Boboiboy keluar dari ruang kelasnya, berjalan menuju ruang UKS.

Ia tidak tahu berapa banyak orang yang ia tabrak selama perjalanan ke ruang UKS, yang penting ia harus sampai disana sebelum ia menhajar kepalanya ke tembok terdekat.

'Uh...kenapa Uks-nya harus jauh sekali sih?!'


Fang x Boboiboy

Rate T, Fluff (mungkin)

Genre, ah saya gak ngerti

Hai...

Saya kembali dengan Sekuel dari fanfic sebelumnya, "The ice and hot chocolate".

Sumpah, saya gak ada minat buat sekuel. Jadi begini deh.

Silahkan dinikmati.

Boboiboy and all Characters in this fic belongs to Animonsta Studios (Monsta)

But the whole story is mine


After that

Fang terheran melihat Boboiboy berjalan terhuyung-huyung seperti orang mabuk dengan sekantung es batu di kepalanya.

Eh, Es batu?

Fang terkesiap, ia segera menghampiri Boboiboy yang terlihat nyaris limbung ke lantai dan memegang lengannya.

"Boboiboy? Kau sehat?" –oke, ini pertanyaan bodoh. Jelas saja Boboiboy sedang sakit, kalau dia sehat mana mungkin dia terhuyung-huyung.

"Oh, hai Fang—"

"—Kepalaku terasa mau meledak, Fang..."

Fang terheran, "Kau ini... kenapa bisa begini?"

Boboiboy mengernyitkan dahinya, menahan rasa sakit yang terus menghantam kepalanya.

"—ini semua gara-gara ulangan matematika..."

Dengan seluruh tenaga dan segenap jiwa raga, Fang berusaha untuk tidak tertawa. Jika saja Boboiboy tidak sedang sakit.

"Semua angka-angka itu, membuatku pening... Aduh—"

Boboiboy kembali mengaduh, dan merasakan kalau lututnya tak lagi dapat menahan berat tubuhnya.

Melihat Boboiboy dengan keadaan seperti itu—tubuh mungilnya yang nyaris ambruk ke lantai, berjalan terhuyung-huyung, wajah pucat pasi, mata sayu, serta kepala yang di tempeli sekantung es batu yang sudah mencair—membuat Fang merasa iba.

"Ku gendong sampai ke rumah?" tawar Fang.

'kan tidak lucu jika dia terkapar di koridor sekolah saat tidak ada siapapun yang lewat, mengingat ini sudah jam pulang sekolah.

Boboiboy menatap Fang dengan tidak percaya, walaupun tertutup oleh mata sayunya.

"Daripada kau pingsan disini. Terserah kau saja sih—"

Boboiboy membulatkan matanya, "Iya iya! Aku mau!" serunya panik. Fang tersenyum puas.

Ia pun berjongkok di depan Boboiboy, memberikan punggungnya pada Boboiboy. Boboiboy dengan ragu-ragu, menaruh kedua tangannya di pundak Fang dan menempelkan tubuhnya pada punggung Fang.

"Tidak apa-apa nih?" tanya Boboiboy lirih tepat di telinga Kiri Fang.

Jantungku yang kenapa-napa, Boboiboy...

"Ti-tidak apa-apa. Pegang erat-erat." Perintah Fang.

Hup! Fang pun berdiri sembari menggendong Boboiboy yang terlihat panik di punggungnya.

"F-fang—"

"Peluk saja leherku, Boboiboy. Dan kenapa kau tidak buang saja kantung itu?" Sahut Fang sembari terus berjalan menuju gerbang sekolah.

Boboiboy pun mengalungkan tangannya di leher Fang dan menggeleng, "Kepalaku masih sakit..."

"Hm.. baiklah."

Lalu keheningan pun menyelubungi mereka berdua. Hanya ada suara tapak kaki Fang dan hembusan nafas mereka berdua.

Sampai Boboiboy pun memecah keheningan tersebut.

"Maaf Fang..." Boboiboy menaruh kepalanya di pundak Fang, membuat si pemilik pundak terkejut.

"u-uh tidak apa-apa-"

"—Selagi kau masih sakit, kau ku maafkan. Tapi lain kali kau harus mengakui kepopuleranku."

Boboiboy tersenyum, "terserah kau sajalah, Fang."

Boboiboy yang berada di pundak Fang, tak sengaja menghirup wangi tubuh Fang.

Mint...

Boboiboy nyaris menutup matanya kalau saja Fang tidak memanggilnya.

"Boboiboy?"

"...Ya?"

Saat sakit pun kau masih mengeluarkan suara seimut itu? Kurang ajar...

Fang menarik nafasnya dan membuangnya, "Kenapa kau sakit sehabis ulangan matematika? Kenapa bukan saat kita belajar bersama? Jadi kau tidak perlu sampai demam seperti ini..."

Boboiboy mengerjapkan matanya dan mempout-kan bibirnya, "Karena saat ulangan matematika, aku tidak boleh melihat rumus. Sedangkan waktu belajar bersama Fang, aku diperbolehkan untuk melihat rumus saat mengerjakan soal. Jadi aku gak perlu pusing-pusing mikir lagi..."

Dan saat ada Fang, aku jauh lebih tenang...

Fang mendengus, "Mana ada ulangan tapi boleh lihat rumus?! Dasar aneh kamu!"

Boboiboy tertawa pelan, "Ada, kalau nanti Fang jadi guru matematika~"

Fang terkesiap, "E-enak saja! tidak akan kuperbolehkan!" serunya.

"Ih, Fang jahat..."

"Bodo..."

Boboiboy kembali menyandarkan kepalanya di pundak Fang dan mulai memejamkan matanya. Entah kenapa, rasa sakit yang menghantam kepalanya mulai mereda dan tergantikan oleh beratnya kelopak matanya.

Fang pun terus berjalan, tidak memerdulikan keadaan sekitar. Juga tidak memerdulikan degup jantungnya yang tak karuan.

Dan ia pun sudah sampai di rumah Boboiboy.

"Boboiboy?". Tidak ada sahutan.

Fang menengok ke belakangnya, dan mendapati boboiboy yang tertidur pulas di punggungnya. Fang memutar bola matanya.

Pantas daritadi diam saja...

Fang pun—dengan susah payah—masuk ke dalam rumah dengan kunci yang ia dapati di bawah pot teras rumahnya. Ia pun membaringkan Boboiboy di sofa—ia tak sanggup lagi berjalan menanjak menaiki tangga menuju kamar Boboiboy.

Dan Fang merasa seluruh aliran darahnya menuju wajahnya. Ia merasa wajahnya juga sangat panas.

Bagaimana tidak? Boboiboy tergeletak di sofa, tertidur dengan pulasnya, serta wajahnya yang super duper polos nan menggemaskan itu—

-membuat Fang ingin benar-benar melahapnya sekarang juga, jika ia tidak ingat bahwa Boboiboy sedang sakit.

Menarik nafas panjang, dan membuangnya, Fang pun menenangkan dirinya. Detak jantungnya tidak pernah beres kalau berada bersama Boboiboy.

"...a-aku pulang dulu Boboiboy..."

Fang pun mengecup dahi Boboiboy yang terasa panas.

-Fin?-

Not yet.

"Atok, kemarin Fang mengantarku sampai rumah ya?" Boboiboy yang sudah merasa sehat namun mengambil izin tidak masuk sekolah, sedang membantu Atoknya dan menyempatkan diri bertanya.

Atoknya mengangguk, "Iya, dia yang bilang sama Atok."

"—lain kali belajar jangan berlebihan. Ingat itu boboiboy." Atok mengetuk pelan kepala Boboiboy.

"Ehehe, baiklah Tok!" Boboiboy menggaruk pipinya dan tertawa kecil.

Boboiboy pun kembali menyibukkan dirinya dengan mengelap gelas-gelas.

Namun ada yang mengganjal pikiran Boboiboy sedari tadi. Ia pun memegang keningnya.

'Aneh..aku bermimpi Fang menciumku. Aneh sekali.'

-Fin-

Akhirnya selesai jugaaaaaaaaaaa

Sumpah, demi apapun, saya gak mau nerusin fanfic yang sebelumnya.

Karena emang fanfic sebelumnya itu one-shot dan kalo kalian perhatikan, itu complete.

INI CUMAN GARA-GARA SAYA LUPA NARUH TULISAN "FIN"

Dan semua orang berpikiran saya mau buat terusan fic ini. Duh...

Ohiya maaf saya gak bisa bikin yang romance banget, mangkanya di fic ini kurang banget romancenya...

saya gak bisa baut romance duh ;;

Silahkan yang minta lanjut, di review fic ini /maksa

Yang baca doang, ayo review juga /maksaberat /dihajar