Disclaimer: BTS di bawah naungan BigHit Entertainment, seluruh karakter yang muncul di ff ini adalah milik Tuhan Yang Maha Esa dan orangtua masing-masing, saya hanya pinjam nama.

Ficlet Min Family © Kaizen Katsumoto

Warning: OOC, AU, Typo, BL, M-Preg, bad language.

.

Summary: Min Yoongi dan Min Jimin. Ficlet YoonMin

.

.

.

Mohon periksa penerangan dan jaga jarak mata anda dari layar saat membaca fanfic ini. Bagi yang punya phobia homo bisa meninggalkan tempat ini.

Enjoy!

.

Keluarga mereka adalah keluarga kecil dan sederhana. Hubungan keluarga mereka juga biasa, kadang manis kadang lagi pahit. Sama seperti keadaan keluarga pada umumnya. Hampir dua tahun mereka melalui segala suka lara bersama-sama. Min Yoongi dan Min Jimin.

Siapa sangka hubungan sunbae-hoobae mereka di masa SMA malah menuntun keduanya pada ikatan suci perkawinan.

Sejak awal Yoongi memang sudah menargetkan Jimin menjadi miliknya. Secara lisan memang tidak diungkapkan dengan gamblang tapi sikap dan perilaku yang membuktikan segalanya. Diam-diam dia memperhatikan Jimin, memanfaatkan kesempatan semaksimal mungkin untuk mengeruk segala informasi mengenai Park Jimin.

Jimin adalah tipe orang yang memiliki semangat tinggi serta tidak peka di saat bersamaan. Berbanding terbalik dengan Yoongi yang sensitif dan kerjanya sering tidur di kelas.

Tujuh tahun yang lalu bahkan tidak pernah terbayangkan kalau Yoongi akan mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu, tepat di acara kelulusannya. Jimin tidak tahu menahu tentang seluk beluk Yoongi tapi kesungguhan sepasang obsidian itu meyakinkan Jimin untuk menjawab 'ya', dan membuat Yoongi bersorak.

Kadang Jimin masih bergidik ngeri bila mengingat masa-masa sekolahnya. Yoongi tidak sama dengan Jimin yang kuper dan tidak punya teman. Yoongi dulu adalah sosok mengerikan. Berandal sekolah, sering tawuran dan membolos kelas bersama kedua teman sekelasnya, Namjoon dan Hoseok kalau Jimin tidak salah ingat.

Namun seiring berjalannya waktu, Jimin makin bisa memahami Yoongi, kehidupannya, sifatnya, keseharian, serta perhatian tak kasat mata yang ditujukan padanya. Mengetahui semua itu membuat rasa takutnya melebur. Tidak bisa menolak kebaikan orang, itulah Jimin. Sekali diberi kebaikan maka ia akan membalasnya jauh berkali lipat.

Sifat kekanakan Jimin merupakan hal yang paling membuat Yoongi merasa kerepotan. Kadang ia harus rela membunuh harga diri untuk mendapatkan hati Jimin. Tidak masalah karena Yoongi tak terlalu peduli pandangan orang padanya.

Suatu pagi Jimin bertingkah aneh, aneh yang benar-benar aneh. Yoongi pikir suaminya itu sedang bertingkah kekanakan agar mendapatkan perhatian darinya seperti biasa, maka Yoongi cuek tak ambil pusing sesuai kebiasaan mereka.

Nyatanya Yoongi salah besar. Ia pikir Jimin sedang bersandiwara layaknya dalam drama-drama yang sering dia tonton sampai Yoongi menemukan Jimin terjatuh tak sadarkan diri di lantai kamar mandi. Tidak bisa digambarkan betapa cemasnya Yoongi saat itu. Ia nyaris menggendong Jimin dan membawanya berlari ke rumah sakit, ya, berlari. Beruntung ada tetangga samping rumah yang mengingatkannya untuk menggunakan mobil.

Yoongi mondar-mandir di depan ruangan, menunggu dokter yang sedang memeriksa di dalam. Jimin pingsan di pagi buta jelas adalah hal tak normal sepanjang sejarah pernikahan mereka. Yoongi menggumam, merapal rentetan kata tidak jelas hingga dokter keluar dari ruangannya. Mengajak Yoongi untuk bicara empat mata. Jantung Yoongi sudah melompat-lompat ingin keluar dari sangkar.

"Apa yang terjadi pada Jimin, dok?"

"Tenang Tuan Min. Suami anda hanya butuh banyak istirahat untuk menstabilkan kondisi kandungannya."

Yoongi bernapas lega.

Sangat lega.

Tunggu.

Apa tadi?

"K-ka-kandungan?" Hampir Yoongi menerkam dokter malang itu. Mata melotot menyimpan rasa tidak percaya dan gebrakan keras di meja membuat bulpoin sang dokter menggelinding jatuh.

"Ya. Suami anda hamil."

Seketika itu Yoongi langsung memeluk sang dokter, menggendong nyaris melemparnya karena terlalu excited. Betapa dia tidak bahagia kalau sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah. Yah, benar-benar seorang ayah.

Senyuman tidak lepas tercetak di atas bibir tipis. Ia menciumi kening Jimin selama perjalanan pulang dari rumah sakit. Tidak jauh beda, Jimin juga merasa sangat bahagia. Mengusap-usap perutnya yang masih rata.

"Kita akan memberinya nama siapa?"

"Chanwoo? Atau mungkin sesuatu yang terdengar bagus lainnya?"

"Aku ingin menamainya Jungkook. Bolehkah?"

Yoongi terdiam sebentar tapi kemudian tersenyum sembari mengusap kepala Jimin lembut. "Apapun selama kau menyukainya."

Jimin akan tersenyum lebar sampai garis lurus membenamkan maniknya. Sangat bahagia. Ya, mereka sangat bahagia.

.

.

.

Fin