Fanfiction.
Cast : Jongin!GS, Sehun
Genre : Romance, Drama, History
Summary : Sehun, putra mahkota kerajaan, tidak sengaja menjelajah terlalu jauh ke dalam hutan hingga ia harus menerima bantuan Jongin, penduduk sebuah desa yang tinggal di pinggir hutan. Sehun jatuh hati pada masakan Jongin dan Sehun ingin membawa Jongin pulang untuk dijadikan koki di kerajaan. Tanpa Sehun sadari ia juga jatuh hati pada Jongin, bukan hanya masakannya. Cinta terlarang antara dua insan berbeda latar belakang pun dimulai. HunKai/Sekai. Jongin!GS.
Chapter One
"Hyung! Kau benar-benar akan menemaniku kan besok?" Seorang bocah lelaki kecil mendudukkan dirinya didepan meja yang dipenuhi gulungan-gulungan perkamen tebal.
"Iya. Hyung janji. Kau segera tidur, besok kita harus berangkat pagi-pagi." Pandangan lelaki tampan berkulit putih bersih itu tidak teralihkan dari buku dihadapannya.
"Hyung juga tidur, besok kalau Hyung yang kesiangan bagaimana?" bibir bocah itu mengerucut.
"Hmm, baiklah. Hyung akan tidur, jadi sekarang Jaehyun juga tidur ya." Buku dihadapannya ditutup, matanya menatap bocah yang merupakan adiknya. Minggu kemarin adiknya genap berusia sepuluh tahun, yang berarti Jaehyun sudah cukup umur untuk diajak berburu dihutan sungguhan.
Jaehyun digandeng kakaknya keluar dari ruang belajar kerajaan yang sudah mulai sepi. Pelayan-pelayan membungkukkan badannya dalam-dalam begitu melihat dua putra mahkota kerajaan lewat.
"Selamat malam Pangeran Sehun dan Pangeran Jaehyun." Seorang pengawal muncul dihadapan mereka. Sehun, putra mahkota yang akan mewarisi tahta ayahnya mengenali pengawal didepannya. Pengawal ini adalah pengawal pribadi sang Kaisar.
"Ada apa?" Sehun bertanya penuh wibawa.
"Hamba ingin menyampaikan pesan dari Kaisar jika beliau tidak bisa ikut perburuan Pangeran Sehun dan Pangeran Jaehyun." pengawal itu berkata penuh kesopanan.
"Mengapa begitu?" Sehun mengernyitkan dahinya, seingat Sehun ayahnya lah yang paling bersemangat membawa anak bungsunya pergi berburu.
"Beliau ada pertemuan mendadak besok pagi."
"Hmm, baiklah. Kau boleh pergi." Sehun mengisyaratkan agar pengawal itu menyingkir dari jalannya.
"Hyung, tapi besok kita tetap akan pergi kan?" Jaehyun bertanya cemas.
"Tentu saja. Tidak masalah kita pergi berdua, hyungmu ini pemburu hebat!" Sehun berusaha mengembalikan semangat adik kecilnya.
"Yeay! Cepat tidur sana Hyung! Besok pagi-pagi akan aku bangunkan!" Jaehyun masuk kedalam paviliun besar yang hanya digunakan untuk dirinya seorang. Paviliun Sehun beraada tepat disebelahnya, membuat perjalanan mereka dari ruang belajar satu arah.
"Benar ya kau yang bangunkan Hyung?" Sehun bertanya menggoda.
"Tentu saja! Aku akan bangun sangat pagi!" Jaehyun menepuk dadanya, sangat percaya diri jika ia besok bisa bangun lebih pagi dan membangunkan hyungnya.
"Baiklah. Selamat malam Jaehyunie." Sehun tidak lupa mencubit pelan pipi adiknya yang masih gembul itu.
Sehun tidak segera tidur, tentu saja. Sebagai pewaris tahta kerajaan Sehun jarang memiliki waktu tidur yang panjang dan berkualitas, apalagi ayahnya mulai sering sakit. Membuat Sehun semakin merasa terbebani dan merasa harus lebih banyak belajar agar bisa segera mengambil alih kerajaan dari ayahnya.
"Selamat malam Pangeran Sehun." Pelayan-pelayan wanita dan penjaga-penjaga yang ditugaskan menjaga paviliun Sehun membungkuk hormat melihat kedatangan Sehun. Sehun tersenyum membalas salam hormat mereka.
"Pangeran, tadi beberapa putri pejabat kerajaan mengirimkan Anda hadiah dan bingkisan." Seorang pelayan mengikuti langkah Sehun menuju ruang istirahatnya.
"Hm, baiklah." Sehun tidak bertanya lebih jauh. Ia tidak ingin memusingkan hal seperti itu saat ini, fokus Sehun hanyalah inginkan meringankan beban ayahnya. Begitu Sehun masuk kamarnya, ia langsung mengganti pakaiannya dengan pakaian untuk tidur dan membuka lembaran-lembaran tebal lagi.
Tidak lama kemudian, pikiran Sehun terpecah. Sehun teringat dengan hadiah-hadiah untuknya yang tidak pernah berhenti dari putri-putri pejabat kerajaannya, atau putri-putri dari kerajaan lain. Bukan Sehun tidak tahu dengan niat mereka mengirimi hadiah-hadiah tersebut. Sehun tahu betul jika gadis-gadis itu ingin mengambil hatinya, dan ingin bersanding dengan Sehun dipelaminan. Hanya saja sampai sekarang Sehun tidak tertarik dengan mereka semua.
Yang membuat pikiran Sehun gusar malam ini adalah permintaan Ayahanda dan Ibundanya beberapa malam yang lalu. Mereka ingin Sehun menikah dulu sebelum naik tahta. Kedua orang tuanya ingin Sehun merasakan hangatnya keluarga sebelum menjadi luar biasa sibuk dengan urusan kerajaan. Bisa saja Sehun asal menunjuk gadis yang cantik dan berasal dari keluarga terpandang, tapi Sehun ingin memiliki kisah cinta yang indah seperti ayah dan ibunya. Masalahnya sampai sekarang Sehun belum pernah merasakan jatuh hati hingga ia mau menjelajah gunung hanya untuk mengambil sapu tangan gadisnya yang tertiup angin, seperti yang pernah ayahnya lakukan untuk ibunya.
Lembaran-lembaran didepannya lama-kelamaan tidak ia hiraukan. Sehun hanya memikirkan gadis mana yang pantas untuk ia nikahi. Gadis itu harus baik dan rajin. Agar bisa mengimbanginya untuk memimpin kerajaan. Lama kelamaan mata Sehun mulai tertutup, badannya sudah terlalu lelah dengan aktifitasnya yang padat hari ini.
Keesokan harinya, Sehun bangun terlalu pagi. Meskipun begitu ia tidak mau membangunkan adiknya. Biar adiknya senang karena merasa bangun lebih pagi darinya. Benar-benar seorang kakak yang baik. Pikiran Sehun masih terbayang-bayang dengan gadis-gadis yang mencoba mendekatinya. Adakah diantara gadis-gadis itu yang bisa ia sunting? Sehun tidak mengingat satupun dari mereka. Satu yang pasti adalah mereka semua sangat cantik. Pakaian yang mereka kenakan terbuat dari bahan kain terbaik, dan hiasan rambut mereka selalu model terbaru. Selain penampilan fisik mereka yang tanpa cela, Sehun tidak menemukan hal lain yang bisa ia jadikan alasan untuk mempersunting salah satu dari puluhan gadis tersebut.
"Hyuuuung!" Sehun mendengar langkah kaki disertai teriakan penuh semangat Jaehyun. Sehun segera menaikkan selimutnya dan berpura-pura tidur.
"Hyuuung! Ayo bangun! Kita harus segera berangkat berburu!" Jaehyun mengguncang tubuh kakaknya yang terlihat sedang tidur pulas.
"Kau sudah bangun? Wah, hyung kalah pagi denganmu." Sehun mengusap-usap kepala Jaehyun yang terlihat sangat bangga karena bisa mengalahkan hyungnya yang serba sempurna.
"Hyung akan menyusulmu sebentar lagi. Kau siapkan kuda-kuda yang akan kita pakai." Sehun bangkit dari tidurnya, mengganti pakaian yang sudah disiapkan untuknya berburu hari ini.
Jaehyun segera berlari menuju tempat penangkaran kuda. Semangat Jaehyun sungguh tinggi pagi ini. Dia ingin menjadi pemburu handal seperti kakaknya. Jadi begitu ia sudah dirasa cukup umur untuk berburu dihutan liar, Jaehyun segera mengajak kakak tersayangnya untuk mengajaknya berburu.
"Kau siap Jaehyun?" Sehun bertanya ketika keduanya sudah diatas punggung kuda. Jaehyun mengangguk penuh percaya diri. Sehun memacu kudanya perlahan, adiknya mengikuti gerakan kakaknya. Beberapa saat kemudian kuda-kuda mereka sudah melintasi daerah pemukiman warga yang mulai ramai. Hari masih pagi namun aktifitas warga sudah mulai terlihat, pandangan mereka tertuju seorang pemuda gagah dengan kudanya. Jarang sekali masyarakat umum melihat pangeran-pangeran itu keluar dari kastil tanpa pengawalan.
Sehun terlihat luar biasa tampan diatas kudanya. Jaehyun tidak kalah tampan, meskipun baru sepuluh tahun Jaehyun sudah terlihat ia akan menyaingi ketampanan kakaknya. Aktifitas masyarakat sempat terhenti sejenak dan terdengar bisik-bisik penuh pujian ditujukan pada mereka.
Tidak sampai satu jam mereka berkuda, kini Sehun dan Jaehyun sudah berada dibibir hutan. Jaehyun terlihat tidak sabar dan kuda yang dinaiki Jaehyun sepertinya merasakan apa yang Jaehyun rasakan. Beberapa kali Jaehyun harus menenangkan kudanya yang seolah bisa mendadak melaju kencang. Berbeda dengan Sehun, ia merasa sedikit cemas dengan semangat Jaehyun yang terlalu berapi-api.
"Jaehyun, berburu dihutan lebih berbahaya dari pada latihan berburu seperti yang pernah kau jalani. Nyawamu lebih penting dibanding buruan paling langka manapun, kau mengerti?" Sehun memberikan petuahnya sebelum mereka memulai perburuan.
"Mengerti Hyung!"
"Baiklah kau masuk duluan, Hyung akan memperhatikanmu dari belakang." Jaehyun mengangguk mantap dan memacu kudanya masuk kedalam hutan yang sangat rimbun. Sehun tidak bisa memperlakukan Jaehyun seperti bayi terus-terusan, suatu saat Jaehyun akan ikut serta memimpin kerajaan ini. Sekarang saatnya Jaehyun belajar menjadi lebih berani dan dewasa.
Sehun mengikuti jejak Jaehyun masuk kedalam hutan yang lebat. Hutan liar selalu menenangkan untuk Sehun. Suara daun-daunan dan alam benar-benar membuat pikiran Sehun lebih rileks. Apalagi saat ini, rileks adalah suatu hal yang sangat dibutuhkannya. Hutan ini memang sedikit berbahaya, beberapa binatang buas sesekali tampak. Hal itu tidak menyurutkan rasa nyaman Sehun berada dihutan ini. Berkali-kali Sehun berburu dihutan yang sekarang ia datangi, dan berkali-kali pula Sehun tidak ingin kembali. Hutan ini sangat indah. Andaikan Sehun tidak memiliki tanggung jawab yang luar biasa besar, pasti ia sudah tinggal didalam hutan ini.
Matahari tepat berada diatas ketika Jaehyun menangkap anak rusa pertamanya. Dengan bangga Jaehyun memamerkan rusa tangkapannya kepada Sehun. Saat ini kakak beradik itu duduk dibawah pohon rindang dan beristirahat sebelum melanjutkan perburuan mereka. Tak ada yang bicara, keduanya sibuk menikmati indahnya hutan. Bunga-bunga liar, pepohonan yang seolah menari ditiup angin, juga hewan-hewan yang sesekali lewat.
"Pantas saja Hyung lama sekali jika berburu, tempatnya sebagus ini." Jaehyun memiliki selera yang sama seperti Sehun rupanya. Sehun tertawa mendengarnya, siapa yang bisa menolak suasana setenang ini ketika kau hidup di istana dan tidak pernah bisa seorang diri. Selalu ada pelayan dan pengawal disetiap sudut istana. Sehun bahkan tidak bisa mandi tanpa melihat bayangan pelayan dari pintunya, bukan merasa terbantu malah Sehun jadi was-was.
"Apa hutan ini ada penghuninya Hyung?" Jaehyun bertanya.
"Rusa, lalu kelinci dan juga ada burung-burung…" Jawab Sehun lucu.
"Bukan itu Hyuuuung. Maksudku manusia."
"Kata ayah ada, tapi dibagian mana hutan aku lupa. Ayah membiarkan mereka tinggal disini ketika mereka kabur dari perang. Jadi ayah tidak mau terlalu terkait dengan mereka, memberikan mereka tempat berlindung saja sudah bisa mengancam kerajaan." Sehun teringat masa kecilnya dulu ketika perburuan pertamanya dengan Sang Kaisar. Ia persis seperti Jaehyun, menanyakan hal yang sama, jatuh cinta pada tempat yang sama.
"Wah, aku ingin Hyung menjadi kaisar yang baik hati seperti ayah. Jangan perang ya Hyung. Aku tidak mau Hyung terluka." Jaehyun memang sudah mengenal politik sejak dini. Bukan hal yang aneh jika sesekali Sehun berbicara mengenai politik pada adiknya.
"Tidak ada yang menginginkan perang." Sehun berkata sambil bangkit dari duduknya dan mengajak Jaehyun untuk kembali berburu. Mereka ingin menangkap beberapa ekor kelinci lagi sebelum kembali ke istana.
—
"JAEHYUN!" Jantung Sehun berdetak sangat kencang. Ketakutan dan cemas. Adik satu-satunya tiba-tiba hilang dari pengawasannya. Entah apa yang ia lakukan waktu itu sampai bisa melalaikan kewajibannya.
"JAEHYUN! JAWAB AKU!" Sehun terus berteriak sampai lehernya sakit. Sunyi. Hanya kicauan burung yang menjawab teriakan Sehun. Hari sudah menjelang sore dan Jaehyun malah menghilang. Sehun merasakan matanya panas, menahan tangis. Terakhir kali ia menangis adalah ketika ia dihukum tidak boleh keluar gudang penyimpanan lukisan-lukisan tua menyeramkan karena tidak mau belajar dan ingin jadi pendekar. Sehun saat itu memang sedang melewati fase 'alay' mungkin ya jika kata alay ada pada Dinasti Joseon.
Sehun merasa jika pepohonan mulai menipis, jarak antar pohon tidaklah serapat sebelumnya. Cahaya semakin banyak yang masuk diantara pepohonan. Sehun memacu kudanya lebih cepat. Ia tidak akan pulang sebelum menemukan adiknya. Mata Sehun semakin menajam, dilihatnya sebuah gubuk yang sepertinya sudah tidak berpenghuni. Pemukiman mungkin disekitar sini, dan mungkin Sehun bisa meminta pertolongan untuk menemukan adiknya.
Setelah melewati gubuk itu, Sehun kembali melihat tanda-tanda kehidupan manusia. Banyak kayu-kayu yang ditumpuk, lalu sepertinya ada bekas peternakan yang sudah lama ditinggalkan.
"HYUNG! SEHUN HYUNG!" Sebuah teriakan terdengar, samar-samar tapi Sehun yakin jika teriakan itu memanggil namanya.
"HYUNG! TOLONG AKU!"
"JAEHYUN! KAU DIMANA?!"
"HYUNG TOLONG!" Suara itu semakin jelas. Pasti ada disekitar sini.
"HYUNG! AKU TERJATUH!" Sehun mengamati sekelilingnya, suara itu sudah dekat.
"HYUNG! DIBAWAH SINI HYUNG!"
Sehun melihat kebawahnya, nyaris saja ia terjatuh juga. Sebuah jurang yang tidak terlalu dalam berada didepannya. Didalam sana ada Jaehyun dan kudanya, serta seorang gadis berbaju lusuh dan sepertinya habis menangis.
"Jaehyun! Kau tidak apa-apa?" Sehun langsung turun dari kudanya. Beban diperutnya terasa mulai menghilang. Kelegaan mulai menyelimuti hatinya, Jaehyun selamat.
"Aku tidak apa-apa Hyung. Hanya saja Noona ini yang kenapa-kenapa." Jaehyun menunjuk gadis yang tidak jauh darinya. Wajahnya tercoreng tanah dibeberapa tempat, tapi itu tidak menutupi kecantikan yang ia miliki. Kulitnya sedikit coklat dengan bibir yang memerah. Matanya, itu yang Sehun perhatikan. Coklat. Sayu. Sedikit ada ketakutan didalamnya.
"Boleh aku tahu siapa namamu Nona?" Sehun bertanya sopan.
"Dia namanya Kim Jongin Noona. Aku tidak sengaja menubruknya ketika ia sedang berusaha menangkap kelinci." Sehun setengah berharap adiknya belum ketemu, benar-benar mengganggu saja dia. Sehun bertanya pada gadis manis itu tapi Jaehyun yang menjawabnya. Sehun kan ingin mendengar suara gadis didepannya, apakah suaranya seindah parasnya?
"Kau menubruknya? Dengan kudamu?" Sehun benar-benar terkejut. Jelas saja gadis ini akan menangis. Sudah ditubruk oleh kuda jantan yang sangat kuat, jatuh kedalam jurang pula.
"A-aku tidak sengaja Hyung…" Jaehyun terdengar menyesal.
"Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan membuat tali untuk mengeluarkan kalian." Sehun mengumpulkan apa saja yang cukup kuat dan bisa ia gunakan untuk membuat tali. Tidak lama kemudian tali dari sulur tanaman sudah jadi, Sehun menurunkan salah satu ujung tali yang ia buat ke jurang sedalam tiga meter tersebut.
Jaehyun yang pertama kali memanjat menggunakan tali tersebut. Tidak butuh waktu lama bagi Jaehyun untuk naik keatas, Jaehyun memang lincah dan ringan. Baginya memanjat tali seperti itu adalah hal yang mudah. Sebenarnya Jaehyun bisa saja tadi keluar dari jurang seorang diri, tapi ia tidak mungkin kan meninggalkan seseorang yang celaka karena dirinya sendirian didalam hutan dan saat ini hari sudah mulai gelap.
"Nona, apa kau bisa memanjat tali ini?" Sehun bertanya pada gadis itu. Sang gadis hanya mengangguk ragu. Dicobanya ia memanjat seperti Jaehyun tadi, dan langsung jatuh begitu ia melepaskan pijakannya dari tanah.
"Aw." ia merintih kecil, sikunya terantuk batu.
"Kau butuh bantuan? Aku bisa turun kebawah sana." Sehun menawarkan dirinya untuk turun kebawah. Tanpa menunggu jawaban Sehun mengikatkan tali yang ia pegang ke tubuh pohon terdekat. Sehun turun dengan gerakan lincah.
"Nona, kau naik ke punggungku. Aku akan menggendongmu naik. Bagaimana? Apa kau tak apa jika naik ke punggungku?" Sehun bertanya sopan. Bagi gadis muda seperti itu pasti akan sedikit canggung tiba-tiba harus digendong lelaki yang baru ia kenal, jadi Sehun memutuskan agar gadis itu naik dipunggungnya saja. Setidaknya wajah mereka tidak harus bertatapan, karena jika itu terjadi mungkin Sehun yang salah tingkah dan keduanya akan terjebak didalam jurang hingga esok hari. Meskipun Sehun tidak menolak dengan ide itu, menghabiskan semalam memandang bintang bersama gadis manis seperti ini.
"I-iya, tidak apa-apa. Maaf jika nanti aku terlalu berat." Gadis bernama Jongin itu akhirnya buka suara. Dugaan Sehun benar, suara Jongin sama indahnya dengan matanya. Nada bicaranya benar-benar lembut. Sehun hanya tersenyum menenangkan medengar ucapan Jongin, tidak mungkin ia akan keberatan menggendong gadis mungil sepertinya.
"Ayo naik dalam hitungan ketiga." Sehun membungkukkan tubuhnya agar Jongin mudah naik keatas punggungnya. Degup jantung Sehun langsung naik begitu Jongin sudah ada dipunggungnya. Baru kali ini ia memiliki kontak fisik dengan seorang gadis, hal ini membuat Sehun tak karuan. Sehun bisa mendengar deru nafas Jongin yang lembut, juga wangi Jongin yang seperti bunga lili. Tangan Jongin melingkar dileher Sehun, membuat jarak keduanya makin sempit. Dengan jarak yang sedekat ini Sehun harap Jongin tidak tahu jika ia sangat gugup sekarang.
"Pe-pegang yang erat ya. Aku ti-tidak bisa memegangimu k-karena harus memanjat dengan d-dua tangan." Seumur hidupnya Sehun belum pernah gugup hingga kehilangan kemampuan berbicaranya. Jaehyun yang mendengar cara bicara kakaknya yang tidak lagi penuh wibawa, mengernyitkan dahinya. Apa kakaknya kerasukan roh hutan ya?
"Ba-baiklah." Suara Jongin tepat ditelinga Sehun, membuat Sehun merinding.
Sehun mulai memanjat. Pelan-pelan. Sehun tidak ingin terlalu cepat karena akan merusak keseimbangan Jongin dibelakangnya, dan mungkin juga karena Sehun tidak ingin berhenti mencium wangi Jongin.
"Jae, bantu Nona ini naik." Sehun sudah memanjat hingga permukaan. Jongin harus naik terlebih dahulu, baru Sehun bisa ikut berdiri dipermukaan tanah.
"Te-terima kasih tuan." Jongin membungkuk dalam-dalam. Wajahnya tidak lagi ketakutan, hanya saja sekarang sedikit memerah. Malu mungkin setelah ditolong pemuda luar biasa tampan.
"Jangan berterima kasih. Aku yang harus minta maaf karena adikku melukaimu. Apa ada bagian tubuhmu yang terluka?" Sehun bertanya sopan. Ayahnya, Sang Kaisar selalu mengajarkan Sehun dan Jaehyun untuk menghargai wanita. Jangan pernah melukai mereka dengan alasan apapun.
"Sikunya Hyung, juga pergelangan kakinya terkilir." Jaehyun menjawab pertanyaan Sehun karena Jongin tidak kunjung buka suara.
"Sudah aku duga. Kau bahkan tidak bisa berdiri dengan tegak." Jongin menunduk. Mencoba menutupi rasa sakit ditangan dan kakinya. Sehun heran, bukankah harusnya gadis ini marah-marah karena Jaehyun sudah melukainya? Kenapa Jongin seolah menyembunyikannya?
"Kau bisa berjalan? Dimana rumahmu?" Sehun bertanya lagi.
"D-didekat sini."
"Baiklah, tahan sebentar lagi ya. Aku akan mengeluarkan kuda milik adikku dulu. Setelah ini akan aku antar pulang." Sehun melepas jubah luar berburunya, menggelarnya diatas tanah dan memapah Jongin untuk duduk. Mengeluarkan kuda jantan dewasa dari dalam jurang sedalam tiga meter akan sedikit menghabiskan waktu jadi Jongin harus duduk dulu agar bengkak dikakinya tidak semakin besar.
"Jae ayo bantu aku."
—
"Tuan, Anda benar-benar tidak usah mengantar saya sampai depan rumah. Saya bisa berjalan." Jongin berkata pelan namun masih terdengar jelas ditelinga Sehun. Tentu saja Sehun bisa mendengarnya, Jongin duduk dipelana yang sama dengannya. Dada Sehun sesekali menyentuh punggung Jongin. Wangi rambut Jongin benar-benar memabukkan.
"Kau jelas tidak bisa. Anggap saja ini permintaan maafku padamu." Sehun tetap tidak memberhentikan kudanya. Hari sudah gelap, rumah-rumah penduduk sudah mulai sepi. Hanya beberapa orang yang masih berada diluar rumah, dan beberapa orang itu memandang dua ekor kuda yang lewat didepan mereka dengan takjub.
Sehun dan Jaehyun jelas tidak familiar dimata mereka. Tapi mereka mengenal Jongin. Desa itu bukanlah desa yang besar. Mungkin tidak lebih dari dua ratus penduduk, akan sangat mudah mengenali Jongin karena kecantikan alaminya. Sehun yakin dari seluruh penduduk disini Jongin adalah primadona.
"Dimana rumahmu?" Sehun bertanya pelan. Setengah dari dirinya tidak ingin menyudahi perjalanan ini.
"Didepan sana." Tangan Jongin menunjuk rumah sederhana beberapa meter dari mereka, rumah kecil yang sama seperti rumah-rumah disampingnya.
"JONGIN! Kau dari mana saja Nak? Ibu khawatir sekali, sudah Ibu bilang berhenti berburu!" Seorang wanita setengah baya berlari ke arah Sehun dan Jongin. Sehun segera menari tali kekang yang terpasang dikudanya, memberi perintah untuk berhenti. Jongin berusaha turun. Sehun turun terlebih dahulu lalu membantu Jongin turun.
"Ibu, maafkan aku. Aku berjanji tidak akan terluka lagi." Jongin berjalan secepat yang ia bisa. Memeluk wanita yang ia panggil ibu, berusaha menenangkannya.
"Tapi kau akan tetap pergi berburu lagi kan?" Wanita itu melepas pelukannya dan memukuli anaknya penuh kekesalan. Bagaimana mungkin anak semata wayangnya ini tidak peduli dengan perasaan ibunya yang selalu was-was?
"Aw! Aw! Ibu sudah!" Jongin berusaha menghindar dari serangan tangan ibunya.
"Bibi tolong hentikan. Jongin sudah banyak terluka ditubuhnya." Sehun berusaha menengahi. Wajah si ibu memandang Sehun, seolah baru menyadari kehadiran orang lain selain anaknya.
"Pa-pangeran Sehun? Pangeran Jaehyun?" Mata ibu Jongin terbelalak, tidak percaya dengan kehadiran dua pemuda didepannya. Dua orang putra mahkota kerajaan yang sudah menampung keluarga dari kekejaman perang, keluarga Kim sepertinya banyak berhutang dengan kerajaan ini.
"Bibi, saat ini saya hanyalah Oh Sehun. Dan ini adik saya Oh Jaehyun." Sehun merangkul adiknya yang sudah berdiri didepannya. Wanita itu masih terperangah dengan kehadiran keduanya, mulutnya ternganga lebar.
"Ibu!" Jongin menyenggol ibunya yang terlihat sangat konyol. Bukannya berterima kasih atau menawari mereka sesuatu tapi malah menganga seperti orang bodoh.
"Ah, ya ya. Se-sehun dan Jaehyun? A-apakah kalian ingin bermalam disini? Bukankah saat ini sudah terlalu larut untuk kembali?" Ibu Jongin menawarkan rumahnya untuk dijadikan tempat beristirahat dengan sopan.
Hari memang sudah gelap, hutan akan sangat membingungkan untuk dilalui. Apalagi Sehun dan Jaehyun tidak kenal dengan baik hutan tersebut. Mereka bertukar pandang sejenak dan menerima tawaran ibu Jongin. Sehun dan Jaehyun masuk kedalam rumah sederhana diikut dengan pandangan penuh tanya orang-orang yang sedari tadi mendengar percakapan mereka. Dua orang pangeran datang ke desa ini? Dan mereka menginap dirumah keluarga Kim setelah salah seorang dari kedua pangeran menunggangi kuda berdua dengan putri tunggalnya? Tentu saja hal ini akan menjadi bahan pembicaraan yang menarik.
"A-apakah kami harus memanggil Anda tuan atau pangeran?" Jongin bertanya ketika mereka semua sudah didalam rumah. Rumahnya sangat sederhana, ada tiga ruangan yang digunakan sebagai kamar tidur dan ruang makan.
"Panggil aku Sehun saja tolong." Sehun memohon dengan senyuman.
"Ba-baiklah." Jongin masih belum bisa menghilangkan kegugupannya. Kedatangan seorang pangeran bukan hal biasa dirumah Jongin atau rumah-rumah penduduk manapun, wajar saja jika Jongin dan ibunya tidak tahu harus bersikap bagaimana.
"Jongin, bantu ibu menyiapkan air dan pakaian bersih untuk Pa—maksud saya Sehun dan Jaehyun. Lalu kita akan memasak makan malam." Ibu Jongin memecah keheningan tegang yang ada dirumahnya.
"Bi-bibi, bisakah aku saja yang membantu bibi? Jongin Noona terluka karena aku, jadi aku ingin Jongin Noona istirahat saja." Jaehyun membuka suara untuk pertama kalinya. Kalimatnya membuat mereka semua tersenyum, sepertinya Jaehyun di didik dengan benar oleh kedua orang tuanya meskipun keduanya sama-sama sibuk.
"Tentu saja jika itu mau Anda, Pange—Jaehyun." wanita setengah baya itu tersenyum lembut.
"Jongin, kau beristirahatlah sejenak. Ibu akan mulai memasak."
"Tidak usah Bu, jika hanya memasak aku sanggup." Jongin berkata dengan terburu-buru. Jika ibunya dan Jaehyun pergi maka ia akan berduaan dengan Sehun, Jongin akan merasa sangat canggung. Lebih baik ia menahan rasa sakitnya sedikit dari pada harus berada dibawah tatapan Sehun yang tidak ia mengerti maksudnya.
"Benarkah? Terserah kau saja." Jaehyun mengikuti langkah ibu Jongin keluar rumah, menyiapkan air hangat untuk mandinya dan kakaknya.
"Jongin? Kau yakin baik-baik saja?" Sehun tampak masih cemas.
"Tentu saja. Aku benar-benar sudah lebih baik. Terima kasih telah mencemaskan hamba, Tuan." Jongin menunduk sopan.
"Sudah aku bilang jangan panggil aku tuan atau pangeran. Aku Sehun, Oh Sehun."
"Ma-maaf." Jongin menunduk semakin dalam.
"Sudahlah, biar aku periksa kakimu lagi sebelum kau mulai memasak." Sehun merendahkan badannya untuk melihat keadaan kaki Jongin. Sebelum membuka bagian bawah hanbok Jongin, Sehun memohon maaf karena akan menyentuh kakinya. Benar-benar seorang pemuda yang penuh tata krama.
"Sudah lebih baik. Tapi jika kau berdiri terlalu lama akan semakin bengkak." Sehun berdiri lagi. Pemeriksaannya terhadap pergelangan kaki Jongin sudah selesai.
"Setelah memasak akan saya beri dengan air dingin agar cepat sembuh." Jongin mulai berjalan perlahan menuju belakang rumahnya untuk memasak. Meninggalkan Sehun yang kebingungan. Sebagai seorang pangeran, Sehun tidak pernah melihat seorang wanita yang meninggalkan dirinya sendiri begini. Semua berusaha berada disamping Sehun, semua berusaha mendapat perhatian Sehun.
"Hei, biar aku temani kau memasak." Sehun mengikuti langkah tertatih Jongin.
"Baiklah. Bisakah kau angkatkan—" Uh, Jongin apakah kau lupa didepanmu itu pangeran? Bagaimana kau bisa menyuruhnya mengangkat panci?
"Ini?" Sehun langsung menunjuk panci tanah liat besar yang menurutnya cocok untuk digunakan sebagai alat memasak.
"Tidak usah, aku akan am—"
"Ini, sudah aku ambilkan." Sehun sudah mengangkat panci itu menuju tungku.
"Duduk saja Sehun." Jongin mengisyaratkan Sehun untuk duduk saja, yang Sehun lakukan dengan berat hati. Setelah beberapa saat Sehun tidak bisa tinggal diam. Melihat Jongin yang kesusahan mengangkat seember air untuk memasak, juga membantu menyalakan kayu bakar.
"Sudahlah, duduk saja—"
"Aku selalu diajari untuk membantu orang yang kesulitan. Kau jelas sedang dalam kesulitan Kim Jongin." Nada suara Sehun tidak bisa dibantah. Jongin membiarkan Sehun terus mengipasi kayu bakar agar apinya cepat besar.
"Jongin, kenapa kau pergi berburu?" Sehun bertanya penasaran. Gadis seperti Jongin tidak tampak seperti gadis yang mahir berburu, dan tidak ada orang berburu mengenakan hanbok. Sangat jelas Jongin adalah seorang amatir.
"Saya ingin memasak daging kelinci untuk ibu karena hari ini hari ulang tahunnya." Jongin menjawab sambil memotong-motong sayuran disamping Sehun. Keduanya duduk dibawah sinar bulan, dengan derik kayu bakar serta wangi sup yang menggugah. Sehun tidak pernah menyangka hal sederhana seperti ini bisa membuat hatinya bahagia.
"Aku punya daging kelinci. Kau mau?" Sehun menawarkan, teringat hasil berburunya bersama Jaehyun hari ini.
"Ah, jangan. Anda sudah berburu dengan susah payah." Jongin menolak.
"Aku bisa berburu lagi besok. Kau masakkan untukku juga, bagaimana? Aku sedang ingin makan daging kelinci." Sehun bangkit, mengambil hasil buruannya yang ia tinggalkan halaman depan rumah Jongin. "Dan jangan terlalu formal padaku, aku hanyalah pemuda yang tersesat dihutan dan kau kebetulan menolongku." Sehun menambahkan sebelum mempercepat langkahnya.
Jongin menggelengkan kepalanya, apa Sehun memang tidak bisa ditolak ya? Dia tetap membantu Jongin meskipun telah ditolak, kali ini ia memberikan hasil buruannya meskipun sudah ditolak juga. Mungkin karena dia seorang pangeran, semua keinginannya harus menjadi kenyataan.
—
"Woah! Noona! Masakanmu seperti masakan ibu!" Jaehyun memuji penuh semangat begitu merasakan masakan Jongin. Matanya melebar, belum pernah ia merasakan masakan seenak masakan ibunya. Kali ini Jongin berhasil menyamainya.
"Terima kasih. Masakanku tidak pantas disandingkan dengan Baginda Ratu." Jongin tidak tahu harus bereaksi apa. Masakannya seenak Sang Ratu? Mana mungkin.
"Sungguh! Hyung coba kau cicipi." Jaehyun menyerahkan sendok kedalam genggaman tangan Sehun. Menyuruh Sehun agar juga mencoba masakan Jongin. Sehun mencoba sedikit. Jaehyun benar. Masakan Jongin mengingatkan Sehun pada masa kecilnya, dimana ibunya selalu memasak untuknya. Kenangan-kenangan indah menguak dalam pikiran Sehun.
Jika sekarang ibunya sudah terlalu lelah untuk memasak untuknya karena banyaknya tugas kerajaan, maka Sehun tahu siapa yang bisa membuatnya merasa hangat seperti dulu lagi. Kim Jongin. Gadis itu membuat masakan sederhana menjadi sangat nikmat, dan mata Jongin ketika tersenyum seperti ibunya. Masakan dan senyum Jongin sepertinya mampu membuat Sehun merasa kenyang dan hangat setiap hari.
To Be Continue/End?
Author suka sekali sama drama-drama history, jadi author coba-coba bikin ffnya. Siapa tahu ada yang suka juga hehehe.
Mohon maaf jika ceritanya mainstream dan ala kadarnya, jadi author tunggu review, kritik dan sarannya ya biar cerita ini bisa berkembang jadi lebih bagus.
