Title : Queen of pureblood
Disclaimer : Matsuri Hino, Seokwoo (orange marmalade)
Author : Hoshina's dark
Genre : Romance, Hurt/comfort
Rate : M
Warning : NTR, abal-abal, nyesek
Halo Readers... Kembali lagi dengan saya, Asakawa Hoshina. Sambil menunggu ada ide lagi untuk "Who you really are, Kaori?" saya iseng-iseng membuat cerita romance hurt. Baiklah Seperti biasa, jika terdapat kesalahan atau alur cerita tak sesuai keinginan. Mohon jangan segan-segan untuk memberikan saran kritiknya..
Don t like don t read just klick close
Happy reading
Chapter 1
YUKI POV
Yuki, begitulah mereka memanggilku. Aku terlahir dari keluarga bangsawan darah murni Rouran. Ayah dan ibuku sudah lama meninggal. Kata ji-san, seorang pemburu vampir menghabisi mereka dengan sangat kejam. Bagiku, ini sudah sangat keterlaluan. Tapi untunglah masih ada Rido ji dan Karura ba yang sangat menyayangiku. Bahkan sejak kecil anak tunggal mereka, Shiki lebih senang bermain denganku ketimbang dengan teman-temannya yang lain.
Sebenarnya, kehidupanku ini tidak seindah kehidupan para bangsawan pada umumnya. Bahkan, bisa dibilang keluargaku tidak layak menyandang gelar bangsawan. Misalnya saja, pada saat liburan musim panas yang lalu dimana yang lain menikmati musim panas dengan liburan bersama keluarga, sedangkan keluarga kami harus menikmati musim panas dengan diusir oleh penduduk sekitar yang mengetahui bahwa kami adalah keluarga vampir. Dan... Pada akhirnya kami terpaksa harus tinggal di sebuah rumah besar, tua, dan kotor yang desas-desusnya rumah itu berhantu. Jujur, aku sangat benci ini. Tapi, apa boleh buat. Mau tidak mau, aku harus beradaptasi dengan kehidupanku yang cukup membuatku frustasi.
YUKI POV END...
.
AUTHOR POV
[Kaaakkk..! Kaaakkk..!]
"Yuki, tolong kesini sebentar sayaaanngg...!" Panggil Karura.
Yuki yang kebetulan sedang membersihkan ruang keluarga segera mematikan mesin vacuum cleanernya.
"Sebentar oba-san...!' teriak Yuki sambil berjalan cepat menuju ke dapur.
"Sayaaannggg..." panggilnya sekali lagi.
Yuki kemudian menengok bibinya di dapur. "Iya?" tanyanya
"Yuki sayang, hari ini tolong bantu ba-san belanja ke toko keluarga Tetsu yaa... Oh iya, ini daftar belanjaannya." ujar bibinya sambil memberikan lembaran kertas kecil pada Yuki
Yuki melihat tulisan yang ada di kertas tersebut. Ia lalu mengernyitkan dahinya dan kemudian ia menatap Karura heran. "Banyak sekali... Untuk apa?" tanyanya.
"Itu untuk persediaan kita selama satu bulan yang akan datang. Hehehe... Oh iya, besok senin kau juga sudah harus masuk sekolah bukan? Jadi, persediaan kita juga harus banyak.."
"Owh... Begitu... Baik ba-san, aku mengerti..." ujarnya sambil berbalik meninggalkan Karura.
"Hati-hati di jalan ya, sayang... Ingat, kalau sudah selesai segera pulang...!"
"Iya, aku tahu..!" teriaknya sambil berlari kecil melewati tirai mutiara hitam yang menjuntai di kusen atas pintu dapur.
Yuki kemudian keluar rumah untuk berbelanja barang sesuai pesanan bibinya. Jarak antara rumah barunya dengan toko itu cukup jauh. Jadi, ia harus jalan kaki untuk bisa sampai ke stasiun setelah itu naik kereta lalu jalan kaki lagi sampai ke ujung kota.
"Kembaliannya ambil saja yaa..." ujar salah satu pelanggannya sambil beranjak pergi.
"Terima kasih banyak... Lainkali datang lagi yaa..." ucap Tetsuga sambil tersenyum ramah ke arah pelanggannya.
"Ahaha... Tentu saja..." jawabnya sambil masuk ke dalam mobil mewahnya. Ia segera menghidupkan mesinnya, tancap gas dan melengang pergi dari depan tokonya.
"Tetsuga ji-san..."
Tetsuga lalu menoleh ke arah kiri bawah dan melihat Yuki tengah berdiri di sampingnya. "Ah, Yuki... Kau rupanya... Karura nee menyuruhmu lagi ya..?" tanyanya ramah.
"Iya, ini daftar belanjaannya..." ujar Yuki sambil memberikan kertas kecil itu pada Tetsuga.
Ia melihat isi kertas itu dan membacanya. "Ooohh... Seperti biasa ternyata... Haha.. Sebentar ya.." ucap laki-laki itu sambil masuk ke dalam tokonya, memilih barang sesuai daftar di etalasenya.
"Oh ya, bagaimana keadaan keluarga Karura nee-san? Apa baik-baik saja?" tanyanya dengan tangan yang masih sibuk mencari sesuatu di etalasenya.
"Ya, mereka baik-baik saja..." jawabnya singkat.
"Lalu, bagaimana dengan rumah baru kalian? Pasti senang sekali bisa tinggal di rumah besar itu bukan?"
"Yaahh... Tidak begitu juga..." ucap Yuki canggung.
"Tou-san... Apa itu Yuki?" tanya seseorang yang saat ini sedang menuju ke arah ayahnya. Tetsuga dan Yuki cukup terkejut. Mereka berdua segera menoleh ke arah laki-laki bersurai coklat kemerahan.
"Oh, Kaname... Ternyata itu kau.. Ya, dia sudah datang..." jawabnya dengan senyum ramah tersungging di bibirnya.
Setelah mendekati mereka berdua, Kaname tiba-tiba mengelus kepala Yuki dan menatapnya dengan tatapan lembut.
Tetsuga kemudian melanjutkan memilih barang-barang tersebut. "Lebih baik, kalian berdua masuklah ke dalam. Yuki, kau pasti kelelahan kan setelah berjalan cukup jauh kemari. Oh ya, kau juga pasti haus.. Di dalam ada darah babi segar. Setidaknya ada yang bisa menghilangkan rasa hausmu"
"Ah.. Tapi..."
"Sudahlah, Istirahatlah sebentar. Nanti Kaname yang akan mengantarmu pulang..." ujarnya.
"Tidak perlu Tetsu ji-san... Terima kasih. Nanti kalau lama-lama, ba-san akan marah.." jawab Yuuki sambil menundukkan kepalanya.
"Tidak, tidak... Tenanglah. Dia tidak akan marah.. Sebentar lagi akan kutelepon dia. Bukankah sebaiknya, tunangan itu harus saling kenal satu sama lain? Nanti kalau kalian berdua sudah menikah lalu sama-sama canggung bagaimana? Tidak menarik kan nantinya.."
Setelah memilihkan barang-barang yang ada di dalam daftar tersebut, Tetsuga segera memasukkannya ke dalam kantong belanjaan.
"Ayo Yuki... Kita masuk kedalam..." ajak Kaname sambil memegang tangan Yuki pelan, ia menatapnya lembut.
"Sumimasen, Kaname senpai... Aku tidak bisa.. Aku harus segera pulang.." tolak Yuki sembari menarik pelan tangannya kembali dari genggaman Kaname.
"Kau tidak perlu khawatir soal bagaimana kau pulang... Aku yang akan mengantarmu nanti..." ujar Kaname menenangkannya.
"Ji-san... Aku harus segera pulang... Aku akan kemari lagi jika ada waktu. Aku janji, jika ada waktu luang aku akan menghabiskan waktu bersama Kaname senpai... Kumohon, ijinkan aku pulang.. Besok adalah hari pertama aku masuk sekolah. Jadi, aku harus menyiapkan semua perlengkapannya nanti malam..."
"Yuki, kau..."
Kaname kemudian menepuk pelan bahu ayahnya itu. "Sudahlah tou-san... Bukankah tadi dia sudah bilang kalau harus menyiapkan semuanya untuk besok. Beri dia waktu tou-san... Lagipula dia juga sudah berjanji akan menghabiskan waktunya denganku disini jika ada waktu luang bukan...?"
"Hhh... Baiklah, pulanglah... Sekali-kali luangkan sedikit waktumu kemari ya..." ujar Tetsuga mengalah.
"Terima kasih atas perhatiannya..." ucap gadis itu sambil ojigi di depan Tetsuga dan Kaname.
"Iya, sama-sama Yuki..." jawab Tetsuga.
"Ji-san, jadi semuanya berapa?"
"Aahh.. Tidak perlu... Itu semua bantuan dariku untukmu dan juga Karura nee-san. Lagipula, kalian sedang krisis bukan?"
"Ba-san menyuruhku memberikan uangnya pada Tetsu ji. Jadi, aku tidak mau membawanya pulang kembali.. Tolong, terimalah... Ji-san sudah terlalu banyak membantu kami. Kami tidak ingin terus merepotkanmu..."
Yuki lalu memegang tangan Tetsuga dan membuka telapak tangannya. Setelah memberikan uangnya, Yuki kemudian menggenggam tangan laki-laki yang masih terbilang muda tersebut erat-erat.
"Ambil saja kembaliannya..." ucap Yuki dengan tatapan dinginnya menatap dalam-dalam mata Tetsuga.
"Aku permisi dulu..." lanjutnya sambil siap-siap melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu. Akan tetapi, langkahnya terhenti saat Kaname tiba-tiba memegangi tangannya kananya.
"Kenapa?" tanya Yuki tidak mengerti tanpa menoleh ke arahnya.
Tanpa banyak bicara lagi, Kaname segera memeluk pinggang gadis yang ada di depannya itu dari belakang dan mencium ubun-ubunnya. Kemudian, perlahan-lahan ia menjatuhkan kepalanya ke bahu Yuki.
"Apapun yang terjadi, kau harus kembali Yuki... Kau tidak boleh membiarkanku terus kesepian seperti ini... Karena, apapun yang terjadi kau sudah ditakdirkan untuk jadi milikku... Yuki" bisiknya.
[Deg... Deg... Deg...]
Gadis itu terbelalak kaget. Pipinya juga merona karena kata-kata yang keluar dari mulut laki-laki itu terngiang begitu saja di telinga kirinya. Nafasnya juga terasa jelas sekali di lehernya. 'Kenapa, dia selalu membuat jantungku berdetak kencang setiap kali aku bertemu dengannya? Kaname senpai... Kumohon, hentikan ini...' harapnya dalam hati.
Kaname lalu melepaskan pelukannya dan menatapnya lembut dari belakang. "Hati-hati di jalan, Yuki. Aku akan selalu menunggumu disini..."
Yuki hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang semakin blushing karena malu. Tanpa berkata-kata lagi, gadis itu segera berlari meninggalkan mereka berdua disana. Tetsuga segera mendekati putra sulungnya dengan berdiri di sampingnya.
"Apa yang barusan kau katakan padanya, Kaname?" tanya ayahnya.
"Sesuatu yang akan membuatnya terus mengingatku, tou-san..." jawabnya sambil terus memandangi kepergian Yuki. Sepertinya ia tidak akan pernah mengalihkan pandangannya dari perempuan yang benar-benar dicintainya.
[Deg... Deg... Deg...]
'Hosh.. Hosh.. Ayolah Yuki, kenapa kau malu hanya karena Kaname mengatakan hal itu padamu? Lagipula dia sudah berkali-kali mengatakan hal sok romantis padamu kan? Seharusnya kau sudah terbiasa dengannya, Yuki...' ujarnya dalam hati berusaha menenangkan diri
Yuki terus berlari, berlari, dan berlari hingga ia sampai di depan stasiun menunggu keretanya datang.
[Gjes.. Gjes... Tuuuuutttt...!]
Kereta telah berhenti.. Silahkan turun dan lihat langkah anda saat keluar kereta
Saat itu juga, semua orang yang ada di dalam kereta tersebut keluar secara beraturan. Setelah semuanya telah turun, barulah yang ada di luar segera masuk ke dalam.
[Tuuuuuutttt...! Taka... Taka... Taka...]
Setelah penumpang yang masuk dirasa sudah cukup, Kereta pun segera berangkat kembali
'Huuhh.. Sudahlah, lupakan soal tadi.. Yuki..'
Flashback on...
"Apapun yang terjadi, kau harus kembali Yuki... Kau tidak boleh membiarkanku terus kesepian seperti ini... Karena, apapun yang terjadi kau sudah ditakdirkan untuk jadi milikku... Yuki" bisiknya.
Flashback off...
'Aahhh... Yuki, sudahlah jangan memikirkan apa yang baru saja dia lakukan padamu... Lupakan saja...' ucapnya dalam hati sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, berusaha untuk melupakannya.
Snif... Snif...
'Manis sekali... Bau apa ini?' tanya Yuki dalam hati sambil terus mengendus bau tersebut
Pandangannya tiba-tiba tertuju pada seorang laki-laki yang duduk di ujung tempat duduk tepat di sebelah pintu keluar. Ia berpakaian seragam SMA jepang dan kini ia sedang fokus pada buku yang tengah dibacanya.
[Degh...!]
Seperti hanya satu kedipan mata saja. Yuki saat kini sudah berada di sampingnya dengan mulut sedang menggigit leher laki-laki itu. Pria tersebut terkejut setengah mati. Melihat tiba-tiba ada seseorang yang begitu beraninya menyentuh bahkan menggigit lehernya dengan mulutnya yang basah itu.
"H... Hei..." ujarnya sambil menatapnya dengan raut wajah yang masih shock.
Ketika kesadarannya telah sepenuhnya kembali, Yuki pun terkejut. Dengan cepat, ia menjauhkan giginya dari leher orang yang sama sekali tak dikenalnya itu.
"Ya Tuhan...!" gumamnya panik, ia lalu menutup mulutnya yang ternganga itu dengan keempat jari tangan kanannya
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya laki-laki itu.
"Ah?! Itu... Itu..." ucapnya terbata-bata dengan pipi yang semakin blushing.
Pria tersebut hanya memandanginya dengan tatapan tidak mengerti. Keterkejutannya masih tergambar jelas di wajahnya.
[Tuuuutttt...!]
Kereta telah berhenti.. Silahkan turun dan lihat langkah anda saat keluar kereta
Cepat-cepat, Yuki turun dari kereta dan segera meninggalkan pria itu yang kini sedang memandanginya bingung lewat jendela kereta.
'Apa yang barusaja kulakukan? Kenapa aku jadi seperti ini? Kenapa?' keluhnya dalam hati sambil menutupi mulutnya dengan kedua telapak tangannya, pipinya merona, dan dari raut wajahnya jelas sekali jika ia masih shock dan panik karena kejadian barusan.
[Krik... Krik.. Krik...]
"Tadaima..." ucap gadis itu lesu.
"Okaeri... Aduuhh... Kenapa kau lama sekali sayang?" ujar Karura sambil berjalan menghampiri Yuki.
"Eh, Yuki... Kau kenapa? Kenapa tiba-tiba lesu seperti ini?" tanya Karura, menatapnya heran.
"Aku baik-baik saja, oba-san... Aku hanya butuh sedikit istirahat saja.. Jadi, jangan khawatirkan aku lagi..." jawabnya sambil berjalan begitu saja meninggalkan Karura yang masih bingung dengan perubahan sifat keponakannya yang tiba-tiba berubah sehabis pulang belanja. "Belanjaannya akan kutaruh di atas meja..." lanjutnya.
"Etto... Mungkin kau ada masalah.. Ceritakan saja padaku..."
"Tidak perlu... Tidak ada yang perlu diceritakan"
'Yuki...' ucapnya dalam hati sambil menatap kepergian Yuki dengan tatapan sedih.
[Brugh...!]
Yuki segera melemparkan dirinya ke atas springbed bermotif mawar merah. Mukanya yang masih merah padam terbenam dalam bantal. Yuki sepertinya benar-benar kelelahan hari ini.
'Yuki... Apa yang kau pikirkan seharian ini? Kenapa kau bisa lepas kendali seperti itu? Bagaimana nanti jika dia menyadari jati dirimu yang sebenarnya? Bagaimana juga kalau kau bertemu dengannya terus dia ingat kalau saat itu adalah kau? Bodohnya kau, Yuki...' hardik dirinya sendiri dalam hati.
'Huffftt... Tenanglah Yuki... Kau tidak akan pernah bertemu dengannya lagi... Itu tidak mungkin.. Lagipula, lama-lama dia pasti melupakan kejadian itu... Bersikaplah seolah-olah kejadian itu tidak pernah terjadi... Tenang Yuki, tenang...' lanjutnya.
"Karura... Mana Yuki? Kenapa dia belum juga turun dari kamarnya?" tanya Rido.
"Ah, entahlah... Tadi pulang dari tokonya Tetsuga dia sudah lesu sekali. Mungkin dia sakit.." jawab Karura
"Ahh... Paling-paling Kaname-san menggodanya lagi. Yuki kan tidak suka jika terlalu dekat dengannya..." celetuk Shiki
"Mungkin juga sih.. Tapi itu kan wajar... Yuki itu tunangannya Kaname, jadi menggodanya tidak akan jadi masalah bukan?"
"Seharusnya memang seperti itu.. Tapi sudahlah, biarkan saja. Dia pasti sudah ketiduran hari ini..." ujar Rido.
"Oh ya... Karura, setelah ini kau bantu dia siapkan perlengkapannya untuk besok senin. Hari itu kan pertama dia masuk sekolah baru. Jadi, harus ada kesan baik darinya..." perintah Rido
"Tenang saja, habis makan malam nanti akan kusiapkan..."
Keesokan paginya...
"Itekimasu..."
"Itterasai, Yuki... Hati-hati di jalan ya, sayang...!"
"Iya, Karura ba..." jawab Yuki sambil terus berjalan meninggalkan rumah.
[Ding...! Dong...! Ding...!]
Suasana kelas XII-2 di SMA Nigiyaka ramai seperti biasanya. Anak-anak perempuan berkumpul dan bergosip ria. Sedangkan anak laki-laki bercerita tentang cewek yang mereka sukai.
"Eh, tidak biasanya Karin sensei terlambat masuk.. Kira-kira ada apa ya?" tanya Sayori.
"Entahlah... Mungkin dia nggak masuk karena sakit atau tugas mendadak di luar kota..." jawab Ikari.
[Tap... Tap... Tap...]
Guru yang mereka bicarakan dari tadi akhirnya masuk ke kelas. Semuanya kalang kabut menuju ke tempat duduknya masing-masing.
"Tatte kudasai...!" teriak ketua kelas sambil berdiri di samping tempat duduknya.
Semua murid ikut berdiri sesuai perintah sang ketua kelas.
"Rei...!"
"Ohayou gozaimasu...!" sapa mereka secara bersamaan dengan diikuti ojigi ke arah Karin sensei.
"Ohayou mo..." balas sapaan murid-murid dengan ojigi pula.
Setelah wanita itu membalas sapaan mereka, barulah mereka duduk dengan tertib.
"Ah, sumimasen minna... Tadi ada sedikit urusan. Jadinya sensei datang terlambat... Sekali lagi, sensei minta maaf ya..." ucap Karin sensei sambil ojigi dengan penuh rasa bersalah.
"Daijoubu, sensei... Kami memakluminya..." jawab ketua kelas menenangkan gurunya tersebut.
"Oh ya, hari ini sensei membawa teman baru untuk kalian. Namanya Cross Yuki. Dia berasal dari perfektur Kanagawa. Orang tuanya baru pindah rumah kemarin. Kuharap, kalian bisa berteman baik dengannya ya..."
"Hai' sensei...!" jawab mereka serentak.
Ia lalu menoleh ke arah pintu. "Yuki, silahkan masuk..." pintanya.
Pelan-pelan, Yuki lalu masuk ke dalam kelas. Ia menunduk karena malu jika wajahnya dilihat oleh teman sekelas.
"Yuki, angkat wajahmu... Jangan malu-malu begitu... Ayo, masuk..." ujar Karin menenangkannya.
Saat gadis itu sudah berada di depan kelas, anak-anak menjadi gaduh. Terutama anak laki-laki. Kebanyakan dari mereka memuji tampangnya.
"Waahh.. Dia manis sekali ya..."
"Tapi, kenapa ekspresinya begitu?"
"Ikari... Apa kau merasa ada yang aneh dari gadis itu?" bisik Sayori.
"Entahlah... Kurasa tidak. Menurutku, dia hanya dingin saja. Menatap kita semua tanpa ekspresi. Mungkin ada sesuatu yang sedang dia pikirkan..." balas Ikari dengan berbisik juga.
"Semuanya harap tenang..! Nah, Yuki... Ayo perkenalkan dirimu.."
"Hajimemashite... Watashi wa Cross Yuki desu. Douzo yoroshiku onegaishimasu..." ujar Yuki sembari ojigi.
"Yuki, silahkan kau duduk di sebelah sana ya..." ucap Karin sambil menunjuk ke arah sebuah bangku kosong di sebelah jendela belakang. "Hai' sensei..." ucapnya mematuhi.
Yuki kemudian berjalan ke arah bangku yang telah ditunjukkan Karin sensei. Setelah itu, ia pun duduk dengan tenang tanpa memperhatikan sekitarnya. Seorang anak laki-laki yang duduk di depannya segera menghadap ke belakang dan menyapanya.
"Hai... Watashi wa Takeyama Sasato... Yoroshiku..." ucapnya sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya ke arahnya.
"Yoroshiku mo..." jawab Yuki singkat tanpa membalas uluran tangan laki-laki itu.
"Ah..." ujar Sasato singkat dengan perasaan kecewa.
"Nah.. Sekarang, kumpulkan pr kalian di meja depan..! Setelah itu, keluarkan buku catatan kalian dan segera mencatat...!"
"HAI SENSEI...!"
[Ding...! Dong...!]
Bel istirahat berbunyi begitu nyaring. Yuki kemudian mengeluarkan botol air minum termos dari dalam tas dan segera meminumnya.
'Ahhh... Segarnya darah kelinci ini... Oba-san memang paling jago memilih minuman yang enak...' ujar Yuki dalam hati senang.
Memang, darah kelinci adalah salah satu minuman favorit Yuki selain darah domba. Baginya, darah hewan tersebut adalah terlezat kedua setelah darah manusia. Tapi setidaknya, ia bisa belajar untuk tidak mengikuti naluri vampirnya begitu saja saat berada di tengah-tengah manusia. Karena, salah sedikit saja akibatnya bisa fatal.
"Hai Yuki..." sapa Ikari sambil berjalan mendekati Yuki bersama Sayori.
Yuki segera menutup botolnya sebelum mereka mencium aroma khas di dalamnya.
"Makan bekal bareng yuk...!" ajak Sayori.
"Tidak, terima kasih... Habis ini aku mau ke kamar kecil... Kalian makan bekal saja dulu..."
"Yuki... Kenapa kau dingin sekali sih? Apa ada masalah?" tanya Ikari heran.
"Tidak... Aku tidak punya masalah.. Aku hanya ingin sendiri saja.." jawab Yuki sambil membereskan buku dan alat tulisnya di meja. Kemudian ia berjalan melewati mereka berdua begitu saja.
"Ikari..." kata Sayori sambil menoleh ke arah Ikari, dan memandangnya pasrah.
"Tidak, kita tidak boleh menyerah... Apapun yang terjadi, kita harus bisa berteman dengannya..." ujar Ikari semangat.
[Tap... Tap... Tap...]
Setelah keluar dari kamar kecil, Zero segera meninggalkan area tersebut dan berjalan sendirian melewati koridor yang sepi. Saat itu juga, tatapannya tertuju pada gadis yang kini sedang berjalan ke arah yang berlawanan.
'Ah.. Gadis itu kan...'
Ketika Yuki sedang asyik dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba ia dikejutkan dengan seorang laki-laki yang sepertinya memang sengaja menghadang tepat di depannya.
Snif... Snif...
'Hhh.. Bau ini lagi...' ujarnya dalam hati sambil mengendus bau yang membuatnya selalu kepikiran akan kejadian kemarin.
"Hei, kau yang kemarin itu kan?" sapanya
"Siapa kau? Aku nggak kenal..." tanya Yuki sambil menatapnya bingung.
"Masa kau lupa? Yang kau lakukan baru kemarin kan? Hei, hei, jangan pura-pura amnesia gitu dong..." ujarnya sambil mendekatkan mukanya ke muka Yuki.
"Eh?!" Yuki terkejut saat seseorang yang bahkan tak dikenalnya tiba-tiba menatap wajahnya sedekat itu.
"Kurasa sebelum aku bertanya, kau punya sesuatu yang ingin kau katakan. Iya kan?"
"Ada apa ini...? Memangnya apa yang ingin kukatakan...?" tanyanya heran.
"Apa yang ingin kau katakan? Humm.. Mungkin sesuatu soal kejadian kemarin di kereta... Ingat kan? Kukatakan padamu, kau itu seharusnya minta maaf, bukan keluar dari kereta saat kereta berhenti begitu saja"
"Kereta mana? Aku bahkan tidak mengenalmu. Cepat mingir dan biarkan aku lewat..!" pinta Yuki sambil melangkahkan kakinya ke samping untuk menghindarinya.
"Eits... Tunggu dulu... Aku belum selesai bicara..." ujar Zero sembari menghalangi Yuki dengan bergeser ke samping. "Jawab pertanyaanku dulu, baru kau kubolehkan lewat" lanjutnya sambil menumpukan tangan kanannya di tembok.
Yuki benar-benar kalang kabut dibuatnya. Sepertinya ia tidak tahan dengan bau manis darahnya. Tatapannya saat ini terfokus pada lehernya yang sepertinya menjadi sasaran empuknya kali ini.
"Kau benar nggak ingat aku? Kau nggak ingat dengan apa yang kau lakukan saat di kereta?"
"Atau, kau mau pura-pura nggak tahu soal ini? Lihat... Karena ulahmu, bekas gigitanmu ini tidak juga pergi dari leherku..." ujarnya sambil memperlihatkan bekas merah di lehernya.
"Itu kan..."
"Kenapa? Kau sudah ingat?"
"Itu hanya bekas gigitan serangga kan?"
[Doengg...!]
"Hei, apa maksudmu?!"
"Minggir...!" pinta Yuki sambil menggeser kakinya ke samping.
"Tidak mau...! Aku tidak akan membiarkanmu pergi sebelum aku tahu apa maksudmu kemarin kau lakukan itu" ujarnya tegas sambil menghalangi gadis tersebut.
Pandangan Yuki dari lehernya semakin tidak teralihkan. Ia terus terfokus hingga hampir kehilangan kendali.
"Aku mau tanya, sebenarnya kau ini siapa? Dan, apa maksudmu melakukan hal kayak gitu kemarin? Tau nggak? Kau itu lebih aneh dari orang-orang disini..."
Yuki tidak segera menjawabnya. Ia kini sudah tidak mampu lagi membendung keinginannya untuk merasakan darah yang semanis aromanya itu. Bola matanya yang awalnya coklat perlahan berubah warna menjadi merah darah.
"Hei, kau ini kenapa?! Cepat jawab pertanyaanku..! Kau tahu, semalam aku tidak bisa tidur karenamu..!"
'Persetan... Hisap saja..!' ucap Yuki dalam hati sambil terus menatap lehernya yang terlihat menggiurkan.
"Oi, oi, kau dengar tidak?! Aku itu sedang bicara denganmu..! Apa yang kau.."
[Grep...!]
Yuki segera memegang lengan laki-laki tersebut erat-erat seakan-akan ia tak ingin melepaskannya. Akan tetapi, sekeras apapun usahanya ia tetap tidak bisa memuaskan rasa laparnya yang semakin menjadi-jadi. Itu semua karena postur tubuhnya yang pendek sehingga mulutnya tidak dapat mencapai leher target
"Ka...kau... Apa yang kau lakukan?" tanya Zero tak mengerti.
[Degh...!]
Seketika itu juga, Yuki segera tersadar dan cepat-cepat menjauh dari laki-laki itu. Bola matanya yang memerah segera berubah kembali coklat seperti semula.
'Si... Sial... Aku.. Aku tidak bisa mengendalikan diriku lagi...'
"Go... Gomen..."
Yuki kemudian berlari meninggalkan Zero yang dibuat bingung karena ulahnya begitu saja.
[Blam...!]
Yuki kemudian masuk ke dalam bilik kamar kecil, menutup toiletnya, dan segera duduk di atasnya sambil memegangi kedua sisi kepalanya yang terasa penat itu. 'Yuki... Kau membuat satu kesalahan lagi... Oba-san... Oji-san...! Aku tidak kuat..!' keluhnya dalam hati.
Flashback on...
"Yuki, ingat ya... Kau boleh berteman dengan siapa saja. Tapi kau harus berhati-hati dengan salah satu jenis manusia yang satu ini. Dia adalah manusia yang memiliki aroma darah manis... Karena aku tahu, kau pasti tidak akan bisa menahan naluri alamimu sebagai keturunan vampir untuk meminum darahnya..." ujar Rido menasehatinya.
"Iya... Kau tahu, manusia seperti itulah yang membuat kita para vampir mati dalam kenikmatan darahnya... Meskipun vampir darah murni adalah vampir yang tidak begitu saja terpancing dengan darah manusia, tapi sekali bertemu dengan yang satu ini kita tidak akan pernah bisa lepas bahkan bisa tidak terkendali jika aromanya sudah masuk hidung..." ucap Karura menambahi.
"Manusia berdarah manis ya..." ulang Yuki.
"Ya, apapun itu jauhi mereka. Kau mengerti kan?" tanya Rido.
"Aku mengerti..."
Flashback off...
Dikelas, Zero sama sekali tidak fokus dalam pelajaran. Wajah gadis itu masih membayangi pikirannya. Entah saat gadis itu menggigit lehernya di kereta, sampai saat ia memeluknya tadi. Semuanya teringat jelas di dalam otaknya.
"Zero..." panggil Arisa sensei yang kini sudah ada di sampingnya, membuatnya tersentak kaget sehingga lamunannya dari tadi membuyar begitu saja.
"Dari tadi kau hanya melamun terus. Apa ada masalah?"
"Ti... Tidak... Sumimasen..."
"Humm..."
Arisa sensei segera berjalan ke depan melanjutkan materi yang diajarkannya.
"Hei Zero... Tidak biasanya kau melamun terus... Jangan-jangan ada cewek yang menyita pikiranmu ya...?" goda Misaki, teman sebangkunya.
"Enak aja...! Sudahlah, jangan menggodaku terus...!" ujar Zero gusar.
"Haha... Ketahuan deh..."
"Diam kau..!"
"Heehh... Kalian berdua malah bertengkar disini... Tolong perhatikan pelajaran di depan..!"
"Baik sensei..." ujar mereka berdua bersamaan.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Sampai-sampai bel pulang sekolah berbunyi begitu saja. Semua murid segera keluar kelas tak terkecuali Yuki. Ia segera mengambil semua bukunya di atas meja dan membawanya sambil mencangklong tasnya.
"Yuki, ayo pulang bareng..." ajak Ikari.
"Tidak... Aku pulang sendiri saja. Lagipula, aku juga masih ada urusan lain..."
"Iiihh... Yuki..! Kau itu... Aku kan cuma ingin berteman denganmu saja... Kau kenapa sih?"
Yuki hanya diam saja. Ia hanya menunduk dan menatap lantai kelas itu dengan tatapan dingin.
"Jawab aku dong...!"
"Maaf... Lainkali saja..." jawab Yuki sambil berjalan meninggalkan Ikari yang terbengong di tempat.
"Sebal..! Sebal..!" geramnya.
[Krieett...]
Yuki segera membuka lokernya kemudian ia menaruh sebagian bukunya ke dalam.
"Hei, kau tahu? Cewek itu manis lho.. Tapi sayang sifatnya dingin banget..." ujar salah satu anak laki-laki yang tak jauh dari tempat Yuki berdiri. Kebetulan, Zero juga lewat di sana.
"Dilihat dari wajahnya memang betul sih.. Kayaknya dia tidak terlalu suka berteman..."
Mendengar percakapan antar kedua lelaki itu, Zero segera berhenti tepat di depan lokernya. Ia kemudian membukanya dan pura-pura sedang mengambil sesuatu dari dalam.
"Katanya, dia pindahan dari Kanagawa. Namanya Cross Yuki..."
"Wahh.. Tak lama lagi, dia pasti akan jadi cewek populer di sekolah ini.. Apalagi wajah manisnya itu benar-benar... Ahhh... Meleleh aku.." balas temannya sambil memegang kedua pipinya.
Lawan bicaranya tiba-tiba merangkul bahunya agar ia mendekat dengannya. "Hush... Jangan keras-keras... Dia bisa kedengaran nanti.. Ayo, kita cepat pulang... Hari ini aku harus segera menjemput adikku di tk.." bisiknya.
"Baiklah, ayo..."
Mereka lalu berjalan pulang bersama.
"Besok, kita bawa kamera lalu kumpulkan foto-fotonya ya..."
"Ok, sipp...!" jawab temannya sambil mengancungkan ibu jarinya.
"Jadi, namanya Cross Yuki ya... Humm... Not bad.." gumam Zero sambil terus memandangi gadis yang berdiri jauh dari tempatnya berdiri.
[Tiiitt...! Tiiitt..!]
"Halo, Karura ba... Ada apa?"
*Yuki, kamu sedang ada di sekolah kah?*
"Tentu saja... Aku mau pulang... Ada masalah?"
*Yaaahh... Seperti yang kau pikirkan.. Dewan vampir akan datang ke rumah. Mereka ingin bertemu denganmu...*
"Terus? Masalahnya apa? Mereka kan hanya inspeksi biasa di rumah.. Tidak ada masalah kan?"
*Haaahh...?! Kau ini, seperti biasa... Tidak pernah mengerti lagat mereka saja... Kalau mereka tahu kamu ada disini, hak asuhmu akan jatuh ke tangan mereka.. Lalu, mereka akan membawamu pergi dari sini... Ba-san tidak mau hal itu terjadi...*
Yuki segera menutup lokernya dan berjalan melewati Zero begitu saja.
Snif... Snif...
"Ahh... Ternyata banyak juga manusia beraroma manis... Sekolah macam apa sih ini sebenarnya?" gumam Yuki.
*Eh?! Kamu ngomong apa?*
"Ah tidak kok... Hanya asal bicara saja... Terus, kalau begitu aku harus bagaimana? Apa aku harus tidur di teras toko seperti gelandangan hanya untuk menghindari para orang tua itu?"
*Heehh... Mana mungkin oba-san mu yang baik hati ini tega membiarkanmu seperti itu? Tentu saja tidak... Tiga hari kedepan, kamu akan menginap di rumah Tetsuga... Aku sudah meneleponnya tadi. Katanya dengan senang hati, dia dan Kaname akan menyembunyikanmu disana... Kamu mau kan?"
"Apa-apaan itu? Aku... Tinggal dengan mereka?"
*Iya... Tolong dengarkan kata-kataku sekali ini saja... Yaa...?"
"Aku tidak mau.."
*Ayolah... Ba-san mohon... Hanya tiga hari saja kok... Yah? Yah?*
"Hhhh... Baiklah... Apa boleh buat... Hanya tiga hari kan? Kalau begitu aku akan langsung ke rumah Tetsuga ji-san..."
*Iya, hanya tiga hari saja... Wahh... Terima kasih banyak ya, Yuki... Kau memang keponakan kesayanganku yang paling baik dan manis...*
"Sudah ah, ba-san terlalu berlebihan.."
*Oh ya katanya, Kaname akan menjemputmu disana. Lebih baik jangan pulang dulu sampai mobilnya datang ya...*
"Terserah..."
*Ah, jawabannya kok seperti itu sih? Ok, kalau begitu sampai jumpa tiga hari lagi ya... Muah... Oba-san sayang Yuki...*
"Iya, iya... Aku juga sayang ba-san..."
[Pip...!]
"Hhh... Tiga hari kedepan aku harus menjalani hidup penuh kesialan.. Tinggal dengan Kaname senpai... Ini menyebalkan sekali.." gerutu Yuki sambil terus berjalan hingga keluar dari pintu gerbang
Sedangkan, di ruang olahraga... Zero sibuk memainkan bola basketnya. Mendribble kemudian melemparnya hingga masuk ke dalam keranjang basket.
'Jadi, namanya Yuki ya... Anak pindahan dari Kanagawa... Baru masuk saja sudah belagu. Bagaimana kalau dia tinggal di sekolah ini sejak kelas satu? Ahhh...' ujarnya dalam hati.
Zero kembali mengambil bola baru kemudian mendribblenya dan memasukkanya dalam keranjang.
Flashback on...
Yuki kini sudah berada di sampingnya dengan mulutnya yang sedang menggigit leher laki-laki itu...
•••
Yuki tiba-tiba memegang lengan laki-laki tersebut erat-erat seakan-akan ingin menerkamnya...
•••
"Go... Gomen..."
Yuki kemudian berlari meninggalkan Zero yang dibuat bingung karena ulahnya begitu saja...
Flashback off...
'Dia itu sebenarnya siapa? Dia itu aneh... Semakin aku berusaha untuk melupakannya, semakin aku memikirkannya...'
Zero kembali mengambil bola baru, mendribblenya, dan kemudian melemparkannya ke dalam keranjang.
'Tidak mungkin aku jatuh cinta dengan cewek belagu yang sok lupa soal yang terjadi kemarin... Ahh... Bodohnya aku...'
Zero mengambil bola baru lagi. Akan tetapi, ia tidak mendribblenya dan melemparkannya ke dalam keranjang. Akan tetapi, dia langsung melemparnya ke arah tembok keras-keras.
'Dia tiba-tiba jadi cewek popoler... Tapi, tatapannya yang dingin itu benar-benar menyebalkan. Tidak heran kalau namanya Yuki... Dasar cewek berwajah es...'
Zero kembali melempar bola basketnya ke arah tembok keras-keras hingga retak.
'Lihat saja, aku pasti akan membuat dia bicara besok...' lanjutnya sambil tersenyum sinis.
Di tengah tengah perjalanannya menuju ke stasiun, tiba-tiba sebuah mobil sport silver berjalan menghampirinya dan kemudian berhenti tepat di samping kanannya. Yuki yang terkejut hanya bisa memandang dingin ke arah kaca mobil tersebut yang perlahan lahan terbuka.
"Ternyata kau ada disini, Yuki... Kukira kau akan menunggu jemputan seperti yang dikatakan Karura nee padaku" ujarnya sambil membuka pintu mobilnya dari dalam.
"Kaname senpai..?"
"Karura nee menitipkanmu padaku. Aku tidak ingin sesuatu hal yang buruk terjadi padamu selama para dewan vampir itu belum hengkang dari sekitaran tempat ini. Karena kau sudah jadi tanggung jawabku..."
"Kaname senpai tidak perlu mengkhawatirkanku sejauh itu... Aku bisa sendiri..."
"Yuki, tolong... Kali ini saja kau mendengarkanku... Aku adalah calon suamimu... Jadi sudah seharusnya aku mengkhawatirkanmu. Sudahlah, cepat masuk ke dalam.." pinta Kaname dingin.
Terpaksa, Yuki menuruti kemauan Kaname. Ia segera masuk ke dalam mobil dan duduk di sampingnya. Tepat setelah Yuki masuk ke dalam mobil, Kaname segera tancap gas.
"Yuki, kenakan sabuk pengamanmu..."
"Sudah kulakukan..." balasnya tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya.
"Baguslah kalau begitu... Humm... Bagaimana sekolahmu tadi? Apa kau punya banyak teman?"
"Biasa saja... Bahkan terlihat sama saja seperti sekolah lamaku di Kanagawa... Soal teman, aku tidak mau tahu... Aku tidak peduli soal teman..."
"Kelihatannya kau tidak senang, apa ada masalah?"
"Tidak... Aku sedang lelah dan butuh istirahat..."
Kaname lalu membelai rambut Yuki dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kananya sibuk menyetir.
"Hhh... Yuki, cobalah untuk tersenyum ramah... Aku tahu, kau sangat membenci mereka di Kanagawa yang memperlakukanmu seperti monster penghisap darah. Tapi, kali ini kau sudah ada bersamaku.. Bukan bersama mereka lagi. Jadi, jangan pasang wajah dingin seperti itu padaku. Kau mengerti kan?"
Yuki terdiam. Sedangkan, Kaname hanya tersenyum tipis meski pandangannya masih terfokus ke arah kaca depan mobil. Tangan kirinya kemudian kembali memegang stir mobilnya.
[Tok...! Tok...!]
"Iya, sebentar..."
Karura segera berlari ke arah pintu depan dan kemudian membukanya. Ia begitu terkejut melihat orang yang mungkin tak asing baginya datang begitu cepat.
"Ah, Ichijou sama... Mari, silahkan masuk..." ajak Karura.
"Kau masih seperti biasanya... Ramah dan tidak bisa serius... Karura..." ujar Asatou dingin sambil melengang masuk ke dalam rumah dengan dua orang lagi di belakang.
"Anda membawa banyak teman? Untuk apa?"
"Mereka ingin melihat calon anak asuh kesayanganmu itu..." tanyanya sambil melihat langit-langit rumah.
"Iya, Ichijou-sama benar... Ngomong-ngomong dimana dia? Apa sedang keluar?" tanya Sara.
"Maksudmu, Yuki? Dia sedang tidak ada di rumah..." jawab Rido yang tiba-tiba muncul begitu saja menemui tamunya di depan.
"Kenapa bisa begitu? Apa kau sengaja melarangnya bertemu denganku, Rido?" tanya Asatou sambil memicingkan matanya.
"Dia tidak ingin bertemu denganmu... Aku tidak tahu kenapa. Tapi itu yang dia katakan padaku sebelum pergi..."
"Kau bercanda? Tidak mungkin anak umur delapan belas tahun pergi tanpa alasan. Apalagi dia tidak ingin bertemu dengan calon wali asuhnya sendiri. Dia bukan anak kecil lagi, Rido... Dia sudah dewasa...!" bentaknya.
"Jika memang itu kenyataannya, mau bagaimana lagi? Apa aku harus menambahi realita yang ada di depan mata? Bukankah itu yang namanya kebohongan?" jawab Rido santai.
"Kau mengajakku bertarung, Rido?!" tantang Asatou dengan nada bicara yang ditekan.
"Sudahlah... Ichijou-sama... Redam emosi anda... Sekarang, kita menunggu kedatangan gadis itu saja. Sebelum gadis itu muncul di depan mata, kita tidak akan pernah meninggalkan rumah ini..." ujar Sara.
"Baiklah, kita akan menginap disini sampai gadis Rouran itu muncul...!" perintah Asatou sembari masuk ke dalam begitu saja.
"Karura-san... Maafkan aku... Ini harus kulakukan demi hidup Yuki itu sendiri. Kau tahu kan Haruka-sama adalah Leluhur kuno keluarga Rouran. Jadi, kita tidak akan bisa membiarkan Yuki hidup seperti ini. Dia adalah keluarga bangsawan. Jadi, kami sebagai dewan vampir darah murni juga berhak ikut campur dalam pengasuhannya..."
"Baiklah, terserah kalian...! Mau menghabiskan sisa umur kalian disini hingga sebulan, setahun, bahkan seumur hidup, aku juga tidak akan peduli...! Berbuatlah semau kalian...!" ujar Rido sambil menatap tajam Sara dengan mata beda warnanya, merah di mata kiri dan biru di mata kanannya.
"Karura, layani mereka hingga mereka muak tinggal disini...!" perintah Rido sembari berjalan meninggalkan semua yang ada di sana.
"Sara..." ujar Takuma.
"Tidak apa-apa... Rido-sama memang seperti itu orangnya. Kita hanya bisa menerimanya sampai kita sendiri yang bertemu langsung dengan Yuki-sama.."
"Baiklah... Aku mengerti..."
[Tap... Tap... Tap...]
Di ruang keluarga...
"Duduklah, Yuki... Akan kuambilkan minum... Kalau mau tidur, tidur saja langsung..."
"Terima kasih, Kaname senpai..."
"Tidak perlu berterima kasih... Aku senang bisa melayanimu disini tuan putri..."
"Apa maksudmu?"
"Aku hanya bercanda... Sudahlah... Nikmati istirahatmu..." kata lelaki berwajah rupawan itu sembari beranjak pergi ke dapur.
'Hhhh... Syukurlah, semua berjalan lancar. Senpai masih belum melakukan hal buruk seperti kemarin sore...'
[Tiiittt...! Tiiittt...!]
"Halo?"
*Yuki...*
"Rido ji-san... Ada apa?"
*Maaf mengganggumu... Perjanjian kita dibatalkan...*
"Ah?! Apa maksud ji-san? Aku sama sekali tidak mengerti..."
*Jangan pernah kembali lagi kemari...*
"Apa?... Apa yang ji-san katakan?!"
Rido hanya diam membisu. Ia tidak segera menjawabnya.
"Cepat katakan, apa yang terjadi?! Apa yang mereka...
[Piipp...! Tut.. Tut... Tut...]
Sambungan telepon tiba-tiba terputus. Rido telah menutup teleponnya sebelum Yuki menyelesaikan kaliam pembicaraannya.
'T... Tidak mungkin... Apa... Apa yang terjadi?' tanyanya dalam hati khawatir.
AUTHOR POV END...
.
.
つづく...
(Bersambung...)
AN :
Auth :Ok, berhubung dalam cerita kali ini banyak OC nya, saya akan menjelaskan ciri-ciri mereka secara terperinci. Yosh... Kebetulan sekali saya membawa mereka semua disini.
Semua : Hai..! (melambaikan tangan ke arah readers)
Auth : Baiklah, kita langsung saja... Ini dia..!
❇ Di chapter ini, dia yang muncul pertama kali. Namanya Kuran Karura... Dia istri dari Rido-sama. Ciri-cirinya dia punya rambut berwarna coklat mendekati merah pucat, lurus dengan panjang hanya sepunggung, dan style rambut shaggy. Uhm.. Bola matanya berwarna dark blue. Wajahnya hampir mirip dengan Kuran Juri, ibu Rouran Yuki. Sifatnya hangat, ceria, dan selalu tersenyum hingga sering membuat lelucon kecil dengan Yuki.
Karura : Ah... Tidak juga.. Itu soalnya Yuki terlalu dingin sih... Yaah... Apa boleh buat.. (Sambil mengangkat kedua bahunya)
❇ Lalu, selanjutnya ada Kuran Tetsuga yang saya buat sebagai ayah kandung Kuran Kaname. Dia suami dari Rouran Mary, ibu kandung Kuran Kaname. Ciri-cirinya adalah, style rambutnya sama dengan Haruka (ayah Yuki). Hanya saja, rambutnya lebih panjang sedikit. Bola mata berwarna dark brown. Ia adalah anak bungsu dalam silsilah keluarga Kuran dan Rouran. Jadi, umurnya juga lebih muda dari yang lainnya. Sifatnya ramah, dan dermawan.
Tetsuga : (hanya tersenyum ramah)
❇ Selanjutnya, ada Ikari.. Teman sekelas Yuki. Penampilan, rambut agak bergelombang dengan panjang hanya sebahu. Dia adalah cewek tomboy di kelas. Sifatnya selalu bersemangat dan mudah tersinggung. Yup, hanya itu saja..
Ikari : Hai..! Senang bertemu dengan kalian..! (melambaikan tangan dengan senyum lebar terpaut di wajahnya)
❇ Dan terakhir ada Misaki, teman sekelas Zero. Dia hanya adalah tokoh sampingan. Penampilan, rambut blonde dan dipotong acak. Panjang rambutnya seperti laki-laki pada umumnya saja. Sifatnya yang jahil dan banyak bicara terkadang sering membuat Zero gregetan juga lho..
Misaki : Hei.. Tapi ya nggak gitu juga kali.. Begini-begini aku berguna juga oi..
Auth : Hhh.. Iya, iya... Aku paham kok..
Yup, cukup sampai disini saja perkenalannya. Dan sekarang akan saya lanjutkan dengan penjelasan singkat mengenai keluarga darah murni Kuran dan Rouran. U.. Uhm..
Jadi, dalam cerita saya.. Kuran dan Rouran adalah klan vampir darah murni yang dikenal sepanjang masa oleh semua vampir dan merupakan salah satu dari klan pureblood vampire yang masih bertahan dan dihormati sampai sekarang. Nenek moyang mereka, mengikat janji suci dan mempunyai keturunan hingga saat ini. Enam orang anak mereka dibagi dua dengan nama klan yang berbeda. Tiga anak mengikuti marga Kuran dari sang ayah, sedangkan tiga lainnya mengikuti marga Rouran. Akhirnya dari keenam anak tersebut, terjadilah pernikahan antar saudara "incest" dimana setelahnya akan ada aturan bahwa, anak Kuran harus menikah dengan saudaranya dari Rouran. Dan anak yang dilahirkan nanti akan mengikuti marga dari ayahnya. Aturan tersebut masih diberlakukan hingga 'sekarang'.
Jika masih ada yang bingung dengan cerita singkat di atas mungkin ada baiknya kuberikan sedikit contoh. Saya akan mengambil contoh dari keluarga terakhir di cerita sebelumnya.
Rouran Rido ✖ Kuran Karura = Rouran Shiki
Rouran Haruka ✖ Kuran Juri = Rouran Yuki
Kuran Tetsuga ✖ Rouran Mary = Kuran Kaname dan Kuran Rima (Touya Rima)*
Sesuai penjelasan tadi, pernikahan antar saudara yang saya maksud adalah...
Rouran Shiki ✖ Kuran Rima = ...
Kuran Kaname ✖ Rouran Yuki = ...
*untuk Touya Rima, dalam cerita ini akan saya jadikan sebagai adik kandung Kaname. Jadi, otomatis marganya juga diganti...
Haaahhh... Cukup sekian penjelasan dariku. Jika masih ada yang kurang jelas, kalian bisa bertanya di riview dan nanti akan saya jelaskan lagi di chapter selanjutnya agar yang lain juga bisa paham dengan apa yang saya maksud...
Oh iya, satu lagi... Untuk cerita ini, scenenya ada beberapa yang saya ambil dari webtoon orange marmalade karya master Seokwoo.. Hehe.. Tapi, tidak semuanya... Hanya beberapa saja..
Sampai jumpa di chapter selanjutnya yaahh..! Aku tunggu ya review dari reader-san. Segala macam saran dan kritik akan ku terima...
Ok, next or delete?
