebar sesuatu lalu menyiram air disana.
Jam berganti jam dan hari berganti hari kini permukaan tanah tersebut memunculkan beberapa tunas kecil. Warnanya masih hijau muda dan ketika pagi datang embun pun mulai menyelimuti seluruh permukaan tunas tersebut.
.
.
.
xxx
.
.
.
"Victor.. Aku tahu.. Kau sangat terkenal dan pasti sudah punya pacar. Tapi— aku hanya ingin bilang. Aku—. Aku mencintaimu Victor! Kumohon! Jadilah pacarku!"
Hening.
Dan pemuda yang barusan di panggil Victor tersebut mulai tersenyum dihadapan gadis manis yang barusan menyatakan cinta padanya.
"Maaf." Victor mulai membuka suara. Gadis didepannya langsung merunduk seketika. "Maaf aku tidak bisa menerimamu. Bagaimana ya. Aku kurang tertarik pada seorang wanita. Karena hatiku sudah tertarik pada seorang pria erotis yang menjadi sampul di majalah ini hehehe."
Hening dan angin mulai berhembus dengan perlahan hingga menerbangkan helaian rambut coklat gadis tersebut.
"Oh.. Eros ya? Aku tahu dia. Dan— aku juga menyukainya. Hehehe.. Tapi rasa yang Victor berikan untuknya hanya sebatas suka dan kagum kan? Belum tentu dia menyukaimu, Victor! Eros itu—
"Aku juga belum tentu menyukaimu." Potong Victor dingin. Gadis di depannya perlahan mulai gemetar dan kejadian selanjutnya iapun kabur dan meninggalkan Victor seorang diri.
Hening mulai terjadi, sampai suara getaran dari sebuah handphone menyadarkannya dari lamunan.
Dddrr ddrrrtt ddrrtt!
Victor mengangkat panggilan di selulernya dan disana ia dapat mendengar jika seorang pria narsis mulai tertawa sebelum akhirnya bicara.
/"Hahaha! Victor, ayo kita ke klub malam aku tadi baru saja menang taruhan."/
"Tidak. Aku tidak ikut." Jawab Victor santai.
/"Hah? Kenapa? Padahal semua teman-teman kita ikut, benarkan, Emil?"/
/"Benar! Ayolah Victor, ikut saja. Siapa tahu kau tergoda oleh seorang pria cantik atau apapun itu menyangkut kesukaanmu."/
"..."
/"Okay, Victor. Kau tidak perlu memutuskan sekarang. Kami berangkat nanti tengah malam kalau kau ikut datanglah ketempat biasa kalau tidak kau akan menyesal karena tidak mengikuti ajakanku. Okay sampai jumpa."/
Nit nit nit.
Panggilan terputus dan perlahan Victor pun mulai melihat ke arah jam tangannya.
Pukul 13:11. Dan itu artinya masih lama. Victor mulai melangkahkan kakinya bahkan iapun kembali memasukan majalah yang ia bawa sedari tadi.
Majalah dari negara China? Apa Victor bisa berbahasa China? Oh.. Mungkin saja bisa berhubung dia adalah salah satu mahasiswa paling pintar di tempatnya.
Sore pun tiba. Victor berjalan sendiri melewati aliran sungai.
Tap.
Sampai akhirnya ia berhenti dan mendudukkan diri disana tepat didekat sebuah pohon becil yang masih dapat ia gunakan untuk bersandar.
Rerumputannya.. Victor tidak bisa berhenti mengelus mereka. Tanahnya juga. Pohonnya. Victor terus mengelus mereka sembari melihat aliran air sungai yang sangat tenang.
TUUUTT!
Dan diseberang sungai pun ia dapat melihat sebuah kereta api yang melintas dengan kecepatan yang cukup tinggi. Jaraknya cukup jauh namun suara dari kereta tersebut sampai terdengar ke tempatnya. Victor kembali menyandarkan tubuhnya di batang pohon. Ia mulai mengeluarkan majalahnya kembali dan melihat gambaran dari pemuda berpakaian hitam pekat tersebut. Victor mulai tersenyum mengagumi betapa cantik pemuda bersurai gagak tersebut ketika melihat ke arah kamera. Semua gaya yang ditunjukannya adalah gaya paling menggoda bahkan beberapa model yang ikut berpoto bersamanya kalah saing walaupun gadis-gadis tersebut berwajah cantik dengan pakaian mini yang mereka kenakan.
Victor mulai terkekeh sampai iapun mengingat wajah seorang pemuda berkacamata yang pernah ia intip dari sebuah toko karena melihatnya kehujanan. Pemuda tersebut mulai merapihkan rambutnya yang acak-acakan, menariknya kebelakang dan melepas kacamatanya yang buram karena air. Seketika Victor pun langsung terbelalak kaget dengan wajah bersemu merah. Mungkinkah.. Dia Eros yang Victor sukai oh.. Tapi kagumi— bukan! bukan! Tapi Eros yang ia cintai?
Semoga saja demikian. Memikirkannya saja membuat Victor kembali merona. Eros.. Hah~
"Andai aku mengenalmu dari dulu. Aku tidak menyangka jika kita ternyata satu Kampus di Jepang walau pun pada kenyataannya kita berbeda jurusan. Aku bahkan baru sadar beberapa dua minggu setelahnya."
Hening dan perlahan senyuman Victor pun kini menghilang. Pandangan matanya nampak sayu dan tangannya mulai meremas rerumputan di tangannya dengan erat. Victor juga ingat sesuatu. Beberapa hari yang lalu— bukan-bukan! Tapi seminggu yang lalu dirinya sering melihat pemuda tersebut duduk di tempat ini ketika malam datang. Dia melamun dan termenung namun masih dengan senyuman manis yang ia pamerkan. Victor jatuh cinta pada senyumannya. Bukan cuma senyumannya. Tapi semuanya. Bahkan tempat favorit pemuda itu haruslah menjadi tempat favoritnya juga.
Ya.
Disini.
Di atas bukit yang bibawahnya mengalir aliran air sungai. Victor juga berjanji pada dirinya sendiri. Bahwa dia akan setia dan mulai mencari tahu tentang pemuda tersebut. Mau itu nama, latar belakang bahkan tempat tinggalnya.
Rona merah langit perlahan mulai menyebar. Victor perlahan mulai menutup kedua matanya. Angin mulai berhembus dengan perlahan dan beberapa menit kemudian langitpun kini berubah menjadi hitam. Malam telah datang.
Dan—
"Ma-maaf.. Ini sudah malam, Vic-tor?"
Victor terbangun dengan buru-buru dan orang pertama yang ia lihat adalah pemuda berkacamata yang menatapnya dengan malu-malu. Ia memalingkan wajahnya. Seketika wajah Victor pun memerah dengan kedua mata terbelalak.
"Yu-Yuri?" Ucap Victor terbata.
"Pulanglah. Apa kau mau digigit nyamuk?"
Victor mulai terkekeh dan perlahan iapun mulai mendudukan dirinya dengan benar.
"Kau juga belum pulang 'kan."
"Aku masih ingin disini. Oh iya.. Ku dengar kau mau ke klub malam? Ahh maaf.. Aku tidak sengaja mendengarmu yang sedang menelfon dan aku.. Aku juga tidak sengaja melihatmu yang ditembak oleh Yukina-san. Maaf ya."
Victor hanya bisa tersenyum ketika melihat pemuda di depannya kembali memalingkan wajahnya dengan muka memerah.
"Kau suka sekali menguping ya? Bagaimana jika sesuatu terjadi padamu ketika ucapan yang kau dengarkan adalah hal yang bahaya?"
Yuri ikut tersenyum. Ia mulai mendudukan dirinya dengan anggun sembari menatap aliran sungai didepannya.
"Tidak masalah. Itu 'kan salahku karena sengaja menguping. Maaf ya kalau selama ini aku sering mengupingmu."
"Tentu saja tidak, Yuri. Aku senang. Ini seakan aku sedang dibuntuti oleh orang yang aku sukai."
Hening dan Yuri pun perlahan mulai berdiri.
"Ada yang salah, Yuri?" Tanya Victor khawatir.
"Tidak.. Aku hanya merindukan kedua orang tuaku yang berada didesa. Aku sudah tiga bulan tidak mengunjungi mereka karena sibuk di Kota ini. Mungkin saat akhir pekan aku harus pulang."
"Oh.. Tentu saja."
"Terimakasih ya. Sudah menolongku. Aku sangat senang. Orang tuaku sekarang tidak terlalu khawatir karena anaknya yang lain tidak kunjung pulang. Hehehe.. Lain kali aku akan mengenalkanmu pada mereka."
"Yuri. Kau ini bicara apa. Bulankah kita teman. Teman kan harus saling tolong menolong."
"Kau benar." Balas Yuri. Ia kembali melihat ke arah aliran sungai. "Aku tidak tahu apa jadinya jika kedua orang tuaku menangis. Aku tidak mau membayangkannya. Sangat tidak mau."
Hening dan dinginnya malam mulai mengganggu Victor.
"Ada yang salah, Victor?" Tanya Yuri khawatir.
"Ma-maaf Yuri.. Aku tidak bawa sweater. Aku cukup kedinginan."
"Kalau begitu pulanglah lebih dulu." Ucap Yuri. Victor mulai mendongak.
"Apa tidak apa?" Tanya Victor. Yuri menggelengkan kepalanya.
"Tentu saja tidak. Pulanglah atau kau akan jatuh sakit."
Victor perlahan mulai berpikir sampai akhirnya ia mengangguk dan berdiri dari acara duduknya.
"Kalau begitu aku pulang duluan, Yuri."
"Tentu. Hati-hati dijalan."
Victor tidak membalas. Ia langsung melesat begitu saja meninggalkan Yuri disana sendirian.
Ddrrt ddrrt ddrrt.
"Halo?" Sapa Victor.
/"Victor! Hah~ syukurlah kau mengangkat panggilan dariku."/
"Memangnya ada apa, Sala?"
/"Tidak.. Mike katanya kurang enak badan. Aku sepertinya tidak bisa ikut bersama teman-teman nanti. Aku harus mengurus bayi besar ini. Aku sudah berusaha menghubungi yang lain tapi mereka tidak mengangkat panggilanku bahkan Mila juga."/
"Oh.. Baiklah.. Nanti ku sampaikan pada mereka."
/"Sungguh? Terimakasih ya Victor. Bilang juga pada mereka. Jangan sampai mereka memusuhiku atau aku akan menyebarkan suatu penyakit pada mereka. Okay.. Sudah dulu ya. Mike memanggil. Sampai besok."/
"Tentu."
Nit nit nit.
Malam harinya di sebuah tempat, dengan banyaknya gadis cantik dan sexy yang tengah menari bahkan menggoda beberapa pria.
"Minum sesuka kalian! Aku yang teraktir."
"Waw! Thanks, JJ! Aku akan minum sampai tepar! Hahahaha."
"Sala dan Mike tidak datang? Victor juga ya? Eh? Chris mana? Aarrrghh! Kenapa handphone ku harus masuk ke dalam blender segala? Aku kan sedang tidak punya uang untuk beli handphone baru. Padahal— disana ada video yang pernah ku ambil."
"Sudahlah Mila. Ayo minum ini. Kau pasti akan baikan. Aku akan menelfon mereka nanti. Dan kalau soal Video aku bisa membaginya lagi denganmu. Hahahaha."
"Oh.. Baiklah. Hehehe.. Dan— terimakasih tapi.. Kau tidak usah membagi video itu, hehehe.. Oh iya. Aku penasaran dia pergi kemana? Bisa bahaya kalau dia sampai— lapor Polisi."
Hening dan mereka semua mulai melihat satu sama lain.
"Tenang saja. Kita akan selamat." Ucap JJ gugup. Ia mulai meneguk minuman keduanya ditatap Georgi yang sedari tadi menyandarkan punggungnya dikursi.
Tak lama kemudian Victor pun datang ditemani seorang pemuda bersurai pirang yang langsung mendudukan diri dan menyalakan rokoknya.
"Mike dan Sala tidak bisa datang katanya." Victor langsung membuka suara. Emil terbelalak kaget.
"APA?" Kenapa bisa?"
"Mike sakit. Jadi Sala merawatnya."
"Kalau begitu aku juga harus ikut merawat Mike!" Balas Emil antusias. Baru saat ia akan melangkah tiba-tiba ia tersandung kaki Mila sampai membuat pemuda tersebut tersungkur dan membuat Georgi sedikit terkekeh.
"Ehh?" Tanya Mila tidak sadar.
"Kukira kau yang tidak akan datang Victor." Bukannya membalas JJ malah mengucapkan kata-kata lain. Victor ikut mendudukan dirinya seraya menuang segelas wine.
"Sekali-kali aku harus ikut teman-temanku 'kan."
Hening dan Mila pun mulai menyimpan gelasnya yang kosong di meja. Emil sudah kembali ke tempat duduknya.
"Aku mau ke toilet dulu." Lalu Mila pun berlalu dari hadapan mereka. Berbeda dengan Georgi yang sekarang tengah memainkan handphonenya.
"Aku penasaran. Kemana perginya siswa jurusan Sastra bahasa itu?" Suasana kembali hening setelah Christophe mengatakan hal tersebut. JJ sampai terkesiap karena kaget.
"E-entahlah.. Sudahlah.. Kalian jangan membicarakan dia terus. Chris! Pesanlah minuman yang kau ingin aku yang teraktir malam ini."
"Tidak terimakasih. Aku tidak mau mabuk-mabukan malam ini. Besok aku mau ke rumah saudaraku."
"Oh.. Be-begitu ya. Nah.. Victor. Minumlah yang banyak."
"Tentu.. Tapi aku harus menemui seseorang dulu disini. Ini jadi alasanku mau menemui kalian."
JJ hanya bisa terdiam iapun kembali meminum minumannya setelah Victor berlalu dan duduk di meja lain sembari menelfon seseorang. JJ nampak sangat khawatir. Sementara itu di sebuah toilet wanita. Mila mulai keluar dari pintu toilet dan mulai bercermin setelah ia membasuh kedua tangannya.
Sekilas iapun teringat akan jeritan takut seorang pemuda dan tawa teman-temannya. Bahkan Mila pun ingat saat ia ikut tertawa dengan handphone yang tengah membuat sebuah Video dibantu temannya yang bernama Sala.
'TIDAK! Kumohon! Hen— Ahh! Tikan!'
'Mila! Ayo rekam posisi yang ini.'
'Georgi! Lupakan Anya! Ayo kemarilah dan lampiaskan kekesalanmu.'
'Menyingkir! Sekarang giliranku.'
'Kkyyyaaa! Aku tidak tahan! Hidungku mulai mimisan. Aku senang!.'
Tes.
Dan Mila pun kembali terdasar dari lamunannya ketika ia ingat air mata pemuda tersebut. Air mata yang penuh luka. Kesedihan, penderitaan dan rasa ingin dikasihani.
'Ku-mohon.. Hiks.. Hen-tikan.'
Bahkan Mila ingat kejadian tadi sore saat ia selesai menonton Video yang ia rekam seminggu yang lalu dan berakhir dengan dirinya melempar handhone tersebut ke dalam blender yang tengah menyala karena ketakutan.
Video itu— tidak bisa dihapus dan terus berputar layaknya pemutar film usang!
Bulu roma Mila perlahan mulai berdiri. Oh.. Mungkin karena suhu AC. Mila tidak terlalu peduli. Ia mulai menggelengkan kepalanya prustasi.
"Aku harusnya tidak merekam kejadian itu." Sudah terlambat. Mila sudah merekamnya. Tapi beruntung 'kan. Handphonenya sekarang sudah rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Bahkan ia langsung membuang serpihan handpnone tersebut di tong sampah luar rumahnya dan tak lupa juga beserta blendernya yang mendadak rusak.
Mila perlahan kembali tersenyum.
"Tenanglah Mila. Semuanya akan baik-baik saja." Dan setelah Mila mengatakan hal tersbut. Iapun bergegas membuka pintu di depannya.
Kriet.
Krek.
Sedikit memicing Mila pun penasaran dengan apa yang barusan ia injak. Mila mulai menurunkan pandangannya.
Deg!
Dan itu— adalah serpihan handphonenya. Mila sampai mundur kebelakang karena kaget bahkan iapun tidak sengaja menyenggol sebotol sabun lantai sampai jatuh dan tumpah kemana-mana.
Bagaimana bisa? Itu lah yang dipikirkan Mila. Bahkan ia terus memundurkan langkahnya tanpa sadar pijakannya sudah ada di atas sabun cair tersebut. Dan kejadian selanjutnya—
Sret!
BRUK!
Mila pun tergelincir dan berakhir dengan kepalanya terbentur knop pintu yang langsung merobek bagian kulit kepalanya. Mila tak sadarkan diri sampai seorang wanita datang dan menjerit karena kaget dengan kejadian didepannya.
.
.
.
Xxx
.
.
.
PRANG! "AKU TAKUT, SALA! Hiks."
"Mila tenang! Aku ada disini bersamamu."
Suasana yang gaduh dan Mila yang terus-terusan berteriak histeris dihadapan seluruh teman-temannya yang mulai menatap bingung. Ia kini dirawat di sebuah kamar Rumah sakit setelah kemarin malam mengalami kecelakaan.
"Aku.. Aku takut.. Dia.. Dia pasti sangat marah pada kita."
"Mila tenanglah. Kita sedang mencari pemuda itu. Tapi sialnya tidak ada yang tahu dimana dia sekarang."
"Pokonya temukan dia, Emil! Aku takut.. Bagaimana kalau dia membunuhku nanti? Atau.. Dia melapor ke Polisi? atau yang lebih buruk dia—
"MILA!" JJ mulai membentak emosi. Dia terlihat sangat ketakutan. "Te-tenanglah. Aku sedang berusaha mencari anak itu dan kalau aku menemukannya ak-aku akan membunuhnya agar dia tidak buka mulut tapi kalau pun dia mau melapor ke Polisi kita bisa memberikan kesaksian lain. Apa kau tidak ingat kalau dia sendiri yang menggoda kita semua? Dia itu seorang pelacur." Seseorang mulai memicingkan kedua matanya. "Aku yakin itu."
"Tapi tetap saja.. Hiks.. Bagaimana serpihan handphone itu bisa ada di sana padahal aku membuangnya di luar rumahku."
"Mungkin dia memungutnya untuk menakut-nakutimu, Mila."
Kini Georgi yang bicara. Wajahnya masih terlihat sangat tenang ke arah layar handphonenya.
"Kalau aku bertemu dengannya ingin rasanya aku menenggelamkannya di kolam pribadiku. Beberapa hari lalu dia juga menerorku." Kini Christophe yang bicara. Giginya mulai menggertak kesal.
"Apa yang dia lakukan?" Tanya Mike.
"Saat aku bersantai di kolamku. Aku meminum es lemonku dengan tenang disana. Sampai tiba-tiba aku didorong oleh seseorang. Belum sempat aku protes tiba-tiba ada sebuah tangan yang menekan kepalaku sampai dibawah volume air. Aku kaget. Aku hampir kehilangan napas disana. Tapi untungnya Victor datang dan menyelamatkanku. Dia bertanya 'kau kenapa, Criss?' dan aku hanya bilang jika 'tadi ada orang yang menjahiliku.' Ya. Aku menemukan sesuatu didekat kolamku. Sebuah handphone dengan Casing biru dan bergambar poodle. Dia meninggalkannya disana. Dan aku tahu itu milik siapa. Dia berminat balas dendam padaku karena menahan kedua tangannya agar dia tidak bisa bergerak saat itu. Dan mungkin dia juga kesal karena ingat jika aku adalah orang yang sama yang membagi video pemerkosaan itu padanya."
Hening kembali terjadi semantara JJ makin berkeringat dingin bahkan tak lama kemudian Victor datang dari balik pintu karena datang terlambat.
"Maaf semuanya tadi aku—
"Aku mau cari minuman dulu." Dan akhirnya JJ pun berlalu dari ruangan tersebut dilihat Victor dengan ekor mataya. Ia tidak melanjutkan kata-katanya karena sibuk melihat tingkah-laku JJ yang sedikit aneh.
Slam.
JJ terdiam cukup lama di dekat pintu ruangan Mila.
Crash.
Bahkan JJ terdiam cukup lama di depan mesin penjual otomatis. JJ mulai mendudukan dirinya bahkan ia mulai membuka isi folder handphonenya dimana sebuah video dengan durasi hampir tiga puluh lima menit berada disana. Bahkan gambar pertama di video itu adalah gambar seorang pemuda cantik yang tengah menangis dengan tubuh telanjang dan kedua tangan yang ditahan oleh salah satu temannya.
Klik.
Video diputar.
JJ membuat sebuah catatan kriminal.
Tidak! Bukan dia! Tapi mereka! Tapi JJ tidak merasa ini semua adalah salahnya. Pemuda itu sendiri yang menggoda mereka hari minggu lalu sampai akhirnya JJ dan semua teman-temannya tergoda dan berniat menyusun rencana untuk menangkap pemuda tersebut.
Ya. Mereka mendapatkannya tentunya dengan bantuan Sala yang pura-pura terkilir dan akhirnya ditolong pemuda tersebut sampai ke sebuah bangunan kosong. Dan kejadian selanjutnya, mereka— memperkosa si pemuda tersebut.
JJ mulai meremas kepalanya prustasi. Ingat dengan cerita Mila dan Christophe barusan.
Mereka diteror.
DITEROR!
Oleh pemuda tersebut.
Masih untung kalau JJ bisa menemukannya. Ya. JJ memang menemukannya. JJ melihat pemuda tersebut berjalan ke hutan sendirian. Niatnya JJ ingin mengancam pemuda tersebut agar tidak buka mulut tapi semua ancamannya hanya akan berakhir sia-sia karena JJ melihat pemuda tersebut sudah ada di tepi jurang dan akhirnya menjatuhkan diri dari sana. JJ ketakutan. Ia sampai terjungkal karena kaget dan untuk memastikan keadaan pemuda tersebut JJ mulai berjalan mendekat dan memeriksa denyut nadinya.
Terlambat.
Pemuda cantik itu sudah kehilangan nyawanya.
JJ masih meremas kepalanya prustasi. Bagaimana jika dia juga balas dendam pada dirinya?
Tidak! Dia tidak boleh mati. JJ tahu dialah yang punya otak dalam kasus pemerkosaan itu. Tapi JJ juga sudah bilang. Pemuda itu juga bersalah karena telah menggoda mereka sampai akhirnya berencana memakai tubuh pemuda tersebut secara bergilir. Kalau sampai JJ tertangkap?
Tentu saja, JJ akan malu seumur hidup terutama dihadapan gadisnya yang sangat cantik. Isabella pasti akan menganggap jijik padanya dan orang tuanya pasti akan sangat kecewa dan membencinya. Kini JJ bimbang. Air matanya tiba-tiba menggenang. Tubuhnya mulai gemetar hebat sampai Victor datang dan menepuk pundaknya dengan perlahan.
JJ tersentak kaget.
"Oh.. H-hai Victor."
"Kau menangis?" Tanya Victor penasaran. Ia ikut mendudukkan diri.
"Ti-tidak.. Aku hanya sedikit mengantuk. Oh iya, Victor. Apa kau.. Merasa sering diganggu akhir-akhir ini?"
"Contohnya?" Tanya Victor bingung.
"... Ti-tidak.. Aku baru ingat jika kau tidak ikut kegiatan kami minggu lalu. Hehehe.. Bodohnya aku."
Victor mulai menaikan alisnya bingung dan perlahan iapun berjalan dan memasukan koin ke mesin penjual otomatis. JJ mengikuti arah jalan pemuda platinum tersebut sampai akhirnya ia duduk di sebelah JJ lagi.
"Maaf kalau aku jarang ikut kemanapun kalian pergi. Aku selalu merasa kegiatan kita tidak ada gunanya." Ucap Victor seraya meminum minumannya. Berbeda dengan JJ yang masih duduk dengan sekaleng minuman soda yang tergeletak begitu saja di sebelahnya.
"Iya.. Kau benar, Victor."
"... Oh iya.. Aku harus ke toko buku. aku mau membeli sesuatu disana. Sampai jumpa."
Dan setelah itu, Victor pun kembali melangkah dibalas JJ dengan suara yang cukup lemas.
"Hati-hati dijalan."
"Tentu."
JJ kembali terdiam dan tanpa sadar Video yang ia putar sudah berhenti beberapa detik yang lalu.
Tunggu, apa Victor melihatnya? Dan kejadian selanjutnya JJ pun membelalakkan kedua matanya karena kaget.
Deg!
Ini.. Bisa gawat.
.
.
.
Xxx
.
.
.
Sore kembali datang dan Victor kembali duduk di tempatnya yang kemarin sembari bersandar dan mengelus permukaan pohon. Victor sedikit melamun.
"Ehh? Bukannya itu, Victor?" Bahkan seorang remaja manis berkulis eksotis mulai menaikkan alisnya bingung. Ini kesempatannya untuk bertanya.
"Victor!" Dan akhirnya pemuda tersebut mulai memanggil.
Victor sampai clingak-clinguk karena penasaran dari mana asal suara tersebut.
"Disini." Ucap remaja tersebut. Ia mulai berjalan dan mendudukan diri di dekat Victor.
"Kau siapa?" Tanya Victor bingung.
"Hahaha.. Kau benar. Aku lupa mengenalkan diri. Aku Pichit. Aku temannya Yuri Katsuki. Kau ingat.?"
Victor mulai menggali ingatannya. Pichit? Pichit pichit— Oh.. Dan sekarang Victor pun mulai mengangguk paham.
"Iya.. Aku ingat. Kau adalah orang yang pernah jalan dengan Yuri di kedai makanan minggu lalu. Eh.. Apa itu benar?" Tanya Victor memastikan. Kadang walaupun pintar Victor itu super duper pelupa berat.
"Hahaha.. Yap. Memang benar. Aku adalah orang yang jalan dengan Yuri minggu kemarin. Aku ingin menteraktirnya Katsudon yang ia suka dengan uang yang ku dapat dari hasil perja paruh waktu ku di Toko milik Kakek dan Nenekku."
"Begitu ya."
"Aku mau tanya." Langsung ke pokok pembicaraan ternyata. Victor jadi penasaran.
"Silakan."
"Yuri.. Apa kau tahu dimana dia?" Tidak ada jawaban. "Aku selalu datang ke apartemenya tiap hari untuk sarapan. Kau tahu? makanan yang ia buat selalu enak makanya aku selalu menganggunya setiap pagi untuk ia buatkan sesuatu. Dia juga memelihara seekor hamster sama sepertiku. Dia teman yang baik walau seharusnya aku lebih menghormatinya karena dia dua tahun lebih tua dariku. Oh iya.. Aku juga baru mengenalnya selama satu bulan lebih. Tapi.. Sudah lima hari ini dia tidak pulang kerumah. Dan kemarin saat aku ke apartemen Yuri dan mengintipnya dari sebuah jendela— hal pertama yang aku lihat adalah hamsternya yang mati. Aku yakin. Yuri pasti tidak pulang selama hampir lima hari ini."
Tes.
"Hiks."
Victor terbelalak kaget. Ketika ia melihat remaja berseragam Sekolah tersebut mulai meneteskan air matanya.
"Aku merindukannya. Dan.. Hiks.. Aku sudah menanyakan keberadaan Yuri pada siapa saja tapi mereka tidak ada yang tahu. Sampai.. Hiks.. Orang terakhir yang ingin kutanyai adalah kau."
"Kenapa aku?" Tanya Victor penasaran.
"Karena Yuri menyukaimu."
Victor membelalakan kedua matanya sedangkan Pichit mulai menghapus air matanya.
"Hehehe.. Lucu sekali kalau mendengar curhatan orang yang sedang jatuh cinta. Sayangnya Yuri terlalu takut menyatakan rasa sukanya padamu. Katanya Victor itu selalu menolak perasan wanita bahkan pria yang menyatakan rasa cinta padanya. Dia sering sekali membuntutimu."
"..."
"Jadi.. Hiks... Apa kau tahu dimana Yuri?" Masih belum ada jawaban.
"Kalau aku bertemu dengan Yuri. Aku akan bilang padanya untuk segera pulang."
"Jadi kau sering bertemu dengan Yuri?" Tanya Pichit senang. Victor mulai menganggukkan kepalanya sekali.
"Sungguh? Diamana?"
"Disini.. Aku.. Sering bertemu dengannya disini jika aku tiba-tiba ketiduran."
Pichit mulai menatap bingung ke arah Victor. Ia mulai mengalihkan perhatiannya pada sungai yang mengalir di depannya. Pichit ikut melihat.
"Victor?" Panggil Pichit. Namun tidak ada jawaban. Victor masih asik melamun.
"Victor." Dan akhirnya Victor tersadar dari lamunannya.
"I-iya."
"Aku pamit pulang sekarang. Langitnya mulai berubah gelap dan— ku pegang janjimu. Nanti.. Kalau kau bertemu dengan Yuri tolong bilang padanya untuk segera menghubungiku. No nya tidak aktif selama tiga hari yang lalu."
"Tentu.. Akan ku sampaikan." Balas Victor. Pichit mulai berdiri.
"Sampai jumpa." Dan setelah itu Pichit pun berlari meninggalkan Victor yang masih duduk.
Perlahan iapun kembali bersandar sembari mengelus permukaan pohon dibelakangnya— kembali.
Beberapa saat kemudian ketika rona merah perlahan menjadi hitam.
"Yuri.. Kenapa kau tidak bilang jika kau menyukaiku?"
"Pichit keterlaluan ya?. Aku 'kan jadi malu."
Terbelalak kaget Victor pun sampai melompat dari tempat duduknya dan berakhir dengan tubuhnya terguling hingga ke bawah. Sementara pemuda yang tadi bicara di belakang telinganya mulai terkekeh dan akhirnya mendudukan diri setelah Victor mengeluh karena pusing tujuh keliling.
"Yuri! Jangan mengagetkanku. Tidak bisa ya kau datang dengan lembut. Kalau aku tercebur ke sungai bagaimana?" Kesal Victor jelas saja. Tapi ia mengatakan kekesalannya seraya cemberut hingga membuat pemuda di atasnya makin tertawa. Victor jadi ingin tersenyum.
"Hahaha.. Maaf maaf. Habisnya kau melamun terus dari tadi. Lagi pula air di sungai itu sangat dangkal jadi kau tidak perlu khawatir Victor. Dan kau jangan melamun lagi ya."
"Aku tidak melamun. Aku hanya berpikir." Balas Victor. Tidak terima dirinya dibilang melamun terus.
"Hahaha.." Victor kembali naik ke atas dan akhirnya mendudukan diri di tempatnya semula.
"Tadi Pichit datang menemuiku. Dia bertanya tentang keberadaanmu."
"..." Tidak ada jawaban. Selain si pemuda yang mulai memainkan setangkai bunga berwarna pink di sebelah tangannya.
"Kau tidak ingin menemuinya, Yuri?"
"Tidak. Maksudku tentu.. Tapi aku tidak bisa menemuinya sekarang."
"Kenapa?" Victor mulai bertanya dan dia juga baru sadar jika disebelah Yuri terdapat kandang kecil berisi hamster putih yang tengah bermain dan berguling-guling.
"Aku punya hamster putih yang gemuk. Dia masih hidup walau sekarat. Diurus, di beri makan dan di beri vitamin pasti dia akan kembali sehat. Aku ingin memberikannya pada Pichit. Kau mau kan menyerahkannya?"
"Oh.. Tentu Yuri. Kalau kau memang mau aku melakukannya aku dengan senang hati akan menolongmu."
"Terimakasih. Nah ini hamsternya."
Victor menerima kandang kecil yang diberikan Yuri barusan. Victor terkagum. Hamster yang sangat lucu.
"Dia gemuk ya. Makannya pasti banyak."
"Hehehe.. Begitulah." Bals Yuri. Ia mulai menyesap aroma bunga yang sedari tadi ia genggam. "Dulu aku juga gemuk tapi itu tidak berlangsung lama karena saudaraku selalu menyuruhku olah raga naik dan turun tangga sebanyak lima puluh kali tiap pagi."
"Jahatnya." Ucap Victor sedih.
"Hehehe.. Tapi kan itu dulu. Saat aku masih gemuk. Sekarang kan aku tidak gemuk. Jadi aku melewati tangga hanya dua atau tiga kali dalam sehari."
"Benar juga ya. Yuri—
Menghilang lagi. Dan Victor pun terdiam di tempatnya kembali karena tidak mendapati pemuda tersebut ada di sebelahnya. Victor mulai merundukan kepalanya.
"Andai saja waktu dapat di putar. Sayangnya tidak bisa."
.
.
.
Xxx
.
.
.
Keesokan harinya di sebuah Toko hewan peliharaan.
"Ini dari Yuri?" Tanya Pichit senang.
Ia mulai merundukan kepalanya dengan tangan memeluk kandang hamster berisi hamster putih yang gemuk. Hamster tersebut terus berlarian dan berakhir dengan menggigit beberapa biji bunga matahari.
"Tapi bagaimana bisa? Bukannya hamster Yuri sudah—
"Tentu saja belum. Yuri bilang dia baru saja mengurus hamsternya yang sekarat. Lihat? Dia sudah kembali sehat bukan?."
"Benar juga." Balas Pichit senang.
"Oh iya.. Yuri bilang berhentilah menengok apartemennya. Kau tahu Yuri merasa kau tertular kebiasaan menguntitnya. Dia janji akan segera menemuimu. Dia masih sedikit sibuk."
"Sungguh? Eh.. Apa?" Balas Pichit dengan wajah memerah. Ia sangat malu.
"Hahaha.. Oh iya. Aku harus segera berangkat. Aku tidak mau sampai harus kesiangan. Oh iya, selamat bekerja ya, Pichit."
"Kau juga Victor. Hati-hati dijalan."
"Tentu." Victor mulai berlalu. Pichit masih melambaikan tangannya sampai.. Pichit kembali tersadar akan sesuatu.
"Tck! Aku lupa menanyakan keberadaan Yuri! Dan— apa yang dia sibukkan."
Dan akhirnya Pichit pun hanya bisa terduduk lesu sembari menggerakkan jari telunjuknya di depan hamster putih tersebut.
Victor masih tetap berjalan.
.
Memperhatikan wanita yang tengah menerangkan apapun isi dalam buku di genggamannya.
.
Melihat kegiatan yang tidak terlalu ia sukai.
.
Berkumpul dengan orang lain ketika mengerjakan tugas.
.
Bahkan berkumpul dengan teman-temannya yang kurang kerjaan— menurutnya.
"Kocok kartunya, Emil!" Perintah Mike pada pemuda di depannya. Mike masih tersenyum lebar dengan Sala yang menempel pada kembarannya tersebut.
"Mila sudah pulang belum?" Christophe mulai bertanya dan Georgi mulai membalasnya setelah satu menit berlalu.
"Sudah. Dia sudah pulang dari kemarin."
"Bagaimana kalau kita menjenguk, Mila." Sala mulai memberi usul disetujui JJ yang mulai melempar kartu.
"Aku memang! Ya! Ayo kita ke rumah Mila dan memberi hadiah padanya berupa sarung tinju."
"JJ. Kau ini jangan menyamakan Mila dengan pria walaupun tenanga Mila itu seperti Hercules." Ucap Sala. Ia mulai menyimpan kartunya.
"Hahaha.. Kalau begitu aku akan memberi Mila sebuah sarung tangan pink dengan gambar bunga dan pernak-pernik yang indah."
"Dan itu terlalu kewanitaan. Jelek sekali selera mu itu, JJ." Ledek Emil. Ia mulai membuang kartunya karena kalah. Untunglah permainan sekarang tidak mengunakan uang. Dompetnya masih selamat. Syukurlah.
"Kau benar. Kalau begitu aku akan memberi hadiah berupa dua buah celana dalam."
"Tck." Dan Christpohe hanya bisa berdecak kesal sembari memainkan handphonenya.
"Kalau begitu ayo. Aku sudah siap." Ucap Sala. Ia sudah berlari lebih dulu ke luar.
"Sala~ tunggu aku." Rengek Mike.
"Hwwaa! Mike~ aku ikuuttt!" Dan disusul Emil yang berlari dengan kencang diikuti Georgi dari belakang.
"Christophe, Victor. Ayo berangkat." Ajak JJ. "Aku mau mencoba motor baruku."
Victor dan Chris mulai mengangguk tidak peduli dengan JJ yang mau pamer motor atau apapun itu.
"Ya."
.
.
.
"Sala.. Jangan berlarian di sini!" Ucap Mike khawatir. Tapi Sala tidak mau dengar sampai akhirnya ia tersandung karpet dan akhirnya jatuh dilantai.
Bruk!
"SALA!" Panggil Mike khawatir. "Apa kakimu baik-baik saja? Tidak terkilir 'kan?"
"Aku baik-baik saja. Shh.. Hanya lecet dan aku tidak terkilir. Sudahlah.. Aku ingin bertemu Mila."
"Oh.. Aku bantu." Ucap Mike yang mulai memapah kembarannya tersebut. Tak lama kemudian sebuah mobil mulai melaju diikuti sebuah motor yang ternyata mulai melesat mendahului mobil tersebut.
.
.
.
Xxx
.
.
.
Mila ada di kamarnya. Ia mulai melihat taman bunga dibawahnya. Bunga yang cantik dan warnanya merah pekat.
Rose.
Namanya juga cantik dan Mila selalu mengagumi bunga-bunga tersebut. Bahkan ia dapat melihat jika dibawah tengah berdiri Ibunya yang tengah memetik beberapa daun layu yang menghalangi keindahan bunga hidup tersebut sampai suara mobil mulai terdengar dan berhenti di depan gerbang. Ibunya bergegas masuk bahkan wanita tersebut mulai memanggil nama dirinya.
"Mila? Teman-temanmu datang." Tidak ada jawaban selain tangannya yang mulai menggenggam pegangan jendela dengan sangat erat. Ia terlihat ketakutan tapi juga merasa bersalah. Sudah seharian ini Mila bermimpi buruk berpimpi tentang pemuda itu. Sebenarnya ada apa? Kenapa dia selalu datang dalam mimpinya?
"Maaf.. Maaf.. Maaf.." Dan Mila pun terus merapalkan kata tersebut seakan itu adalah sebuah manta. Mila kini sudah berdiri di atas jendelanya dan tak lama kemudian.
"Mila~ kami datang berkun—
Ucapan Sala terpotong. Matanya terbelak kaget begitu juga dengan yang lainnya.
"MILA!" Panggil Georgi kaget.
"Mila! Turun dari sana!" Kini Christophe yang memerintah. Tapi Mila tidak mau dengar bahkan saat sang Ibu datang dan terkaget karena melihat putrinya ada di atas jendela.
"Mila anakku!"
"Hiks." Mila mulai meneteskan air matanya. Ia mulai menggelengkan kepalanya dihadapan semua teman-temannya.
"Tidak Mila! Hiks.. Jangan lakukan itu." Rengek Sala tidak terima. Ia ingin mendekat tapi ditahan oleh Mike karena melihat Mila makin mundur ketika seseorang mendekat ke arahnya.
"Maaf." Kata-kata itu lagi. "Aku sudah tidak sanggup hiks.. Dia menghantui pikiranku. Dia dendam padaku yang merekam penderitaannya."
"Mila.. Kau ini bicara apa, Nak?" Sang Ibu kembali bertanya Mila jadi gelagapan sementara pemuda di belakang Emil mulai metap kesal ke arah Mila. Mila yang ketakutan makin memundurkan tubuhnya. Dia sangat ketakutan ketika melihat pemuda tersebut makin memicingkan matanya. Giginya menggertak dan ketika dia akan mendekat—
Sret! Mila pun terpeleset.
"MILA!" Teriak semua orang di sana. Mila terjatuh dan berakhir dengan suara guci yang pecah karena tertindih tubuh gadis tersebut.
Darah mulai mengalir dan salah satu pecahan guci tersebut sudah menusuk punggungnya dari belakang. Mila masih terbelalak. Mulutnya mulai bergetar dengan darah tersembur dari sana dan kata terakhir yang ia katakan adalah.
"Ma— af."
Napas Mila berakhir dan Ibu dari Mila mulai menjerit sebelum akhirnya tak sadarkan diri diikuti Sala setelahnya.
.
.
Hapus!
Hapus!
Hapus!
Hapus!
Dan HAPUS!
"Kalian menghapus apa?" Victor mulai bertanya bingung ketika dilihatnya semua temannya menghapus sesuatu di folder video.
"Bu-bukan apa-apa. Benar 'kan Mike?" Mike tidak menjawab pertanyaan Emil. Ia mulai menyimpan handphonenya berserta handphone milik Sala disebuah meja. Emil kembali terdiam.
"Chris? Apa yang kau hapus?" Kini Victor mulai bertanya ke arah sahabat pirangnya tersebut.
"Hanya— sebuah Video yang tidak penting." Balas Christophe. Ia mulai membuka akun sosial medianya bahkan ia mulai membelakangi Victor.
JJ mulai berdiri dari duduknya.
"Sudahlah teman-teman ayo kita ketempat Mila. Dia tidak akan berangkat ke Russia untuk tidur dengan tenang sebelum kita menemuinya."
"Kau benar." Ucap Emil.
"Sudahlah Georgi. Kenapa kau menangis?"
"Memangnya siapa yang tidak sedih jika teman yang sering menolongmu meninggal. Hatiku rasanya sakit sekali."
"Kami mengerti perasaanmu, kawan. Tapi Mila akan sedih jika dia tahu kau menangis seperti perempuan." Ledek Emil yang malah membuat Gerogi serasa ingin menendangnya.
"DIAM SIALAN!"
"Sudahlah. Ayo kita berangkat." Ajak JJ namun Mike tetap diam di tempatnya.
"Aku tidak ikut. Aku mau menemani Sala dirumah."
"Kami mengerti." Ucap Christophe. Dan akhirnya mereka pun pergi dari rumah Mike menaiki kendaraan mereka masing-masing.
Mike masih mengintip dari jendela sampai jeritan Sala terdengar sampai ke ruang tamu.
"SALA!" Panggil Mike khawatir.
.
.
.
Xxx
.
.
.
Sala sangat gelisah. Ia masih memejamkan kedua matanya dengan erat. Tangannya mencengkram sepray dengan kasar dan sekilas ingatan terlintas dibenaknya. Tentang ia yang pura-pura terkilir dan minta bantuan pada seorang pemuda yang sepertinya tengah memperhatikan seseorang.
Sala digendong dan Sala hanya bisa tersenyum walau dalam hatinya ia merutuki apapun yang ia lakukan. Bahkan sesampainya dirumah kosong pemuda tersebut masih memperlakukan Sala layaknya benda pecah belah. Ia menurunkan dirinya dengan sangat hati-hati bahkan pemuda tersebut masih bertanya bagaimana keadaan kakinya.
'Aku.. Baik-baik saja.' Sala mulai membuka suara. Senyuman kaku mulai ia tunjukan. Persetan dengan perasaan pemuda tersebut yang penting ia bisa memuaskan hasratnya melihat adegan mesum seperti teman-temannya yang lain. Persetan juga dengan status ke Fujoshian yang ia sandang di Negara tersebut. Kalau ada gadis berkegemaran sama dengannya dan ada di posisinya seperti sekarang ini. Pasti gadis tersebut akan mengambil jalan pikiran yang sama sepertinya. Ya. Tentu saja.
'Terimakasih.' Dan Sala pun kembali tersenyum tanpa peduli Emil dan Mila sudah ada dibelakang pemuda tersebut untuk siap memukul.
'Sama-sama kalau begitu aku—
BUGH!
Dan pemuda tersebut jatuh menghantam lantai dibawahnya dengan cukup keras.
.
.
.
Sala membuka kedua matanya dengan gelisah dan orang pertama yang ia lihat adalah Mike yang masih menatapnya dengan raut wajah khawatir.
"SALA!"
"Hiks. Mike! Aku takut." Rengek Sala. Ia mulai memeluk kembarannya dengan sangat erat.
"Tenanglah. Ada aku disini. Lagi pula JJ masih mencari keberadaan anak itu. Kau tenang saja."
"Tapi bagaimana kalau dia melapor ke Polisi? Kau, aku, JJ, Chris, Emil, Georgi dan Mila akan dipenjara karena kasus ini—
"Sala!" Potong Mike. Sala mulai terdiam.
"Kau ingat? Mila.. Sudah meninggal. Dia— sudah dibawa ke Russia setengah jam yang lalu."
Dan ucapan Mike yang terakhir membuat Sala menjerit sejejadinya.
.
.
.
Xxx
.
.
.
Victor kembali duduk di tempat biasa. Menyandarkan tubuhnya di batang pohon dengan pandangan yang entah terarah kemana.
Bahkan sepertinya gemerlap cahaya Kota di malam hari ini tidak membuat hatinya tersentuh barang sedikitpun. Angin mulai berhembus dan Victor cukup merasa kedinginan.
"Sengaja, atau lupa membawa sweater?" Victor mulai menoleh. Hatinya mulai berbunga senang ketika melihat seorang pemuda berkacamata yang tengah duduk disebelahnya
"Yuri?" Ucap Victor. Ia mulai mendudukan dirinya dengan benar.
"Kau tahu. Aku suka sekali pemandangan disini ketika malam hari. Hatiku terasa sangat tenang ketika melihat cahaya bagai bintang yang menghiasi Kota didepanku. Langitnya juga indah. Karena disini minim cahaya. Aku sering duduk disini ketika malam tiba setiap hari saat aku pertama kali sampai di kota ini."
Victor hanya bisa terdiam sesekali ia mencuri pandang pada Yuri yang masih tersenyum dengan pandangan terarah ke depan.
Wajah Victor sampai merona merah dan dengan buru-buru iapun mengalihkan perhatiannya lagi.
"Kau suka type pasangan yang agresif ya?"
Victor dengan cepat menoleh ke arah Yuri yang masih tersenyum dan ikut mengalihkan perhatiannnya ke arah Victor.
Wajah Victor makin merona. Ia mulai merunduk malu.
"Se-sebenarnya iya."
"Begitu ya." Perlahan Yuri mulai melepas kacamata berbingkai birunya menarik rambut depannya kebelakang hingga membuat jantung Victor berdebar tak karuan.
Dan kejadian selanjutnya Yuri pun sudah mendudukan diri dipangkuan Victor.
Tak bisa bernapas. Itualah yang dirasakan Victor. Ia menjadi sangat gugup.
Ya. Yuri seperti ini yang ingin Victor lihat. Yuri yang sangat erotis dan agresif.
"Y-Yuri." Panggil Victor terbata. Tangan pemuda di atasnya mulai mengelus pipi Victor dengan perlahan hingga membuat wajahnya makin merona.
Yuri mulai menjilat bibirnya dengan sensual.
"Andai waktu dapat diputar. Aku pasti dapat menyampaikan perasaanku padamu, Victor."
Yuri mulai mendekatkan bibirnya ke arah bibir Victor sampai membuat yang bersangkutan menutup matanya karena malu.
Cup.
Dan ketika kedua bibir tersebut menyatu Victor pun mulai membuka kedua matanya dengan perlahan.
Kosong.
Yuri sudah tidak ada disana karena sekarang ia mendapati seekor kupu-kupu hitam ternyata tengah hinggap di bibirnya.
Sedikit meregangkan badannya Victor pun akhirnya berdiri membuat kupu-kupu barusan terusik dan akhirnya terbang menjauhi dirinya. Sepertinya Victor ketiduran ditempat ini. Beruntung dompetnya masih ada berarti dia tidak dirampok.
Menyentuh bagian bibinya. Victor pun mulai tersenyum bahkan ia ingat dengan kata-kata mengenai waktu.
"Ya.. Andai saja waktu dapat diputar aku pasti dapat menyatakan perasaanku padamu lebih dulu dan mengecap jika kau hanya milikku seorang. Aku merindukanmu, Yuri." Dan dengan berakhirnya kata-kata tersebut Victor pun mulai melangkah pergi namun dengan pandangan yang sekali-kali melihat ke tempat terakhir ia duduk.
.
.
.Xxx
Tbc.
Ya.. Pada akhirnya saya membuat fic baru tanpa melanjutkan fic yang lama .
Saya menarget fic ini ada 3 chapter. Dan saya janji tiap seminggu sekali saya update biar langsung fin sekalian. Dan semoga tidak ada halangan.
Dihapter selanjutnya.
"JANGAN BUNUH AKU!"
"JJ"
Kenapa tidak membunuh, Victor saja?"
"KAU GILA?"
"Padahal baru kemarin malam kami tertawa bersama, berenang.. Dan.. Meminum es jeruk yang kami buat sendiri. Tapi— hiks.."
"Aku mau menyerahkan diriku."
"ANAKU MICHELE!"
"Aku pun mencintaimu, Victor."
"Kalau kau tidak ikut membunuh Victor maka Victor akan melaporkan kita dan kita akan dipernjara. Kau tidak akan punya kesempatan menikahi tunanganmu!"
DUAGH!
