If the Day Go Back
Oleh: Jogag Busang
Disclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto
Penulis tidak mengambil keuntungan materil dari fanfiksi ini
Rating: T
Nomor Prompt: 22
Kategori: SasuSaku AU
Summary: [S-Savers Contest: Banjir TomatCeri] Jika saja aku bisa memutar kembali waktu, aku tahu bahwa kau tak seharusnya berjalan pergi pada hari itu.
.
Kutaruh bunga-bunga, yang cantik dan memesona
Pada sebuah papan bertuliskan nama
Ialah namamu yang sudah sekian lamanya mendebu
Kucium pelan, ingin kupeluk dirimu yang lama tak kujumpa
Tapi sebuah dinding menyekat di antara kita
Aku bukan milikmu dan kau bukan milikku
Tanganmu tak bisa lagi kugenggam
Karena jiwamu telah tenang dalam pangkuan Tuhan
.
Sakura tidak membutuhkan satu gulung tisu lagi. Pun tidak dengan satu lembar kain yang harus selalu dibawa. Tahun lalu memang iya. Saat semuanya masih terlalu sulit untuk dilupakan, Sakura sebisa mungkin tidak ke sana seorang diri. Lagi pula, kalau dia pingsan nanti, siapa yang akan mau menolong?
Namun, kali ini Sakura bertekad. Dia datang hanya dengan membawa bunga. Dia datang sendiri, berjalan kaki dua kilometer jauhnya dari rumahnya sekarang. Bukan berarti Sakura adalah orang miskin sehingga tidak mempunyai biaya untuk menumpang kendaraan. Hanya saja, memperingati seratus hari kematian suaminya, sudah seharusnya bagi Sakura untuk belajar melupakan.
Awan berwarna abu-abu berarak menutupi langit yang seharusnya biru pada pagi itu. Tiada angin atau kilat. Hanya mendung.
Sakura menghentikan langkah di depan gundukan tanah. Ada nisan yang memuat nama. Dipandanginya nisan itu dengan lama.
Tidak perlu ada drama layaknya sinetron di televisi. Tidak perlu ada mendung di bawah mendung yang harus tercurah.
Yang seharusnya Sakura lakukan adalah: merelakan kepergian suaminya dan menjalani kehidupan normal sebagaimana mestinya.
Tapi...
.
Dan ketika kumengingat masa-masa yang jauh
Aku melihat wajahmu lagi dan lagi
Pada kursi yang setiap hari kaududuki
Pada cangkir yang setiap pagi kauminum
Pada ranjang yang setiap malam kautempati
Pada kecupan yang selalu kaububuhkan menjelang aku tidur
Aku menyesal telah membuka luka lama
Seharusnya kukunci rapat dia, kututup di dalam lemari amnesia
Dan aku menyesal telah mengingkari janji yang kubuat sendiri
Bahwa engkau akan menjadi masa lalu dan selamanya hanya seseorang yang telah berlalu
Kau tidak lagi bermakna bagiku
Begitulah yang seharusnya aku merasa
.
Tapi, Sakura lelah telah berdusta. Sekuat apa dia untuk tetap berdiri tegak, nyatanya punggungnya masih sering terbungkuk; tersandung masalah kecil dan bayang-bayang akan wajah yang seperti hantu tatkala mata memejam.
Uchiha Sasuke.
Demikian nama suami Sakura.
Dia telah meninggal tiga bulan yang lalu. Sebuah kecelakaan beruntun saat suaminya pulang bekerja bagai menghantam dada Sakura. Suaminya meninggal seketika di lokasi kejadian.
Remuk, sesak, sakit; barangkali ini kata-kata yang tepat untuk Sakura. Padahal dia sedang hamil empat bulan. Janin yang seharusnya masih bisa tumbuh terpaksa harus mengalami keguguran karena Sakura tidak kuat menanggung beban emosial.
Aku telah gagal menjadi seorang istri.
Aku juga gagal menjadi seorang ibu.
Ini bukan lagi remuk, tapi menusuk. Menusuk hingga mampu membuat tubuh berdarah-darah sebab perih yang tidak tahu lagi harus diterjemahkan dengan cara apa.
Namun, hingga titik ini, Sakura merasa telah mencapai batasnya. Ada beberapa hal yang tidak mungkin untuk dilupakan, semacam kesalahan permanen yang meminta untuk lekas dipletser, tapi nyatanya tidak kunjung sembuh. Ada saatnya bagi seseorang untuk berhenti memainkan perannya.
Semua orang mungkin berkata bahwa hal buruk terjadi karena ketetapan dari Tuhan; bahwa jatah umur manusia sudah pasti dan tidak bisa dimaju-mundurkan. Akan tetapi, sulit sekali bagi Sakura untuk tidak merasa bersalah. Ada penyesalan abadi yang menjerat di sudut batinnya acapkali mengenang sang suami.
Seandainya, seandainya saja pada hari itu Sakura mengizinkan Sasuke untuk bekerja lembur, tentulah suaminya tersebut masih dapat tersenyum manis kepadanya sekarang. Seandainya saja, Sakura tidak ngotot meminta Sasuke pulang, pastilah suaminya masih berada di kantor dan terhindar dari kecelakaan menyedihkan itu. Seandainya saja, Sakura dapat memutar waktu, pastilah... pastilah... calon buah hatinya masih...
Penyesalan ganda terus memutar ulang, seperti rekaman film di bioskop. Tak bosan. Tak mau tahu isi hati sudah seburuk apa hendak dikacaukan.
Mendung di atas bumi pemakaman mulai tercium baunya.
Sakura memandang langit dan bertanya-tanya; apakah suaminya sekarang sedang merasa bahagia karena pernah memilikinya?
.
Aku tidak mau meratap, tapi pilu ini membungkus tanpa harus berucap selamat
Menangis lagi, merengek lagi seperti anak kecil
Aku ingin berbaring dengan nyaman di sisi lubang yang membawamu ke dunia lain
Aku ingin tidur bersamamu dalam kegelapan
Aku mulai berhalusinasi tentang sosok tanpa kepala dan sabit tajam
Mengajakku untuk bangun dari tidur dan lekas mengikat rambut
Bangkit dari kasur dan berjalan keluar pintu
Berjalan hingga tiba di ujung tanpa ujung
Di mana aku ingin bertemu denganmu tanpa perlu berbalik pulang
Dan kembali merasakan nikmatnya kecupanmu yang mampu membakar
Demi apa pun, aku siap tak lagi melihat matahari bersinar
Karena itulah, aku mulai berpikir tentang keabadian
.
Mendung perlahan berubah menjadi gugatan. Dunia seharusnya bersyukur karena terberkahi kebaikan alam. Tapi dunia juga sedang meraung karena harus menjadi saksi bisu dari keegoisan.
Sakura belum beranjak bahkan hingga senja mengancam keluar. Dia ingin tetap di sini. Dia ingin tetap di sini. Dia ingin tetap di sini. Tanpa memakai payung atau mantel. Tanpa makan dan minum yang mengganyang karena nafsu. Hanya diam. Hanya untuk menemani sang suami tercinta yang sedang tertidur nyenyak.
Siraman hujan hingga fajar tiba adalah kenikmatan terbesar yang Sakura rasa.
Tiga hari kemudian, dua orang lelaki yang bertugas sebagai penjaga pemakaman menemukan seorang perempuan yang tergeletak di dekat batu nisan sambil memegang bunga. Tubuhnya sudah telanjur kaku dan membiru. Denyut yang tak berasa adalah tanda bahwa perempuan tadi telah menjadi mayat.[]
Thursday—July 26th, 2018
