DISCLAIMER: I DON'T OWN THE STORY. FIC INI ADALAH TERJEMAHAN DARI FIC BERJUDUL SAMA YANG DITULIS OLEH LULULELE DI ARCHIVEOFOUROWN. SAYA CUMA NGETRANSLATE SOALNYA INI BAGIAN DARI SERIES FAVORIT SAYA. ALL CREDIT GOES TO THE ORIGINAL AUTHOR.
Welcome ke bagian dua dari series ini! Fic ini adalah cerita lanjutan Lobsterman, dan karena panjangnya dobel dari lobsterman, saya pun memutuskan untuk membaginya menjadi dua chapter meskipun ini aslinya one-shot. Supaya bisa lebih cepet update demi para reviewer yang kayanya udah ngebet banget baca lanjutannya, dan juga supaya saya nggak gundul tarik" rambut karena pusing ngetranslate ^^; Chapter kedua akan diaplot paling lambat lusa (mudah-mudahan) jadi untuk sekarang, selamat menikmati setengah ceritanya dulu hehe *ditimpuk readers*
.
.
.
Umur itu sungguh sebuah konsep yang overrated, Jisung lagi-lagi menetapkan. Meskipun telah dipertimbangkan dari semua sisi pun, harus memanggil Chenle sebagai 'hyung' masih membuatnya tidak habis pikir.
Pertama-tama, dia hanya dua setengah bulan lebih tua. Kedua, dia masih terlihat dan terdengar seperti anak belum pubertas, sementara Jisung punya suara yang keren nan berat dan tangan jumbo orang dewasa. Selain penampilan fisiknya, puncak segalanya adalah Chenle hampir selalu bertingkah laku seperti anak SD. Jisung bahkan tidak melebih-lebihkan.
Bukti A: tarikan yang tak kunjung lepas dari lengan kaosnya.
Jisung sudah mencoba semuanya: dari penolakan verbal secara halus sampai argumen verbal yang tidak terlalu halus, penolakan secara fisik, menggoyangkan tubuhnya, menyentil dan menepak tangan yang lagi-lagi menyelinap balik. Dia cukup yakin lengan kanan kaosnya sekarang jadi lebih panjang daripada yang sebelah kiri.
"Aku benerannnnn lagi mau belajar, jadi tolong deh. Ajak orang lain," Jisung pohon kepada buku sejarahnya, menolak untuk melihat ke arah terumbu karang yang menempel di lengannya.
"Tapi Jisuuungggg!" Ah, itu dia.
Bukti B: suara rengekkannya.
Seperti yang sebelumnya ia sebutkan, Chenle punya suara yang cukup tinggi untuk anak seumurannya, yang entah mengapa melengking lebih tinggi lagi ketika dia bicara dalam bahasa Korea. Tambahkan itu dengan nada kekanakkan yang sering digunakannya, dan kau mendapatkan bayi kegedean tukang ngomel untuk kenikmatan pendengaranmu.
"Mereka semua lagi pada ikut camp sekolahan, kamu lupa ya?"
"Bukannya campnya cuma buat anak kelas dua? Mark ada dirumah, sana ajak dia."
Chenle membanting tangannya ke atas meja Jisung, melabraknya tiba-tiba. " Jisung," omelnya, "Mark itu murid kelas tiga. Dia sibuk."
"Aku juga murid kelas tiga?"
"Jisung," sekarang dia menghela napas, "Kamu gak bisa bandingin SMP sama SMA. Itu dua hal yang jauh banget bedanya."
Semakin sering belakangan ini, Jisung menemukan dirinya berharap Chenle masih payah dalam bahasa Korea. Dia memutar otak mencari balasan untuk mengakhiri tarik tambang berat sebelah ini, dan di tengah prosesnya melakukan kesalahan dalam bentuk lirikan ke wajah Chenle. Sial. Apapun asal bukan Manyun Kecil itu.
"...apa imbalanku." Karena Jisung sudah luluh, paling tidak dia akan berpura-pura menyerah demi sebuah sogokan.
Di sisi lainnya, Chenle bahkan tidak mencoba menyembunyikan seringaian bahagia yang melebarkan mulutnya. Tiga bulan telah berlalu, tapi kadang-kadang Jisung masih saja dibuat kagum oleh Chenle yang bisa dibuat merasa sangat senang hanya dengan hal-hal sepele.
"Aku bakal beliin kamu hot dognya MC Ari. Sekarang ayo. Ayo pergi sekarang! Sebelom pikachunya hilang!" Chenle menarik lengan Jisung dengan sepenuh tenaga, hampir tidak memberikan Jisung kesempatan untuk mengambil handphonenya.
Seperti anak-anak sepantarannya, Jisung suka bermain Pokemon Go. Bahkan, dialah yang memperkenalkannya kepada Chenle. Kesalahan besar yang sangat ia sesali. Chenle itu benar-benar sesuatu kalau sudah terkait tentang game itu. Ini bukan pertama kalinya dia terpaksa ikut menemani Chenle berburu pokemon di tengah malam, dan karena Jisung lemah, kemungkinan besar bukan juga terakhir kalinya. Daftar alasan Chenle selalu bertambah panjang tiap kali Jisung menolaknya. Awalnya dia takut pada kegelapan, lalu dia takut akan tersasar, takut dirampok, takut ditabrak mobil, diculik, pingsan di tengah jalan, dan berbagai macam alasan absurd lainnya. Jisung selalu merespon dengan bilang kepada Chenle dia terlalu banyak menonton drama.
Dia menabrak belakang kepala Chenle ketika anak itu tiba-tiba berhenti melangkah untuk berkonsentrasi penuh ke handphonenya.
"Ada disini, ada disini!" Chenle melepaskan tangan Jisung demi menangkap monster kuning itu. Jisung pun, membuka aplikasi di handphonenya karena siapa yang tidak suka pikachu?
Tampaknya pikachu tidak suka kembali padanya, melihat ia kabur pada lemparan yang ketiga. Sementara itu, Chenle sedang melakukan jeritan kemenangannya, memamerkan handphonenya ke muka Jisung sambil melompat-lompat. "Ketangkep! Wohoo~"
Jisung memberinya wajah masam. "Itu pikachumu yang ke limapuluh-tuju. Buat apa nangkep sebanyak itu?"
"Soalnya mereka cute." Chenle memencet layar handphone, mengeluarkan suara gemas saat melihat gerakan pokemonnya. "Enaknya yang ini aku panggil apa ya?"
"Nomer lima puluh tujuh."
"Oh, aku tau!" Dia tersenyum sendiri, mulai mengetik tanpa menggubris usulan Jisung.
Mengintip ke arah handphone dari balik bahu Chenle, Jisung cemberut melihat nama yang terbaca; yaitu 'Mark is cute', diakhiri dengan simbol hati. "Kenapa Mark?"
"Soalnya Mark is cute. Dan rambutnya kuning kayak pikachu."
Ada sesuatu yang salah dengan penjelasan itu, tetapi Jisung tidak tahu pastinya apa. Selain pokemon go, obsesi lain Chenle adalah memanggil orang-orang—terutama Mark—cute. Yang sebenarnya cukup ironis karena tidak ada orang lain yang bersikap seimut dirinya sendiri.
"Kamu udah dapet pikachunya jadi yok balik sekarang. Udah malem."
"Yes sir." Chenle memberi hormat candaan, lalu menurunkan tangannya dan mengaitkannya di sekitar sikut Jisung. Mereka berjalan seperti itu sepanjang jarak dua gang sampai pulang dan Jisung mencoba untuk tidak memusingkan mengapa perasaannya menjadi jauh lebih baik setelah itu.
.
"Kalian mau pergi kemana?" panggil Mark dari kapal pecah yang dulunya sofa mereka. Ia dikelilingi dengan tumpukan kertas, tangan kanan menulis catatan dan tangan kiri bertengger di atas buku pelajaran sambil memegang stabilo. Dia kelihatan seperti akan mati sebentar lagi.
"Aku mau traktir Jisung ke MC Ari," jawab Chenle, melirik kaleng kosong minuman energi di lantai.
Mereka berdua sedikit meloncat mendengar erangan liar yang keluar dari mulut Mark. "Boleh tolong beliin aku satu juga? Aku laper banget," rintihnya, tetapi tangannya tidak pernah berhenti bergerak. "Aku bayar balik nanti."
"Boleh. Tapi kayaknya kamu harus istirahat dulu deh." Jisung mungkin bisa menyelipkan dua biji kacang di masing-masing kantung mata Mark.
"Aku bakal. Habis selesain ini." Dalam Bahasa Mark, itu artinya: tidak dalam waktu yang dekat.
Begitulah hidup seorang Mark Lee Minhyung, anggota OSIS, kapten club basket dan badminton, dan juga ketua kelas. Dia adalah anak yang dikenal oleh semua orang dan ibu mereka. Dia juga sudah lebih dari setahun ini tidak bertambah tinggi. Jisung rasa penyebabnya adalah semua beban tanggung jawab yang memberatinya.
"See?" Chenle menonyol Jisung saat mereka sudah keluar rumah. "SMA itu dunia yang sangat-sangat berbeda."
"Lebih tepatnya Mark hidup di dunia yang berbeda. Anak kuliahan yang kerja sambilan pun nggak sesibuk dia."
Chenle cuma menggumam, fokus sudah beralih ke gamenya. Jisung mendecih. Dia menarik telinga karet yang menjuntai dari casing handphone Chenle.
"Berhenti nyakitin pikachu," hardik Chenle, menampik Jisung dengan gesit.
Jisung mengusap tangannya, wajahnya tertekuk tidak percaya. "Pikachu nggak ngerasa sakit," hela Jisung. "Nggak kayak aku."
Chenle mulai memberinya lirikan tidak senang dari ujung mata. Dia tidak bisa menahan ekspresi itu untuk waktu yang lama sebelum akhirnya tersenyum lebar. "Jisung is so cute~"
"Nggak. Aku ini cool." Jisung menangkis senggolan bahu Chenle, mengacuhkan 'no' yang diucapkannya berulang-ulang dengan lantang.
Mereka sedang di tengah antrian ketika Mark mengirimkan pesan baru, meminta mereka untuk membeli lima hot dog lagi. MC Ari mengulang ceramahan tentang mengapa anak-anak di masa pertumbuhan tidak seharusnya mengkonsumsi terlalu banyak junk food, tapi tetap saja membonuskan satu hot dog lagi karena diam-diam Chenle adalah customer favoritnya. Jisung tidak akan mengakuinya, tetapi dia merasa itu cukup tidak adil melihat dia sudah berlangganan sejak jauh lebih awal. Dasar Chenle dan pesonanya.
Karena keduanya masih sibuk memperebutkan siapa yang akan mendapatkan bonus hot dog, butuh beberapa saat bagi mereka untuk memahami pemandangan yang ada di ruang tengah. Sewaktu mereka sadar, Jisung hampir saja menjatuhkan semua bungkus makanannya.
Jeno sedang mencengkram Mark, mengekang tubuh bagian atasnya. Jaemin duduk di atas lutut Mark, kemungkinan untuk menahan kakinya. Tepat didepan mereka Haechan dan Renjun sedang membereskan kekacauan di sofa—atau lebih tepatnya, Renjun sedang merapikan barang-barang Mark sementara Haechan dengan keji melempar semuanya ke dalam sebuah plastik kresek. Dia mengacungkan jarinya ke arah Jisung dan Chenle ketika melihat mereka melongo di depan pintu.
"Kamu lupa apa yang terjadi terakhir kali waktu dia udah kayak begini?!"
Chenle menoleh ke Jisung, bertanya dengan diam.
"Dia coba masak mi instan terus malah ngengaktifin sensor pendeteksi asap. Plus alarm kebakaran," bisik Jisung, menceritakan kejadian tahun lalu.
"Dan bikin kita semua di skors karena pak satpamnya kesel," tambah Haechan sambil mengikat tas kresek dan melemparnya jauh-jauh.
"Apa ada kejadian lain kali ini?" Chenle, selalu menanyakan hal-hal yang penting.
"Nggak begitu," Jaemin menenangkan mereka sementara Haechan mendengus, "Si bodoh nyeteples jempolnya sendiri."
Ouch. Jisung meringis dan melipat jempolnya dalam sakit simpatik.
"Sini kasih aku." Haechan meraih bungkus makanan, meletakkan kotaknya di meja setelah Jisung menyerahkannya. Dia memicingkan matanya ke arah Mark. "Kalau kamu mau buku-bukumu balik, cepet makan ini dan langsung tidur."
Mark, terjebak, kelaparan dan setengah sadar, mengangguk dengan lemah.
"Kayaknya kamu udah boleh lepasin dia," Renjun bilang kepada Jeno, dan Jaemin, yang kelihatannya menikmati ini lebih dari seharusnya.
Beberapa saat kemudian, semuanya sudah duduk mengelilingi meja sambil mengunyah pelan. Jisung memecahkan keheningan.
"Kapan kalian balik?"
Jeno mengecek jam tangannya. "Dua puluh menit yang lalu, kira-kira."
"Tepat waktu buat menyaksikan Mark kesandung dan hampir mecahin lemari kaca sambil nyari hansaplast," perjelas Jaemin dengan senyuman.
Segumpal kunyahan roti muncrat terbang dan mendarat di paha Jeno akibat Jisung menahan tawa. Jeno mengibasnya balik dengan jijik.
Disebelah Jisung, Chenle terbahak-bahak. "Mark is cute!"
"Kenapa kamu terus-terusan manggil dia cute meskipun dia enggak."
Mark berhenti menyedot makanannya dan memandang Haechan, tampak tersinggung. Haechan membalasnya dengan tatapan datar.
"Tapi Mark tuh beneran cute," bantah Chenle, "iya kan?" Dia bertanya kepada empat anak lainnya dan menerima berbagai macam respon yang tidak jelas.
"Dia punya pikachu yang namanya 'Mark is cute'." Jisung melempar fakta tersebut untuk melanjutkan pembicaraan karena dia pun ingin tahu jawaban dari pertanyaan Haechan.
"Kok kamu tega ngelakuin itu sama pikachu?" Haechan benar-benar jengkel sekarang. Jisung bisa bersimpati. Haechan satu-satunya diantara mereka semua yang belum pernah mendapatkan pikachu. Bahkan Mark yang amat sangat jarang bermain sudah berhasil menangkap dua pikachu.
"Aku juga pake nama kalian semua kok buat pokemonku! Sini aku tunjukkin." Chenle buru-buru mengambil handphone untuk melepaskan pundaknya dari cengkraman Haechan. "Nih, liat."
.
.
.
to be continued.
Motongnya ga pas banget ya? Maap maap ane udah ngantuk soalnya :V Makasih yang udah pada nyemangatin di review lobsterman, saya jadi terpanggil buat cepet" translate bagian" selanjutnya. Dan ternyata, waktu ngecopas bagian ini dari website aslinya, ada juga orang lain yg minta izin ngetranslate fic ini ke bahasa cina. Bukan saya rupanya satu-satunya yang ingin menyebar virus Sungle/Chensung ke dunia muahahahaha RISE SUNGLE RISEEEE. Ehem. Sori kalap. Anyway, bagi yang ingin mengapresiasi cerita aslinya, silahkan copas link di bawah ini dan kasih kudos ato comment pendek, ato bisa juga sampaikan kepada saya hehehe. Niatnya sih nanti ane mau ngumpulin semua komen" kalian terus diterjemahin balik ke bahasa inggris buat kasih liat authornya ^^ (semoga saya tidak malas)
archiveofourown. o*r*g /works/10221392 (delete tanda * dan spasinya)
SEE YOU NEXT CHAPTER!
