Angin berhembus, meniup helaian surai kuning cerah yang tersisir rapi membingkai wajah yang tak kalah rapi. Bulu mata yang menggantung di area matanya lentik dan panjang, indah sekali. Belum lagi hidungnya yang mancung, dan bibir plum yang membuat takjub. Jangan lupakan manik keemasan yang melebar, sama takjubnya.
"Daikicchi, m-mereka kawaii, ssu!"
Pemuda nyaris sempurna itu, sebut saja Kise Ryouta.
Di sebelahnya, pemuda dim dengan sorot mata kurang bersemangat meliriknya.
"Anak-anak nakal itu?"
"Mungkin sedikit nakal, tapi tetap saja kawaaaii!" Ryouta menangkup wajahnya sendiri dengan kedua tangan sementara bibirnya membulat, terus berbicara kepada lawan bicaranya, Aomine Daiki.
Daiki menguap. Tidak ada yang lebih membosankan baginya dibanding duduk di tengah taman bermain tepat di depan suatu taman kanak-kanak untuk menemani Ryouta-nya tersayang.
"Ne, Daikicchi, mau punya anak?"
"Tidak, terima kasih," Daiki menyangga kepala dengan telapak tangan yang ditumpang-tindihkan, mencoba menidurkan diri di bangku taman itu.
"Mou, kenapa tidak?" Ryouta mengerucutkan bibirnya, kemudian menarik-narik lengan Daiki dengan gemas. "Pasti menyenangkan, ssu! Daikicchi akan menjadi ayah, lalu aku… engg, aku akan menjadi seorang papa?"
"Kau akan menjadi okaa-san yang cerewet," balas Daiki, mulai menurunkan kelopak matanya, menutupi iris navy blue yang menyipit.
"W-wah bisa juga, ssu! Okaacchi!" Ryouta kembali melebarkan matanya, tangannya bertepuk-tepuk ceria. "Saa, kapan kita mau membuatnya?"
"Kita tidak bisa membuatnya, Ryouta," Daiki kini meluruskan kakinya yang lelah, melintang di atas paha Ryouta yang duduk di dekat kakinya.
"B-bisa, ssu! Kata onee-cchi sekarang laki-laki bisa—"
"Omong kosong," menguap sekali lagi. "Adopsi saja. Yang sudah besar sekalian, biar tidak repot mengurusnya."
Ryouta merengut dan memalingkan wajah. Tapi lalu dia teringat sesuatu. "T-tapi kita kan belum menikah, Daikicchi?"
"Itu, akhirnya kau sadar," Daiki terkekeh, menarik tangan halus kekasihnya dan mencium punggung tangannya. "Nanti saja bisa dipikirkan, kalau sudah menamatkan kuliah atau kerja."
"Aku mau anak berambut hijau!" si kuning itu berseru tiba-tiba. "Karena biru tambah kuning, jadinya hijau!"
"Hah?"
"Lalu aku mau lima anak! Engg yang berambut hijau cukup satu saja, ssu. Mereka bisa menjadi satu tim basket! Daikicchi dan aku akan menjadi pelatih! Gyaaaah, manis sekali—"
Srek, srek.
Ujung kemeja hitam yang dikenakan Ryouta ditarik oleh sesuatu. Ryouta bergidik horor. Ketika dia menoleh, satu tangan putih mungil tersangkut disana, berusaha menarik perhatiannya.
"E-eh—?! Sejak kapan ada kau disitu…?!"
"Doumo," lanjut seseorang yang menarik kemeja Ryouta. Nadanya terdengar lirih, suaranya lemah dan parau mengiringi, mata bulat lebar yang berair. Dia hanyalah seorang bocah setinggi lutut yang berdiri di sebelah kaki Ryouta, menatapnya dengan tatapan memelas.
"…?!"
"Ojii-san, tasukete."
"Engg… k-kamu siapa, ssu?"
Daiki bangun dari tidurnya, ikut menatap si bocah. "Oi bocah, kau datang dari mana?"
"Tidak dari mana-mana," ujar si bocah dengan wajah polosnya. "Namaku Kuroko Tetsuya. Aku ingin minta tolong pada ojii-san."
Mata Ryouta menatap si bocah dari ujung rambut ke ujung kaki. Lusuh, seperti baru diangkat dari tempat pembuangan sampah. Dan baunya… sedikit menyengat penciuman. Tapi dibalik semua kelusuhan itu, wajahnya sangat manis.
"Minta tolong apa, Tetsuyacchi?" Ryouta turun dari bangku dan berlutut, menyejajarkan tinggi dengan Tetsuya.
"Namaku tidak ada '-cchi'-nya, ojii-san," manik aquamarine Tetsuya menatap Ryouta lurus. Tatapannya polos, tapi dalam. "Aku minta tolong ingin dimasukkan kesana."
Jari-jari kurus dan putih kusam itu menunjuk taman kanak-kanak tak jauh dari sana, dimana bocah-bocah berseragam sedang bermain bersama dan berlari-lari dengan lucunya.
"Tetsuyacchi, kenapa? Orang tuamu dimana?"
"Tetsuya tidak punya orang tua, Tetsuya hanya punya nii-chan. Tetsuya dan nii-chan kemarin sepertinya habis diculik sama om-om."
"Om-om?!" Daiki langsung ikut ke dalam pembicaraan itu. Tangannya kemudian membelai surai biru cerah si bocah dengan canggung. "Kasihan."
"Umm, nii-chan sekarang ada dimana?" Ryouta menatap Tetsuya lembut dan mengusap pipinya.
"Nii-chan ada disana. Kami baru saja mau masuk ke sana, tapi tidak diperbolehkan. Jadi nii-chan mau memohon pada obaa-chan yang di dalam sana. Tetsuya kesini ingin meminjam uang supaya Tetsuya dan nii-chan boleh bermain disana," bibir pucat itu sedikit mengerucut, sedang tangannya meremas-remas kaos lusuhnya dengan lemah.
"Mou, Tetsuyacchi," Ryouta segera menarik Tetsuya ke dalam dekapannya, tidak peduli dengan bau dan kotor yang menyapanya. "Daikicchi, tolong jemput nii-chan-nya kesini, ssu."
"Ryoukai," sedikit enggan, Daiki berdiri dan masuk ke dalam lingkungan taman kanak-kanak yang penuh keceriaan. Tapi tidak dengan bocah yang kondisi fisiknya tak jauh dari Tetsuya. Hanya saja, rambutnya berwarna hijau lumut, dan dia terus terjatuh di tanah.
"Tetsuyacchi, Tetsuyacchi mau tinggal sama ojii-san? Ojii-san janji akan merawat Tetsuyacchi," kokoro Ryouta tidak kuat kalau kondisinya seperti ini.
Tetsuya mengangguk. "Hai. Tapi nii-chan juga harus ikut."
"Ryouta," Daiki memanggilnya dan berjalan mendekat, dan di rangkulannya, si bocah hijau kini sedang melepaskan diri dan berlari menuju Tetsuya.
"Nii-chan!"
"Tetsuya!"
Ryouta memiringkan kepala, saat si bocah hijau memeluk Tetsuya dengan erat. Lalu si hijau terjatuh sebentar, sementara Tetsuya menariknya untuk berdiri kembali.
"Ini nii-chan-nya Tetsuyacchi, ya?" Ryouta mengelus surai hijau lumut berantakan di hadapannya.
"Ya, aku nii-chan-nya Tetsuya. Tetsuya, nii-chan sudah bilang, jangan bicara pada orang asing, nodayo! Nii-chan tidak mau diculik lagi—"
"Oi, oi, jangan sembarangan bicara, bocah," Daiki duduk di sebelah Ryouta, lalu melepas jaket yang dipakainya dan memakaikannya pada Tetsuya. "Dasar bocah keras kepala. Ryouta, aku tahu apa yang kaupikirkan."
"Sasuga, Daikicchi!" Ryouta tersenyum lebar, lalu menarik si hijau dalam dekapannya. "Namamu siapa? Kami orang baik, ssu, tenang saja."
"Kuroko Shintarou," ujar si hijau. Dia jatuh sesaat ketika Ryouta melepas dekapannya, dan memalingkan wajahnya yang bersemu merah. "Maaf, mataku ada minusnya."
"Haah, sou ka," Ryouta mengelus pipi pucat Shintarou. "Shincchi, tenang saja, aku dan Daikicchi akan mengurusmu, ssu."
"S-shincchi itu apa, nodayo?!" Shintarou berseru panik. Kakak Tetsuya ini sepertinya memang sedikit berlebihan.
"Lupakan saja," Daiki melambaikan sebelah tangan dengan malas. "Umurmu berapa? Mulai sekarang kau harus memanggilku Papa."
"7 tahun, nodayo," Shintarou mengangguk, mengingat dia dan Tetsuya bisa bersekolah jika tinggal bersama dua ojii-san aneh ini. "Baiklah, papa. Tapi kenapa tampangmu mesum sekali, nodayo."
Urat-urat di dahi si pemuda dim itu membentuk siku-siku, hingga kepalan tangannya yang sudah maju ditahan oleh Ryouta yang merengut.
"Daikicchi, dame!" Ryouta menatap Daiki dengan tatapan merajuk terbaik yang ia miliki.
"Nii-chan, tidak boleh," Tetsuya menarik pinggang Shintarou dan memeluknya. "Ojii-san ini orang baik."
"Benar, Tetsuyacchi," Ryouta kini mengacak surai biru pucat milik Tetsuya. "Tetsuyacchi dan Shincchi itu seperti anak datang dari langit, diberikan oleh Tuhan pada waktu yang tepat. Apalagi, Shincchi rambutnya berwarna hijau."
Kepala Shintarou terasa berputar. Inikah orang tua yang kau kirimkan kepadaku dan Tetsuya, Tuhan…? Lalu… memangnya kenapa kalau rambutku berwarna hijau? Apa aku akan dijadikan pakan ternak…?
"Ne, kalian berdua! Panggil aku 'Mama', ssu! Mulai sekarang, nama kalian adalah Kise Tetsuya dan Kise Shintarou!"
Mama…? Memangnya ada mama laki-laki…?
"Aomine! Harusnya Aomine karena aku selalu di atas!" Daiki kembali mengeluarkan urat-urat.
Di atas? Apanya yang di atas…?
"Mou, Daikicchi," Ryouta kembali memajukan bibirnya. "Baiklah, Aomine Tetsuya dan Aomine Shintarou, sekarang kita pulang. Aku tidak sabar ingin memandikan bocah-bocah manis ini, ssu~! Setelah rapi, kita pergi makan dan beli kacamata untuk Shincchi!"
"Tetsuya, sudah kubilang, mereka ini orang-orang mesum dan pedofil," Shintarou mengakhiri monolog dalam hatinya dan berbisik panik. Tetsuya hanya tertawa kecil. Untunglah, kedua orang tua yang kekanakkan itu tak mendengar mereka.
Langit berubah menjadi jingga, dan setengah lingkaran dengan cahaya oranye berpendar terlihat di ujung sana. Keempat makhluk—mungkin—berbahagia itu kini bersiap pulang, menyusuri trotoar yang masih ramai dengan Daiki, Shintarou, dan Ryouta berpegangan tangan, sementara Tetsuya ada dalam gendongan Daiki.
"Oh ya, aku Kise Ryouta! Aku bermain basket untuk SMA Kaijou. Impianku adalah mengalahkan Daikicchi dalam one-on-one, lalu memiliki 5 anak laki-laki! Salah satunya harus berambut hijau, karena biru dan kuning jadinya hijau."
Shintarou bergidik. Mama barunya ini lumayan mengerikan. Meskipun genggaman tangannya sangat hangat, jarang dirasakan oleh tangan lusuhnya.
"Aomine Daiki. Aku ace dari Akademi Touou. Ryouta tidak bisa mengalahkanku karena yang bisa mengalahkanku hanya aku sendiri. Aku tidak ingin punya anak. Apalagi, aku masih 17 tahun dan hidup tenang. Meskipun sekarang ada si kuning berisik ini yang mengganggu hidupku. Tapi kau cukup manis, Tetsu," sebuah kecupan manis menempel di pipi pucat Tetsuya. Daiki kini menyeringai canggung.
Pipi pucat Tetsuya bersemu merah. Dia tertawa kecil dalam gendongan sang ace. Bibir kecilnya bergumam "Papa dan Mama, hebat…", sementara dari bawah, dengan ekspresi panik (lagi), Shintarou seolah berkata—
"Sudah kubilang, mereka berdua memang om-om pedofil dan mesum!"
Perkenalan selesai, dan hari juga sudah mulai malam. Kini saatnya kehidupan baru Shintarou dan Tetsuya dimulai, bersama Papa dan Mama baru mereka.
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi.
Kids!Shintarou, Kids!Tetsuya, soon-to-be-parents!AoKi. OOC and typos, maybe?
Sumimasen, sumimasen. Apa-apaan ini ; A ;
saya mau mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya bagi readertachi yang sudah mereview di tiga fic saya sebelumnya, Purezento?, Onion Note, dan Humu /salahfandom /siapalu—dan sekalian satu fic saya sebelum ini, Gay? 'Kalau' ada yang review sih :v. Dan jika sempat akan saya balas yosh m(_ _)m
tbc/owari? Tergantung review, dan waktu bebas saya /plak.
Ma, ma, pokoknya maafkan segala kekurangan dalam fic ini m(_ _)m. Saa, review-tte kure! –ojigi-
