Kejadian ini baru saja terjadi beberapa jam yang lalu. Ketika musim sedang tidak bersahabat atau lebih tepatnya ketika musim sedang dilanda panas yang luar biasa. Sebuah kejadian sederhana yang mampu mengubah segalanya menjadi tidak sederhana.
"Guren..." Panggil seorang wanita dengan suara yang lembut.
"..." Tak ada sahutan.
"Hei... Guren Ichinose...!" Sang wanita memanggil untuk kedua kalinya.
"..." Masih tak ada sahutan.
Wanita itu memperhatikan pria yang ia panggil dari tadi. Pria bernama Guren Ichinose yang terlihat tampak sibuk membersihkan telinganya dengan sebuah pulpen.
"Guren...!" Nada suara dikeraskan. Tiga kali memanggil, tiga kali tak mendapat respons. Wanita ini mulai bete. Si pria lebih memilih berkutat dengan aktivitasnya ketimbang mendengarkan si wanita. "Iih, Guren mah jorok! Korek-korek telinga enggak usah pake pulpen juga kali!" lanjut si wanita membentak sembari merebut paksa sang pulpen.
"Aduh..., apaan sih Mahiru!?" Guren pun ikutan membentak. "Tak lihatkah jika aku sedang sibuk!?"
"Sibuk korek-korek telinga!? Kasihan tahu pulpennya!" balas wanita yang bernama Mahiru. "Ada hal penting yang ingin kubicarakan!" Wanita itu mengambil posisi duduk di samping pria yang saat ini berstatus sebagai kekasihnya.
Guren melempar tatapan malas ke arah lain, bukannya tak ingin menatap sang pujaan hati, hanya saja ia sedang menyibukkan diri dengan mencari-cari benda yang kemungkinan bisa digunakan untuk mengembalikan aktivitas korek-korek telinga.
"Guren, dengarkan aku!" Mahiru menarik-narik lengan pakaian kekasihnya.
"Aku mendengarkanmu. Mahiru!" Dijawab pun sama si Guren dengan nada malas yang dipaksakan.
"Aku pengen anak..."
Seketika Guren membatu. Apa-apaan permintaan itu!? Pria ini menatap Mahiru dengan tatapan horor, sedangkan yang ditatap hanya tersipu malu-malu kucing.
-[xXx]-
.
.
.
Tittle : Live without the End
Rate : T+
Genre : Kekeluargaan, Pertemanan, Komedi, Romansa
Disclaimer : tokohnya berasal dari Seraph of the End miliki Takaya Kagami, nama kota yang merupakan kota San Andreas dari GTA SA milik Rockstar.
Note : Warning! OOC. Akan ada aksi kekerasan serta kata-kata kasar, komedinya maksa, bahasanya campur-campur.
Ngomong-ngomong, ini adalah fik pertama saya di fandom SotE. Mengapa saya beri judul Live without the End? Ya, karena dalam fik ini sebenarnya menceritakan mengenai kehidupan dari Guren, tapi pada kapter lain akan lanjut ke Yuuichiro. Jadi tokoh utama dalam fik ini adalah Guren dan Yuuichiro. hehee... makanya cerita kehidupannya tidak berakhir, tapi ini ada tamatnya kok, bukan berarti bakalan lanjut-lanjut terus. lol..
Oke, itu saja. Happy Reading~
.
.
.
-[xXx]-
Chap1. Guren Mencari Anak
Kalian tahu? Takdir dan nasib itu tak ada bedanya. Mau dibilang nasib, enggak bisa! Mau dibilang takdir, juga enggak bisa! Ya beginilah kehidupan seorang manusia bernama Guren Ichinose. Dewi kehidupan mungkin saja tak pernah berkehendak baik terhadap dirinya.
Sebenarnya, permasalahan yang pria ini alami hanyalah hal sepele, cuma mungkin dari sananya saja kali yang di lebai-lebai 'kan. Namanya juga manusia, tak lebai maka tak rame! Ya enggak?
Guren masih saja terdiam, membatu, plus menganga. Manik ungunya berkedip sekali, dua kali, bahkan lebih. Menetralkan segala kejadian, pria ini garuk-garuk kepala. "Mahiru, ini masih terlalu cepat. Kau tahu..." Ia berucap malu-malu, padahal dalam hati berbunga-bunga. "Mungkin saja aku sudah siap, tapi bagaimana dengan kau? Aku takut, jika aku... yah..." Tipe orang yang gugup sebenarnya bukan tipe Guren banget.
Mahiru memiringkan kepala, bingung dengan tingkah kekasihnya yang makin tak jelas itu. Guren sedikit melirik wanitanya sekilas, namun karena tak kuat dengan wajah tak berdosa milik Mahiru, pria ini kembali mencari hal lain untuk dipandang.
"Guren, kamu kenapa sih?" Mahiru bertanya dengan suara yang lembut. Wanita ini sedikit merangkak mendekati sang kekasih. "Wajahmu merah. Apa kamu demam?" Tangan lembutnya membelai wajah si Guren.
Oh, tidak! Sentuhannya bagai sentuhan sang dewi yang turun dari langit hanya sekedar untuk mandi di sungai. Kita tak tahu apakah Guren bisa menahan gejolak gairah seksual di hatinya. Ia sangat menyukai Mahiru. Wanita itu terlalu sempurna untuk dirinya. Sentuhannya, belaiannya, suaranya, nafasnya, semua di sukai oleh Guren, bahkan dari luar hingga ke dalam-dalamnya.
Oke, sepertinya pria Ichinose ini terlalu hanyut dengan pikiran gilanya. Hingga—
Plak! Tak terduga, tamparan pelan mendarat dengan mulus di pipinya.
"Sadar, oii! Mikir apa kamu, ha!?" selidik Mahiru sembari menjewer telinga Guren.
"Aduh mak, apa-apaan ini!?"
"Kau itu yang apa-apaan! Pakai gugup keringat dingin segala! Apa jangan-jangan sampe kencing di celana?"
Sekilas, Guren melirik bagian celana. Sedikit basah tapi bukan kencing, lalu? Yah, kalian tahu sendirilah... Hehe, bercanda kok.
"Aku ingin anak tapi bukan berarti kita bikin loh!" lanjut Mahiru.
"Lah? Kalau enggak bikin terus bagaimana?" Wajah Guren terlihat tolol, antara bingung, sedih, atau malah kecewa. "Kamu tahu 'kan? Yang dari makan sate kura-kura terus kenyang? Maka terciptalah anak." Si pria menjelaskan dengan menggunakan jari jemarinya.
"Aku tahu itu, sayang... Tapi, apa kamu tak tahu apa akibatnya jika menghamili seseorang dari keluarga Hiiragi?"
"Well, aku lupa jika kamu itu Hiiragi!" Guren buang muka.
"Kamu akan diikat di tengah kota, ditelanjangi, kemudian dilempari batu oleh penduduk. Dan lebih parahnya, kau akan dibakar hidup-hidup setelah kau wafat!"
"Lebih baik langsung dibakar ketimbang pake ditelanjangi segala!" protes Guren sembari menggunakan jari kelingkingnya buat korek-korek kembali.
"Maka dari itu..." Mahiru buru-buru meraih kedua tangan kekasihnya. Guren bete, enggak jadi korek-korek deh. "Kumohon..." Tatapan memelas dari si wanita mampu meluluhkan hati si pria. "Kamu cariin aku anak ya!"
Dan begitulah kejadian sederhana dengan permasalahan sepele yang mampu membuat Guren berada di sini, di pinggiran trotoar tengah kota Las Venturas. Ironis memang nasibnya, tapi apa mau dikata, takdir tak mengizinkan Guren untuk menolak keinginan sang pujaan hati.
Tak tahu mau ke mana dan bagaimana, pokoknya cari! Anak kok dicari!?
"Mau dicari di mana coba anaknya!?" Frustasi menyerang si Guren hingga tak sadar pria ini memeluk tiang lampu di sampingnya. Bergerak memanjat naik-turun, tak tahulah gunanya apa.
Tak disadari, ada seorang anak laki-laki tengah memperhatikan tingkah si mas lakon utama ini. Merasa diperhatikan oleh seorang bocah, Guren langsung diem stay cool.
"Enggak manjat naik-turun lagi, om?" tanya si bocah.
Jder! Guren terasa tertimpa batu gede. "Enggak! Sudah selesai kok..." Pria Ichinose ini malu. Jelaslah! Kejadian absurd tak terduga dilihat oleh seorang bocah. Tunggu! Seorang bocah?
Manik ungu pria ini kembali melirik si anak laki-laki yang entah kenapa masih berada di tempat. Bocah dengan tinggi sekitar 140an senti, mungkin kisaran umur 12 tahun atau lebih, surai kuning ikal acak-acakan, serta iris sewarna biru langit.
Guren celingak-celinguk, mengamankan keadaan sekitar, kemudian kembali menatap mangsa manis di hadapannya. "Ehem..." Ia berdehem sembari menaikkan poni belah tengahnya. "Sendirian saja, dek?" Guren memulai pembicaraan.
Manik biru si bocah melirik, "Om, enggak punya niat menculik, 'kan?"
Jder! Untuk kedua kalinya, Guren tertimpa batu gede.
Senyum pahit yang dipaksakan, "Ehee..., enggak kok..." Padahal dalam hati berteriak 'Apa-apaan anak ini!?'
Mendengar jawaban dari Guren, bocah itu tersenyum manis. "Wah, syukurlah... Kalau begitu, om mau membantuku, 'kan?"
"Cih, aku sedang sibuk! Minta orang lain saja, nak!" Pria Ichinose ini membalikkan badan, hendak melangkah pergi.
"Om, kalau enggak baik sama anak-anak, seumur hidup enggak bakal punya anak loh..."
Langkah mantap terhenti, ia kembali menatap si bocah. "Apa permasalahanmu!?" Guren terpaksa meladeni. Daripada enggak punya anak seumur hidup? Bisa jadi bangkai sendirian dia di bawah tanah tanpa ada anak-cucu yang mengurus.
Senyum kembali menghiasi wajah si bocah, "Temanku hilang, bisa tolong bantu saya mencarinya?"
"Yang hilang itu kau, nak!" ucap Guren dalam hati. "Memang kamu lagi sama siapa saja tadi?" lanjutnya bertanya.
"Ng..." bocah itu tampak berpikir. "Tadi kami semua sedang berada di panti, terus tiba-tiba aku lupa kenapa bisa berada di sini, hehee..." jelas si bocah dengan wajah polos.
"Kalau kayak gitu, itu namanya kamu yang hilang!" bentak Guren, saking kesalnya dengan bocah di hadapannya ini.
Si bocah terlonjak kaget akibat dibentak dengan kerasnya oleh si Guren. Namanya anak-anak, biasanya takut jika dibentak-bentak. Tapi sepertinya anak itu enggak takut, matanya malah menatap si pria dengan tatapan aneh.
"Om, jangan bentak-bentak anak kecil, nanti—"
"Iya, iya! Ayo cari di mana temanmu itu!" Pasrah yang dipaksakan. Mulai saat ini dan seterusnya dan selamanya, Guren Ichinose paling tidak suka dengan kata 'seumur hidup enggak bakal punya anak'.
Ironis, bukan? Bukannya mencari anak buat Mahiru, malah bantu si bocah tak diundang nyari temannya.
Las Venturas memang hanya seperempat bagian dari San Andreas, tapi tetap saja, kota ini adalah kota termewah dan terluas di San Andreas. Nyari seorang bocah di kota kayak gini sama saja seperti nyari jerami ditumpukkan jarum. Si Guren Ichinose ini memang tak pernah bernasib baik atau malah takdirnya buruk. Ah, keduanya tak ada perbedaan.
And hell yeah, ratusan orang tinggal di Las Venturas. Bisa tumbuh kumis/jenggot ntar si Guren buat nyari satu bocah, bisa-bisa Mahiru di rumah malah sudah mengandung anak dari orang lain. Oh Tuhan, jangan jadikan Guren tokoh yang tersiksa dong!
"Tunggu dulu sebentar!" ucap pria Ichinose tiba-tiba, tampak teringat akan sesuatu, "Tadi kamu bilang panti, bukan?" Yang ditanya mengangguk singkat. "Di mana pantimu?" lanjut Guren.
"Jauh di sana..."
"Di sananya itu mana?"
"Ya pokoknya di sana!"
"Sana itu banyak, nek!" Guren geram, rasa-rasanya bocah ini pengen ia penalti ke gawang Nankatsu.
"Angel Pine."
Hening bentar. Guren membatu, si bocah hanya menatap dengan tatapan tak berdosa.
"Eh, buju busyet! Jauh amat itu, mak!"
"Kan sudah saya bilang kalau jauh..."
Jadi, ada dua alternatif untuk menuju Angel Pine jika dari Las Venturas. Pertama harus melewati Los Santos atau bisa saja lewat daerah Bay Side ke San Fierro. Kalau mau, bisa langsung terbang melewati Area 69. Dijamin, pemakaman tujuan awalnya. Itu pun kalau punya pesawat, tapi sayangnya Angel Pine enggak punya bandara atau pun tempat buat landing. Terus bagaimana dong? Baiklah, lupakan!
Hanya orang bodoh yang mau mengantar bocah nyasar kembali ke tempat di ujung barat daya dengan berjalan kaki. Tapi ingat! Guren bukan orang bodoh, dia hanya telat mikir.
"Kalau pantimu di Angel Pine terus ngapain kamu di sini?" Guren menatap horor si bocah. FYI, Las Venturas dan Angel Pine bagai jam 12 dan 6. Jika Angel Pine di ujung barat daya, maka Las Venturas di ujung timur laut. Jauh, bukan?
"Jalan-jalan..." Si bocah menjawab dengan nada santai.
"Temanmu?"
"Ya ikut jalan-jalanlah, pak!"
"Tak masuk akal, barang kali temanmu itu sudah balik ke pan—"
"Mana mungkin!" Ucapan Guren dipotong.
"Huh? Apanya yang mana mungkin?"
"Ya, pokoknya mana mungkin!" Bocah itu menggeleng cepat, "Yuu-chan itu bodoh, lebih bodoh dari Patrick Star! Jadi, mana mungkin dia bisa balik ke panti seorang diri!" lanjutnya menjelaskan dengan menggebu-gebu.
"Yuu-chan?" Wajah Guren terlihat bingung.
"Iya, nama temanku Yuuichiro tapi biasanya aku panggil Yuu-chan."
"Ehe.., Yuu-chan? Nama yang imut... Kalau namamu?"
Sekilas tatapan yang keluar dari manik biru si bocah berubah menjadi tatapan menyelidik. "Mengapa tanya-tanya? Tak baik jika memberi tahukan identitas pribadi terhadap orang yang baru ditemui..." ucapnya sedikit melangkah mundur menjauh.
"Hei, kau merahasiakan namamu tapi kau memberi tahukan nama temanmu dan di mana kalian tinggal?" Nada suara Guren terdengar kesal. "Teman macam apalah kau ini!?"
"Easy, om! Bukan begitu, ini tak seperti yang Anda bayangkan!" Bocah itu segera bertindak sebelum pria di hadapannya bertambah kesal. Guren diam mendengarkan. "Aku memberi tahukan nama temanku, itu supaya Anda lebih mudah mencarinya. For your information, Yuu-chan itu layaknya anjing yang minta dibelai. Jadi dipanggil namanya sebanyak 300 kali, nanti dia akan datang dengan sendirinya. Terus, jika Yuu-nya sudah ketemu, Anda tinggal antarkan dia ke panti. Itu pun kalau nemu loh!"
Guren Ichinose tak berkomentar apa-apa ketika mendengarkan penjelasan si bocah yang cukup pintar ini, atau malah konyol? Layaknya anjing yang minta dibelai? Dipanggil namanya sebanyak 300 kali? Itu semua tak masuk akan, nak! Apalah dia mengatai temannya sendiri 'layaknya anjing'!? Entahlah, Guren tak pernah diajari psikologi anak. Jadi dia tak paham betul pikiran macam apa yang tengah menghantui otak bocah 12 tahunan ini.
Ya sudahlah, daripada memperpanjang masalah yang tak ada rampung-rampungnya, mending ngikutin saja kemauan si anak. 'Kan sudah diberi tahu berulang kali jika nasib dan takdir si Guren tak pernah baik, malah buruk terus.
-[xXx]-
Detik berlalu, menit berlalu, bahkan jam berlalu. Letak matahari makin tinggi atau lebih tepatnya si matahari sudah hampir tenggelam di barat sana. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore bahkan lebih, tadi Guren keluar dari apartemen sekitar jam 10 pagi. Rupanya cukup lama juga ya mereka berdua ini mencari, namun tak ada hasil maupun petunjuk sama sekali. Lah njok ke piye?
Guren Ichinose mulai geram, bete, bad mood, bahkan kebelet. Langkah kakinya mulai terseret-seret, terasa melelahkan jika keliling kota dengan keadaan panas membahana seperti ini. Keringat kucur-kucur tak mau berhenti, entah kenapa perut mulai bermain musik orkestra, ia ingat jika dirinya belum makan apa-apa dari tadi pagi. Bakal puasa seharian ini!
Sedangkan si bocah? Masih melangkah dengan santai dan semangat sekitar 3 meteran di depan Guren. Tak ada raut kelelahan atau apa, maniknya juga tak lirik kanan ataupun kiri untuk sekedar mencari tempat peristirahatan buat makan minum. 'Kan lumayan jalan sama om-om, siapa tahu tunjuk ini/itu bakal langsung dibeliin.
"Eh, busyet! Itu bocah manusia apa bukan?" gumam pria Ichinose ini dalam hati.
Langkah si bocah terhenti, ia sedikit membalikkan badannya menatap orang yang berada di belakang. "Om, capek?" tanyanya polos.
"Aku juga enggak bakalan capek kalau bukan gara-gara kamu, nak!" ucap Guren horor, entah kenapa suaranya jadi terdengar serak-serak gimana gitu.
Manik biru si bocah menatap kasihan. Di kasihani oleh bocah, Gur? Ngajak berantem memang itu anak!
"Kalau begitu om istirahat saja..." Bocah itu menengok ke samping. "Ini ada kafe, om istirahat di sini, biar saya yang nyari temanku..."
"Hei, apa-apaan itu!?" Guren memprotes.
"Sudah ya om, selamat beristirahat! Nanti kita bertemu kembali di depan Four Dragon Cassino!" si bocah sudah keburu pergi sambil lambai-lambai tangan dengan semangatnya, dan menghilang di ujung jalan.
Guren terdiam, membatu, speechless, menjadikan suasana hening seketika, dirinya tak tahu mau berkata bahkan bertindak bagaimana. Menghela nafas singkat. Ya sudahlah, setidaknya ia jadi terbebas dari bocah kurang kerjaan itu.
Kaki melangkah perlahan memasuki kafe, pintu terbuka secara otomatis dan embusan angin sejuk AC menerpa wajah rupawan mas Ichinose. Ah, giji side heaven yang indah. Musim lagi tak bagus, di luar panas membahana, paling enak ya memanjakan diri di dalam kafe sambil mendapatkan pelayanan yang sempurna dari para maid-maid imut. Walaupun kenyataannya, tak ada itu yang namanya maid imut. San Andreas kok punya maid, ya enggak?
Guren Ichinose menghabiskan waktu sejam lebih di dalam kafe, entah apa yang ia kerjakan. Tak peduli dengan keadaan di luar sana yang sudah mulai gelap, persetanlah dengan ketemuan sama si bocah di depan Four Dragon Cassino. Ia malah berpikir jika bocah itu tak benar-benar kehilangan temannya. Dipermainkan itu tak enak, apalagi dengan seorang bocah. Image wajah bahkan harga diri entahlah mau diletakkan di mana!
Guren merogoh saku celana, mengambil ponsel yang sejak tadi mati. Memang sengaja dimatikan sih, ia tak ingin hari santainya ini diganggu oleh panggilan tidak jelas dari teman kampus atau malah kekasihnya. Lagi pula baterai juga tinggal 5%, untuk apa dihidupkan coba? Pria ini memang tak suka liat-liat ponsel, makanya si baterai jarang diisi kalau tidak diingatkan.
Tak ada notif apa pun, tak ada pesan masuk, tak ada panggilan tak terjawab. Dengan sigap, ponsel kembali dimatikan dan dimasukkan kembali ke dalam saku celana. Tangan menopang dagu, manik ungu menatap ke luar jendela.
Orang-orang kantoran pada lalu lalang pulang kerja. Mobil taksi desak-desakan saling susul-menyusul berebut mendapatkan penumpang. Beberapa polisi mengejar-ngejar pelaku kriminal. Bahkan ada mobil panjang tipe Lime yang tengah mengejar motor delivery pizza. Samar namun pasti, suara tembakkan dan teriakkan orang terdengar di mana-mana. Yah, namanya juga San Andreas, kejutan ada di sana-sini.
Para wanita dengan pakaian kurang bahan, sebut saja frostitute, mulai berhamburan menggoda para pejalan kaki. Biasanya mereka mencari orang yang naik mobil, karena harga seseorang dilihat dari merek mobilnya. Guren menatap jenuh, paling benci dengan para wanita murahan yang mau-maunya saja muasin orang hanya untuk sekedar dapet duit. Apalagi para frostitute itu tengah menggoda seorang bocah. Masih mending jika yang digodain itu om-om berdasi atau apa, lah kalau bocah?
Wait! Bocah!?
Guren segera menempelkan wajahnya pada jendela, mempertajam jarak pandangnya. Seorang bocah laki-laki bersurai gelap sama seperti Guren, dengan mata hijau daun, tengah dicubiti pipinya oleh para frostitute. Wajah si bocah tampak kesal, tak suka jika dirinya disentuh-sentuh oleh tante-tante di hadapannya.
"Oh my God, you're so fucking cute, baby..." ucap para wanita frostitute menggoda, tak henti-hentinya mereka cubiti itu pipi tembem.
"Aduh..., berhenti tante! Kalian menggelikan!" bentak si bocah, berkali-kali menepis tangan si wanita.
"Are you lost or something, cutie?"
"What are you ngomong!? Saya enggak ngerti...!"
"Oh my, I wanna take him. How bout you follow me, kid? Stay at my home, I'll give you cookies and milk..."
Si bocah muter otak, mikir keras. Dia tampak tak mengerti. Berniat lari tapi enggak bisa, kedua tangan sudah digandeng kanan-kiri. Pasrah sepertinya bukan tipe si bocah. Jangan sedih ya nak, malaikat pasti akan datang menolongmu. Masa iya?
"Wait a sec, ladies!" Tangan kekar menggenggam pergelangan tangan salah satu wanita frostitute, manik ungu menatap tajam. Loh, sejak kapan dia ada di situ? "If this child doesn't want it, please don't force him! Your act is looks like a kidnapper!" lanjutnya sok gagah dengan bahasa yang enggak tahu bener apa salah.
Entah dari mana dan bagaimana, angin berembus lembut. Para wanita terdiam menatap pria dewasa yang datang dengan sendirinya tanpa di undang dan pada saat yang tidak tepat. Mangsa yang lebih dewasa tentunya lebih menguntungkan to?
"Oh my, you're so cool, handsome... Wanna play with us?" Para frostitute berbalik menatap si Guren, memperlihatkan tubuh molek nan yahut mereka. Ada yang menggandeng manja lengan si pria, ada pula yang langsung melingkarkan tangannya di leher si pria. Tubuh sengaja didekatkan, membuat pria Ichinose ini merasakan gunung-gunung yang entahlah ukurannya berapa.
"Waduh, mak...!" Hidung si Guren kembang-kempis, wajah merah-merah gugup. Si bocah bersurai gelap speechless saja melihat adegan menjijikkan di depannya.
Pemandangan apa ini? Anak di bawah umur tak seharusnya menyaksikannya. Guren sendiri juga tolol sih ya. Tapi mau bagaimana lagi, pertahanan seorang pria jika menghadapi godaan terkuat dari kaum Hawa juga memiliki batas maksimal. Deffense-nya si Guren ini ternyata jelek jika sudah menyangkut soal wanita.
Lalu bagaimana nasib Guren? Tak bisa kasar terhadap wanita sama dengan tak bisa melawan, jalan terakhir ya tinggal pasrah. Nikmati saja segala servis yang ada, mas. Masalah rugi enggaknya, itu bisa dipikir belakangan.
Namun sekilas tapi pasti, bayangan Mahiru dengan katana ditangannya muncul dalam benak si pria Ichinose ini. Bersiap menebas kepala siapa pun mangsanya jika mau.
Wait! Mahiru? Jangan lupakan sang kekasih yang tengah menunggu kepulanganmu dengan seorang anak ya, mas!
Guren segera mendorong pelan para frostitute dari hadapannya. Tak menatap, tak berkata-kata, pria ini langsung mengambil langkah sejuta badai untuk menyingkir dari hadapan para frostitute yang mulai kebingungan.
Parahnya, tanpa kesadaran yang sempurna. Bocah yang semula berada di tempat kejadian perkara, ikut terbawa bersama si Guren. Jangan anggap ini penculikan! Ini di luar kendali bahkan di luar kesadaran! Lantas?
Chap1. END
-[xXx]-
.
.
.
Sekian kisah dari saya. Maaf jika ada kesalahan tulis atau lainnya. Maaf jug jika Bahasa Inggris yang digunakan berantakan, mohon maklum sebab saya tidak pandai Bahasa Inggris.
Silakan jika ada yang berkenan memberikan kesan pesan, kritikan juga boleh.
.
.
.
.
.
Preview Chap2. Yuuichiro
"Jadi, siapa namamu?"
"Berhentilah bergurau kalian berdua! Lepaskan aku! Aku mau pulang!"
"WUADAWW...!"
"Guren, hentikan, Guren!"
"Mika..."
"Anggap saja itu terdesak, nak! Waktu itu kondisinya aku lagi dalam keadaan terdesak."
"Hyakuya?"
"Apa-apaan itu!? Kamu tidak sedang demam, 'kan?"
"Apa pun yang terjadi, kita harus mempertahankan anak itu."
