When the Darkness Fall In Love
Cinta itu adalah suatu penyakit yang bisa hinggap pada siapa saja. Tua, muda, laki-laki, perempuan, bulan, bintang, siang, malam,
Iblis, manusia….
Is that true?
Pagi itu London sangat sibuk. Jalanan kota yang basah terkena hujan sejak tadi malam kini dipenuhi oleh kereta kuda yang berlalu lalang. Walaupun matahari sudah mulai menampakkan sinarnya, namun cuaca masih dirasa dingin. Jalanan masih dihiasai dengan genangan air. Dedaunan masih basah, jejak dari tangisan langit semalam. Walaupun begitu, hari ini London benar-benar ramai.
Ini musim sosial. Para bangsawan meninggalkan mansionnya dan lebih banyak menghabiskan waktu di pusat kota. Tentunya untuk mengisi liburan dan bersosialisasi.
Begitu pula dengan Kepala Keluarga Phantomhive, Earl Ciel Phantomhive. Ia bersama sang butler Sebastian kini berada di town housenya.
"Sebenarnya aku sedang tidak ingin meninggalkan rumah walaupun ini musim liburan. Apalagi suasana kota yang ramai seperti ini…" Gumam Ciel sambil meneguk teh Earl Grey-nya. Sebastian yang berdiri di sampingnya hanya tersenyum sambil menunggu tuannya meminta untuk menuangkan teh ke cangkirnya.
"Hanya saja…."
Ciel memandangi sebuah surat dengan cap kerajaan di amplopnya. Ia terbayang pada kejadian kemarin pagi.
-Flashback-
Pagi hari di mansion Phantomhive…
Sebastian membuka gordin kamar Ciel, membuat cahaya mentari pagi masuk melalui jendela.
"Selamat pagi, Tuan Muda." Sapa Sebastian kepada Bocchannya dengan penuh kehangatan. Tentu saja dengan senyuman yang bisa membuat para fangirls meleleh.
"Kenapa kau membangunkanku? Aku masih mengantuk." Timpal Ciel ketus.
"Ini sudah pagi, Tuan Muda." Jawab Sebastian.
Ciel yang (kelihatannya) masih mengantuk, mengerubuni dirinya sendiri dengan selimutnya yang tebal dan nyaman.
"Saya tahu anda lelah karena pesta di kediaman Barnett semalam. Tetapi tidak baik untuk seorang Earl seperti anda bangun terlalu siang. Apa kata Nyonya Frances jika ia mengetahui ini." Ucap Sebastian, menyibakkan selimut Ciel dan menariknya keluar dari perembunyiannya.
"Iya, iya. Aku bangun." Timpal Ciel kesal. Sebastian pun tersenyum.
Ciel pun bangun dan membiarkan Sebastian mengurus dirinya.
Selang beberapa saat, terdengar keributan di luar kamar.
"Tu.. tunggu! Tuan muda masih tidur!"
"Oi, berhenti!"
"Sudah kubilang, Tuan muda masih…"
*BRAAKKKK!* (suara pintu terbuka dengan keras)
Dua orang berpenampilan serba putih muncul di balik pintu. Mereka adalah "Duo Charles", Charles Grey dan Charles Phipps.
"Permisi! maaf mengganggu~ Eh?"
Ciel yang sedang dibukakan piyamanya oleh Sebastian Nampak terkejut.
"EEEEEEHHHHHH…!?" "Se…sedang apa kalian disini?" Tanya Ciel dengan wajah memerah. Geram iya, malu sangat.
"Huaaa…. Earl baru bangun ya!?" Ujar Grey polos. Sebastian hanya terdiam, menahan tawa.
Ketika itu muncul tiga orang pelayan dengan wajah panik. Mereka tidak lain adalah Bard, Meyrin dan Finny.
"Sudah kubilang, Tuan muda masih di tempat tidurnya." Ujar Meyrin.
"Maafkan kami, Tuan muda. Kami sudah mencegahnya masuk ke kamar. Tapi mereka tetap saja masuk." Kata Bard kesal. Sementara yang dibicarakan malah asyik memainkan bunga dalam vas yang terletak di meja sebelah tempat tidur Ciel. Dan yang bertubuh lebih tinggi hanya terdiam.
"Baiklah. Bard, Meyrin, Finny sudah cukup. Kalian boleh pergi." Ucap Sebastian.
"Baik!" Ketiga pelayan itu pun pergi.
Ciel yang masih kesal beranjak dari tempatnya. Namun sekarang ia lebih tenang dan tidak merasa panik lagi.
"Baiklah. Ada apa?"
"Kau tidak mau mandi dan berias dulu?" Goda Grey. Ciel hanya memandangnya, kesal.
"Baiklah, baiklah. Maaf." Sambungnya acuh.
"Maafkan kami karena datang sepagi ini. Tetapi kami tidak punya waktu lagi sebelum acara minum teh keluarga kerajaan berlangsung. Ada pesan dari Yang Muia Ratu." Ujar Phipps sambil mengeluarkan sebuah amplop, lalu mengirimkannya pada Ciel. Ciel pun menerimanya.
"Jadi, kali ini apa masalahnya?"
"Ini mengenai keluarga Ainsworth." Gumam Grey sambil tetap terfokus pada bunga di kamar Ciel.
"Apa ini tentang Earl Ainsworth yang menghilang 1 tahun lalu?" Ciel termenung.
"Kasusnya kini melebar. Setelah kau menutup penyelidikan ini tanpas membuahkan hasil, keadaannya jadi memburuk." Cetus Grey agak meremehkan.
"Cih!"
"Setelah kasus itu ditutup, keluarga Ainsworth pasrah dan menerima kenyataanya. Tetapi, ada berita bahwa Sabtu malam seluruh keluarga Ainsworth terbunuh dalam api yang membakar mansionnya." Sambung Phipps.
Seketika Ciel terperanjat. Cerita Phipps membawanya kembali ke masa lalu ketika ia menyaksikan sendiri kebakaran yang merenggut rumah dan keluarganya.
"Ke… Kebakaran?"
"Ya. Tetapi ada hal yang ganjil di sana." Ucap Phipps.
"Kematian yang tidak wajar."
Ciel mengernyitkan dahi. Kematian yang tidak wajar? Ia semakin bingung.
"Kematian yang tidak wajar? Apa maksudnya?"
"Aaaahhh…. Kau cari tahu saja sendiri. Intinya Yang Mulia Ratu ingin kau meneyelidikinya." Timpal Grey.
"Baiklah."
"Nah, Earl. Kami harus pergi. Pastikan kau menyelesaikan kasusnya hingga tuntas. Bye bye!" Ujar Grey meninggalkan kamar Ciel.
"Baiklah. Kami permisi." Pamit Phipps, membungkuk, lalau pergi menyusul Grey.
Tak lama kemudian, Grey kembali muncul di pintu kamar Ciel.
"Oh, iya. Earl, piyama yang bagus." Ucapnya sambil tersenyum manis.
"PULANG SANA!"
- Kembali ke latar sebelumnya -
Ciel kembali meneguk tehnya.
"Jangan-jangan anda masih memikirkan kasus sebelumnya yang tidak terpecahkan." Terka Sebastian.
"Sebenarnya serumit apapun kasus itu, aku tidak akan membiarkannya terbengkalai dan tidak terpecahkan. Tetapi, kasus ini benar-benar aneh. Aku butuh waktu untuk kembali memecahkannya." Kata Ciel.
"Dan sekarang, kasusnya malah bersambung." Sambungnya.
Sebastian memandangnya lirih.
"Yah, sebelum kita menuju mansion Ainsworth, bukankah lebih baik kita beristirahat dulu" Kata Sebastian, tersenyum.
"Lagi pula, jarak mansion Ainsworth jauh lebih dekat jika diakses dari London. Kita juga sudah kehabisan bahan-bahan dan kita juga membutuhkan berbagai perlengkapan baru." Sambungnya.
Ciel menghela napas dalam-dalam. Ia kembali meneguk tehnya.
"Tetapi, tuan muda…" Sambung Sebastian. "Kenapa anda membawa mereka" Tunjuk Sebastian pada keempat orang yang berdiri di sudut ruangan dengan wajah bodoh yang tersenyum (ralat : hanya 3 orang yang berdiri. Yang satu duduk bersimpuh sambil memegang secangkir teh Jepang).
Sebastian pun nampak tidak menyukainya.
"Ini kan liburan. Aku mau memberi mereka hadiah. Lagi pula, aku tidak mau membiarkan mereka menghancurkan rumahku." Ucap Ciel santai. Sepertinya dia punya maksud lain.
"Ah, baiklah." Kata Sebastian lirih. Ia kembali memusatkan pandangannya pada keempat orang itu.
"Bard, Finny, Meyrin!" Serunya.
"Ya!" Sahut ketiga pelayan itu.
"Ini adalah liburan. Jadi kalian tidak perlu mengacau.. ah… maksudku bekerja. Jadi, aku harap kalian bisa setenang Tanaka-san."
"Ah, baiklah."
Sebastian pun kini tersenyum. Nampaknya ia memang tidak mau ketiga pelayan itu merepotkannya.
Ciel memandang jauh ke luar jendela. Kasus kali ini benar-benar membuatnya kesal. Kesal bukan karena kasusnya sangat rumit. Sejauh ini, serumit apapun kasusnya, Ciel bisa menyelesaikannya. Namun, yang membuatnya kesal adalah karena kasus ini membawanya ke ingatan pahit masa lalunya yang tenggelam dalam warna merah sang api di bulan Desember yang membara.
"Tuan Muda?" Sebastian membangunkan Ciel dari lamunannya.
"Apa?" Ketus Ciel.
"Anda nampak resah." Ucap Sebastian.
"Aku tidak resah!" Bantah Ciel.
Sebastian tersenyum. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar di kota? Kita berbelanja. Bagaimana, Tuan Muda?"
Bukan Ciel yang langsung merespon, melainkan Bard, Finny dan Meyrin yang bersemangat. Sebastian langsung mengalihkan matanya pada ketiga pelayan itu, menatap mereka dengan tatapan tajam. Ketiga pelayan itu pun langsung tertunduk.
"Kau saja yang pergi." Jawab Ciel. Sebastian tampak kecewa.
"Baiklah kalau begitu." Jawab Sebastian lirih. "Anda tunggu di sini. Ayo, Bard, Finny, Meyrin, Tanaka-san."
Sebastian dan keempat pelayan liannya meninggalkan Ciel sendiri di ruangannya.
"Tunggu!" Seru Ciel. Sebastian dan keempat pelayan lainnya pun menoleh.
"Baiklah, aku ikut."
Sebastian tersenyum.
~ooo0ooo0ooo~
London benar-benar ramai. Semua orang memenuhi pusat perbelanjaan di East End. Hamper semua took di sepanjang jalan dipadati pengunjung. Mungkin ini yang menyebabkan Ciel (tadinya) tidak mau ikut. Tetapi, ditinggalkan sendirian di Town House? Ia harus berpikir dua kali.
Ciel dan kelima pelayannya berjalan di tengah keramaian pusat perbelanjaan. Terlihat Finny membawa setumpukan kotak yang menjulang tinggi. Adapun Meyrin dan Bard yang menjinjing beberapa tas belanja.
"Baiklah. Sekarang kita beli sesuatu untuk kalian." Ucap Sebastian. Bard, Meyrin, dan Finny terlihat sangat bahagia.
Mereka kembali berjalan dari satu toko ke toko yang lain.
Setelah selesai, mereka pun bergegas untuk pulang.
Saat mereka berjalan menuju kereta kuda, Finny yang membawa tumpukan barang menabrak seseorang. Jelas saja, pandangannya terhalang oleh setumpukan barang belanjaan sehingga ia pun tidak bisa meihat dan menabrak seseorang.
"Aduh!" Rintih orang yang ditabrak Finny. Seketika barang-barang yang dibawa Finny pun berjatuhan menimpa gadis itu. Ya, yang ditabrak Finny adalah seorang gadis.
Finny pun panik.
"Ah, maafkan saya! Saya benar-benar tidak sengaja! Saya tidak melihat anda!" Ucap Finny seraya terus meminta maaf.
"Finny! Dasar ceroboh! Bagaimana kalau gadis itu terluka!?" Omel Bard.
Ciel dan Sebastian yang berjalan menaiki anak tangga kereta kuda pun menghentikan langkah mereka. Mereka benar-benar kewalahan dengan kecerobohan Finny. Setelah kemarin dia menghancurkan air mancur di taman dalam dan mematahkan sapu taman, kini ia menabrak seorang gadis. Tahu kan seperti apa kekuatan pelayan Phantomhive yang satu ini!? Kalau gadis ini kenapa-napa, Ciel bisa kerepotan.
"Pelayan yang satu ini…." Gumam Ciel kesal.
"Ya ampun. Satu lagi kesalahan yang ia perbuat." Gumam Sebastian, juga. Ia pun berjalan menghampiri Finny dan gadis itu. Tentu saja untuk membereskan kekacauan.
"Kau ini. Bukannya membereskan kekacauan yang kau perbuat, malah diam. Kalau kau berbuat sesuatu yang salah, belajarlah membereskannya sendiri." Kata Sebastian sambil merapikan kembali barang-barang yang terjatuh.
"Kau tidak apa-apa, Nona?" Tanya Sebastian sambil mengangkat barang-barang yang menindih gadis itu.
"Periksa juga barang-barangnya. Jangan sampai ada yang rusak." Ujar Ciel dari pintu kereta kuda.
Ketika semua barang sudah dirapikan, nampaklah wajah seorang gadis yang cantik dan manis di hadapan Sebastian. Dengan rambut hitam yang mengkilap yang ia ikat menyamping, bola mata yang berwarna merah membara dan bulu mata lentik serta pipi kemerahan dan wajah tanpa riasan namun tampak begitu menawan menciptakan keindahan yang tiada tara.
Sebastian tertohok. Matanya seperti hamper keluar, menunjukkan rasa kagum yang berlebih, memandang makhluk indah yang berada di hadapannya.
"A… aku tidak apa-apa." Jawab gadis itu setengah kesakitan, namun akhirnya ia pun tersenyum. Benar-benar senyum yang menawan.
Sebastian mengulurkan tangannya, membantu gadis itu berdiri. Gadis itu pun berdiri dengan bantuan Sebastian.
"Saya mohon maaf atas kecerobohan pelayan kami." Ucap Sebastian, mengambil posisi tertunduk dengan tangan kanan diletakkan di tangan kiri.
"Ah, tidak apa-a..AAAAA…..!"
Gadis itu kembali terjatuh. Terjatuh di pelukan Sebastian. Sebastian dengan reflex menangkap gadis itu.
Dengan posisi seperti sedang berdansa dengan iringan musik Waltz di dalam ruang dansa, mereka saling bertatapan dengan jarak hidung yang hamper menempel, seakan Sebastian hendak member sebuah ciuman hangat pada gadis itu.
Mereka berdua tampak tersipu malu. Nampak blush di pipi mereka berdua. Sebastian pun tidak mengerti dengan apa yang ia rasakan. Dada yang berdegup kencang dan keringat yang menetes. Apakah ini…..
To be Continued…
