Naruto belong to Masashi Kishimoto

.

Teratai putih

.

Mempersembahkan

.

Giniro Tsuki

.

Pair: Hyuuga Hiashi X Haruno Sakura

Genre: Family, hurt/comfort

Rate: M

WARNING : crackpair, typo(s), rate m

Summary: Pernikahan ini memang karena kesalahan. Tapi kesalahan itulah yang membuatku menemukan kebahagiaan.

.

Chapter 1

Kecelakaan ?

.

Malam sudah sangat larut. Shiftnya memaksa Sakura harus pulang saat manusia yang lain telah terlelap. Dia berjalan dengan mata setengah terbuka dan setengahnya lagi tertutup. Mulutnya terus menguap, kepalanya pun terasa pening.

Berjaga seharian tanpa istirahat membuatnya didera kelelahan. Ini juga yang menyebabkan jalannya agak limbung. Yang Ia butuhkan sekarang adalah berbaring di ranjang tanpa perlu repot-repot berganti pakaian.

Bruk…

Sakura terdiam. Berhenti. Dia seperti mendengar suara jatuh. Diedarkannya matanya menelusuri kegelapan sambil terus waspada dan ketakutan. Hampir saja dia berteriak saat emeraldnya menangkap sosok yang mencoba untuk bangkit berdiri.

Perasaan was-was menghinggapinya. Sakura menghampiri sosok misterius itu. Netranya dipenuhi kekagetan. Disana ayah dari temannya bersandar pada pagar pembatas jalan. Rambut panjang serta mata khas itu. Hyuuga Hiashi.

Sakura cepat tanggap dengan menangkap tubuh Hiashi begitu pria itu sudah hampir terjatuh kembali.

"Hyuuga-san, Anda baik-baik saja?" Tanyanya bingung.

Mata seputih susu itu memandangnya sayu. " Jangan bawa aku ke mansion Hyuuga." Ujarnya sebelum jatuh pingsan ke dalam pelukan Sakura yang cepat tanggap segera menangkap tubuh sang kepala klan.

.

.

Chapter 1: kecelakaan ?

.

.

Sakura merebahkan tubuh Hiashi di sofa miliknya. Sambil terengah-engah, dia memandang tak percaya pada pria di depannya. Sakura lelah dan dia ingin segera tidur. Tapi sekarang apa? Ada pria yang merusak rencananya.

"Sesekali berbuat baik juga tak masalah."Gumamnya.

Dipandanginya wajah Hiashi. Kemudian berjongkok di samping sofa. Dia mengarahkan tangannya menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Hiashi.

Dia kembali berdiri dan beranjak untuk mengambil baju dan masuk ke kamar mandi. Setelah selesai, dia menatap Hiashi kembali dan duduk berjongkok seperti tadi.

Sakura menghela nafas kembali. Dia mengulurkan tangannya untuk memeriksa keadaan Hiashi. Mengingat pria itu tadi terlihat sakit. Saat akan membuka pakaian Hiashi, Sakura dikagetkan dengan tangannya yang digenggam erat oleh Hiashi, seraya pria itu memutus jarak di antara mereka. Baru disadarinya, penyebab Hiashi limbung di jalan tadi bukan karena sakit atau terluka. Tapi karena alkohol. Bukan pula karena bau Sakura menyadarinya. Tapi karena lidah Hiashi telah menyeruak masuk ke dalam mulutnya. Membagi rasa sake yang tersisa di mulut ayah temannya.

Tersentak kaget. Sakura kembali mendapatkan kembali akal sehatnya. Sekelumit kekuatan bagi Sakura cukup untuk mendorong Hiashi menjauh. Namun pria itu malah menariknya, merapatkan tubuh mereka dan kembali menyatukan bibir mereka.

Jika tadi hanya dengan sentuhan lembut memabukkan. Sekarang Hiashi melakukannya dengan beringas. Seolah-olah tak mau memberinya akses untuk bernafas.

Memusatkan cakra pada kedua tangannya, berpikir akan menggunakannya untuk kembali mendorong tubuh Hiashi. Lagi itu hanya ada dalam angannya. Karena dengan kecepatan di luar dugaan, Hiashi membalikkan posisi tubuh mereka. Melemparkan ke lantai, dan membuatnya berada di bawah tindihan sang pria. Sakura kaget. Apalagi tangannya sudah tertahan di atas kepalanya. Bahkan lebih buruk lagi. Pria itu menutup jalan cakranya. Ini buruk. Sangat buruk. Sakura tak memiliki kekuatan cakra untuk melawan.

Sakura mencoba untuk terus memberontak. Mencoba apapun yang bisa ia lakukan. Menendang meski hanya menggapai udara. Dia sudah tak mampu berbicara. Hiashi merobek bajunya. Mencumbunya tanpa henti seraya terus melucutinya. Airmatanya meleleh dan ingin sekali dia berteriak. Namun, apa yang mampu diucapkannya? Hiashi menyumpal mulutnya dengan mulut pria itu.

Hiashi semakin beringas. Sakura menjerit putus asa dalam bekapannya. Pria itu menyatukan tubuh mereka dengan kasar tanpa kelembutan sedikitpun. Dia terus bergerak seperti orang yang hilang akal. Bak orang yang tengah kerasukan, tangannya menyentuh tubuh Sakura.

Sakura menangis mendapat perlakuan seperti ini. Dia menerima dengan berat hati. Ketika Hiashi telah mencapai hasratnya dan Sakura lelah bukan main. Dia kesakitan hingga tak mampu lagi mempertahankan kesadarannya.

Pemandangan terakhir yang ia lihat adalah ayah temannya masih terus bergerak tanpa kecepatan yang diturunkan sebelum dia benar-benar kehilangan kesadarannya.

.

.

Chapter 1: kecelakaan ?

.

.

Cahaya matahari menerobos paksa gorden kamarnya. Mengganggu indera penglihatan Sakura yang tertutup kelopak mata. Perlahan tapi pasti, Sakura mampu menangkap cahaya dengan emeraldnya. Tubuhnya pegal. Kepalanya terasa sakit bukan main. Sepertinya dia mimpi buruk sampai mempengaruhi kesadarannya.

Sakura mengerjap-ngerjapkan matanya. Merasa ada yang aneh dengan ruangan tempatnya berbaring. Bukankah semalam dia tertidur di sofa? Lelah mencari alasan, dia mengambil kesimpulan mungkin saja secara tak sadar dia berjalan ke ranjang. Sakura memutar tubuhnya-posisinya tadi menghadap dinding.

Tepat setelah itu, dia menahan nafas seketika. Di depannya, ayah Hinata-Hyuuga Hiashi-tertidur pulas dengan wajah polos tanpa dosa. Pria itu tertidur menghadap padanya sekarang dan jarak mereka sangat dekat. Bahkan, Sakura bisa merasakan nafas sang pemimpin klan.

Sakura megap-megap seperti ikan kekurangan air, ketika menyadari tubuh polos mereka yang hanya tertutupi oleh selembar selimut. Apa tadi malam itu bukan mimpi?

Nafasnya kembali tertahan. Mata pucat Sang Hyuuga terbuka secara pasti. Sakura membeku. Mata Hiashi memandangnya dengan pandangan mengantuk.

"ARGGGHHH…"

.

.

Chapter 1: kecelakaan ?

.

.

Hiashi duduk di ruang makan flat Sakura sambil sesekali memegangi kepalanya. Sakura langsung memberikan sannaro tadi pagi ketika bangun. Memberikannya kenangan pada kepala dan perutnya. Lawan jenisnya itu juga menendangnya keras sampai menghantam tembok.

Segelas susu disodorkan padanya. Hiashi mendongak dan melihat Sakura sudah kembali ke konter dapur.

"Aku tak memiliki teh dan hanya punya susu. Jadi maaf hanya bisa memberi susu." Ujar Sakura tanpa memandang Hiashi.

Jika saja Hiashi tak ingat apa yang dilakukannya semalam, dia sudah pasti akan mencela dan menyindir kesopanan perempuan ini. Tiba-tiba dadanya terasa sesak. Seandainya dia tidak menerima ajakan Inoichi untuk minum dia tak akan mendapat benjolan dan tulang rusuk patah di pagi hari seperti sekarang.

Tak berapa lama, di hadapannya terhidang menu sarapan yang dibuat Sakura. Ga -bukan- wanita itu sendiri sudah duduk di depannya. Hiashi meletakkan Koran paginya berganti memegang sumpit dan mangkuk di tangan kirinya. Dia mengambil telur gulung, memasukkannya ke dalam mulut. Rasanya pas. Tidak seenak buatan Hinata memang. Tapi lumayan.

Dari ekor matanya, Hiashi bisa melihat kegugupan Sakura. Suasana makan mereka canggung dan sepi. Hanya ada suara denting alat makan yang mengusir rasa sepi itu. Hiashi suka sepi, tapi jika ditambah canggung? Tidak. Dia sama sekali tak suka.

.

.

Chapter 1: kecelakaan ?

.

.

"Apa yang harus aku lakukan?"Sakura menenggelamkan kepalanya di antara lipatan tangan.

Frustasi. Bingung. Marah. Panik. Sedih. Semua bercampur menjadi satu. Setelah berpisah dari Hiashi –tanpa ada percakapan apapun setelah dia menendangnya dengan keras– Sakura bertambah panik dan seperti kehilangan arah. Ingin rasanya melompat dari patung hokage dan kemudian bunuh diri.

Berlebihan? Sakura baru saja kehilangan hal paling berharganya di tangan pria dewasa. Demi Kami-sama. Dia selalu membayangkan yang pertama adalah dengan orang yang dicintainya. Tapi apa sekarang? Apa yang terjadi sekarang? Ini di luar kendalinya. Jika saja dia memiliki mesin waktu dan bisa kembali ke masa lalu. Ke waktu semalam. Dia akan membiarkan Hiashi tergeletak di tengah jalan. Terdengar kejam memang, tapi lebih baik daripada kejadian semalamlah yang terjadi.

Hanya saja semua sudah terlambat. Apa dia benar-benar harus melompat? Tapi dia masih ingin hidup. Sakura sudah seperti orang gila. Mati segan hidup pun tak mau. Ingin rasanya dia menangis sekencang-kencangnya. Dan itu tak mungkin dia lakukan di sini. Tidak di rumah sakit.

"Hanya satu kali. Tidak akan ada masalah." Suaranya bergema lirih, mencoba menghibur diri. "Tidak akan terjadi hal yang buruk. Semua akan baik-baik saja." Isakannnya teredam oleh tangan yang menyumbat bibirnya.

Tidak akan ada gunanya menangisi hal yang telah berlalu. Tidak ada gunanya menyesal. Dia hanya akan lelah mengutuk dirinya sendiri. Dia benci ketika airmatanya terus menyeruak meskipun sudah berusaha ditahannya.

Ruangan piket yang sepi ini yang menjadi saksi. Tangisan tiada henti menemani kesendiriannya merutuki kebodohan. Mengutuk kelalaian. Harapannya hanya satu, tidak ada yang mendengar tangisan cengengnya ini.

to be continued ...