Disclaimer : semuanya punya Asa Higuchi yang mungkin ngga bisa main baseball *digampol* Ookiku Furikabutte
Pairing: Yang utamanya Abe sama Mihashi
Warning : Worksafe… Baca dengan tenang XD
############
One Week With Mihashi
Episode 1
Day 1 : The Abe's Come
############
"Ibu aku lapar… ."
Mihashi merebahkan kepalanya diatas meja kecil diruang tamunya. Hari ini tanpa ampun momoe menyuruh mereka berlatih sehingga membuat Mihashi kelelahan.
"Sebentar ya Ren, ibu sedang menelepon", Jawab nyonya Mihasi santai sambil asyik bercanda ria dengan ibu-ibu diseberang telepon.
Mihashi sangat paham, kalau ibunya sudah menyentuh telepon itu artinya ia akan kelaparan. Tapi Mihashi tidak berani mengeluarkan uneg-unegnya karena takut ibunya tersinggung. Mihashi memilih berselonjor dilantai sambil merebahkan kepalanya di meja kecil dekat sofa tempat ibunya menelepon.
Setelah tiga puluh menit berlalu akhirnya nyonya Mihashi menutup teleponnya. Sebenarnya apa sih yang dibicarakan ibu-ibu itu, hanya basa-basi semata tapi sampai lama begitu.
"Mihashi ibu dan ayah akan pergi selama seminggu, ada pekerjaan yang mengharuskan kami kesana." Ucapnya sambil meletakkan telepon ke tempatnya. "Ibu sudah meminta Tajima untuk menemanimu tapi dia bilang tidak bisa karena dia khawatir kakeknya kenapa-kenapa."
Karena terlalu lama menunggu Mihashi tertidur diatas meja. Namun hal itu tidak diketahui ibunya sehingga sang ibu terus-menerus menjelaskan kalau tak satupun teman dekat Mihashi bisa menemaninya.
"Kau punya teman yang bisa diajak menginap di sini Mihashi?" Tanya ibunya sambil memegang pipinya cemas.
"Tidak ada…", Mihashi menjawabnya tanpa sadar atau dengan kata lain mengingau.
"Terus siapa lagi? Hanai tidak bisa, Izumi juga, bahkan sepupumu Ruri juga tidak bisa. Minta tolong siapa lagi Mihashi?"
"Abe…" Kata-kata itu mencuat dengan sendirinya lantaran dalam mimpinya Mihashi sedang di hakimi Abe.
"Oh… Benar juga." Nyonya Mihashi langsung beranjak dan membongkar tas anaknya. "Oke mana nomor Abe ya?" Dengan cekatan ibunya mencari nomor Abe dan mengiriminya e-mail.
Isinya begini:
To : Abe Takaya
Subject : Menginap
Text : Abe-kun, bisa tidak menginap disini selama seminggu? Yang lain bilang tidak bisa jadi kuharap kau mau. Mihashi :'
"Yak, send!"
Setelah menekan tombol send belum ada semenit handphone Mihashi sudah bergetar hebat membuat nyonya Mihashi nyaris menjatuhkannya, di layar handphone tertulis ada 1 e-mail baru.
"Cepatnya…"
Dasar anak muda jaman sekarang cepat sekali membalas e-mail begitu pikir ibu Mihashi sambil membuka e-mail yang baru masuk itu.
From : Abe Takaya
Subject : Re: Menginap
Text : Ya, aku mau.
Mata nyonya Mihashi berbinar-binar. "Abe-kun baik sekali." Diletakannya hadphone Mihashi disamping anaknya yang tertidur itu dan ia pergi ke kamarnya untuk bersiap.
Sementara itu di rumah Abe.
Abe Takaya menatap layar handphonenya dengan mata bersinar-sinar tak percaya. Mimpi apa ia semalam tak menyangka pitcher-nya itu akan mengirimi e-mail yang isinya benar-benar tak bisa dipercaya.
Adik-nya Abe Shun bergidik ngeri melihat kakaknya menusuk-nusuk daging sambil menyeringai memandang handphonenya. Oh kakakku kerasukan… Pikirnya.
=o-o=
Keesokan paginya dikamar, Mihashi yang sedang asik-asiknya tidur tiba-tiba dibangunkan oleh sesorang yang benar-benar tidak di sangka olehnya.
"Mihashi, bangun. Ibumu sudah mau berangkat." Laki-laki berambut hitam dan bermata malas dan memakai seragam sekolah hitam putih Nishiura itu menepuk lembut pundak Mihashi yang sedang bergumul dalam selimut.
Ini bukan suara ayah, tapi aku mengenal suara ini, kalau tidak salah ini kan suara… Mihashi membuka matanya dan mendapati sosok yang sangat dikenalnya duduk dipinggir ranjang tempatnya tidur… "Abe…"
K-kenapa ada Abe disini? Tunggu aku kan baru bangun tidur, ini pasti halusinasi setelah tidur. "Aku masih mimpi rupanya." Sangking tidak percaya dengan apa yang dia lihat Mihashi memutuskan untuk membenahi selimutnya dan kembali merebahkan kepalanya di bantalnya yang empuk itu.
Aksi Mihashi barusan membuat Abe mengeluarkan death glare andalannya. "Ini aku, Mihashi!" Abe menyingkap selimut Mihashi dan mencubit kasar kedua pipi Mihashi. "Kau sendiri yang memintaku kemari kan?"
"Ha-Hapah? (maksudnya Apa?)"
"Kau yang mengirimiku e-mail malam tadi kan?" Abe melepaskan cubitannya dan berusaha menahan amarahnya.
Eh-eh… E-mail apa maksudnya?
Jelas saja mihashi bingung. Mustahil sekali baginya tiba-tiba mengirimi Abe e-mail dan memintanya datang begitu. Penasaran dengan maksud perkataan Abe, Mihashi membuka sent messages di handphonenya dan mendapati pesan yang dikirim ibunya malam tadi.
Dengan wajah linglung dan badan yang kadang kekiri dan kekanan Mihashi mencoba meyakinkan apa yang dilihatnya itu. Ia membolak-balik handphonya membuka tutup layarnya seolah masih tidak percaya hal seperti itu ada di handphonenya.
"Berhenti memasang wajah seperti itu!" Sangking sebalnya melihat kelakuan Mihashi, Abe lagi-lagi memberinya pitingan tinju di kepala Mihashi.
"Ren, kami mau berangkat!" teriak ayahnya dari bawah tangga.
Kesempatan kabur, pikir Mihashi yang dengan cepat membebaskan dari pitingan abe dan turun menemui orang tuanya.
"Kalian mau kemana?" Tanya Mihashi bingung sambil menuruni tangga.
"Ibu sudah cerita malam tadi kan? Untung Abe mau ya…"
Kata-kata ibunya tidak bisa tercerna dengan baik. Apa yang ia lewatkan malam tadi? Seingatnya setelah meminta makan pada ibunya ia tidak ingat apa-apa lagi. Apa yang ia lewatkan hingga Abe kini ada disini?
BRRM-TIIN-TIIN
"Kami berangkan Ren."
Nyonya Mihashi mencium kening anaknya sementara Tuan Mihashi mengelus kepala putranya tercinta. Sementara sang anak menerawang shock dengan apa yang terjadi, kedua pasangan Mihashi itupun pergi.
Begitu pintu rumah tertutup Mihashi sadar satu hal.
Bagaimana ini? Abe disini, ayah ibu pergi, apa itu artinya aku akan tinggal bersama Abe sampai mereka pulang? Bagaimana kalau selama itu aku dan Abe tidak bisa akrab? Bagaiamana ini… Bagaimana ini…
Mihashi panik mondar-mandir dari tadi. "Apa kabur saja ya?" Mihashi sudah memegang pintu geser depan dan berniat membukanya.
"Mau kemana?"
Mihashi terkesiap. Dia berusaha berpaling tanpa menunjukkan wajahnya yang panik dengan keringat dingin bercucuran namun siapa saja tau kalau itu tidak akan berhasil.
"A… U… Itu… Uh…" Mulut Mihashi mangap-mangap layaknya ikan mencari oksigen. Ia berusaha mengeluarkan kata-kata dari mulutnya namun perasaan gugup dan takut sukses mengunci suaranya rapat-rapat.
Abe bergumam kesal, urat amarah dikepalanya sudah mulai muncul
Memangnya aku semenakutkan itu? Kenapa Mihashi selalu seperti itu dihadapanku? Aku tidak akan marah kalau saja dia bisa lebih tegas dengan apa yang ingin dikatakannya. Melihatnya seperti ini, aku…
"Kau ini mengesalkan!" Bentak Abe seraya memukul tembok dengan sebelah tengannya. "Cepat bicara, aku menunggu!"
Abe marah, dia marah padaku. Aku ini menyebalkan. Wajar saja Abe marah. Mihashi terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tidak memperhatikan kalau Abe menatapnya penuh harap.
"S- soal aku memintamu di e-mail itu… uuh… s-salah paham… ." Tatapan mata Mihashi kesana kemari. "Aku… Ketiduran malam tadi. Jadi… uhm… mungkin itu dari ibuku."
Mihashi berusaha mehindar dari menatap mata Abe karena ia tau tatapan Abe sekarang pasti sangat menakutkan. Namun ia memberanikan diri untuk menatapnya setidaknya sebentar saja untuk meyakinkan kalau ia tidak salah bicara.
Ah… Wajah Abe… Terlihat kecewa, apa gara-gara kata-kataku tadi? Atau dia kecewa karena e-mail itu bukan dariku? Mihashi terkesiap lagi. Ia berusaha bicara, apa saja asal Abe tidak memasang wajah itu. Ia ingat sekali kalau ia pernah melihat wajah kecewa itu, ia ingat sekali kalau Abe pernah memasang wajah seperti itu ketika mereka bertanding melawan Tosei dulu. Ia tidak ingin melihatnya lagi, karena benar-benar menyakitkan.
"A-Abe-kun."
"Aku mengerti, salahku karena terlalu senang." Abe memegangi dahinya berusaha mengembalikan kesadarannya atau dia akan pingsan karena shock.
Jadi begitu… Aku saja yang terlalu senang karena e-mail itu. Aku yakin Mihashi tak sedikitpun menginginkanku untuk menemaninya.
"Aku pulang saja, biar nanti kupaksa Izumi atau Hamada untuk menemanimu, setidaknya kau tidak akan kesulitan bicara seperti denganku." Abe menyentuh kepala Mihashi sebelum akhirnya menggeser pintu depan dan keluar meninggalkan Mihashi.
Kalau Abe melangkah keluar dari pintu itu aku yakin aku takkan bisa lagi mengentikannya. Mihashi tidak mau Abe keluar dari rumah meninggalkannya. Ia cukup takut untuk tinggal seminggu bersama Abe, namun ia lebih takut kalau saat Abe keluar dari rumahnya semuanya akan berakhir.
Mihashi berbalik, berlari sedikit dan melingkarkan lengannya di perut Abe. Abe terkesiap, ia kaget begitu mendapati Mihashi memeluknya menahannya pergi kalau saja keseimbangannya hilang ia yakin saat Mihashi memeluknya tadi mereka pasti sudah terjerembab ke teras depan.
"M-Mihashi, apa yang kau."
"M-Maaf Abe-kun… Sudah membuatmu salah paham."
Punggung Abe serasa basah. Ah ia yakin Mihashi pasti sedang menangis dibelakangnya. Tangisannya pasti deras sekali, bisa ia rasakan kalau air mata Mihashi mengalir melewati kain bajunnya dan membasahi punggungnya.
Ah orang ini benar-benar…
Abe berbalik menurunkan tangan Mihashi dari perutnya dan mendesah pelan. Benar dugaannya Mihashi sesenggukan menangis di hadapanya.
"Dengar, biar kutanya." Abe menarik nafas dalam-dalam. "Kau benci padaku?"
Tangis Mihashi terhenti. Ia menatap Abe sebentar dan menggeleng kuat tiga kali.
"Kau takut padaku?"
Mihashi menjawabnya dengan menggeleng cepat tiga kali lagi.
"Boleh aku menemanimu selama seminggu penuh?." Abe bertanya sekali lagi.
Mihashi terdiam sepersekian detik sebelum menjawab 'Ya' sambil memberikan senyuman manisnya yang langka. Ah Abe tersipu, senyuman Mihashi itu hanya pernah dilihatnya saat Mihashi berkunjung kerumahya beberapa waktu yang lalu.
Sepertinya ada yang mereka lupakan, sesuatu yang sangat penting yang seharusnya mereka lakukan pagi ini. Setelah memandang satu sama lain dan mengerjap akhirnya mereka ingat akan sesuatu itu.
"LATIHAN!" Mereka berdua serempak menyerukan kata tersebut.
Abe yang panik langsung cekatan mengangkat dan melepaskan kaos putih Mihashi, "Ah, kau ini bisa-bisanya lupa, cepat ganti pakaianmu." Ia menyeret Mihashi naik kekamarnya dan mengeluarkan segala perlengkapan sekolah Mihashi layaknya seorang Ibu yang panik anaknya terlambat sekolah.
"Ma-maaf." Mihashi hanya bisa pasrah saja di ceramahi Abe.
Setelah selesai bersiap Mihashi keluar dari kamarnya. Abe sudah menunggunya di dekat rak sepatu didepan pintu rumahnya.
Aku mungkin tidak bisa menebak apa yang akan terjadi selama seminggu ini. Tapi asal bersama Abe, aku yakin aku akan baik-baik saja.
Setelah yakin telah menguci semua pintu dan jendela Mihashi mengunci pintu depan, memasukkan kuncinya kedalam tasnya dan berlari kecil menyusul Abe yang sudah mengeluarkan sepedanya.
======= Episode 1 End=======
Astaga… Gaje-kan ? Gaje-kan ? Banyak sekali episode ini… sampai 6 lembar waktu kuketik di MS word… ckckck… baru hari pertama kok sudah sebanyak ini,,, Nah, untuk episode 2 siapa yang ingin aku munculkan untuk kalian? Silahkan kasih request dan jangan lupa read and reviewnya… ^o^
