Rhyme A. Black

0o0

PresenT

0o0

Lembaran Buku Tua

Dedicated for HTNH/ NaruHina's Tragedy Day

0o0

Naruto belongs to Masashi Khisimoto

0o0

WARNING : OOC, ALTERNATIVE UNIVERSE, GAJE *maybe?*

0o0

Hope you enjoy it!

1... 2... 3... TAKE... ACTION!

00oo*oo00

Dia masih terduduk disana, merenungi masa tuanya di bawah langit senja yang memerah. Laki-laki tua bertubuh ringkih itu memejamkan matanya yang masih menyiratkan keteguhan hati menikmati hembusan angin sepoi-sepoi yang bersuarakan gemerisik dedaunan yang menguning, siap jatuh dari dahan tempatnya tumbuh. Teras rumah ini seakan menjadi teman sore harinya, dimana tidak ada lagi yang menemaninya bercengkrama, dan hanya ada album foto tua yang dipangkunya. Raut wajahnya begitu damai, meskipun telah berumur lebih dari setengah abad, masih saja menyiratkan rona ketegasan yang pasti dimiliki oleh setiap anggota militer yang tidak menampakkan bahwa waktu akan menguranginya. Guaratan-guratan di kedua pipinya menandakan bahwa usianya yang telah lanjut.

Aku melangkahkan kakiku menujunya dengan nampan yang berisi seteko teh dan juga biskuit, melakukan aktivitas yang setiap sorenya selalu ku lakukan. Menemani istirahat sorenya. Entah kali ini dia akan bercerita tentang apa, apakah itu perang, kisah persahabatannya dengan anggota militer lain, konspirasi militer, dan entah apa lagi. Tapi satu yang pasti, setiap dari ceritanya selalu menarik perhatianku. Seperti sore di bulan agustus ini.

"Akhirnya kau datang juga Isaribi, tidak tahukah kau berapa lama Opa kesayanganmu ini harus menunggu teh manis buatanmu itu." ucapnya begitu aku telah meletakkan nampan itu ke atas meja. Aku tersenyum menjawab perkataannya itu sembari menuangkan teh kedalam cangkir porselen miliknya. Setelahnya, aku menarik kursi yang ada di sisi lain meja teras yang bertaplak putih itu, duduk dan kemudian menanti dia menceritakan masa lalunya.

"Opa akan cerita apa lagi saat ini? Konspirasi? Pengkhianatan? Para bangsawan yang super berkelas?" tanyaku beruntun sesaat setelah dia menyesap sedikit dari teh manis yang kubuat tadi.

"Isaribi, Isaribi... Kau itu seperti senapan beruntun saja. Bertanya tanpa henti dan tak sabaran," ujarnya, meletakkan cangkir yang masih berisi itu ke ke piringnya. Dan aku masih menantikannya, "kau mau cerita yang seperti apa kali ini?"

"Cerita yang berbeda dari yang pernah Opa ceritakan!" jawabku penuh semangat. Memang, kakek tua ini selalu saja membuatku bersemangat dan penasaran akan cerita-ceritanya.

Dia terkekeh sebentar, sebelum akhirnya memperbaiki duduknya dan menatap menerawang ke arah matahari yang hampir saja terbenam. Kuyakin saat itu dia pasti sedang mengacak-acak memori dalam otaknya guna mendapatkan sepenggal sejarah hidup yang dapat ia keluarkan dalam bentuk kata-kata. Terpampang jelas bagaimana mata yang biru dan rabun itu menerawang dibalik kacamata bulatnya, lalu kemudian secercah senyuman datang yang menandakan bahwa ada kotak sejarah yang telah ia temukan untuk dibuka di dalam otaknya.

"Cerita ini akan jauh berbeda dari yang pernah kau bayangkan, . Tidak hanya senjata dan perang, tapi juga tentang cinta..."

Aku tertegun mendengarkan ucapannya, mataku kembali menelusuri jejak-jejak perang yang terpatri di wajahnya. Aku tak pernah mengira sebelumnya, bahwa akan ada seraut kehilangan dan kerinduan di dalamnya. Seakan tersembunyi dari setiap pandangan mata, yang tercampur menjadi satu dan tak kentara. Bagaikan debu-debu tipis yang menempel di kaca.

Dan dia pun mulai bercerita...

00oo*oo00

November, 1945

Suara-suara tembakan terdengar membelah angkasa, prajurit-prajurit berseragam hijau hitam berlarian kesana kemari sambil menenteng senjata laras panjang dengan tanaman-tanaman yang menghiasi helm besi mereka. Membuat kamuflase yang tak terlihat di dalam hutan belantara yang mencekam dalam gelap malam. Suara tank dan teriakan-teriakan menambah riuhnya suasana malam yang seharusnya tenang, yang kini menjadi begitu menakutkan dengan kilatan-kilatan sinar peluru yang ditembakkan dari selongsongnya.

"Cepat, blok sayap timur! Mereka lengah di sana!" teriak salah seorang dari mereka yang berambut coklat dan diikat keatas, dan tak lama kemudian lebih dari selusin prajurit telah bergegas menuju tempat yang tadi ditunjukkan dengan cepat dan masih dalam posisi yang siap siaga. Derap-derap langkah bersepatu laras terhenti dan kembali lagi merunduk dan meletuskan kembali peluru perang. Tak hanya itu, lemparan-lemparan granat pun turut ambil bagian, yang terkadang meleset dan malah meledakkan tanah yang di kenainya.

Telah banyak korban yang berjatuhan dari kedua belah pihak, namun hal itu tidak menyurutkan niat bertempur bagi mereka yang berseteru. Malah, hal itu menambah panasnya darah mereka untuk membantai satu sama lain. Pertarungan malam itu sebenarnya tak imbang, dimana salah satu dari mereka memiliki teknologi yang lebih maju dibanding dengan satu lainnya. Tapi, semangat dari mereka yang mempertahankan tanah air membuat mereka untuk pantang menyerah.

Pasukan Konohagakure, telah berhasil melumpuhkan satu tank milik Otogakure. Tinggal dua lagi dan mereka akan memenangkan pertarungan di tengah hutan ini. Begitu juga pasukan darat milik Oto, telah berhasil mereka patahkan setengahnya. Mereka hampir berimbang, prajurit Belanda hampir habis dan pasukan Konoha masih bertahan lebih dari separuhnya.

DHUAARRR!

Satu lemparan bom granat berhasil mengenai tank pasukan milik Belanda yang kemudian disambut dengan tumpahnya peluru-peluru dari senjata-senjata mereka. Mereka menyerang membabi buta, tidak ada lagi rasa takut yang menyelimuti hati parajurit Konoha karena kemenangan tinggal sedikit lagi mereka raih.

Jendral Van Hyuuga, pemimpin pertempuran saat itu menyadari bahwa keadaan meeka benar-benar terjepit, Pasukan dan senjata mereka 89 % telah rusak. Mau tak mau tidak ada jalan lain yang bisa dia lakukan selain menarik mundur pasukan miliknya kalau tidak mau menderita lebih parah. Dan pada akhirnya, pasukannya benar-benar ia tarik mundur. Meninggalkan hutan yang tadinya penuh dengan suara letusan itu, dan membiarkan sorak-sorai dari pasukan Konoha membahana di daerah yang berkayu tinggi dan basah itu.

"HIYAAA! MERDEKA!" terdengar teriakan serak dari salah satu prajurit Konoha yang langsung bersambut dengan teriakan –teriakan lainnya.

"BERANTAS OTO DARI BUMI PERTIWI!"

"YEAHAAAA! KIBARKAN SEMANGAT BERJUANG KITA!"

Mereka sontak bergembira, namun kewaspadaan mereka tetap berada dalam tingkat siaga. Tidak menutup kemungkinan bahwa Belanda dan juga sekutunya akan datang berbalik menyerang mereka. Rasa bangga itu terus datang ke dalam sanubari mereka, menyusupi relung-relung yang berisikan amarah dan dendam terhadap penjajah. Kemerdekaan telah mereka raih, agustus 45 adalah buktinya. Dan, mereka tidak akan membiarkan kebebasan yang telah banyak menelan korban itu hilang hanya karena dirampas kembali oleh orang-orang pencekik leher nan congkak itu.

Pertempuran mereka malam itu adalah sebagai tindak lanjut dari pemberontakan yang telah dilakukan pihak Konoha. Karena, sangat tidak mungkin ada orang yang mau dijajah di negara sendiri bukan?. Hal itu terjadi karena ultimatum yang diberikan oleh pemerintah Oto tidak dipedulikan oleh rakyat Konoha. Ultimatum yang berisi agar warga Konoha menyerahkan persenjataan yang telah mereka lucuti dari negara Iwa yang telah kalah dalam peperangan lima negara. Dan pada akhirnya, hal ini berhasil memicu pertemuran yang terjadi tadi.

"Pasukan, saatnya kita kembali!" seru pria yang berkuncir tadi yang tampaknya adalah pemimpin mereka, terlihat jelas karena ada sedikit perbedaan dari atribut yang dia kenakan. Laki-laki bertubuh tegap itu berjalan duluan meinggalkan lokasi pertempuran, disusul arak-arakan pasukan dibelakangnya, bersamaan menaiki truk yang akan membawa mereka kembali ke markas besar mereka di daerah Konoha Barat Daya.

00oo*oo00

Hujan turun dengan derasnya, beriringan dengan kilat dan guruh yang menyambar. Waktu menunjukkan pukul tiga pagi, keadaan di ibukota Konoha sangatlah lenggang diwaktu-waktu yang seperti itu. Tapi hal itu tidak terjadi pada sebuah kediaman milik pemerintah Oto yang tampak sibuk oleh orang-orang yang berlalu-lalang didalamnya serta beberapa kereta kuda yang berada di bagian depan rumah tanpa teras itu. Dari dalam rumah, tampak dua orang laki-laki yang memakai jubah hitam dan topi panjang keluar dari ruangan rumah itu bersama dengan seorang wanita yang mengenakan gaun tidur putih panjang. Laki-laki yang berambut hitam panjang dan bertubuh tegap itu menuliskan beberapa resep obat pada wanita itu. dari tanda tangannya bisa di ketahui bahwa dia adalah dokter kenamaan dari Oto yang bernama Orochimaru. Wanita itu mengangguk beberapa kali, seolah-olah mengerti akan apa yang disampaikan oleh salah seorang laki-laki tadi, sementara laki-laki yang satunya, yang berambut putih keabu-abuan dan berkuncir berlarian menembus hujan yang deras itu menuju salah satu kereta kuda dengan membawa sebuah tas yang terlihat seperti tempat peralatan dokter.

Wanita itu mengangguk sekali lagi, sebelum akhirnya laki-laki berjubah itu memohon pamit dan menuju kereta kuda yang menantinya. Setelah memastikan bahwa kereta kuda itu telah menjauh, wanita itu segera menutup pintu rumahnya rapat-rapat.

Tak sampai beberapa menit, wanita bergaun tidur tadi memasuki sebuah kamar tidur dimana beberapa orang berkumpul di dalamnya. Seorang wanita separuh baya yang berperawakan seperti orang Konoha asli—terlihat dari raut wajah oriental dan juga kilitnya yang sawo matang— dengan memakai kebaya dan kain sarung. Sementara itu ada seorang wanita yang berambut panjang sepinggang berwarna indigo, berkulit putih, tampak sedikit lebih muda dari wanita yang satunya dan juga sedang mengenakan gaun tidur. Selain itu, ada juga seorang pria berambut coklat panjang yang tubuh kiri bagian atasnya diperban sedang terbaring di atas tempat tidur tanpa kelambu itu. wajahnya pucat, namun walaupun demikian aura dirinya ternyata mampu mengintimidasi semua yang ada diruangan itu.

"Seharusnya Ottou-san tidak terjun langsung di pertempuran itu!" seru wanita yang berambut panjang indigo itu. Sesaat kemudian, dia mengisyaratkan satu-satunya orang Konoha yang ada diruangan itu untuk keluar. Hanya menyisakan dia, Ottou-san, dan Okaa-sannya.

"Hinata.. Hinata... untuk apa Ottou-sanmu ini mesti takut dengan orang-orang pribumi hah?" tanya pria itu membalas anaknya tadi. Aksen Oto mulai hilang dari mulutnya. Hal itu menandakan bahwa ia telah lama menjejakkan kakinya di negeri yang berlambangkan daun itu. Berbeda dengan anak istrinya yang baru saja datang dari negeri bunyi itu, yang datang memenuhi ajakannya untuk tinggal di Konoha sampai masa kerjanya habis.

"Tapi Ottou-san, apa yang dikatakan Hinata itu benar. Ottou-san baru saja sembuh dari sakit Ottou-san beberapa minggu yang lalu, dan tak seharusnya papa turun ke medan perang." sahut wanita yang lebih tua itu kepada suaminya. "apa lagi dengan tingkah laku Ottou-san yang keras kepala ini. Tidak mau dirawat dirumah sakit."

"Sudahlah, sebenaranya siapa yang harus dipatuhi di rumah ini?" tanya pria itu yang ditujukan pada dua wanita yang tmapak menghakiminya itu, "lagi pula, Ottou-san masih punya urusan denganmu Hinata."

"Apa itu, Ottou-san?"

"Minggu depan kamu temani Ottou-san, ke hotel Grand Konoha. Kita datang ke acara yang diadakan oleh letnan Sasuke de Uchiha, dia baru saja naik jabatan menjadi Letnan Jendral dan kita di undang ke pestanya." Jawab pria yang dipanggil papa itu dengan mantap.

"Tidak bisa Okaa-san saja?" tanya gadis itu lagi.

Pria itu sedikit mengerling pada istrinya sebelum menatap anaknya kembali. "Okaa-sanmu ada urusan. Lagi pula, tidak ada salahnyakan kamu bersosialisasi dengan bangsawan-bangsawan yang ada disini?" ucap ayah gadis itu. Sebenarnya, pria itu telah memiliki rencana sendiri untuk mengajak anak satu-satunya itu. sedangakan, si anak sendiri hanya dapat memasrahkan hatinya. Karena sebenarnya dia tidak menyukai datang ke pesta-pesta seperti itu, dia tidak suka bertemu dengan bangsawan-bangsawan sesamanya. Bukan karena apa, dia itu sedikit introvert dengan kehidupan disekitarnya.

"Yah, terserah Ottou-san saja." Jawabnya pasrah sebelum akhirnya berbalik menuju kamarnya. Terlihat dibibir pria berambut panjang itu, terukir senyum tipis penuh kepuasan. Meskipun sisa-sisa kekesalannya terhadap prajurit Konoha yang membantainya tadi masih terlihat memenuhi raut wajahnya.

00oo*oo00

~00~

To Be Continued

0o0

AUTHOR'S SIDE

0o0

HUWAAAA! OHAYOU..KONNICHIWA..KONBANWA MINNA-SAAANNN!

HAI-HAI! Saia datang lagi membawa sebuah fanfict..

Wkwkwk...

Terus, mengenai cerita didalam fict ini.. ini tuh sebenarnya hasil dari cerpen ku, yang menceritakan tentang perjuangan prajurit-prajurit Bandung melawan NICA. Intinya, ini adalah fict tentang sejarah.. wakakakak..

Wufft, saia minta maaf yang sebesar-besarnya bin seluas-luasnya karena telah berani mem'preteli' sejarah negara kita tercinta Indonesia, (saia jangan digebukin ya?). Gomen minna-san! Habis, kalau mau buat fict baru susah lagi, jadi langsung saja saia 'permak' sedikit cerpen saia itu.. dan jadilah.. fict gaje ini.

Sebenarnya sih, saia mau langsung nyosor aja. Pake latar belakang Indonesia, Cuma pasti ngak 'ngeh' bangetkan pas liat penampilan Naruto yang bule abis? Jadi ya udah.. main sikat aja! Hantam konoha, wkwkwkw...

Jujur saja, saia sempat menggila gara-gara HTNH! Jujur, udah ada lebih dari lima scene angst melayang di atas kepala, tapi ditak ada satu pun yang kena, apa ini karena saia gak bakat bikin tragedy/angst ya?

Wah, makin ngawur saia ini. Osh! Minna-san review yak! Aku butuh dukungan moral *jyah, alasan..*

REVIEW

REVIEW

DAN SELAMAT HTNH!

HIKZ...HIKZ.. HIKZ...

Narsiez dikit gak papa yaphz?

...NaruHina, The Greatest Pairing

Ever after...

*gak suka? Bakar gunung.. wkwkwk just kidding ^_^*