Ada dua alasan mengapa Akabane Karma membenci anaknya dari Nagisa Shiota, ekhm maaf berubah marga menjadi Akabane Nagisa.

Pertama, anak itu menjatuhkan harga dirinya

Kedua, anak itu memiliki bakat terpendam yang diwariskan dari ibunya.

Ya, membunuh.

Anak itu ... membunuh keluarga Akabane.

~PBWIHVC : Indahnya Memiliki Ayah~

Ansatsu Kyoushitsu

Rated : K atau T?

Pair: KaruFem!Nagi / Karma x Fem!Nagisa, OC

Genre : Romance, Family

Disclaimer:

Ansatsu Kyoushitsu milik Matsui Yuusei-sensei. Saya hanya meminjam tokohnya saja.

Warning:

Jika kalian tidak menyukai fic saya, maka silakan lambaikan tangan ke kamera. Ralat, silahkan menekan tombol back. Memang tertulis bahwa genre fic ini Romance dan Family, namun jika tidak berkenan di hati Anda, saya minta maaf. Jika anda tidak suka fic saya, sekali lagi silahkan menekan tombol back. Apalagi sepertinya Karma dan Nagisa disini udah kelewat OOC dan berbagai typo bertebaran~

BTW, sebelum membaca ini, alangkah baiknya singgah dulu ke fic saya yang berjudul 'Pervert, but Why Is He Very Cool~?' /dia promosi/

Summary :

Akabane Risa bertanya pada ibunya, "Bagaimana rasanya memiliki ayah, Bu? Aku sangat ingin bertemu dengan Ayah. Dia belum mati, 'kan?" Sang ibu tersenyum lembut padanya. "Ayahmu mencintaimu. Pasti. Suatu hari nanti ... dia akan pulang." Anak itu tersenyum miris. "Asal kau tahu, Bu. Aku membenci ayahku... Ingin tahu alasannya?"

Prologue :

Awalnya keluarga Akabane itu adalah keluarga yang bahagia. Dipenuhi kebahagiaan setelah lahirnya anak pertama mereka.

Akabane Karma. Hei, siapa yang tidak senang jika cinta pertamanya sekarang telah menjadi istrimu? Pasti senang. Apalagi cinta pertamamu itu tengah menggendong anakmu yang telah berusia enam tahun.

Astaga, Karma tidak pernah merasakan sebahagia ini sebelumnya.

Tapi, setiap manusia pasti memiliki persoalan hidup. Pasti. Tidak hanya sekali, beberapa kali dalam kehidupanmu.

Kalau dipikir-pikir, pemikiran ini tiba-tiba muncul saja ketika melihat senyum polos dari anaknya. Berteriak "Tou-chan!" dengan riangnya sambil tertawa terbahak-bahak menunjukkan hasil coretannya yang begitu mengerikan. Coretan didominasikan warna merah dan hitam dimana tiga orang tengah bergandengan. Dua besar dan satu kecil. Semuanya berambut warna merah dan kedua orang besar itu diberi tanda silang.

Mengerikan bukan?

"Untuk Tou-chan!"

Karma terdiam.

Kalau dipikir-pikir, selama ini hidup Karma selalu bahagia. Sekali dua kali merasakan kesedihan hanya karena ditinggal orangtuanya pergi dan dia mulai terbiasa. Dan satu kesedihan paling mendalam ketika dia berurusan dengan istrinya saat dia masih menginjak bangku SMP. Dan satu lagi, kematian sang guru tercinta. Sisanya? Bahagia saja tuh.

Apakah ... ada cobaan berat yang akan menimpanya?

Anak itu tersenyum manis.

Karma teringat senyum manis Nagisa Shiota sebelum membunuh Koro-sensei dengan 'lincahnya'.

-PBWIHVC-

"Ah! Risa-chan, jangan membuang-buang beras!"

Karma terkesiap mendengar teriakan sang istri. Menggendong anaknya yang tengah memberontak, sangat ingin membuang beras. Hei, beras itu mahal, tau. Dasar anak boros.

"Ngga mau! Okaa-chan! Aku mau itu!"

"Jangan begitu! Tidak baik membuang makanan!"

"Itu bukan makanan! Beras ngga bisa dimakan!"

"Kalau dimasak, bisa dimakan?"

Anak itu terdiam mendengar suara dari ayahnya.

"Hentikan itu dan duduk tenang."

Anak itu menatap ayahnya tajam. Lalu menendang sang ibu dan melemparkan beras tepat di depan wajah ayahnya.

Karma murka.

"Hei, Tou-chan... Kau tahu tidak~?" ujarnya sambil tersenyum. Merangkak menaiki ayahnya, kemudian memeluk lehernya perlahan, mencium sang ayah sambil tersenyum 'manis'

"Ini hanya perasaanku, tapi-" Dia mengelus pelan rambut merah tersebut. "Satu-satunya pemilik rambut merah ... Itu Tou-chan, bukan?"

Karma hanya diam melirik anaknya.

'Jika seorang anak melempar beras tanpa alasan, maka ada orang yang akan mati pada malam hari'

-PBWIHVC-

"Kakek! Nenek!"

Anak itu berteriak senang. Sebuah keajaiban terjadi. Orangtua Akabane Karma datang berkunjung dari Thailand.

"Astaga, cucu Nenek sudah besar~!"

Pipi itu dikecup. Pelukan terjadi. Suasana riang mengisi ruangan itu. Karma hanya diam di sudut ruangan. Sama sekali tidak berniat untuk memeluk ataupun apalah dengan orangtuanya.

Melainkan heran.

Kenapa mereka datang berkunjung?

"Karma-kun."

Dia mengangkat bahu, tersenyum tipis kemudian berbincang singkat pada kedua orangtuanya. Anehnya, Nagisa dan anaknya menghilang entah kemana. Seolah memberikan waktu untuk mereka bertiga berbincang.

"Okaa-chan, kakek dan nenek sebentar lagi meninggal lho..."

Sayangnya, Nagisa tidak terlalu mendengar bisikan dari anaknya karena sibuk menyiapkan makan malam.

Itu membuat anaknya kesal. Dia berlari menuju ke ayahnya.

"Otou-chan! Kakek dan Nenek nanti mati, lho!"

Hei, siapa yang tidak murka? Karma benar-benar murka saat itu. Karma benar-benar malu. Anaknya berteriak tepat di depan kedua orangtuanya. Itu menjatuhkan harga dirinya. Dia tidak pantas menadi seorang ayah. Anak kurang ajar!

Itu malam terburuk baginya dan anaknya.

Anaknya langsung mengunci diri di kamar setelah mendapat tamparan keras dari ayahnya. Menangis keras bahkan Nagisa kewalahan mengurus keduanya.

"Biarkan saja dia! Anak tidak tahu diri!"

Nagisa melumat bibir kurang ajar Karma. Menghentikan amukannya.

"Tenanglah, Karma-kun..." Sang istri adalah pihak netral. Dia memeluk suaminya dengan lembut, mengelus-elus kepala merah itu sambil berbisik bagai seorang malaikat. "Semuanya baik-baik saja. Maafkan Risa, ya..."

Karma tidak tahu lagi. Dia benar-benar kesal.

-PBWIHVC-

Benar.

Ayah dan ibu Karma meninggal dunia malamnya akibat kecelakaan pesawat. Malamnya. Malam hari.

'Jika seorang anak melempar beras tanpa alasan, maka ada orang yang akan mati pada malam hari'

"Anakmu pembunuh, Nagisa."

"Tidak mungkin, Karma-kun! Dia masih anak kecil. Tidak mungkin dia membuat kecelakaan pesawat, kan?!"

"Lalu kau ingin bilang ini apa? Kebetulan?! Sudah berapa kali dia melawanku?! Apa yang salah dengan ajaranku?! Apa yang salah dengan ajaranmu?! Tidak ada yang salah, kan?!"

Nagisa terdiam. Tahu bahwa sang suami frustasi sekaligus sedih. Itu pasti. Orangtuanya baru meninggal, tau.

"Karma-kun..."

"...aku pergi mengurus pemakaman mereka."

Semenjak itu, Karma tidak pernah kembali. Bahkan Risa tidak mengingat jelas wajah ayahnya.

-TBC-

Salah satu sequel dari Pervert, but why is he very cool. Menceritakan tentang hubungan seorang anak, Akabane Risa dan ayahnya, Akabane Karma. Saya berharap, dengan adanya fic ini, pembaca dapat menyadari bahwa dibalik wajah sangar seorang ayah, terdapat kasih sayang amat mendalam untuk kita.

Ahaha, berharap lho /pret

BESOK UN LHO! HEBAT, KAN? HATIKU GEMBIRA! /udah

Kalian tahu? Aku berjanjinya mau buat anaknya membenci ibunya, tapi ngga jadi. Nagisa itu malaikat. /heh

Untuk chapter selanjutnya, selesai UN ya~ Atau selesai malam perpisahan sekolah kami? Entahlah~

Nikmati, ne.

Oh, ya. Aku berterimakasih kepada Kak Witi Similikiti yang memberikan nama untuk anak Karma dan Nagisa. Otomatis, dia anakmu juga /bukan

Risa berarti sensitif, mudah tersinggung atau emosional, ramah atau toleran, tetapi perempuan yang menarik. *setelah cek gugel*

Cocok lho, Wit! Arigatou gozaimasu! *peluk* *dipenggal Robi* /heh

Aku mikirnya Risa berasal dari nama kedua orangtuanya. kaRma dan nagISA. Jadilah, RISA~

Saa, nikmatilah, hiburan, dariku

Seperti biasa, Ivy selalu bingung menentukan genre.

Bai,bai~

Salam,

IvyEvad9