SELAMAT PAGI, SIANG, DAN MALAM MINNA..

Saya coba bikin one-shot.

Haduuhhh.. nggak tau ntar jadinya gimana..

Ini terinspirasi saat ndengerin lagu sad songnya anime.

Jadi pada bisa nebakkan endingnya gimana?

Disini saya buat boboiboy bersaudara tapi nggak kembar

Umur: Halilintar: 13th

Gempa : 10th

Taufan: 5 th

Cekidot

^_^ SELAMAT MEMBACA^_^

Warning: gaje, abal, OOC, no power, no alien, typo(gak tanggung-tanggung typonya bisa sampai satu kata) dan beragam genus dan family(?)kesalahan lainnya.

"Halilintar nii-chan... ayo main" kata anak berumur 5 tahun memanggil kakaknya yang sedang melihat televisi. Halilintar yang sedang duduk melihat televisi segera berdiri dan menghampiri adik terkecilnya itu.

"Nii-chan ayo main" ucap Taufan riang dan tersenyum lebar.

Halilintar menghampiri Taufan, ketika sampai didepan adiknya Halilintar berjongkok dan memegang bahu adiknya, sambil tersenyum manis.

"Taufan mau kemana?" kata Halilintar lembut.

"Taufan mau ketaman. Ayo nii-chan, Ayo!" ucap Taufan tersenyum sambil menarik kakaknya.

"Eh.. tunggu. Tunggu dulu Taufan aku izin dulu."

"Ayo nii-chan. Ayo!" Taufan tetap menarik kakaknya dan tak mendengarkan perkataan kakaknya itu.

"Iya deh. Iya, penjahat kecil" ucap Halilintar tersenyum sambil menarik hidung Taufan.

"Ittai.. sakiiit"

"Hahaha"

Halilintar dan Taufan pergi ketaman dengan riang berdua. Sesampainya mereka di taman, mereka bermain sambil tertawa senang . 2 jam mereka bermain,mereka lupa semuanya. Mereka lupa bertanya dan tak tahu bahwa mereka telah membuat orang tuanya khawatir.

Hingga tetangganya datang dengan tergesa-gesa dan mengatakan hal yang akan mereka sesali selamanya.

"Halilintar... Taufan.. kalian disini. Sekarang ikut denganku." Ucapnya sambil menarik tangan Halilintar dan menggendong Taufan.

"Eh.. kemana?"

"Sudahlah tak ada waktu lagi"

Mereka hanya menurut dan masuk kedalam mobil orang itu.

"Rumah sakit. Siapa yang sakit, paman?" kata Halilintar bingung.

Mereka berlari sepanjang koridor. Entah mengapa perasaan Halilintar menjadi tak enak. Sampai dilihatnya Gempa yang sedang duduk menangis diruang tunggu.

"Halilintar, Taufan?" ucap Gempa dan langsung memeluk Halilintar. Halilintar yang dipeluk segera mengusap punggung Gempa dan menenangkannya.

"Paman ada apa?" tanya Halilintar pada orang yang menemaninya.

"Orang tua mu. Kecelakaan, mereka kecelakaan ketika mencari kalian. Kalian kemana saja kenapa tak izin dulu saat akan keluar?"

DEGGG...

Dada Halilintar merasa sakit. Ia tak menyangka keteledorannya membuat orang tuanya seperti ini. Saat Halilintar inginbertanya kepada paman itu bagaimana keadaan orang tuanya. Dokter telah keluar, segera saja Halilintar bertanya kepada dokter itu.

"Dok. Bagaimana keadaan orang tua kami?"

"Sabar ya nak. Kami sudah berusaha"

Jantung Halilintar serasa berhenti berdetak. Matanya panas dan ingin menangis. Didekapnya Gempa yang semakin keras menangis.

'Semua salahku. Jika aku izin tadi. Seandainya aku tidak lupa waktu tadi. Mereka tak akan meninggalkan kami'

Pikiran Halilintar kacau dan merasa bersalah. Dilihatnya Taufan menangis. Perlahan ia mendudukkan Gempa ke kursi.

"Nggak.. nggak mungkin mereka pergi. Mereka sayang pada kita. Mereka takkan pergi."

Halilintar semakin mendekap adiknya itu.

OoooooooooO

Hari ini orang tua mereka di makamkan. Halilintar menatap makam kedua orang tuanya datar.

'Mengapa aku tak menangis?' Halilintar bingung. Ia ingin menangis namun ia tak bisa. Ia hanya menatap datar makam itu. Berbeda dengan Gempa yang menunduk dan menahan isak tangisnya. Taufan juga hanya menangis didekatnya.

Waktu semakin siang semua orang yang memakamkan kedua orang tuanya telah pergi meninggalkan boboiboy bersaudara.

Tak ada yang ingin beranjak dari tempati itu. Hingga waktu telah sore dan seseorang menepuk pundak Halilintar.

"Halilintar. Gempa. Ikhlaskan mereka. Jika kalian bersedih mereka juga akan bersedih, ayo pulang hari sudah sore." Ucap seorang wanita paruh baya, membujuk mereka.

Halilintar hanya mengangguk dan beranjak pulang. Gempa mengusak nisan kedua orang tuanya dan beranjak pulang menggandeng Taufan.

OoooooooooO

3 bulan tekah berlalu semenjak kematian orang tua mereka. Meski mereka hidup sendiri, mereka bisa mengatasinya.

"Halilintar nii-chan. Lihat aku membawa es krim. Enak lhoo.. coba. Ya!" ucap Taufan riang dan menyerahkan sepotong eskrim dari 3 potong eskrim didalam kantung plastiknya. Pada Halilintar yang sedang membaca buku matematikanya.

Halilintar hanya menerima es itu dan beranjak pergi kekamar tanpa mengucapkan apapun.

Sejak kematian orang tuanya Halilintar menjadi pendiam dan tempramental. Bahkan ia mengikuti ekstra karate untuk menyalurkan kemarahannya. Padahal dulu ia tak suka karate bahkan ia tak suka kekerasan. Namu sekarang ia giat mengikuti ekstra karate itu. Dia juga tidak memiliki teman karena teman-temannya takut padanya. Ia tak suka dikasihani. Ia juga tak suka terlalu berbincang dengan teman temannya. Bahkan tersenyum pun jarang. Ahh.. bisa dibilang ia tak pernah tersenyum. Ia hanya menyunggingkan senyum palsu pada gurunya.

Taufan yang ditinggal kakaknya hanya diam terpaku dan menahan tangis. Badannya bergetar karena menahan tangis. Gempa yang melihat adiknya ingin menangis langsung memluknya dan menenangkan adiknya.

"Gempa nii-chan. Halilintar nii-chan tidak menyayangi Taufan lagi ya?" kata Taufan kepada kakaknya. Dia sedih dulu dia selalu bermain dengan Halilintar. Namun sekarang ia jarang sekali berbicara dengan Halilintar. Bahkan bertemu pun jarang. Halilintar sekarang mengikuti banyak kegiatan, sehingga jarang dirumah. Ia sangat senang ketika melihat kakaknya pulang agak siang dan langsung membeli eskrim untuk kakaknya itu.

"Taufan, kamu nggak boleh bicara seperti itu. Halilintar nii-chan sangat sayang pada kita." Ucapnya sambil mengusap airmata adiknya itu. Taufan tersenyum, namun senyumannya itu bukan senyum ceria yang biasaya terpasang indah di bibir mungilnya,tapi sebuah senyuman sedih dan miris. Gempa yang melihat hal itu langsung mengalihkan perhatian adik kecilnya itu.

"Aku mau donk. Masak aku nggak di belikan?" ucap Gempa menggoda adiknya.

Taufan tersenyum cerah dan membalikkan badannya mengambil kantong plastik yang ada dimeja.

"Gempa nii-chan pilih mau yang coklat atau vanilla?" tanya Taufan sambil menunjukkan dua eskrim dari kantong plastik itu.

"Yang mana saja. Kamu suka yang mana?"

"Emmm... aku suka yang coklat. Ni-chan yang vanilla ya?" kata Taufan menyerahkan eskrim vanilla itu pada Gempa.

"Iyaa. Mau bantu aku memasak?"

"Ya" ucap Tuafan tersenyum senang dan mengangguk.

Meski berbahaya dan rasanya tidak enak mereka harus memasak. Jika tidak siapa lagi yang akan memberikan makanan pada mereka.

Makan malam sudah siap. Semua sudah diletakkan ke atas meja.

"Taufan. Panggil Halilintar nii-chan ya?"

"Ya" kata Taufan segera berlari riang kearah kamar kakaknya itu.

"Halilintar nii-chan. Ayo makan." Teriak Taufan kecil didepan kamar kakaknya.

Pintu kamar halilitar terbuka. Halilintar keluar dari kamar dan beranjak menuju ruang makan. Taufan tersenyum senang dan menggandeng tangan kakaknya. Namun Halilintar menepisnya dan mempercepat jalannya.

Taufan terdiam, hatinya sakit. Ia hanya berjalan mengikuti kakaknya itu.

Ketika ia melihat Gempa ia mengahambur da menambil tempat duduk disamping Gempa. Halilintar hanya mendengus dan mengambil tempat duduk. Mereka makan dalam keheningan tak ada yang membuka suara. Hinga Halilintar telah selesai makan dan berdiri.

"Nii-san mau kemana?"

"Belajar"

Gempa hanya menghela nafas mendengar jawaban Halilintar. Dia mulai terbiasa dengan jawaban super singkat dari kakaknya itu. Halilintar berjalan kembali kekamarnya dan tak akan keluar sampai besok pagi.

"Gempa nii-chan. Besok kan libur bagaimana kalau besok kita ke taman?" ucap Taufan sambil tetap memakan makanannya.

"Taufan jangan berbicara saat mulutmu penuh makanan. Nanti tersedak lhoo" tegur Gempa lembut . Taufan hanya tersenyum lebar.

"Ehmm... maaf besok nii-chan harus kesekolah."

"Oh.." kata Taufan kecewa. Namun segera tersenyum ketika mengingat sesuatu. "Besok kan Halintar nii-chan libur. Taufan ajak Halilintar nii-chan ya?" kata Taufan bersemangat.

Gempa menatap adiknya. Dia tak tega mengatakan tidak namun juga tak tega membiarkannya mendapat penolakan dari kakaknya. Akhirnya Gempa hanya tersenyum lembut dan mengusap kepala adiknya yang memakai topi.

"Nah sekarang Taufan lanjutkan makannya ya!" perintah Gempa lembut.

"Siap kapten" balas Taufan riang.

OoooooooooooO

Pagi menjelang Halilintar sedang tidur dengan pulasnya dikamar. Ia ingin bangun siang hari ini karena kemaren ia belajar untuk mendapat beasiswa dan tidur larut malam. Namun rencana nya gagal ketika ada yang menggedor-gedor pintu kamarnya.

"Halilintar nii-chan main yukk! Kita ketaman."

Halilintar beranjak dari tempat tidrnya dan membuka pintu kamar. Dilihatnya adik paling kecilnya sedang berdiri dengan pakaian yang sudah rapi tak lupa dengan senyum senangnya. Halilintar menatapnya malas dan kebali menutup pintu kamarnya. Belum juga ia melangkah untuk kembali tidur, pintu nya sudah digedor lagi.

"Halilintar nii-chan ayo main.."

"Berisik. Main dengan Gempa sana" ucap Halilintar malas dan kembali tidur di kasurnya.

Taufan yang mendengar penolakan kakaknya hanya diam dan beranjak pergi. Ia ingin ketaman, tapi kakaknya tak mau menemaninya. Ia bingung, namun ia memutuskan untuk ke taman sendiri.

"Taufan kan sudah besar. Taufan bisa ketaman sendiri." Gumam Taufan dan pergi ke taman sendiri.

Halilintar yang tak mendengar suara adiknya. Kembali tidur. Ia hanya berpikir, pasti Taufan pergi dengan Gempa namu sudah 10 menit ia berguling dan mencoba tidur lagi ia masih tetap terjaga. Perasaannya tak enak.

"Uhh.. gara Taufan aku tak bisa tidur lagi"

Halilintar beranjak dari tempat tidur dan pergi keruang makan. Saat keluar dia melihat rumah yang rapi dan kosong melompong. Gempa dan Taufan tak ada dirumah. Pintu rumah terbuka.

"Dasar bagaimana bisa mereka lupa mengunci pintu" gerutu Halilintar dan menutup pintu rumah. Setelah menutup pintu rumah Halilintar ke ruang makan. Saat di meja makan ia menemuka note dari Gempa.

'Halilintar nii-san temani Taufan ke taman ya! Aku tak bisa menemaninya, aku sedang ada kegiatan disekolah'

Halilintar membaca note itu. Dia menyerngit heran lalu jika Gempa tak ada...

DEGG...

Jantungnya terasa berhenti berdetak ketika mengingat Taufan pergi ke taman sendiri. Ia tak bisa menyebrang jalan dan untuk ketaman ia harus menyebrangi jalan yang ramai.

Segera saja Halilintar berlari dan menyusul Taufan. Saat dekat dengan jalan raya ia melihat adiknya sedang berada ditengah jalan. Ia mencoba menyebrang namun ia bingung. Halilintar mempercepat larinya. Dan meneriaki nama Taufan.

"TAUFAAANN"

Taufan yang mendengar suara kakaknya memanggilnya berbalik dan tersenyum lebar.

"Halilintar nii-chan"

"AWAAASS"

Halilintar berteriak saat melihat ada mobil yang melintas denga kecepatan tinggi akan menabrak Taufan. Bagai gerakan slow motion Halilintar melihat adiknya yang sedang tersenyum cerah kearahnya tertabrak dan terlempar.

"TAUFAAAANNN" ia segera memeluk Taufan yang berdarah-darah.

Taufan masih sadar. Namun seluruh tubuhnya luka-lua dan mngeluarkan darah.

"Taufan.."

Mobil-mobil telah berhenti ketika melihat Halilintar yang sedang memeluk Taufan yang sedang sekarat.

"Halilintar nii-chan.. ja-jangan menangis." Ucap Taufan lirih sambil tersenyum lemah.

Tangannya terangkan memegang bibir kakaknya. menariknya hingga membentuk senyuman.

"Aku ingin melihat Halilintar nii-chan tersenyum lagi. Aku tak mau melihat Halilintar nii-chan menangis."

"Taufan berhenti bicara kita harus membawamu kerumah sakit"

Taufan hanya menggeleng.

"Tidak.. aku tak apa. Senyumlah nii-chan"

Sudut bibir Halilintar terangkat menunjukkan senyum yang selama ini tak pernah ia tunjukkan pada siapapun.

"Halilintar nii-chan tampan jika sedang tersenyum." Ucap Taufan tersenyum lemah. Tangan yang tadi menyentuh pipi Halilintar semakin lemas dan terkulai. Mata Taufan semakin tertutup.

"Taufan sayang nii-chan" ucap Taufan sebelum mata itu tertutup sempuna dan tak tebuka kembali.

Halilintar yang melihat itu panik dan menggendong adiknya.

"TAUFAANN... TOLONG.. ANTARKAN KAMI KERUMAH SAKIT" kata Halilintar memohon.

Ambulan datang dan Taufan segera dibawa ke rumah sakit. Namun nyawanya tak bisa tertolong lagi. Halilintar semakin merasa bersalah karena tak bisa menunjukkan kasih sayangnya. Bahkan hanya untuk senyumannya.

Mulai sekarang ia berjanji akan memenuhi keinginan adik nya untuk tersenyum dan menyayangi Gempa.

END

Kenapa sih saya kalau bikin ending selalu nggak bisa?

Dan yahhh... SAD ENDING

Pasti dah pada tau..

Maaf minna ini feel nya nggak kerasa.

Uhh.. aku beneran nggk bisa bikin yang sedih-sedih

Dan saya bikin mereka di panggil onii-cahn biar tambah imut.

Maaf untuk penggemar Taufan karena dia saya buat meninggal.

Maaf kalo pendek

Well... sudahlah apa lagi yang bisa saya tulis.

Terimakasih telah membaca dan review pleasee