"Naruto... Mulai sekarang kau akan berlatih di sini. Kau harus menjadi prajurit yang terhebat, dan setelah itu kau harus melindungi pangeran dengan seluruh kemampuanmu. Turuti semua kata-kata pangeran, dan saat pangeran telah dewasa nanti, abdikan seluruh hidupmu untuknya. Apa kau mengerti, Naruto?"

"Aku mengerti, ayah..."

.

.

.

"Kau lihat anak itu, Sasuke? Dia sangat hebat kan?"

Sang pangeran sekaligus putra mahkota, Uchiha Sasuke hanya berdiri terpaku menatap sosok berambut pirang dan bermata biru yang kini tengah menunjukkan kemampuan pedangnya di hadapan semua orang. Bagaikan terkena ilmu sihir, seluruh dunia sang pangeran kini hanya terpusat pada seorang Namikaze Naruto. Ditatapnya lekat sosok itu, sampai seluruh bagian inchi tubuhnya, seolah tidak ada rasa bosan sama sekali. Entah sudah berapa kali jarum jam yang terus berputar selama Sasuke mengamati Naruto, sampai akhirnya Sasuke menggerakkan bibirnya.

"Ayah..."

"Hn? Ada apa Sasuke?"

"Aku menginginkannya... Aku ingin anak itu, ayah."

.

.

.

"Hei, apa kau sudah dengar, anak Namikaze Minato itu akhirnya terpilih menjadi jendral pasukan khusus pengawal anggota kekaisaran?"

"Iya. Aku tidak menyangka. Padahal dia berasal dari kalangan orang biasa, tapi kudengar kemampuan bertarungnya sangat hebat..."

"Dan kudengar Kaisar Sasuke yang baru dilantik juga sangat menyukainya. Sampai-sampai ada kabar angin yang mengatakan kalau Kaisar sudah jatuh cinta pada anak itu."

"Hahaha, itu tidak mungkin... Kau ada-ada saja. Kaisar tidak mungkin seorang pecinta sesama laki-laki. Lagipula, Kaisar kan sudah mempunyai permaisuri yang sangat cantik..."

"Benar juga ya, hahaha."

.

.

.

NARUTO FANFICTION

A FROZEN FLOWER

DISCLAIMER: MASASHI KISHIMOTO

NARUHINA, SLIGHT SASUNARU AND A BIT SASUHINA

WARNING: AU, OOC, TYPO(S), RATE M FOR LEMON AND CONTAIN SOME OF YAOI!

INSPIRATED BY KOREAN DRAMA 'FROZEN FLOWER'

.

.

.

"Aaaaahh… Ah… ah… nngggh… Yang… Yang mulia… Sudah cukup… ngghhh.."

Sang jendral mencengkram rambut hitam sang kaisar, berusaha untuk menghentikan kegiatannya. Namun tampaknya sang kaisar tidak peduli. Ia terus memainkan lidahnya di seluruh kulit tubuh kecoklatan milik sang jendral.

"Sudah kukatakan, jangan panggil aku dengan sebutan itu di saat kita hanya berdua, Naruto..."

"Ngghhh... Sa... Sasuke..."

"Bagus, panggil aku seperti itu, Naruto..."

"Sa... Sasu... ARGGHHH!"

Tanpa banyak bicara lagi, Sasuke langsung memasukkan kejantanannya di dalam tubuh Naruto. Sasuke menggerakkan tubuhnya. Gerakannya semakin lama semakin liar, membuat Naruto tidak dapat menahan erangan. Sasuke terus menggerakkan pinggulnya hingga akhirnya mereka berdua mencapai klimaksnya.

"Hah... Hah... Sasu..."

Sasuke tersenyum dan membawa tubuh Naruto ke dalam pelukannya. "Tetaplah berada di sisiku, Naruto... Selamanya..."

"Yes, Your Majesty..."

.

.

.

Hyuuga Hinata, dialah gadis yang terpilih untuk menjadi permaisuri sang kaisar. Gadis lembut yang anggun. Jika kau bertanya pada semua orang, tentu mereka akan mengatakan kaisar dan permaisuri adalah pasangan yang paling serasi. Ketika pernikahan mereka yang dilangsungkan secara megah dan mewah, semua orang mengatakan mereka pasti akan menjadi pasangan yang paling bahagia di dunia ini.

Bahagia?

Bertolak belakang dari pandangan masyarakat, Hinata akan tertawa miris saat mendengar kata bahagia menyapa gendang telinganya.

Ketika pertama kali ia dipilih untuk menikah dengan kaisar oleh sang ayah, ia hanya dapat menerima semuanya. Salahkan dirinya yang sama sekali tidak bisa menolak apapun perintah ayahnya. Namun sebenarnya, sejak kecil ia bertemu dengan Sasuke, ia sudah mengagumi sosok pangeran muda itu. Mungkin itu salah satu alasan ia menerima begitu saja pernikahannya dengan Sasuke.

Selama dua tahun usia pernikahan mereka, Sasuke memperlakukan dirinya dengan baik. Tidak ada bentakan apalagi tamparan. Sebaliknya, Sasuke selalu memperhatikan kebutuhannya, menjenguknya ketika sakit, dan menghormatinya sebagai seorang permaisuri.

Tapi, ada satu masalah utama dalam kehidupan pernikahan mereka.

Sasuke tidak pernah mencintainya.

Hinata sangat menyadari hal itu. Perlakukan Sasuke selama ini padanya hanyalah kewajiban semata. Kewajiban seorang kaisar terhadap permaisurinya.

Dan itu membuat Hinata tersiksa.

Setiap malam, ia selalu menunggu di paviliunnya, seorang diri. Berharap Sasuke akan datang menemuinya. Sekali saja, ia ingin Sasuke mampu memperlakukannya sebagai seorang wanita, dan sebagai seorang istri.

Wajar saja... Apakah ada wanita di dunia ini yang akan berbahagia, ketika suamimu tidak pernah sekalipun menyentuhmu?

Apakah ada wanita di dunia ini yang akan berbahagia, ketika pasangan hidupmu sama sekali tidak mencintaimu?

Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa

Layaknya Sasuke, Hinata hanya mampu melaksanakan kewajibannya sebagai seorang permaisuri. Mendampingi dan melayani kaisar dengan sebaik-baiknya. Hidupnya kini hanya sebatas kewajiban dan alat untuk negara dan kaisar.

Dan apa kau tahu, kewajiban yang paling penting yang harus dilakukan seorang permaisuri sekaligus seorang ratu?

Memberikan keturunan untuk pewaris tahta selanjutnya...

.

.

.

"Jadi, Ibu Suri mengatakan hal seperti itu?"

Hinata menggigit bibir bawahnya dan mengangguk pelan. Sementara Sasuke tetap seperti biasa. Duduk dengan wajah datar sambil menggerakkan tinta di tangannya di selembar kertas putih yang membentuk sebuah pola yang tidak jelas apa bentuknya.

"Yang Mulia Ibu Suri... Sudah mempersiapkan semuanya... untuk... malam penandaan itu... Ibu Suri... sudah tidak bisa bersabar lagi... karena... ... kita... sudah berkali-kali menunda hari... malam penandaan itu... Ibu Suri ingin... kita segera... me-memiliki... a-anak..."

Sasuke menghentikan gerakan tangannya dan mengalihkan pandangannya ke arah Hinata. Sementara Hinata masih menunduk, matanya terasa panas, rasanya air matanya sudah bersiap turun dari sarang. Sasuke memperhatikan permaisurinya dalam diam. Kulit putih tanpa cacat dengan mahkota indigo panjang miliknya, dan pakaian kebesaran permaisuri berwarna merah yang melekat di tubuhnya. Anggun dan indah. Terselip sedikit rasa bersalah di hati Sasuke, bagaimana bisa ia menghiraukan sosok permaisuri miliknya ini?

Namun ia tidak bisa membohongi perasaannya, yang seutuhnya sudah berada di tangan seorang pemuda pirang bermata sapphire.

Menghela nafas pelan, Sasuke berdiri dan perlahan mendekati Hinata.

"Ratu..."

"Ya...Yang Mulia?"

"Maafkan aku. Aku tidak bisa menyentuh dirimu... Atau perempuan manapun di dunia ini."

Hinata kembali menggigit bibir bawahnya hingga hampir berdarah. Badannya gemetar, namun seakan tidak mengetahui hal itu, Sasuke hanya menepuk pundak Hinata pelan dan pergi meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Hinata yang sudah tidak mampu lagi menahan air mata yang sedari tadi ditahannya mati-matian.

Kenapa, Sasuke?

Apa aku masih banyak mempunyai kekurangan untukmu?

Apa aku benar-benar tidak pantas mendampingimu?

Apa hanya Naruto... Yang mampu menyentuh seluruh jiwamu?

.

.

.

Sayang, apa yang menjadi keinginan kita, tidak semua bisa kita dapatkan.

Uchiha Mikoto, sang Ibu Suri jatuh sakit saat mengetahui putranya yang benar-benar tidak mau melaksanakan malam penandaan itu. Dan untuk seorang Uchiha Sasuke, melihat ibunya menangis keras dan sakit akibat perbuatannya adalah salah satu kelemahannya yang paling besar. Sejak melihat air mata ibunya saat kematian ayahnya dan kakaknya Uchiha Itachi yang membuatnya menjadi putra mahkota kala itu, ia bersumpah tidak akan lagi membuat ibunya menangis. Ia bersumpah akan berusaha membuat sang ibunda tersenyum bahagia dan mewujudkan semua impian ibundanya.

Tapi sekarang?

Bagaimana ia bisa mewujudkan impian ibunya yang menginginkan seorang keturunan, ketika ia benar-benar tidak mampu menyentuh wanita?

Malam itu Sasuke habiskan tanpa tidur. Ia sama sekali tidak bisa menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua masalah ini. Hingga terpikir olehnya satu cara yang menurutnya bisa mengatasi ini semua.

.

.

.

"A-APA MAKSUDMU, YANG MULIA?"

Mengabaikan sikap yang jelas sangat terlarang dan sangat buruk dengan berteriak di depan seorang kaisar, Naruto hampir menggebrak meja di depannya. Sedangkan Hinata yang berada di samping Sasuke sudah tidak mampu berkata apapun lagi. Baginya, ini adalah puncak dari seluruh rasa kecewa dan pengorbanannya selama ini.

"Kalian bisa mendengarkanku dengan jelas. Saat malam penandaan besok... Naruto... Aku ingin... Kau tidur dengan Ratu. Dan setelah itu, kalian berdua... berikanlah keturunan untukku..."

.

.

.

Sang Kaisar kini telah merobohkan sendiri benteng yang dibuatnya untuk Sang Jendral...

Tanpa terlintas di pemikirannya... Satu kemungkinan yang mungkin terjadi...

Sang Jendral akan jatuh cinta pada Sang Ratu...

.

.

.

TBC

A/N: Ada yang kangen saya? #ditimpuk

Prolog fic setelah hiatus. Perlu ditekankan, meskipun fic ini mengandung unsur Yaoi, tapi tetap akan berpairing NaruHina dengan genre tragedy 0.O

NaruHina belum ada? Chapter selanjutnya akan full NaruHina termasuk adegan lemon, fic ini gak akan panjang, perkiraan paling panjang 3 chapter...

Untuk tahu cerita ini masih mau dilanjutkan atau tidak... tolong diriview yah! Hehehe ^^