Disclaimer : Riichiro Inagaki & Yuusuke Murata [Eyeshield 21] ~ Yuki Kure [La Corda d'Oro]
Pairing : Akaba Hayato x Tsukimori Len
Genre : Yaoi, romance, drama
Author : Dhansai-Hime
Warning : AU (Alternative Universe), Crossover, OOC (Out Of Character ), typo(s), EYD tidak sempurna, Yaoi scene
Summary : Kisah percintaan tentang seorang atlet ameto [american football] dengan violis berbakat. Dengan dua kepribadian yang jauh berbeda, bagaimana mereka bakal menyatukan perasaan mereka? Baca saja yah (^-^)/
==========Chapter 1 : Pertemuan Yang memang Harus Terjadi====================
Pemuda usia belasan bersurai biru menapaki jalanan kota. Sepertinya ia tengah mencari sebuah alamat. Terbukti dari secarik kertas yang ia genggam sedari tadi berjalan, sambil sesekali pandangannya menoleh ke sana dan kemari.
"Hm, mungkin yang itu." Ia pun mendatangi sebuah tempat. Nampaknya sebuah rumah kos yang lumayan besar. Kemudian ia tekan bel-nya. "Semoga benar ini. Fukuyama Avenue 2nd Block nomer 7." gumamnya sambil menunggu ada yang membukakan pintu untuknya.
Pemuda yang ada di dalam rumah mendengar suara bel, lalu ia bangkit dan berjalan menuju pintu untuk membukakan pintu.
Pemuda bersurai merah itu melihat sosok yang di depannya lalu berkata, "Anda siapa? Dan cari siapa?" tanya Akaba, nama si kepala merah pada sosok di hadapannya.
"Tunggu dulu apa anda teman sekamarku?" tanya Akaba sekali lagi.
Si surai biru kembali melihat ke kertasnya. Lalu beralih memandang orang dengan surai api terang di depannya.
"Kau Akaba Hayato?" tanyanya singkat dengan ekspresi datar khasnya.
"Iya, ada apa? Lalu kamu siapa?" si merah balik bertanya pada sosok di depannya. Akaba lekat memandangi sosok yang ada di hadapannya dengan seksama dari atas hingga bawah.
"Tsukimori Len desu. Aku diarahkan kemari oleh seseorang di kampus untuk tinggal sementara waktu di kota ini." Len pun maju menerobos tangan Akaba. "Permisi, aku mau masuk."
Dan ia tak peduli teman serumahnya memandanginya heran. Yang ia tau, ia lelah, ingin segera beristirahat di kamarnya.
"Tolong tunjukkan kamarku." katanya kemudian.
"Oh...Len, salam kenal." ucap Akaba sambil menutup pintu dan sedikit heran akan tingkah Len.
"Ikuti aku..." sambung Akaba sambil berjalan menuju ke kamarnya.
Sampai didepan kamar yang berada di ujung lorong rumah tersebut, sang atlet ameto membukakan pintu kamar lalu masuk ke dalamnya dan berkata, "Inilah kamarmu yang juga sekamar dengan aku dan ranjangmu ada di sisi selatan." ucapnya sambil duduk di tepi ranjangnya yang posisinya berhadapan dengan ranjang Len.
"Istirahatlah jika kamu memang merasa lelah namun jika kamu lapar silahkan ke ruang makan karena aku akan buatkan ramen untuk kita, karena perutku sudah mulai lapar." celoteh Akaba sambil berjalan keluar dari kamar tersebut.
Len mengernyitkan dahinya. Ia tidak mengira bakal SEKAMAR dengan si rambut merah. Yep, sekamar, satu kamar, satu ruangan. Ia pikir rumah kos ini bakal punya 2 kamar yang terpisah untuk masing-masing siswanya.
Tapi, karena terlalu lelah, Len tak mau terlalu pusing memikirkannya. Mungkin nanti saja ia tanyakan ini ke Akaba.
"Baiklah, aku ingin tidur, tolong jangan berisik, karena aku tak suka suara apapun saat tidur." diturunkannya tas dan koper dari tangannya , lalu di sandarkan ke pinggir ranjangnya.
Len dengan cueknya berganti baju di depan Akaba. Yah, dia berpikir praktis saja. Toh mereka sama-sama lelaki, pastilah si merah itu sudah terbiasa melihat tubuh sesama lelaki, kan? Apalagi mengingat si Hayato itu atlet ameto (american football)
Akaba terdiam sejenak di depan pintu dan melirik ke arah Len. Di dalam hati, ia berkata, "Oh...tubuh yang indah dan menarik, ingin sekali aku mencicipi tubuhnya". PLAK! Dasar atlet mesum, baru saja bertemu sudah mengincar hal begituan, hahah. Akaba, kau ini parah.
"Len... apa kau yakin tak ingin makan dulu? Akan ku buatkan ramen spesial untukmu, anggap sebagai tanda perkenalanku padamu." ucap Akaba sambil tetap berdiri di depan pintu.
Len lumayan tertarik dengan tawaran ramen dari Akaba. Ia menoleh ke teman sekamarnya.
"Ramen? Hmm, tidak buruk juga disaat cuaca mendung seperti ini. Baiklah, aku tunggu." jawabnya datar sembari memakai kaos ganti dan celana panjang bahan katun ringan yang santai.
"Baguslah, setelah kau selesai berpakaian, segera saja menuju ruang makan yang ada di sebelah barat lorong dari kamar ini, semoga kau tak tersesat." ujar Akaba sambil keluar dari kamar dan segera menuju ke dapur.
Si kepala merah tengah sibuk memasak ramen dan tak lama kemudian mie ala jepang itu pun sudah jadi dan ia menaruhnya di atas meja makan.
Tak lama kemudian munculah Len.
"Oh...kau sudah datang. Tak bingung, kan mencari ruang makan ini?" tanya Akaba sambil persilahkan Len untuk duduk dan memakan mie ramen buatannya.
"Makanlah... jangan sungkan." sambungnya.
"Kau pikir aku anak TK, apa? Toh rumah ini tidak seluas istana Buckingham, kenapa harus tersesat? Aneh kau ini." ujarnya dengan nada datar seperti biasanya sambil menarik kursi makannya, lalu bersiap menyantap ramennya.
"Ittadakimasu." ucapnya sambil menepuk pelan kedua telapak tangan yang disatukan di depan dada. Lalu ia mulai perlahan menyesap mie hangat itu.
"Walau kau aneh, tapi ramen buatanmu enak." katanya nyantai tanpa menoleh ke Akaba. Nah, bukankah si tuan stoic ini obyektif, bukan? Ia masih bisa memuji si merah meski ia merasa Akaba bukan jenis orang yang menyenangkan.
"Ahhh... syukurlah kau suka akan mie ramenku." ucap Akaba usai menyeruput mienya.
"Oh yah, asal kau tau, saat ini hanya kita berdua yang ada disini dan aku harap kau tak takut akan suasana yang sepi akan keadaan rumah ini." oceh si merah.
Sambil menikmati mienya, atlet satu ini memperhatikan Len. Ia berpikir kalau lelaki muda di hadapannya itu sedikit dingin dan mungkin tak ada orang yang mau dekat padanya.
"Tak masalah bagiku." jawab Len sembari terus menyesap ramennya dengan lahap. Rupanya, selain capek, ia juga kelaparan. Yah~ mungkin itu karena ia terlalu serius mencari alamat rumah kos itu hingga melupakan perutnya yang seharusnya sudah diisi dua kali.
"Sluurrpphh!" diangkatnya mangkok ramen untuk kemudian ia minum kuah yang tersisa hingga habis.
"Ahhh..." diletakkannya mangkok dengan hati-hati. Lalu mengelap mulutnya dengan tisu yang tersedia di dekat mereka. "Terimakasih atas makanannya." ucapnya sopan menandakan ia dididik benar tentang tata krama oleh kedua orangtuanya.
Usai mengucap itu, sang violis segera meminum habis teh hangatnya lalu bangkit dari duduknya , beranjak pergi ke kamarnya. "Permisi." ucapnya mohon diri.
"Aiihhh... kau mau langsung ke kamar? Apa tak sebaiknya kita berbincang sejenak?" Akaba mencoba membujuk supaya Len mengurungkan niatnya. Ia menatap Len sedikit heran hingga diletakannya sumpit di tangannya.
"Len, apa sikap dingin dan kakumu itu tak membuat wajah tampanmu merasa lelah?" tanya si atlet sambil memperhatikan wajah Len.
Mendengar ujaran sang teman kos nya, Len mau tak mau berbalik badan kembali menghadap ke Akaba.
"Kau ingin berbincang apa?'" dan akhirnya Len mengalah, duduk kembali ke kursinya. "Hm, wajah dingin? Aku... memang seperti ini dari kecil." untuk mengisi kekosongan, ia pun meraih anggur yang tadi dihidangkan sang 'rekan' di atas meja makan. Rasa dingin dari kulkas masih menempel di anggur merah manis itu.
"Ehmmm... aku hanya ingin tau apa kau suka musik? Dan jika suka, apa kau bisa memainkan salah satu dari alat musik?" tanya Akaba sambil melanjutkan memakan mienya. Hingga akhirnya mie ramen pun habis tak tersisa lalu si merah meminum teh yang ada di hadapannya.
Akaba menatap mata Len dengan hangat beserta seulas senyuman tipis di bibirnya.
"Aku ... violis." jawab Len singkat dan meneruskan memakan anggur yang entah sudah berapa butir ia berhasil masukkan ke dalam mulutnya.
"Apa hanya itu saja yang ingin kau tanyakan?" Len menatap balik mata teduh Akaba. Namun, tentulah pandangan Len tajam dan dingin , karena itu memang sudah menjadi ciri khas dia.
"Oh... violis." ucap Akaba.
Sang atlet terdiam sesaat lalu berkata, "Aku suka memainkan gitar listrik. Yah jika aku rada stres maka gitarlah obatnya." tambahnya.
"Ahh.. aku rasa itu saja yang mau aku tanyakan saat ini. Jika Len ingin kembali ke kamar, silahkan ... karena aku akan membersihkan dan merapikan semua ini. Dan satu hal lagi... welcome , juga semoga betah tinggal di sini serta jangan sungkan. Ku harap kita bisa menjadi teman baik." kata Akaba sambil tersenyum.
Len pun membalas senyuman Akaba walau tipis dan sekilas, lalu meninggalkan Akaba untuk berjalan menuju kamar, ingin segera beristirahat.
Si kepala merah sibuk membereskan semuanya. Kemudian, setelah usai akan semuanya Akaba menuju sebuah ruangan yang ternyata ruangan itu adalah studio musik. Hmm, sebenarnya itu sebuah ruangan kosong di dekat kamar mereka, namun diubah oleh si Hayato menjadi sebuah studio musik mini dengan tak lupa memasang peredam pada dindingnya.
Akaba pun memainkan gitarnya dengan penuh semangat.
===============END CHAPTER 1================
Nah, perkenalan si stoic Len dengan Akaba sampai di sini dulu. Silahkan datang ke chapter selanjutnya, di mana interaksi keduanya makin dekat... dan intim? Ahaa~ aku tau apa yang kalian ingin. Ehehe~
Jangan lupa krisarnya yah , atau mungkin ingin kenalan? #Zlaghh!#
Kemungkinan chapter kedua akan kubuat lebih santai dan luwes. Ini terlalu... ummhhh kaku, bukan? Hehe, gomen .. / bow
