Lovesome
Disclaimer: Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi. Tidak ada keuntungan material apapun yang didapat dari pembuatan karya ini. Ditulis hanya untuk hiburan dan berbagi kesenangan semata.
Pairing: Kuroko Tetsuya/Momoi Satsuki. Genre: Romance/Hurt/Comfort. Rating: K+. Other notes: for kuromomoweek.
(Buka mata, lihat ke dunia luar, dan temukanlah taburan serbuk kasih yang jatuh seiring kepak sayap kupu-kupu di sekeliling Kuroko Tetsuya dan Momoi Satsuki.)
kuromomoweek day #1: birthday
Andai saja ada formula yang dapat mengubah bebauan obat-obatan dan antiseptik yang bercampur ini menjadi aroma yang lebih baik, menjadi seperti bau rumput, barangkali? Atau bau hujan, itu akan lebih baik. Paling baik jika wanginya diganti dengan aroma mawar atau melati. Momoi tak akan keberatan, tentu. Andai penyulapan itu bisa benar-benar terjadi di dunia ilmiah, ya?
Bebauan tak enak itu menjadi pelengkap kado ulang tahunnya, yang satu paket dengan aliran infus yang ditusukkan ke punggung tangan, ketidakbebasan bergerak, dan aturan yang ketat tentang obat serta halangan untuk makan ini-itu.
... Tidak, dia tidak akan sudi untuk memilihnya jika dia diharuskan memilih.
Tapi, sudi tidak sudi, hal tersebut diataslah yang menjadi hadiah utama dari ulang tahunnya. Dia tidak bisa memilih. Semua karena gastritis akut yang menyerang sejak minggu lalu dan akhirnya dia menyerahkan dirinya pada rumah sakit untuk ditangani. Itu pun karena saran kekasihnya yang sedikit memaksanya, akhirnya dia mau menurut untuk tinggal di ranjang rumah sakit.
"Momoi-san."
Momoi terbangun dari lamunannya yang hanya berisi sesal-sesal yang dibumbui dengan kekecewaan dan ditaburi dengan kesedihan. Dimensi khayalan yang kelabu itu membuat wajahnya berubah murung dan terbentuklah garis lengkung ke bawah pada bibirnya.
"Hn ...?"
"Mau minum?"
Momoi menggeleng lemah. "Tidak, terima kasih."
Kuroko terpaksa memainkan tangannya di depan wajah Momoi karena lagi-lagi gadis itu menunjukkan topeng gundahnya dengan tatapan yang kosong serta ekspresi yang tak terdefinisikan.
"Tetsu-kun," sebelum Kuroko berkata apa-apa, Momoi telah berkata duluan. "Sebaiknya kaupulang saja. Kau tidak perlu menghabiskan waktumu untuk wanita yang penyakitan sepertiku."
Kedua alis Kuroko terangkat sesaat. Dia pun menggeser bangkunya agar lebih dekat pada tempat tidur Momoi.
"Kau tidak punya apapun yang bisa kau harapkan dariku. Pulang saja, dan bersenang-senanglah dengan teman-temanmu, kau tidak perlu menemani orang ini."
Buruknya kesehatan berdampak pada pikiran, dan begitu pula sebaliknya. Keadaan Momoi merupakan timbal balik di antara keduanya, pikirannya berefek pada kesehatan lambung tapi kemudian si penyakit lambung memperparah cara pikirnya akan sekeliling pula. Matanya memandang negatif segala hal yang dia miliki, dan pikirannya menjatuhkan dirinya sendiri seolah dia adalah orang tak berharga yang tak punya esensi atas eksistensinya di muka bumi.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak, Momoi-san."
"Aku—"
Kuroko pun berdiri, dia mengambil kursi roda yang tak jauh letaknya dari tempat tidur. Setelah mendekatkannya pada tempat tidur, dia mengulurkan tangan untuk Momoi, "Mau kubantu turun dari tempat tidurmu? Atau kau bisa sendiri? Aku ingin membawamu jalan-jalan."
Dengan sambil melepaskan satu embusan napas yang cukup panjang, Momoi menjawab menggunakan anggukan lemahnya.
Kuroko membantu Momoi bangkit dengan menggenggam tangannya. Momoi beringsut sendiri ke tepian ranjang dan kemudian berdiri sebisanya untuk kemudian segera meraih kursi itu. Ada ucapan 'terima kasih' yang terucap serendah desau angin kemarau. Kuroko memastikan bahwa infus Momoi terpasang dengan benar di tempat yang telah disediakan, serta meyakinkan dirinya bahwa tetes-tetes airnya masih normal.
Lorong rumah sakit sepi, hanya ada satu perawat yang berpapasan dengan mereka, dia terlihat amat terburu-buru sehingga dalam sekejap, keheningan kembali menciptakan kesan tak bagus di area yang panjang itu. Kuroko membelokkan kursi roda ke selasar kanan. Keramaian mulai terlihat. Sebagian besar adalah para ibu yang menggendong anak-anak mereka dengan salah satu tangan mengangkat infus tinggi-tinggi. Yang tertangkap mata Momoi secara spesifik adalah anak yang amat kurus, yang matanya terpejam, ada di pangkuan sang ayah yang memandangnya nanar. Momoi refleks meringis mendapati apa yang dia pandang. Cepat-cepat dia mengalihkan perhatian, sebab, berlarut-larut melihatnya hanya membuatnya makin trenyuh.
Kuroko tidak mengatakan apa-apa. Dia terus mendorong.
Suara tangis anak-anak masih jelas didengar oleh Momoi bahkan ketika mereka berdua telah cukup jauh dari selasar dekat tempat perawatan anak itu.
Lorong tertutup berujung pada sebuah tempat yang lebih terbuka, area taman dan kolam kecil menyambut di sisi kiri dan kanan selasar. Lorongnya lebih besar di situ. Beberapa orang berjalan dari arah yang berlawanan dengan Momoi juga Kuroko, salah satunya—yang menyita perhatian Momoi—adalah seorang pria yang kira-kira sebaya dengan ayahnya. Dia juga memakai kursi roda, seseorang yang dapat dipastikan adalah istrinya mendorong alat itu. Kakinya memakai gips dari area lipatan lutut sampai bagian pergelangan. Kepalanya dibelit perban dan tinta oranye mewarnai bagian pelipisnya, pasti adalah bubuhan obat penyembuh luka. Salah satu matanya juga ditutup perban.
Momoi meringis diam-diam.
Tangis anak-anak terdengar kembali, sayup. Pengutaraan yang terdengar di sela teriakannya kurang lebih seperti, "Tidak mau, aku tidak mau! Pasti sakit! Aku mau kakiku kembali seperti biasa!"
Momoi memejamkan matanya.
Di sisi sebelah kanan, agak jauh dari pandangan, adalah jalan masuk utama rumah sakit. Seruan peringatan berupa sirene ambulans membuat Momoi mengarahkan mata ke sana.
Ambulans itu tiba di depan ruang gawat darurat. Beberapa perawat langsung menghambur keluar dengan brankar. Yang Satsuki saksikan berikutnya adalah darah, darah, dan darah. Dia tidak lagi berani memicingkan mata ke arah sana setelah dia tahu bahwa si sakit yang dibawa ambulans itu adalah korban kecelakaan yang tubuhnya dilumuri darah.
Seakan diperingatkan, yang tampak di mata Momoi setelah dia memutuskan untuk tidak lagi melihat ke arah unit gawat darurat adalah seorang wanita tua yang termenung di sisi koridor. Infus tergantung di tiang yang ada di sisi tubuhnya. Dia sendiri. Tidak ada yang menemaninya—seperti hampir semua pasien yang Momoi lihat sebelumnya.
Ke mana pendampingnya? Apa dia hidup sendiri? Dia amat kurus dan tirus, matanya berbayangan di bagian bawah—membuat Momoi tambah bersimpati.
"Ini sudah ketiga kalinya dia masuk rumah sakit. Entahlah, matanya terus-terusan membengkak dan mengeluarkan banyak air. Aku juga tidak tahu apa penyebabnya," sepenggal kutipan itu tercuri oleh telinga Momoi. Setelah mencari tahu dengan menoleh sesaat, Momoi menemukan bahwa si pembicara adalah sesosok ibu muda dengan seorang anak yang diam saja di dadanya.
Matanya panas. Semua pemandangan ini membuat kotak simpati dan empati di dalamnya terbuka lebar dan meluapkan isinya yang lantas mengetuk-ngetuk kantong air matanya.
Semuanya membuat Momoi tak sadar bahwa Kuroko telah membawanya ke taman rumah sakit, yang mempunyai beberapa bangku kecil dan air mancur sederhana, beserta dengan bunga warna-warni yang menghuni beberapa sisi. Dan Kuroko telah duduk di salah satu bangku yang tersedia.
"Apa yang kaudapat, Momoi-san?" Kuroko bertanya di hadapan Momoi, mata teduhnya bertemu dengan mata basah Momoi. Kuroko sengaja melakukan ini, rupanya.
"Aku mengerti dua hal, Tetsu-kun ..."
"Satu?"
"Aku masih beruntung ... aku tidak separah mereka," dia menyeka air matanya. Senyum berusaha dia sunggingkan, tapi amat pahit kelihatannya.
"Dua?"
"Aku juga beruntung ... beruntung bahwa aku masih punya orang yang menyayangiku, yang menemaniku di saat-saat seperti ini," dia menunduk. Tangisnya meleleh. Punggung tangannya menyeka sudut mata yang ternyata berontak—tetap saja meneteskan cairan meski dia mengusapnya keras-keras.
"Maafkan aku, Tetsu-kun ..."
Kuroko menyapu mahkota merah jambu Momoi dengan lembut. "Tidak apa-apa. Aku mengerti bahwa rasa sakit pasti mengganggu pikiranmu. Tapi, jangan pernah lagi memikirkannya sendiri, karena aku bersedia untuk mendengarkannya. Juga ikut merasakannya."
Momoi baru berani mengangkat kepalanya, meski dia tahu bahwa ekspresi yang kali ini bukanlah raut yang pantas untuk diperlihatkan pada Kuroko. Namun, dia ingin membuktikan bahwa usaha pemuda itu berhasil dengan cara menyuguhkan senyuman yang lebih tulus. "Aku ingin cepat-cepat sembuh agar aku tidak lagi merepotkan Tetsu-kun dengan cara ini."
Kuroko menggeleng. Tangannya turun dari kepala Momoi menuju jemari yang ada di atas pangkuan gadis itu, "Tidak perlu terburu-buru, Momoi-san. Semua yang ada di muka bumi ini perlu proses dan tidak bisa terjadi dalam waktu cepat. Termasuk kesembuhanmu."
"Tapi aku tidak ingin membuatmu repot dengan terus-terusan menjagaku—"
"Aku tidak keberatan," Kuroko membawa jari-jemari itu ke depan bibirnya. "Karena ini salah satu hadiah ulang tahun yang ingin kuberikan padamu."
A/N: nisanya kurang kreatip makanya cerita di chapter ini temanya sama persis dengan fic buat kuromomoweek yang nisa publish di ao3 hanya saja tokoh-tokohnya 'dibalik' jadi ... ah sudahlah h4h4 ramblingku terlalu ga penting. well, ini hari pertama kuromomoweek! /o/ event akan berlangsung sampai 6 juni dan in syaa Allah aku bakal update fic ini tiap hari dengan tema yang beda-beda (kalau kalian pernah baca And I Love You-ku, fic buat aomomoweek itu, sistem fic ini sama kayak fic itu).
aaaah this archive needs more kuromomo uuuu ; ;
