====AO SINS====
Cast : Dazai Osamu, Nakahara Chuuya.
Genre : Romance, Slice of Life, Hurt Comfort.
Rated : M for explicit content
Disclaimer : Bungou Stray Dogs belong to Asagiri Kafka-Sensei and Harukawa Sango-sensei. This FF belongs to me, Nyandyanyan desu~~~
Summary : Chuuya menyesali pertemuan berujung hal buruk yang berkaitan dengan masa heatnya./"Kau- brengsek! Bajingan tengik! Ini semua salahmu!"/"Kenapa aku yang disalahkan disini?"/"Baumu itu manis sekali. Aku jadi penasaran untuk mencicipimu"/SOUKOKU Omegaverse Fiction./DazaixChuuya./Soukoku./Called Yaoi because rate ._.v
Warning : Mengandung typo dan ketidakjelasan serta ke absurd an sang author yang teramat dalam /keplakkeplak/ Judul gak nyambung. OOC mungkin, banyak umpatan, caci maki dan kata-kata kasar lainnya jadi tolong persiapkan dirimu. Terwujud dari obsesi author pada dunia omegaverse akhir-akhir ini (terbukti dari koleksi doujinshi berbagai fandom juga manga yaoi yang menggunung di history). Maaf atas ketidaksesuaian yang terjadi dalam fiksi ini. MPREG? Entahlah. Aku gak suka soal itu tapi ini adalah omegaverse jadi akan ada kemungkinan terjadi (itupun kalau fanfiksi ini berlanjut LOL). Ini cuma fiksi gaes, kay? Jangan bawa sampai hati /chuu/.
Sedikit penjelasan (Lewati jika sudah paham LOL) :
Omegaverse, atau A/B/O Universe merupakan trope fiksi dimana manusia memiliki lebih-kurang 6 jenis fungsi reproduksi yang kemudian menentukan kedudukan tiap orang dalam masyarakat layaknya sekelompok serigala.
Terdapat 3 lapisan/strata yaitu:
- Alpha : Top of the tier, "penyemai benih". Umumnya memiliki posisi dan profesi yang powerful dalam masyarakat. Mereka orang-orang yang menghasilkan "bibit unggul" dan instingnya membuat mereka tertarik kepada Omega. Masa subur Alpha dapat dirangsang oleh pheromon Omega yang sedang dalam masa subur/heat.
- Beta : Middle tier, common people. Orang-orang ini umumnya memiliki posisi dan profesi di bawah Alpha, langka sekali mereka menembus profesi-profesi yang didominasi oleh Alpha. Keberadaan Beta dapat menetralisir ketegangan yang dihasilkan oleh pheromon Omega yang dapat mempengaruhi Alpha.
- Omega : Bottom tier, langka. Umumnya, setelah menginjak akil baligh, omega akan sesegera mungkin dinikahkan kepada Alpha yang berminat, Beta yang direstui oleh keluarga omega, atau, at worst, diperjual-belikan. Dalam masyarakat A/B/O, omega hanya memiliki satu fungsi, yaitu melahirkan. Omega juga mengalami heat atau masa subur/ovulasi, dimana mereka akan merasakan dorongan yang kuat untuk bereproduksi dan menguarkan pheromon yang dapat mengundang Alpha di sekitarnya.
Yak, sekian penjelasannya. Ada lagi sebenarnya yaitu soal Bonding atau Ikatan atau bahasa manusianya Pernikahan tapi saya tidak menuliskan cerita ini sampai kesana. Setidaknya belum /senyum setan/ LOL
Happy reading btw.
===xxx===
Namanya Nakahara Chuuya. 22 tahun. Di usia mudanya sudah menjadi orang penting sebuah organisasi mafia terbesar di Yokohama. Lelaki itu sedang sibuk dengan tumpukan laporan di tangan. Beberapa rekannya menjelaskan isi dari tumpukan kertas itu dan dia akan menanggapinya dengan anggukan paham atau sanggahan.
"Okay. Lakukan saja sesuai rencana. Kalian akan berada di depan, aku mengurus sisanya" kerumunan berisi 3 orang tadi pergi setelah membungkuk hormat. Chuuya membenarkan letak topinya, coat hitam yang tersampir di pundak tersibak indah saat dia berbalik dan mulai menyusuri lorong. Dalam perjalanannya menuju lantai teratas markas, lamunan menemaninya menatapi langit senja diluaran sana.
"Chuuya-kun?" suara Mori bernada heran. Sementara Chuuya menghela nafas sebelum benar-benar masuk ke ruangan Boss Port Mafia yang sedang sibuk mendandani si kecil Elise. "Bukannya kau ada misi?".
"Yah, aku akan berangkat setelah ini" Chuuya mengusap tengkuknya. Elise menatapnya sambil diam-diam mendekat dan kini memeluk kakinya. "Bisa kau pakai gaunmu lagi, Elise-chan?".
"Tolong pilihkan satu untukku. Selera Rintarou itu payah sekali".
"Mou~ Elise-chaaann" Mori merengek dengan dua gaun lucu di kanan dan kiri tangannya. Chuuya menunjuk gaun biru dengan renda putih yang tergeletak di lantai.
"Aku suka itu" Elise mengambilnya dan memakainya cepat. "Arigatou, Chuuya-kun. Dan ngomong-ngomong, Chuuya-kun bau sekali. Beruntung Chuuya-kun berada disini karena para Alpha disini tahu siapa Chuuya-kun" Elise mulai bersenandung riang sambil menatap pantulannya di cermin. Chuuya punya selera bagus soal berpakaian, dia suka itu.
"Karena itu aku kesini" Chuuya menghela nafas, "Boss, aku butuh supressant".
"Sudah habis?".
"Kalau masih ada aku tidak akan minta" Mori berlalu dan kembali beberapa saat setelahnya dengan satu kotak transparan berisi banyak alat injeksi. Supressant.
"Kau baik-baik saja?" kekhawatiran itu tak bisa dijawab dengan baik. Chuuya agak ragu untuk mengatakan ya. "Mungkin-" dia kemudian berbalik dan hendak pergi dari sana.
"Chuuya-kun~" panggilan dari Elise membuatnya berhenti dan berbalik. Gadis itu tersenyum lebar, "Hati-hati" Chuuya terkekeh.
"Kau harus hati-hati" Mori mengatakan hal yang sama. Dia hanya tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada anak buah andalannya.
"Ya. Ya" Chuuya kembali pergi dan melambai asal. "Arigatou, Boss" kemudian menghilang di balik pintu. Elise menatap pada Mori, mata besarnya tampak kosong.
"Ne, Rintarou-" matanya kembali menatap pintu dingin besar yang kini tertutup rapat. "Apa Chuuya-kun baik-baik saja?"
"Tidak. Dia harus berhati-hati soal keadaannya. Heatnya akhir-akhir ini buruk sekali".
Sementara Chuuya diluar, menyuntikkan salah satu dari injeksi yang dia dapat barusan dan bernafas lega setelahnya. Ini sangat buruk. Dia tidak akan bisa bertahan tanpa supressant dan hal itu menjadi semakin parah akhir-akhir ini. Resiko seorang Omega. Dan Chuuya benci itu.
"Yosh!" kotak itu masuk ke dalam saku coatnya. "Kerja kerja" dia akan fokus pada yang satu ini guna menghilangkan sedikit beban pikiran.
===xxx===
Kantor detektif yang sepi. Dalam ruangan itu, hanya ada seorang lelaki bersurai gelap juga satu lagi yang tampak lebih muda bersurai platinum. Semua karyawan sudah pulang, sebagian masih berada dalam misi. Hanya mereka berdua yang tersisa dan bocah platinum itu sedang sibuk mengerjakan laporan misi yang terakhir kali dia kerjakan bersama seniornya.
"Yosh, tinggal serahkan saja pada Sachou, Dazai-san" bocah itu menyodorkan sebuah flashdisk dengan senyuman bangga. Sementara seniornya bergumam 'Kerja bagus' tanpa semangat. Hal yang jarang terjadi.
"Baik-baik saja, Dazai-san?" Atsushi kelihatan khawatir. Lelaki itu mengangguk singkat lalu bangkit dari duduknya.
"Apa yang bisa membuatmu lebih baik saat sedang dalam mood buruk?"
"E-Eh? Apa ya? Hm, mungkin makan banyak chazuke" Dazai memberi tatapan 'Yang benar saja' pada bocah harimau itu. Atsushi meringis. Dazai tampak berjalan menjauh setelahnya.
"Apa kita akan pulang sekarang?".
"Yah, kau boleh pulang. Aku akan keluar sebentar. Sampai nanti" Atsushi menatap punggung lebar yang menjauh itu. Sepersekian detik kemudian sadar jika dirinyalah yang harus mengunci pintu kantor dan datang paling pagi besok. Benar-benar merepotkan.
Dazai berjalan tanpa semangat. Kakinya seakan mengambil alih tubuhnya untuk melangkah. Sesuatu bernama antusias yang selalu menguar dari dalam dirinya mungkin sedang meliburkan diri. Dan yang terlihat kini hanya pria lesu yang mengarahkan kakinya memasuki gang sempit di pinggiran kota.
Jalanan menurun, di satu sisi jalan tampak di kejauhan sebuah plakat bercahaya bertuliskan nama Lupin. Bar favoritnya sejak bertahun-tahun lalu. Dan ini sudah masuk tahun ke empat sejak terakhir kali dia datang kesana. Oh, betapa dia merasa seperti nostalgia. Dia bahkan mengharapkan sebuah reuni kala lengan berbalut perban miliknya membuka pintu bar dan suara gemerincing lonceng menyenangkan terdengar setelahnya.
"Irraseimase".
"Hisashiburi, Master. Dan-" Dazai menoleh ke arah lelaki yang terkapar di meja bar. Satu wine globe berada dalam genggamannya dan sebotol sisa separuh bagian berada disisi yang lain. "Ewww" Dazai tahu betul siapa itu tapi enggan menyebut namanya.
"Lama sekali anda tidak kesini, Dazai-san" bartender tua itu bersuara ramah. Arah matanya mengikuti pergerakan Dazai yang berusaha duduk sejauh mungkin dari lelaki bersurai senja itu. "Seperti biasa?" dia bertanya soal pesanan Dazai kemudian dan dijawab anggukan.
"Tolong tambahkan detergen".
"Kami tidak menjual itu".
"Aaaahhh~ buruk sekali" tangannya menopang dagu dan bibirnya mengerucut lucu. Iris gelapnya menurunkan tatapan ke arah samping kiri kemudian, tepat pada seseorang yang setengah sadar mulai bangun dan menggenggam botol wine di tangan kirinya.
"Ah-" dia bergumam linglung kemudian mulai menuang sedikit cairan merah pekat itu ke dalam globe. "Aaaaah~ sepi sekali~" ketara sekali jika dia mabuk. Dazai berdecak di kejauhan dan suaranya membuat sosok itu menoleh.
"Apa lihat-lihat?!" suara itu ketus, persis seperti pertemuan terakhir keduanya.
"Kau mabuk Chuuya. Dan kau jadi kelihatan semakin kecil".
"HAH?! APA YANG KAU BICARAKAN BODOOOHHH~~?!" telunjuknya mengarah tepat ke arah Dazai. "Dazai brengsek! Kau masih hidup, heh?! Dasar makarel bodoh!" tubuhnya maju dan suaranya itu melengking naik turun saat bicara. Dazai mengabaikannya. Pesanannya sudah jadi dan dia segera meneguknya nikmat. Sementara Chuuya memasang wajah merajuk karena merasa diabaikan.
"Sudah 4 tahun ya" Dazai memainkan kristal es besar dalam gelasnya. Chuuya sedang meneguk wine nya lagi dan desahan puas dia suarakan begitu keras. "Dan kau masih kelihatan menyedihkan saat mabuk".
"Berisik, dasar pengkhianat!" Chuuya benar-benar sudah pada batasnya. Dia sudah terkapar lagi dan kali ini hampir jatuh tidur. Dazai mendesah kesal, merepotkan menurutnya. Dia seperti diberi tanggung jawab sepihak untuk membawa lelaki ini pulang karena keadaannya.
"Dia kenalan anda, Dazai-san?".
"Begitulah".
"Dia sudah menjadi pelanggan sejak 3 tahun terakhir dan kami belum tahu namanya sampai saat ini" suara tawa parau terdengar. Alis Dazai bertaut, wajahnya penuh tanya. "Padahal dia lumayan sering kesini, setidaknya minimal tiga kali tiap bulan".
"Oh" Dazai memainkan gelasnya. Dia tidak tahu jika Chuuya tahu tempat ini. Maksudnya, Chuuya itu tipe yang lebih suka minum sendiri di kamarnya. Tentu saja dengan alasan utama adalah dia punya sikap buruk saat mabuk. Dia bahkan hanya minum satu gelas saat bersama dengan yang lain, ini semacam antisipasi kalau-kalau sifat buruknya keluar dan dia membuat kekacauan.
"Kupikir dia sedang menunggu seseorang saat awal-awal dia datang. Tapi dia selalu sendirian" bartender tua itu melanjutkan. Dia meletakkan satu gelas baru berisi minuman yang sama di sebelah gelas Dazai sementara gelas itu hanya berisi satu tegukan lagi. "Anggap saja hadiah karena sudah kembali lagi" pria tua itu tersenyum ramah dan Dazai hanya tertawa pelan sambil mengucap terima kasih.
"Apa dia selalu mabuk?".
"Tidak pernah. Ini pertama kalinya, biasanya dia akan pesan satu gelas cocktail dengan alkohol rendah. Dia selalu datang dengan bau khas, aku sudah bisa mengenalinya dari jauh".
"Dia ceroboh sekali kan?" tawanya keluar lagi dengan nada ejek. "Bagaimana bisa dia bertahan selama ini tanpaku?".
"Kalian teman dekat?".
"Semacam itu" Dazai bangkit setelah tegukan terakhirnya pada gelas kedua. Tubuhnya terbawa mendekati Chuuya dan sosok itu masih nyaman dengan posisi tidurnya yang buruk. "Aku akan membawanya pulang" Dazai membopongnya keluar setelah meninggalkan sejumlah uang. Dia bahkan mengambil beberapa lembar dari dompet Chuuya untuk membayar wine mahal yang dihabiskan Chuuya.
"Apa dia mengaktifkan kekuatannya? Ini ringan sekali" Dazai merasa seperti bocah kecil yang sedang dia bawa. Chuuya sangat ringan, Dazai mungkin bisa menggendong sesuka hati hanya saja dia terlalu malas untuk melakukan itu.
"Ugh-" Chuuya mengerang pelan dengan satu tangan memegangi kepala. Kepalanya sakit luar biasa dan perutnya bergejolak. Langkahnya berhenti untuk memuntahkan isi perut dan Dazai tampak protes soal itu. "Menjijikkan" serunya keras dan menyeret Chuuya segera menjauh dari sana.
Berjalan di jalan utama mungkin akan menimbulkan masalah. Dazai membawanya melewati gang-gang sepi. Dia masih ingat dimana letak rumah Chuuya dan ada satu jalan diantara rangkaian gang kecil ini yang bisa membawa mereka kesana.
"Sialan".
"Apa?" umpatan Chuuya ditanggapi. Lelaki itu berusaha melepaskan pegangan Dazai padanya. tubuhnya sempoyongan, Dazai tertawa karena hal itu terlihat lucu baginya. "BRENGSEK! KENAPA KAU-".
"Hei, aku tadi sedang minum dan melihatmu terkapar di bar. Kemudian aku berbaik hati mengantarmu pulang karena kau mabuk. Mana terima kasihmu?" Chuuya berdecih. Dia tidak butuh itu dan yang terpenting, kenapa orang ini muncul setelah sekian lama bersembunyi. Entah kenapa Chuuya begitu bodoh karena baru sadar jika dia bersama Dazai sejak tadi.
"Kenapa kau-" kalimatnya jeda karena rasa sakit yang menyerang kepalanya membuatnya nyaris roboh. Dazai menahan tubuhnya, sedikit membantu karena dia akan benar-benar jatuh jika hanya bergantung pada tembok bata di sisi kirinya.
"Kenapa kau kembali?" alis Dazai terangkat. Apa ini sosok lain yang hanya keluar ketika Chuuya dalam mode mabuk? Terlihat manis juga suram. Tatapannya menyiratkan rasa sakit namun ekspresi diwajah manis itu seolah membantah. Dazai jujur saja merindukan mantan partnernya ini.
"Entahlah" Dazai terkekeh, Chuuya mengeritkan gigi, kesal. Tangannya sudah bergerak meninju ulu hati Dazai dengan kekuatan tak sebanding dengan dirinya yang biasa. Dazai mengenggam kepalan tangannya, membawanya naik dan menciumnya lembut.
"Merindukanku?".
"Brengsek-" Chuuya bahkan terlalu lemah untuk membentaknya habis-habisan. Dazai tersenyum, dia membawa tubuh itu masuk dalam pelukannya dan membisikkan sesuatu. "Aku juga merindukanmu" Chuuya tidak habis pikir soal rasa panas yang menjalar tiba-tiba di sekujur tubuhnya. Dia kesal soal itu.
Dazai menarik dagunya dan menciumnya kemudian. Hangat, bibir itu hangat. Dan Chuuya bisa merasakan samar alkohol. Tangannya mencengkram kerah Dazai, mencekiknya dengan tarikan kuat di bagian itu dan Dazai mau tak mau melepaskan tautan mereka.
"APA-APAAN KAU?!" teriak Chuuya saat pagutan mereka terlepas. Dia mendorong Dazai sekuat tenaga dan berdampak pada tubuhnya sendiri yang jatuh ke belakang. Dia mengaduh, Dazai hanya memandangi dari tempatnya berdiri.
"Apa ya itu tadi? Mungkin semacam ucapan 'Aku pulang', begitu" Chuuya mendecih, tak habis pikir jika hari ini hari sialnya bertemu kembali dengan mantan partnernya yang menyebalkan. "Ayo pulang" tangannya terjulur ke arah Chuuya dan lelaki itu menepisnya kasar sambil berusaha bangkit sendiri.
"Aku tidak butuh kau, sialan" dia berjalan sempoyongan dan berpegang pada dinding gang. Menjauh dari Dazai dan tubuh serta bayangannya menghilang di kegelapan. Meninggalkan Dazai yang menatap kepergiannya tanpa ekspresi. Atau setidaknya dia belum berekspresi.
"Heh, keras kepala" dalam genggamannya ada sekotak transparan penuh obat injeksi. Dia tersenyum –tidak- dia menyeringai. Memainkan kotak itu kemudian berjalan melawan arah perginya pria Nakahara tadi.
"Ngomong-ngomong baumu manis sekali, Chuuya".
===xxx===
Chuuya bangun pagi itu. Tentu dengan kepala berat dan badan serasa remuk. Sialan. Dia mengacak rambutnya kasar dan belum berniat bangkit dari posisi terlentangnya. Kalau boleh, dia ingin bolos kerja hari ini tapi sesuatu soal misi penting menyingkirkan organisasi kecil pengacau membuatnya mengurungkan niat. Jika misi mudah seperti ini dia remehkan, maka akan seburuk apa reputasinya nanti.
Dia bangkit akhirnya. Merasakan gejolak panas yang tiba-tiba menyerang tubuh namun dia mengabaikannya. Ini mungkin efek heat tapi ini masih dalam batas wajar. Dia mungkin bisa menahannya sampai beberapa saat nanti.
Selesai bersiap, dia keluar dari rumah dan pergi menuju markas. Yokohama di pagi hari tidak buruk juga. Sedikit polusi memang mengganggu tapi pemandangan air tenang saat Chuuya melewati area pelabuhan membuatnya cukup terhibur. Saat sadar, dia sudah berada dalam kawasan markas dan beberapa bawahan mulai menyapanya satu persatu.
"Ohayou, Chuuya-kun" wanita berkimono itu berjalan di sisi nya sekarang. Chuuya tersenyum sekilas dan mereka berjalan berdampingan. Keduanya masuk ke dalam lift dan Chuuya tahu jika wanita itu punya tempat tujuan yang sama dengannya.
"Sedang heat?" Kouyou menatapnya dari ujung ke ujung. Chuuya menghela nafas. tubuhnya bersandar di satu sisi lift. "Begitulah" Kouyou mengangguk paham. Dia seperti kesulitan berekspresi tapi mulutnya sudah terbuka untuk mengatakan sesuatu.
"Kau- hmm, baunya menyengat sekali" dan kalimat itu membuat Chuuya gusar. Dia benar-benar merasa repot soal ini. Seingatnya, supressant dari Mori memiliki dosis lebih tinggi dan jangka waktu yang lebih lama dari efek samping supressant biasa.
"Aku sudah memakai supressant dari boss. Aku juga tidak mengerti kenapa keadaanku begini buruk".
"Kupikir kau harusnya cuti saat heat".
"Tidak. Tidak. Aku menolak itu".
"Bagaimana kalau menemukan mate?".
"Anee-san, jangan mulai" Kouyou hanya mendesah pelan. Padahal dengan tawaran kedua keselamatan Chuuya baik secara fisik atau seksual akan lebih terjamin. Tapi Chuuya memang keras kepala dan dia tidak yakin akan bisa membujuknya dalam hal-hal semacam ini. "Lagipula aku akan sangat bosan jika tidak melakukan apapun".
"Yah, tapi kau harus berhati-hati. Akan sangat berbahaya jika ada yang menyerangmu atau kau lepas kendali".
"Iya, aku tahu itu" wajahnya menunduk menghindari tatapan Kouyou. Dia tahu soal hal itu. Soal bagaimana para Alpha akan tertarik dengan pheromonnya yang menguar atau soal dirinya sendiri yang akan jadi tidak terkendali saat mencapai batas. Supressant biasa sama sekali tidak membantu. Yang ada hanya dia akan merasakan rasa sakit atau lebih parahnya, pheromon miliknya bahkan membuat Beta tertarik. Itu berbahaya. Apalagi jika kondisi tubuhnya terlalu buruk untuk melawan dan saat masa heat lah dia akan melemah.
"Aku tertarik dengan baumu" Kouyou berucap kaku. Dan tangannya sudah menyentuh pergelangan tangan Chuuya. Ini juga salah satu dampak buruk. Bagaimana saat rekan-rekannya menjadi tertarik dan dia akan sedikit sulit lepas dari keadaan itu.
"Anee-san. Kau tahu betul posisi kita" suara tawa lirih terdengar kemudian. Genggaman itu terlepas dan Kouyou mengambil pojokan lift sebagai tempat bersandar.
"Aku hanya bercanda".
"Aku iri karena kau Alpha".
"Alpha betina justru yang paling sulit menemukan mate, kau tahu?" tentu saja dia tahu itu.
"Maaf".
Pintu lift terbuka dan di ujung lorong dihadapan mereka adalah tempat tujuan itu. saat masuk, Hirotsu sudah berada disana dengan 5 anak buahnya. Juga ada Tachiwara dan Gin yang sedang mengasah pisaunya.
"Apa aku terlambat?".
"Sedikit" sahutan suara manis dari Gin yang menjawab pertanyaan Chuuya. Rapat misi selanjutnya dimulai dan Chuuya kembali berada di barisan belakang. Seperti rencana B dalam sebuah misi dan dia menerima itu. Kekuatannya memang efektif untuk serangan jarak jauh ataupun dekat tapi rasanya dia jadi suka berada di posisi belakang akhir-akhir ini. Menyiksa seseorang dari jauh itu menyenangkan juga.
"Chuuya-kun, kau yakin kau baik-baik saja?" pertanyaan Hirotsu membuatnya menaikkan alis. Dia merasa baik. Kecuali soal panas yang dia rasakan sejak pagi belum berakhir tapi dia masih bisa menahannya.
"Aku? Sangat baik kurasa".
"Aku sudah bilang padanya soal cuti tapi dia menolak" Kouyou sedang mengeluarkan katana pendeknya dan mengecek benda itu. "Aku juga tidak yakin kau baik-baik saja".
"Tolong jangan perlakukan aku seolah aku sangat lemah".
"Bukan begitu maksud kami, kami hanya khawatir".
"Astaga. Hal bodoh apa ini?!".
"Begini saja-" Kouyou membereskan pedangnya dan mulai menatap serius ke arah Chuuya. "Kau akan tetap disini kali ini".
"A-APA?! Tidak bisa anee-san, aku-".
"Kami tinggalkan kau satu jam disini baru kau menyusul kami. Jika kau menyusul itu artinya kau baik, tapi kalau kau tidak pergi kami akan mengatasinya" Chuuya jelas tidak terima. Wajahnya sudah menunjukkan ekspresi penolakan tapi dia tahu jika Kouyou tak akan berkata begitu jika insting wanitanya tidak bergerak. Chuuya jadi tidak bisa melawan.
"Tch, aku akan bertahan selama setengah jam".
"Satu jam, Chuuya-kun".
"Anee-san, kumohon" Kouyou diam sebentar. Chuuya sudah benar-benar tampak frustasi dan hal itu membuatnya menghela nafas sebelum mengatakan, "Baiklah".
Beberapa menit setelahnya, satu persatu mulai pergi dari sana. Gin yang terakhir keluar mengatakan jika dia menunggunya. Chuuya tersenyum sekilas, tentu dia akan menyusul. Jika tidak karena Kouyou yang terlalu overprotektif soal heatnya dia tidak akan berakhir begini.
15 menit.
Chuuya berada di sofa, memainkan topinya. Baru sebentar dan dia sudah merasa sangat bosan. Dia berniat curang dengan menyusul sekarang tapi takut jika Kouyou akan memberinya hukuman karena melanggar. Kouyou termasuk kejam soal itu. dia ingat terakhir kali boss membebastugaskan dia selama dua minggu karena melanggar perkataan Kouyou.
Tapi dia benar-benar bosan sekarang.
"Hmm-" bergumam asal, tangannya bergerak melonggarkan neck collarnya. Ada perasaan tercekik dan itu hal aneh mengingat dia baik-baik saja selama ini saat menggunakan benda hitam itu. Oh, dia sangat suka benda itu ngomong-ngomong. Selain sebagai pelindung tengkuknya dia juga merasa keren saat menggunakannya.
25 menit.
Chuuya sudah tidak bisa bertahan. Rasa panas itu bercampur menjadi perasaan lain yang menyesakkan. Perasaan menyakitkan, menyesakkan. Perasaan menginginkan sesuatu yang bahkan dia tidak tahu apa itu. Chuuya bahkan melepas bagian luar pakaiannya dan melonggarkan kemeja. Mengecek pendingin ruangan berkali-kali dan menyetelnya pada suhu terendah namun berakhir sia-sia.
"Sialan! Sialan!" dia kemudian ingat soal supressant. Dia belum memakainya lagi hari ini dan ini mungkin karena itu. Tangannya bergerak cepat menyambar coat yang tersampir disofa kemudian merogoh semua saku yang ada.
Tidak ada.
"D-Dimana-" dia panik. Benda itu tidak ada disana. Dia tidak mungkin menjatuhkannya atau meninggalkannya di kamar. Chuuya sengaja meletakkannya di saku coat supaya dia bisa membawanya kemanapun dan menggunakannya kapan saja. Chuuya ingat betul jika dia tidak mengeluarkan kotak itu dari sana sama sekali sejak semalam kecuali-.
"Brengsek" dia lupa soal satu hal. Dia lupa soal bajingan yang dia temui semalam di bar. Bisa jadi dia yang mencuri supressant Chuuya dengan alasan iseng. Chuuya mengambil ponselnya yang tergeletak diatas meja billiard. Beruntung dia masih menyimpan nomer telepon makhluk tidak penting itu.
"Moshi-mo-".
"Bajingan! Dimana kau?!" semua kata yang dia ucapkan penuh penekanan dan bernada ancaman. Suara siulan terdengar, sosok di seberang sana tertawa pelan kemudian.
"Kau benar-benar rindu padaku ya sampai repot-repot menelepon".
"Brengsek. Aku tidak ada waktu untuk meladenimu. Kembalikan supressantku".
"Wow wow, kau sedang menuduhku mencuri? Kau menuduh Alpha baik hati ini mencuri sesuatu dari Omega yang tidak berdaya" suara itu terdengar begitu polos. Chuuya menggigiti bibirnya, kalut. Dia merasakan panas tubuhnya semakin menjadi sampai kakinya terasa lemah.
"Okay. Aku memang mengambilnya. Kupikir itu bukan barang penting dan hampir saja kotak itu kutenggelamkan di sungai".
"Brengsek! Cepat kembalikan!".
"Sabar, Chuuya-kun. Dimana kau sekarang? Aku akan memberikannya".
"A-Apa- ugh-" suara sakitnya tak sengaja dia keluarkan. Sialan! Ini benar-benar sakit sampai dia tidak bisa menahan diri. Ponselnya lepas dari genggaman dan tubuhnya roboh di bawah kaki meja billiard. "-sialan".
"Chuuya? Kau dimana?" hanya perasaannya saja atau suara Dazai memang jadi begitu serius? Tangannya mencengkram karpet yang mengalasi ruangan itu, bermaksud menyamarkan rasa sakit tapi tidak berhasil. "Chuuya?!".
"-billiard di markas" dia berakhir dengan menyebut tempatnya saat ini. Dazai jelas tahu dimana letak satu-satunya meja billiard berada di markas mengingat dia mantan eksekutif Port Mafia. Pria itu kini tak bersuara lagi diujung sana. Si Brengsek itu. Dia tidak benar-benar kesini kan? Itu tindakan yang sangat bodoh mengingat tempat yang dia tuju adalah markas besar musuh perusahaannya. Tapi sebagian dari diri Chuuya berharap lelaki berperban itu berusaha menghampirinya. Walau sebenarnya yang dia harapkan adalah supressant miliknya bukan Dazai.
"Chuuya" suara Dazai terdengar setelah cukup lama dan itu bukan berasal dari telepon tapi dari pintu yang terbuka. Chuuya antara tidak percaya dan senang, maksudnya sebodoh apa manusia ini sampai benar-benar datang kemari? "Kau-" yang Dazai lihat bukan Nakahara Chuuya yang kasar dan ditakuti banyak orang tapi sosok lain dengan wajah merah dan penampilannya benar-benar buruk.
"Bagaimana bisa kau masuk?".
"Mudah saja. Aku kenal orang dalam".
"Tch, persetan. D-Dimana-?" tangan kurus itu terangkat, meminta sesuatu dari sosok jangkung yang masih mematung di depan pintu. "Cepat berikan!" bentakannya membuat Dazai bergerak. Lama dan menyebalkan.
Langkahnya masuk. Menutup pintu kayu itu dan menguncinya. Deheman terdengar canggung dan Dazai mulai mendekati si surai senja yang duduk menyedihkan diatas karpet merah ruangan itu. "Kau benar-benar ceroboh ya?".
"Apa maksudmu?! Kau yang mencurinya dariku, idiot!" hebat sekali saat tahu jika lelaki di hadapannya masih bisa mencacinya walau keadaannya sangat buruk. Dazai terkekeh.
"Kau itu Omega bodoh yang hobi berkeliaran saat heat. Beruntung sekali tidak ada yang berani memperkosamu".
"Aku bersumpah akan membunuh setelah ini. Cepat kembalikan!" Chuuya lihat Dazai merogoh saku coat coklat mudanya dengan kedua tangan kemudian mengeluarkan angin hampa dari sana.
Kosong.
"K-KAU-!" Chuuya berusaha bangkit dengan berpegangan pada meja hijau itu. Matanya memerah, antara marah dan ingin menangis karena rasa sakit yang menyiksa. "BRENGSEK!" kekuatannya keluar dan vas besar diujung ruangan mengarah cepat menuju Dazai. Sosok itu punya reflek bagus. Tubuhnya maju dengan cepat menghindari benda yang diterbangkan Chuuya kemudian Dazai menggenggam kedua sisi lengannya. Menetralkan kekuatan gravitasi Chuuya sekaligus menahan tubuh oleng yang nyaris tersungkur itu. Suara pecahan memilukan terdengar di sisi lain ruangan.
"Maaf soal itu, aku meninggalkannya di kantor" ucapan itu tanpa rasa bersalah. Chuuya merasa pikirannya mulai kacau dan tubuhnya mengambil alih tindakan. Kasar, ditariknya bagian depan kemeja Dazai. Memagut bibir tipis mantan partnernya dan berakhir dengan lenguhan keras saat Dazai balik mempermainkannya.
"Sudah pada batasnya, eh?" Dazai menyeringai. Wajah merona itu diiringi nafas terengah dan tubuh yang makin lemah. "Andai aku melakukan ini sejak dulu, mungkin kau akan ikut keluar denganku dari tempat buruk ini".
"Kau- brengsek! Bajingan tengik! Ini semua salahmu!" surai gelap itu bergerak miring mengikuti kepalanya, wajah itu berekspresi tanya. "Kenapa aku yang disalahkan disini? Sejak awal semua ini salahmu, Chuuya".
"A-APA-".
"Baumu itu manis sekali. Aku jadi penasaran untuk mencicipimu" suara bariton rendah menyapu pendengarannya, ditambah dengan kecupan di cuping kanan telinganya. Chuuya menahan suara namun tidak dengan getaran tubuhnya. Dia merasa sedang dikhianati oleh tubuhnya sendiri.
"Nah, bagaimana jika kita selesaikan ini?".
"Tidak. Tidak!" Chuuya meronta namun sialnya dekapan Dazai tentu lebih kuat daripada tubuh lemahnya sekarang. Dia merasa bodoh karena lepas kendali dan memancing Dazai dengan ciuman tadi. Bagaimanapun Dazai adalah seorang Alpha. Walau Chuuya sebenarnya beruntung sebab Dazai punya kendali bagus sebagai Alpha, tidak seperti kebanyakan Alpha yang mudah buta dan akan segera lepas kendali hanya karena mencium pheromon menyengat semacam ini.
"Aku tidak terima penolakan".
"LEPASKAN AKU BAJINGAN!" Chuuya panik saat Dazai mengangkat tubuhnya. Membuatnya duduk diatas meja billiard dan menahan kedua pergelangan tangannya yang berusaha melawan. Bibirnya sudah berada dibawah kendali Dazai. Dan heat bodoh membuatnya membalas ciuman itu. Kepalanya serasa kosong dan pikirannya sekarang hanya berisi soal menyelesaikan rasa sakit yang mulai menyerang bagian bawahnya.
"C-Cepat-" pandangan Chuuya turun ke arah resleting Dazai yang masih rapi. Alis Dazai terangkat. Dia sudah menduga ini. Telunjuknya malah menekan milik Chuuya pelan dan eksekutif Port Mafia itu memekik panik.
"APA-APAAN KAU?!".
"Heh? Seingatku kau memberiku akses untuk lanjut barusan. Aku hanya memastikan saja".
"Ugh-" Chuuya benci ini. Dia benci saat sadar jika hanya Dazai yang bisa menyelesaikan ini. Wajahnya teralihkan dan suaranya terbuka dengan volume rendah. "C-Cepat lakukan".
"Aku bahkan belum mengerjakan bagian lain".
"KAU PIKIR TUBUHKU INI APA, SIALAN?!" pria Nakahara itu mencengkram kerah coat Dazai, nyaris mencekiknya lagi. Dazai tertawa meledek sebelum mencium sekilas bibir Chuuya yang bengkak karena ciuman sebelumnya.
"Harusnya kulakukan ini dari dulu" Dazai mengendus perpotongan lehernya. Menyesap aroma manis yang selalu membuatnya gila sejak bertahun-tahun lalu. Memikirkan betapa tidak warasnya dia ketika merindukan aroma itu. Mengingat betapa inginnya dia menyentuh Chuuya sejak dulu. "Sialan" dia mengumpat saat merasa kewarasannya sudah diambang batas dan keinginannya untuk menjamah lelaki manis ini makin besar.
"D-DAZAI-" suara Chuuya meninggi saat Dazai mencubit gemas sesuatu yang menegang di dadanya. Tangan berperban itu entah sejak kapan sudah meraba hampir seluruh bagian tubuhnya. Chuuya berusaha meredam suaranya sendiri. Kedua lengannya memeluk erat leher Dazai dan wajahnya terbenam di antara tengkuk pria 22 tahun itu.
"Apa yang kau lakukan selama aku tidak ada?" pertanyaan itu terucap disela kegiatan mereka. Chuuya diam, pertanyaan yang tidak sepenuhnya dia pahami. "Kau melakukannya sendiri?" lanjutan itu membuatnya sedikit mengerti.
"U-Umm-" wajah Chuuya memerah, dia mengangguk kaku dan wajahnya menghindari tatapanDazai. "Akhir-akhir ini jadi sangat buruk" wajahnya memerah, dia jujur soal itu. "Dan kau datang untuk membuatnya semakin buruk" Chuuya entah kenapa malah semakin erat memeluknya. Dazai tersenyum sekilas. "Syukurlah".
"Apa-apaan itu?!".
"Tidak ada. Mungkin karena sejak awal memang hanya aku yang boleh menyentuhmu" tangan Dazai turun untuk melepaskan celana Chuuya. Lelaki itu sedikit mengangkat tubuhnya, mempermudah Dazai. "Kau tidak sabaran ya".
"Berisik! Aku tidak akan begini jika kau tidak membuat masalah".
"Bukannya kau menolakku tadi?".
"Ugh-" Chuuya bisa melihat wajah yang menatapnya penuh goda saat pelukannya terlepas. Wajah Chuuya merengut dan Dazai tertawa karena itu. "-saat ini tidak ada pilihan lain" ucapan itu membuat tawa Dazai makin keras.
"Yah, dan setelah ini benar-benar tidak akan ada pilihan lain selain denganku" kecupan didapat Chuuya lagi. Dia menjerit tertahan setelahnya saat Dazai mendorong tubuhnya terjatuh kebelakang dan kedua tungkainya diangkat paksa naik ke atas pundak Dazai yang merendahkan tubuh ke arahnya.
"H-HEI-".
"Apa ini pertama kali buatmu? Kalau begitu pelajari untuk selanjutnya".
"D-Dazai- kau! Brengsek- AH!" Dazai bisa merasakan kuku Chuuya yang menancap di permukan kulit lengannya. Jeritan itu terdengar lagi dan Dazai sedikit merasa bersalah karena tiga jarinya yang masuk serentak ke dalam lubang itu. "SAKIT SIALAN! BRENGSEK!" ah, umpatan itu seperti harga yang harus dia bayar.
"Maaf" Chuuya meringis, dia merasa bagian bawahnya sobek. Dazai mencium dahinya lembut sambil berucap maaf berkali-kali. "Kau akan baik-baik saja setelah ini" kata-kata itu seperti mantra yang membuatnya menurut. Chuuya melepaskan cengkramannya pada lengan Dazai dan kini menutupi kedua wajahnya. Entahlah. Dia hanya merasa buruk sekarang.
"Kau ingin berhenti?".
"-tidak" suara pelan itu tidak begitu jelas didengar Dazai. "Chuuya-".
"Kubilang lanjutkan, bodoh!" suara itu tegas walau getarannya ikut terdengar. Sementara dia terlihat menggigit bibirnya dan air mata jelas mengalir walau kedua tangannya menutupi azure shappire miliknya. Dazai sedikit ragu. Tapi jika itu permintaan Chuuya dia harusnya senang kan?
Dazai mulai menggerakkan jarinya. Acak dan kasar. "Aaakkhh-" geraman tertahan itu membuatnya makin gila memainkan lubang yang menjepit jarinya rapat. Sementara Chuuya menemukan kegiatan baru, menarik surai kakao Dazai dan menjambaknya kasar saat rasa sakit datang secara berkala.
"D-Dazai! Dazai!" Chuuya mendesahkan namanya berkali-kali. Lelaki itu tersenyum senang. Ini bahkan belum dimulai dan dia sudah mendapat pemandangan indah berkali-kali.
"Ughhh~" lenguhan Chuuya terdengar bersama dengan cairan yang mengalir keluar dari kejantanannya. Kehangatan turun ke tangan Dazai yang masih berada di area lubang Chuuya. Dia melepaskan jarinya dan tubuh tegang Chuuya melemah kemudian. Nafasnya terengah walau hanya dipermainkan oleh jari Dazai.
"A-Aku sudah mengeluarkannya, ja-jadi selesai" Chuuya berusaha bangkit. Tangan Dazai menahan dadanya dan lelaki itu menatap Dazai penuh tanya.
"Kau benar-benar kejam ya. Bagaimana denganku?".
"H-Hah?!".
"Setidaknya bayar dengan sesuatu".
"Ini salahmu jadi aku tidak perlu melakukan apapun".
"Tidak. Ini belum selesai".
"Tapi- DAZAI!" Dazai mendorong tubuhnya lagi, membuatnya kembali ke posisi tadi sementara anggota detektif itu mulai memposisikan diri. "DAZAI!" teriakan itu terdengar pilu, disusul dengan lenguhan pasrah dan Dazai menyeringai saat miliknya sudah tertanam sepenuhnya dalam tubuh Chuuya.
"BRENGSEK! KAU BEDEBAH SIALAN! Ahh-" umpatan itu berakhir dengan desahan dan Dazai turun mendekati wajahnya hanya untuk mengatakan sesuatu yang menyebalkan. "Bukannya aku sudah bilang? Aku ingin mencicipimu, bukan membantumu orgasme" dan gerakan pelan dari pinggulnya membuat Chuuya mengerang lagi. Hal itu seolah membakar keinginannya. Dazai menyentaknya lebih. Makin dalam, makin liar. Suara basah yang menggaung tercipta. Sementara Chuuya tidak berhenti menyerukan nama Dazai juga mengumpatnya berkali-kali.
"Hiyyaaahhh~" Chuuya mengeluarkannya lagi tapi tidak dengan Dazai. Dia masih belum bisa dan kesal sendiri saat melihat Chuuya mendapatkan kenikmatan lanjutan. Mengabaikan itu, dia mengangkat tubuh Chuuya.
"Bisa berdiri sebentar?" Chuuya sudah terlalu lemah. Dia berusaha tanpa banyak bicara dan Dazai membantunya, membuat posisinya berbalik menunduk membelakangi Dazai tanpa tahu jika milik Dazai yang tegang berusaha masuk lagi dalam posisi itu. "AH!" ya, dia tahu sekarang dan wajahnya menoleh ke belakang, ke arah Dazai dengan marah.
"Kau benar-benar psikopat! Tidak waras! Bajingan!" semua umpatan itu diabaikan. Dazai memeluknya dari posisi itu. Sebelah tangannya mulai menyentuh batang keras Chuuya yang menggantung diudara, mempermainkan benda itu dengan tangannya. "Dazai- ahh-" suaranya tertahan di tenggorokan sebab sesuatu berkedut di dalam liangnya terasa makin besar.
"Aku akan mulai" Dazai seolah minta persetujuan. Hentakan dia lakukan lagi. Lebih gila dari sebelumnya. Chuuya memekik beberapa kali. Miliknya mengencang lagi dan Dazai menutupi ujung lubang kecil disana demi menahan Chuuya mengeluarkan cairannya lagi. Chuuya merasa gejolak menyebalkan menyerang perutnya dan dia bersumpah akan membunuh Dazai setelah ini karena sikap kurang ajarnya.
"Le-Lepaskan tanganmu bodoh!".
"Tidak sebelum aku keluar".
"Kau- umhhh-" tangannya berpegangan pada meja, mencengkramnya dan hampir membuatnya remuk. Rasanya seperti ledakan akan terjadi dibawah sana dan Chuuya tidak suka itu. Dazai mencium tengkuknya yang tertutup neck collar hitam yang longgar.
"A-Ah Chuuya-" desahan Dazai membuatnya waswas. Ini buruk. Ya, sangat buruk jika Dazai meneruskan ini dan mengeluarkan cairan miliknya didalam tubuh Chuuya. "Aku akan keluar" tepat seperti dugaannya.
"T-Tidak! Jangan keluarkan disana! Ku-Kumohon- unhh-" suara panik itu diredam Dazai. Dia membawa bibir Chuuya pada miliknya sendiri. Mengulumnya manis dan menenangkan. Sementara bau pheromon Chuuya semakin kuat hingga Dazai semakin kasar bergerak dan keduanya mengeluarkan precum bersama di dua tempat berbeda. Chuuya mengotori karpet dan tangan Dazai sementara Dazai memenuhi lubang Chuuya.
"Bodoh. Idiot-" Chuuya masih bisa mengatainya macam-macam walau nyaris pingsan, kesadarannya sudah mendekati persen terakhir. Dazai melepas miliknya dan mengecup puncak kepala Chuuya kemudian. Dia membopong tubuh kecil itu ke sofa setelah membenarkan celana yang sempat terlepas turun tadi. Membenahi pakaian mantan partnernya itu dan sentuhan terakhir adalah usapan pada pipi Chuuya yang berkeringat.
"Baik-baik saja?".
"Jelas tidak, bodoh" Dazai melepas coatnya untuk menyelimuti tubuh Chuuya. Sosok itu kelihatan kalut dan Dazai merasa bersalah karena sedikit kelewatan. "Sudah kukatakan jangan keluarkan disana" Chuuya menggigit bibir bawahnya sementara pandangannya ke arah lain. Dazai menghela nafas.
"Maaf".
"Bagaimana jika-" Chuuya benci membayangkan kemungkinan mengerikan yang satu ini. Ingat jika dia Omega dan Alpha bodoh didepannya ini baru saja memperkosanya dengan brutal. Oh, walau dia cukup menikmati kegiatan barusan.
"Kau takut hamil ya?".
BRAK!
"AW, SAKIT!" Dazai tidak tahu darimana datangnya ember besi yang menimpa kepalanya. Chuuya mengangkat coat Dazai sampai menutupi seluruh wajahnya. "Brengsek" umpatnya samar dengan wajah merona karena kesal.
"Bukannya ini lebih baik? Denganku maksudnya" Dazai duduk bersandar di bagian bawah sofa, tepat disisi kanan kepala Chuuya yang menghadap ke arah berlawanan. "Aku tidak bisa bayangkan jika kau melakukannya dengan orang lain".
"Berisik. Kau tidak tahu aku sedang menyesali semua hal yang terjadi sejak kemarin ya? Ah, tidak. Sejak bertahun-tahun lalu. Sejak aku bertemu denganmu. Aku merasa sial".
"Oh" tak ada respon lagi setelahnya. Chuuya pikir dia salah bicara- tidak, semua ucapannya benar. Dazai itu hanya pembawa onar yang membuatnya masuk dalam pusaran kekacauan dimanapun mereka sedang bersama.
"Kau benar-benar membenciku ya?"
"-bukan begitu!" dan kenapa Chuuya mengingkari pemikirannya barusan. Ah, sialan. Dia berbalik dan melihat surai gelap itu masih sama seperti dulu. Mungkin lebih panjang dan berantakan. Tangannya hendak menyentuh pelan, ragu. Tapi Dazai malah bangkit sebelum ia sempat meraihnya.
"Aku akan mengantarmu pulang. Ah, dan kita harus bereskan dulu kekacauan disini atau seseorang akan curiga" Dazai memungut benda milik Chuuya yang berserakan. Topinya, celana, sepatu yang masing-masing teronggok di tempat berbeda, coat. "Kau bahkan mengotori karpetnya".
"Be-Berisik, ini semua salahmu".
"Kau masih bisa menyalahkanku? Harusnya kau berterima kasih" Dazai menyerahkan semua itu padanya. membantunya berdiri kemudian dan memandangi kegiatan Chuuya memakai satu persatu kembali pakaian yang terlepas.
"Ne, Chuuya-" kata-katanya terhenti dan Chuuya merasakan atmosfir serius disekitarnya. Dia mendongak, mendapati wajah Dazai dengan ekspresi tak terbaca. Kemudian kedua iris beda warna itu saling bertemu dan Dazai Osamu mengatakan pikirannya tegas dan jelas.
"Jadilah mateku"
===xxx===
Ini END?
:v
===xxx===
MUAHAHAHAH ANJER ABSURD! GANTUNG PULA! /di bom/ XD
Lanjut gak nih gaes? :'v
Niat awal bukanlah omegaverse begini tapi AU
Tapi gara-gara kiriman Satsuki-san –baca:skk anuan di atas meja- ku jadi terinspirasi XD
Yok, karena ini adala smvt soukoku pertamaku jadi harap maklum dan yah semoga kalian tidak kapok main ke akun saya fufu.
See ya next time guys
/N-D-23052017/
