I DO NOT OWN NARUTO

-.

Tangis haru menyelimuti Kediaman Hyuuga yang kala itu sarat oleh orang-orang yang melayat, menyampaikan duka cita atas wafatnya Hyuuga Yuriko, sesosok Wanita Hyuuga yang baik hati dan cantik yang telah memberikan Keluarga Hyuuga dua orang penerus.

Dia adalah ibu dari Hyuuga Neji dan Hyuuga Hinata.

"Kau harus kuat, Hinata."

Bisik seorang lelaki bermata hitam pekat yang tajam pelan pada seorang Gadis Hyuuga yang berada di pelukannya sembari mengelus-elus rambut indigo gadis yang tengah berlinang air mata itu.

Gadis itu tak merespon sedikitpun, hanya suara tangis dan air mata yang terus mengalir di wajahnya menjawab seruan lelaki itu.

Mata lavender gadis Hyuuga itu kini memerah karena tangisnya yang terus menjadi dan mulai membuat pemuda Uchiha yang tengah berusaha menenangkannya kini khawatir.

"Hinata…"

"…hik… ibu… Itachi… hik… ibu… hik…" guman Hinata.

"Sst… semua akan baik-baik saja. Ingat, kau masih memiliki Paman Hyuuga, Neji dan Aku. Kami semua akan selalu ada untukmu." Ucap Itachi sambil berusaha menghapus air mata Hinata dengan kdeua jemarinya. "Lagipula, ibumu pasti tak ingin melihatmu bersedih seperti ini, Hinata. Kau harus kuat… aku yakin kau bisa,"

Hinata menatap Itachi lemah. "Aku… aku tidak bisa… Itachi…aku tak bisa!"

"Kau bisa, hanya saja kau yang tak mau untuk melakukannya."

"Sebegitu besarnyakah kepercayaanmu padaku, Itachi?"

Tak disangka Si Uchiha Jenius itu kini menjawab dengan sebuah senyuman yang tentunya sangat jarang dipertontonkannya, hingga membuat Hinata mulai tenang, walau tak mengubah kenyataan bahwa Si Hyuuga itu masih menangis, mamun dengan pelan.

Saat itu seorang lelaki yang berambut panjang dan berparas tampan memasuki Kediaman Hyuuga dan kita dapat melihat kesedihan yang amat dalam terpancar dari mata putihnya.

Itachi yang melihat kedatangannya kini tersenyum lemah dan memberi tahu Hinata hingga membuat gadis itu menoleh dan berlari ke pelukan lelaki lain yang baru saja tiba itu.

"Kakak… ibu… ibu…kak…" rintihnya.

Neji memeluk HInata erat dan berbisik, "Menangislah, aku ada di sini,"

"….hik…. ma…maaf kak… aku…aku gagal… aku tak bisa menjaganya… maaf…"

"Ini bukan salahmu, kau tidak usah minta maaf…"

"Maaf…"

Neji menghela nafas panjang dengan mata yang terpejam dan lengannya memeluk adiknya lebih erat lagi.

Itachi hanya diam melihat orang yang dicintainya begitu tak berdaya dan dia tak bisa melakuakn apapun untuk mengurangi rasa sakitnya.

Sungguh… hal ini benar-benar sulit. Andaikan bisa Itachi menggantikan posisi Hinata, biarlah dia yang merasakan semua rasa sakit yang kekasihnya kini sedang alami. Namun apa daya, ini semua merupakan takdir Tuhan yang siapapun juga tak bisa mengubahnya, bahkan seorang Uchiha sekali pun.

"Di mana ayah?" tanya Neji.

-.

Hari berlalu sangat lambat.

Tangis, duka, perih, kecewa, penyesalan, semua hal itulah yang mengantarkan Yuriko menuju peristirahatan terakhirnya, menuju kedamaian yang abadi, di alam akhirat sana.

"Kau harus kuat dan jaga adikmu," ucap Fugaku samba menepuk bahu Neji.

Neji mengangguk pelan membisikkan ucapan terima kasihnya pada Uchiha Fugaku.

Mikoto menangis dan merangkul Hinata dalam pelukannya, "Kau harus kuat, sayang. Tenanglah, aku tahu aku tidak akan pernah bisa menggantikan ibumu, tapi, aku menyayangimu layaknya anakku sendiri. Jangan sungkan untuk datang padaku jika kau membutuhkan apapun."

Hinata tersenyum dan membalas pelukan Uchiha Mikoto.

"Terima kasih, Tante Mikoto… kau sangat baik," ucap Hinata pelan diantara tangisnya.

Lalu Fugaku menepuk bahu Itachi lalu pergi bersama istrinya.

"Neji… kau harus kuat, demi Hinata. Jangan biarkan kepergian Nyonya Hyuuga membuatmu tenggelam dalam kesedihan." Ucap wanita cantik yang dulu pernah mengisi relung hati Neji, semasa mereka SMA. "Aku… percaya kau bisa."

Neji hanya terdiam dan matanya memandang tajam pada tempat ibunya beristirahat untuk yang terakhir kalinya.

Haku lebih mengerti tentang mantan kekasihnya itu, hingga ia hanya tersenyum dan pergi. Hatinya ingin tinggal dan menenggelamkan Neji dalam pelukannya, namun Haku sadar bahwa ia sudah tak bisa melakukan itu sejak ia meninggalkan Neji untuk mengejar cita-citanya menjadi designer ke Paris.

Kini semua orang mulai meninggalkan kuburan Yuriko, menyisakan Neji, Hinata, dan Itachi.

Hinata terus menangis memeluk Nisan Ibunya erat.

Neji hanya memandangi makam ibunya dengan sedih. "Ibu, kau tak usah khawatir akan kami, terutama Hinata. Aku akan selalu menjaganya walau apapun yang terjadi. Ibu tenanglah di sana, jangan pikirkan kami, kami akan baik-baik saja. Hinata memang masih berat melepasmu, sama halnya denganku… namun, kami harus melanjutkan hidup. Dan tetap, kau akan selalu ada di hati kami untuk selamanya. Dan, ibu jangan sedih karena ayah tak ada untuk mengantarmu pergi, namun percayalah… ibu pernah ada di hatinya. We loves you, Mom." Ucap Neji dalam hati.

"Tante Yuriko, anda tidak usah cemas akan Hinata. Aku akan menjaganya semampuku, dan dia memiliki seorang kakak yang akan melakukan apa saja demi seuntas senyuman di wajahnya. Beristirahatlah dengan tenang,"Itachi berjanji di hatinya.

"Ayo Hinata, kita pulang."

Hinata menggelengkan kepalanya dan memeluk Nisan Ibunya lebih erat lagi. "Hinata… kita harus pulang, biarkan Kaa-sama beristirahat dengan tenang," bujuk Neji.

Tangisan Hinata semakin keras. "Tidak! A-aku tidak mau pergi! Aku ingin bersama ibu!" teriaknya.

Neji memeluknya dari belakang dan membisikan sesuatu ke telinga Hinata. Sesuatu hal yang tak dapat Itachi dengar namun dapat membuat Hinata menjadi lebih tenang dan mau diajak pulang, walau tidak menghentikan isak tangisnya.

Hinata menangis sepanjang jalan menuju Ke kediaman Hyuuga. Tak sepatah katapun terucap dari bibirnya. Pandangannya kosong dan tatapannya terlihat hampa.

Hati Neji menjerit ingin meluapkan amarah dan kesedihannya, namun dia tak kuasa. Neji merasa sangat bersalah karena ia telah merasa gagal untuk menjaga ibunya tercinta.

Di sampingnya ada Hinata, adiknya. Adik yang harus ia jaga. Dan sebagai anak pertama juga kakak, ia diharuskan dapat mengendalikan emosinya karena jika ia ikut tumbang, maka Hinata tak mempunyai pegangan dalam hidupnya dan mereka akan terpuruk bersama tanpa ada seorangpun yang dapat menolongnya.

Hinata lah yang berhasil membuat Neji kuat menghadapi semua ini.

-.

Di Kediaman Hyuuga.

Sesampainya di sana, Neji meminta Itachi untuk mengantarkan Hinata ke kamarnya karena ia memiliki sesuatu yang harus ia kerjakan.

Itachi pun dengan senang hati melakukannya. Dia menggotong Hinata yang tertidur dan dengan hati-hati menaruhnya di tempat tidur. Lalu kembali menemui Neji.

"Apa kau sudah mendapatkannya?" tanya Itachi menghampiri Neji dan duduk di hadapannya.

"Entahlah… dia tak ada di kantor dan di beberapa tempat yang biasa dia singgahi. Apa kau tahu apa yang kulewatkan, Uchiha?"

Itachi tersenyum, dan merupakan senyum yang menakutkan. "Sepertinya beberapa minggu di Otogakure membuatmu kehilangan arah, hm…"

"Kurasa."

"Aku tak tahu apa yang sedang terjadi di keluargamu ini dan sejujurnya aku tidak tertarik, namun aku tak bisa berpangku tangan. Karena walau bagaimanapun, orang kucintai adalah bagian dari semua ini."

"Lalu, apa yang ada di pikiranmu?" tanya Neji tak sabar.

"Well…"

-.

"Hinata… makanlah sarapanmu, jangan kau pandangi seperti itu." bujuk Neji.

Namun Hinata tetap tak mengambil sesuap nasi pun ke mulutnya. Neji sudah mencoba untuk menyuapinya, namun mulutnya tak pernah terbuka dan dia selalu menggeleng dan berkata bahwa ia tak lapar.

Neji mulai pusing dan kehabisan akal.

Baru kali ini seorang yang jenius sepertinya merasakan hal yang disebut 'putus asa' dalam hidupnya.

"Hinata… buka mulutmu. Kau harus makan, jika tidak kau bisa sakit. Cukup ibu yang pergi, aku tak mau kehilanganmu juga… ayo, buka mulutmu,"

Hinata mulai menangis dengan kedua tangannya berusaha menutupi wajahnya yang menitihkan air mata itu.

Saat itu salah satu pelayan datang dan memberitahu mereka bahwa Hiashi sudah pulang.

"…Tuan Hiashi sudah pulang dan kini dia berada di ruang keluarga—"

Hinata yang mendengar hal tersebut langsung pergi, berlari menuju ruang keluarga tanpa menunggu sampai pelayan itu menyelesaikan ucapannya.

"—dan Tuan Hiashi membawa serta Nyonya Abe dan putrinya."

Neji hanya melihat kepergian Hinata dan tatapannya berubah tajam saat mendengar nama Momoka. Tangannya mengepal saat ia dengar bahwa Momoka membawa serta putrinya. Karena sepengetahuan Neji, Momoka tak memiliki putri.

-.

Hinata yang melihat ayahnya langsung merangkul erat ayahnya tersayang dan menangis di bahunya.

"A-ayah… ayah ke mana saja…? Ibu….ayah… ibu…" isak Hinata dan merangkul Hiashi erat.

Hiashi mendorong Hinata hingga pelukan putrinya itu terlepas. Hinata terus berusaha untuk menghapus air matanya.

"Aku tahu, Hinata. Dan berhentilah menangis! Kau cengeng! Dan kau tahu air mata adalah symbol ari kelemahan! Seorang Hyuuga tak boleh lemah, ingat itu!" seru Hiashi.

Hinata hanya dapat tertunduk dan diam mendegarkan semua perkataan ayahnya. "Maaf ayah… aku…"

"Sudahlah!" bentak Hiashi pada putrinya. Hinata berusaha keras untuk menahan air matanya dan menghapusnya dari pipinya.

"Hinata, ayo beri salam pada Momoka dan Hanabi." Seru Hiashi.

Kini HInata mengangkat kepalanya dan dia melihat sesosok wanita yang sudah tak asing lagi baginya. Hinata pun tersenyum dan menghampiri wanita itu lalu memberikan salam.

"Tante Momoka, dan…" HInata memandangi seorang anak yang terlihat sebaya dengannya namun gadis itu jauh lebih pendek darinya. "…siapa, ya? Matamu… kau…"

"Seorang Hyuuga." Ucap Neji secara tiba-tiba. Hinata menoleh padanya dan langsung menghampirinya.

Kebingungan terlihat jelas di mata Gadis Hyuuga itu.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang aku lewatkan…." Hati Hinata bergumam.