License to Drive a Sandwich
Karya : Nakashima Aya
Summary : Pada suatu zaman, hiduplah seorang putri dan seorang pangeran. Mereka hidup bahagia di bawah perlindungan kerajaan dan dengan cinta yang tertanam pada masing – masing individu. Namun, semua itu berubah saat sang penyihir menyerang kebahagia–Dan sepertinya narasinya ketuker deh. Ehem… Ehem…
Kisah ini dimulai dari sebuah kotak kado berwarna merah dan sebuah kartu penuh tanda tanya yang saling berpindah tangan.
Disclaimer : OC dan storyline ber-hak cipta Nakashima Aya.
Genre : Romance, Friendship, Humor.
Warning : OC, OOC!, OOT!, Typo(s), UniversityAU!, Takao Kazunari X OC (Naoko Ruri).
.
.
.
Please Enjoy to Read!
.
.
.
1 of 10
BRAKK!
Naoko Ruri membanting kasar pintu apartemennya. Ia lepas kedua high heels berwarna merah miliknya dan berjalan dengan gusar memasuki ruang tengah apartemen. Masih belum puas dengan semua itu, Ruri membanting tasnya yang berisi buku – buku untuk pelajaran sebelum akhirnya membanting dirinya sendiri di atas sofa beludru berwarna biru di tengah ruangan.
"Haaah…" helaan nafas bisa terdengar walaupun kini Ruri membenamkan wajahnya pada permukaan empuk sofa. Ia gerakkan kakinya ke atas ke bawah demi melepas penat di ujung telapak kaki akibat terlalu lama menggunakan high heels.
"Pelajaran hari ini sungguh gila. Apa sih yang dipikirkan Kaaji – sensei? Bukankah aku masih semester awal? Haah… Aku ingin kembali ke masa – masa SMA." Ruri membalik badannya yang masih berbalut dress penuh keringat hasil dari hari penuh perjuangannya di kampus. Ia pandangi langit – langit apartemennya yang berwarna keemasan dengan khitmad, tidak melewatkan detil kecil apapun dari pewarnaan langit – langit yang terlihat begitu tidak merata. Sebenarnya yang mengecat itu niat nggak sih? Ruri mendadak ingin mengecat ulang langit – langitnya dengan warna yang lebih hidup, sepertinya paduan warna oranye dengan tosca akan menjadi bagus. Benar sekali, Ruri akan meminta izin pada landlady agar mengijinkannya mengecat ulang atap apartemen ini.
Tiing… Tongg…
Ruri langsung bangkit dari rebahan khitmadnya. Ia rapikan rambutnya dengan tangan agar tidak merusak image-nya sebagai gadis idola di kampus. Jaga – jaga jika yang datang adalah kawannya dari kampus. Setelah selang waktu beberapa menit yang panjang, akhirnya Ruri siap untuk menerima tamu apapun itu walaupun dalam hati sebenarnya ia merutuki siapapun yang datang kemari dan mengganggu jam istirahatnya yang sangat berharga.
"Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?" Ruri bicara, sok formal. Pintu terbuka menampilkan seorang pemuda ganteng dengan poni belah tengahnya nan fabulous.
'Wah, lumayan nih ada cowok ganteng mampir di sini.'
"Selamat sore. Anu… Saya tetangga sebelah yang baru saja pindah hari ini. Mohon diterima walaupun hanya sedikit sebagai tanda perkenalan." Pemuda poni belah tengah itu menyodorkan kotak kado berwarna kemerahan pada gadis manis di hadapannya. Tangan yang satunya menggaruk tengkuk dengan gugup, mencoba menutup – nutupi isi pikirannya yang bertolak belakang dengan apa yang ia katakan saat ini.
'Mantap. Cewek tetangga sebelah cocok dimodusin nih!'
"Eh? Tapi… bukankah ini merepotkan? Membawakan hal seperti ini untuk perkenalan saja." Ruri masih berdalih padahal dalam hati ia sudah senang bukan kepalang melihat kotak besar berwarna merah yang disodorkan padanya itu.
'Kayaknya tajir juga nih cowok.'
"Tidak apa – apa, lagipula ini tidak seberapa. Ngomong – ngomong, namaku Takao Kazunari. Yoroshiku ne!" Takao bersikukuh memberikan kotak kado berwarna merah itu pada Ruri yang mengambilnya dengan tampang malu – malu. Walaupun tentu saja hal itu hanya ia lakukan agar ia tidak terlihat memalukan, ia masih bersikukuh dengan aura idola sepertinya.
"Kalau begitu, terima kasih banyak, Takao – san. Namaku Naoko Ruri, yoroshiku onegaishimasu." Ruri membungkuk sebagai tanda formalitas sebelum akhirnya Takao undur diri untuk kembali ke apartemennya–yang berada tepat di samping kanan apartemen milik Ruri.
Setelah menutup pintu apartemennya dan memastikan ia sudah mengaktifkan kunci password otomatis di pintu apartemen, Ruri kembali masuk ke dalam ruangan tengahnya. Dan sekali lagi membanting diri ke sofa setelah sebelumnya menaruh kotak kado besar berwarna merah itu dengan hati – hati di atas meja kopi di depan televisi. Ia hanya menarik nafas dan membuangnya seraya wajah masih terbekap pesona sofa beludru yang baru dikirimkan papanya akhir pekan lalu sebagai hadiah karena ia berhasil masuk ke Universitas Todai.
… … …
Hening. Tidak ada suara.
… … …
"AAAHHHH!" Ruri melempar bantal beludru yang merupakan pelengkap sofa manis itu ke langit – langit keemasan di atasnya dan menggerakkan kakinya dengan kasar.
"S-Sepertinya… aku… pangeranku… musim semi akhirnya datang ke dalam hidupku, Papa, Mama."
.
.
.
Takao Kazunari menutup pintu apartemennya dengan seringai aneh terpatri pada wajah tampannya. Ia gerakkan tangan kanannya untuk menyibak poni belah tengah miliknya, tatapan matanya menerawang jauh masuk ke dalam apartemen barunya. Ia langkahkan kedua kaki dengan mantap memasuki ruangan demi ruangan dalam apartemen kelas atas itu. Setelah menemukan ruangan yang kemungkinan besar adalah kamar tidurnya, ia duduk di sisi ranjang–yang masih berbalut plastik–dan seringai kembali tersirat di bibirnya.
"Ha ha ha… Aha ha ha ha ha… Aha ha ha ha ha ha ha…"
Apaan sih Takao? Biar apa cobak ketawa gak jelas kayak gitu.
Takao berdehem sebentar sebelum mencoba melirikkan iris matanya ke jendela kecil di sisi kanan tempat tidurnya, agak buram memang mungkin karena sudah lama tidak dibersihkan oleh pemilik apartemen yang sebelumnya, tapi Takao yakin dengan sangat bahwa ia melihat sebuah kasur dan lemari di seberang sana. Tidak mungkin 'kan jika ini hanya kaca yang memantulkan kasur dan lemari di kamar ini? Tidak mungkin lah, warna lemari dan bentuk kasurnya saja sudah berbeda dengan yang ditumpangi Takao saat ini.
Maka, hanya ada satu penjelasan yang pasti. Jendela ini mengarah pada kamar seseorang pastinya. Entah orang yang mana, yang pasti jendela ini mengarah pada kamar salah satu tetangganya. Takao akan sangat senang jika saja kamar yang terlihat dari jendelanya adalah milik gadis manis yang ia temui tadi. Ia jadi mengingat detik – detik ia bertemu gadis itu. Sudah sopan, berwajah manis, berpakaian rapi lagi. Cocok sekali deh sama kriteria istri idaman Takao.
"Shin – chan, sepertinya Oha-Asamu kali ini benar. Sudah saatnya Takao Kazunari untuk merajut kasih dengan wanita cantik, seperti tetangga sebelah." Takao kembali menyisirkan tangan pada poninya yang berbelah tengah itu dengan tampang ganteng. Tidak peduli lagi dengan tingkat kewarasannya yang semakin jatuh beberapa derajat akibat dari pertemuan dramatis dirinya dengan gadis manis tetangga sebelah.
Oh, mendadak Takao ingat sesuatu.
Pemuda pemilik mata elang itu mengambil sesuatu dari kantung celananya. Sebuah kartu tanda penduduk, dengan foto seorang gadis berkacamata yang rambutnya dikepang dua. Dan nama pemilik kartu tersebut adalah Naoko Ruri.
"Naoko Ruri? Sepertinya aku pernah mendengar nama ini di suatu tempat… Siapa ya?"
.
.
.
Tik… Tok…
Jam sudah menunjukkan pukul 20:55 namun Ruri belum juga berhasil menyelesaikan tugas essay yang diberikan Kaaji – sensei hari ini. Gawatnya, tugas itu harus sudah dikumpulkan besok. Kenapa sih para dosen itu suka sekali menyiksa anak didiknya? Bukankah mereka sendiri yang akan bangga jika muridnya nanti menjadi orang sukses dan membawa nama baik sekolahnya? Yah… Walaupun universitasnya sekarang memang namanya sudah sangat baik di mata publik, walaupun begitu tindak asosial seperti ini sangat di luar nalar–bagi Ruri tentunya.
Surai coklatnya yang setengah basah ia gelung ke atas agar tidak mengganggunya dalam mengerjakan essay kurang ajar ini. Kembali ia kenakan kacamata bergagang kayu yang dulu ia kenakan saat SMA–yang kini berfungsi sebagai kacamata baca–dan memfokuskan semua indranya pada layar pc di meja kopi. Ia harus bisa menyelesaikan tugasnya sebelum jam 10. Harus bisa!
Tik… Tok…
"I'm gonna find you, baby. Uoh uoh~ I'm gonna find you and hit you hard on your heart, babiehh~"
Ruri masih fokus kok. Ia tidak akan terganggu dengan nyanyian absurd tetangga sebelah yang sungguh menggetarkan kalbu. Tapi Ruri heran, seingatnya tetangga sekitarnya tidak ada yang hobi bernyanyi lagu metal seperti itu deh. Apalagi Obaa – chan di samping kanannya.
Oh. Benar juga.
'Kan nenek di sebelah sudah pindah ke panti jompo minggu lalu. Dan hari ini seorang pemuda bernama Takao Kazunari pindah ke ruang apartemen milik nenek tersebut. Ohh… Begitu… Jadi yang bernyanyi ini Takao? Masuk akal.
Tik… Tok…
"It's not like I gonna leave you sooner or later. 'Cause my heart is all yours, yeah yeah uuyeaahh… But It's not like I wanna wait you forever, bibeh~"
Pukul 21:15 dan Ruri masih berusaha fokus.
Tenang saja Ruri, kau pasti bisa melakukannya, ini tidak seperti ia bisa menyanyi lebih keras lagi dari yang saat ini kau dengar.
Ruri tentu saja masih berfokus pada layar pc di hadapannya. Sambil memeluk bantal beludru berwarna biru dan segelas coklat panas di sisi samping laptop, Ruri yakin bisa bertahan menghadapi badai kehidupan ini. Lagipula sepertinya tugas ini sudah hampir mencapai penghujungnya. Tidak masalah.
Tik… Tok…
"But… I wanna make you mine… Even when you still never recognize me~ I will wait you. And always waaaiiitt youuu, baby."
Aha ha ha ha. Ha ha ha.
Ruri menenggak sedikit coklat panas dari cangkir keramik mahal yang dikirim ayahnya sebagai oleh – oleh saat sang papa pergi ke luar negeri dengan mamanya. Wajah Ruri langsung memerah sebagai efek dari rasa panas yang ia dapat dari minuman coklat dari keramik mahal itu. Setelah merasa sedikit rileks, Ruri kembali menarikan jarinya di atas keyboard laptop, masih dengan berusaha mengabaikan penuh eksistensi nyanyian lagu metal dari tetangga sebelah itu. Ia tidak habis pikir ternyata Takao yang tadinya terlihat kalem dan imut itu menyukai model lagu seperti ini. Sungguh Ruri tidak kepikiran sama sekali. Tidak apa, Ruri suka karakteristik yang tidak tertebak seperti itu, sungguh menantang.
Tik… … Tok… … …
"It's okay baby, I'll always think of you. Never think of anyone else–"
Woah, sepertinya Ruri mulai terbiasa dengan eksistensi lagu metal di sela – sela jam kerjanya seperti ini. Gadis beriris hazel itu melirik singkat panel jam di layar laptopnya. Pukul 21:30 tepat. Keyakinan besar muncul dalam diri Ruri, sepertinya ia benar – benar bisa menyelesaikan tugasnya pukul 10 tepat dan bisa melaksanakan tidur cantiknya demi perawatan. Haah… Dunia ini memang begitu indah dan nya–
"–YEAH, I CAN'T THINK OF ANYONE ELSE BESIDE YOUUUU. I KNOW IT WAS ALL BECAUSE OF YOU, OH YEAHH! 'CAUSE OF YOUUUOUU~"
BRAAK!
Screw it. Persetan dengan tampang idola dan tidur kecantikan. Tetangga sebelahnya perlu dibantai.
Perempatan imajiner sudah muncul di pelipis Ruri. Setelah puas memukul meja kopi yang tiada salah, Ia langkahkan kaki – kakinya dengan gerakan tidak anggun. Suara pintu depan yang dibuka kasar bahkan tidak terdengar–tertutupi nyanyian absurd tetangga barunya yang minta digorok lehernya.
TOK… TOK… TOK…
Takao Kazunari membuka pintu depannya. Hanya untuk disambut seorang gadis berkacamata dengan rambut digelung berwajah garang yang seperti siap menyantapnya hidup – hidup. Takao hanya mengedipkan matanya dengan kikuk, bingung ada apa dengan gadis ini.
"Takao – san," Ruri berkata dalam nada yang formal, mencoba sebisa mungkin menahan emosinya walau ia tahu hal itu sudah tidak mungkin dengan kondisinya yang sekarang.
"Ya?"
"PERSETAN DENGAN NYANYIANMU ITU, TIDAK TAHUKAH KAU SEKARANG PUKUL BERAPA? KAU BISA MENGGANGGU TETANGGA SEKITAR DENGAN NYANYIANMU YANG TIDAK JELAS ITU! BISAKAH KAU HENTIKAN NYANYIANMU MULAI HARI INI?"
Takao berkedip, lagi. Ia masih meniti wajah oval gadis di hadapannya dengan sangat sangat teliti. Ia sepertinya pernah melihat gadis ini, tapi kapan? Dan… dimana?
AHA! TAKAO TAHU!
"Ah! Ternyata benar, yang ada di kartu itu Naoko – san tetangga sebelah 'kan?"
"Kartu? Eh… EEEH?"
Tidak menunggu apapun lagi Ruri langsung melesat kembali ke dalam apartemennya. Kenapa juga ia lupa memperbaiki penampilannya? Ini gawat, sangat gawat. Ia tidak boleh terlihat seperti ini lagi di hadapan orang lain. Untung saja tetangga sebelah bukan kawannya di kampus, jika iya maka tamatlah sejarah kehidupan Ruri sebagai gadis idola kampus.
Setelah kembali duduk di sofa beludru yang nyaman miliknya, Ruri memijit pelipisnya perlahan, mencoba merilekskan diri. Setelah merasa agak mendingan ia kembali membuka matanya dan memfokuskan netra pada meja kopi di hadapannya, namun bukan layar pc yang menjadi fokus utamanya, irisnya malah memaku pada kotak kado berwarna merah yang belum terjamah olehnya tadi.
Ruri mengambil kotak besar itu dengan harapan semoga apapun isinya bisa membuat pemikiran Ruri tentang cowok berponi belah tengah itu sedikit lebih baik.
Perlahan tapi pasti, Ruri membuka kota itu. Detik demi detik berlalu, hingga kini sudah saatnya penutup kotak terbuka sepenuhnya, menampilkan–
"HAH? SEPERANGKAT ALAT PEMBERSIH TOILET?
.
.
.
Huftt *lap keringat*
Aya minta maaf, padahal Aya tahu begitu banyak tumpukan ffn yang belum Aya selesaikan dan Aya malah nge-post ffn baru. Sungguh maafkan imajinasi liar Aya ini yang didapat ketika Aya tengah bosan – bosannya menunggu waktu pengerjaan UN yang dua jam lamanya untuk selesai. Untuk bagian menyanyi lagu metal, itu bagi yang nonton Kurobas NG Shu pasti tau kok bagian Takao nyanyi – nyanyi lagu metal sampek naik ke kursi taman gajelas itu, Sumpah ngakak XD
Ehem… Bagaimana pendapat reader sekalian? Untuk masalah judulnya, nanti bakal diungkit kok kenapa judulnya bisa gak jelas kayak gitu. Dan untuk summary maafin Aya kalo jayus ya :'
Tentunya terima kasih banyak untuk reader sekalian yang sudah menyempatkan diri di sela kesibukan dunia untuk membaca ffn karya author gak waras macam Aya. Sungguh Aya benar – benar berterima kasih.
Tidak lupa Aya akan menanti segala bentuk feedback, yang berupa review, follow, dan fave. Apapun Aya akan sangat senang menerimanya.
Salam Hangat,
Nakashima Aya
