Title : BOYS 'PERFECT'

Malam telah larut, bumi pun telah merubah warnanya. Dan dia yang semula tersenyum, telah terlelap dalam mimpi untuk sementara. Ya, terlelap dalam tidur adalah hal yang biasa seseorang lakukan ketika dirinya merasa lelah. Lain halnya dengan yang satu ini, pria dengan rambut kuning yang terlihat sangat khas bila dipadukan dengan tiga garis yang berada di kedua pipinya. Sepasang bola mata biru yang terlihat berkilau dibawah terpaan sinar sang rembulan. Kulit yang terlihat menyapa dengan tangan yang sedari tadi memegang pulpen. Dia bukan penulis, hanya saja dia memegang pulpen. Laki-laki itu terlihat cukup muda. Nafasnya tenang dan membentuk seperti asap yang mengepul-ngepul. Ia duduk di atas beberapa akar pohon dan seraya menyenderkan tubuhnya di batang sebuah pohon besar yang cukup tua, ia terlihat seperti penghuni sebuah pohon tua.

Dari kejauhan terdengar seperti ada seseorang yang melompat menuju dan menghampiri Naruto, pria yang menyenderkan tubuhnya di batang pohon besar. Ia terlihat tidak asing lagi, binatang laki-laki yang memiliki corak kuning yang khas, dan memakai baju biru. Pipi yang sangat besar membuat dia sangat disayangi oleh Naruto.

"Kau kemari? Hei, gamatatsu?" kata Naruto seraya mengelus-elus kepala hewan kesayangannya itu.

"Ya, apa lagi? Kau belum memberikan buah-buahan segra sejak tadi pagi," jawab gamatatsu dengan nada sinis.

"Apa? Jadi hanya untuk itu kau kemari? Hah..." kata Naruto dengan wajah memerah.

"Ya, baiklah! Kita pulang sekarang!"

Mereka pun pulang menuju sebuah rumah tua dan kecil di seberang pohon tua itu, yang hanya berjarak kurang lebih 100 meter. Rumah yang cukup sederhana, tapi sangat layak untuk dihuni bagi seseorang seperti Naruto. Seraya ia berjalan, genggamannya makin erat saat angin malam menyibakkan rambut serta pakaian yang ia kenakan.

"Baiklah. Kita sudah sampai."

"Hmm..." jawab gamatatsu yang segera masuk dan duduk diatas sebuah kursi goyang yang sudah tua dengan menyenderkan tubuhnya.

"Ini..." sahut Naruto seraya memberikan sebongkah apel merah untuk gamatatsu. Katak bertubuh besar itu segera menjangkau, membuka, dan memakannya.

Di dunia yang keras dan tak mudah memaafkan, ia tak bisa mempercayai siapapun dengan mudah.

Naruto duduk di sebuah kursi dengan ditemani gamatatsu yang duduk di pangkuannya, "Seandainya aku bukanlah 'sesuatu' yang teristimewa. Mungkin aku akan memiliki banyak teman dan orang yang mempercayaiku. Bukankah begitu? Hei, gamatatsu?"

Kali ini gamatatsu betul-betul merasakan apakah yang tengah dirasakan oleh Naruto. Dengan bola mata putih dan garis panjang di tengah matanya, katak itu menatap Naruto dengan tajam. Suara dengung pelan dan kepalanya yang sedikit miring membuat pemuda bermata biru itu tertawa kecil walau dalam meraih leher bagian belakang peliharaannya dan mengelusnya dengan lembut. Tatapan matanya beralih ke arah jendela. Dan ia mulai berkata, "Hmm, salju mulai turun! Apakah kau melihatnya, gamatatsu?"

Kilauan kristal putih dari salju memang selalu membuatnya kagum. Begitu indah namun juga rapuh. Karena mereka dengan mudah akan mencair ketika matahari bersinar. Pemuda itu kembali menatap hewan kesayangannya itu dan menceritakan beberapa hal. Apakah yang ia pikirkan. Bagaimana perasaannya. Bagaimana ia diperlakukan. Katak itu hanya bisa menolehkan kepalanya dan mengeluarkan beberapa kali suara. Hal itu membuat tuannya tersenyum. Sepanjang malam mereka habiskan dengan mendengarkan cerita. Dan pemuda itu berpikir hari esok mungkin akan menjadi lebih baik, dan lebih baik, dan lebih baik.

Chapter 1

Jauh di dalam hutan yang lebat berdiri sebuah kerajaan. Kerajaan itu sangat megah dan berdiri di dalam bawah tanah. Kenapa demikian? Karena kerajaan itu adalah kerajaan yang dipimpin oleh vampir. Vampir atau Methuselah adalah penghuni Dunia yang memiliki harga diri tinggi. Ciri-ciri seorang vampir akan jelas terlihat dari mata, warna kulit, dan rambut mereka. Kebanyakan dari vampir memiliki paras menawan, baik laki-laki maupun wanitanya.

Dan vampir biasanya sensitif dengan ke'murni'an darah mereka. Karena di dalam kerajaan itu hanya darah murni yang bisa bekerja di dalam pemerintahan. Sebagian vampir tidak memiliki darah murni. Karena beberapa kasus, ada seorang vampir yang bisa memiliki anak dengan penghuni jenis lain atau karena di'paksa' menjadi vampir.

Turun temurun keluarga Uchiha adalah pemegang tahta yang abadi. Dan tentunya para Uchiha selalu mencari darah murni sebagai pendamping hidup mereka. Uchiha selalu memiliki kulit yang pucat dan mata berwarna abu-abu. Terkadang jika mata itu berkilat akan terlihat seperti warna 'onyx' yang mengapung di tengah tengah putihnya awan. Keluarga Uchiha saat ini hanya memiliki satu anak. Dan anak itu kini telah menjadi seorang pangeran putra mahkota yang paling disegani.

Meskipun terkenal arogan dan menyebalkan, bagi sebagian orang, pangeran Uchiha ini memiliki sisi baik. Tak banyak memang yang mengetahuinya. Dan sebagai orang yang akan menggantikan ayahnya, dia diberi perintah untuk segera mencari pendamping. Mata 'onyx'nya yang mencolok menutup seraya memijit keningnya. Rambutnya yang berwarna abu-abu dan gaya berpakaian serta gayanya yang menawan membuat ia sangat tampil percaya diri, dan membuat semua orang yang melihatnya mengetahui bahwa ia adalah seorang pangeran. Sasuke Uchiha.

Sasuke menyibakkan jubahnya dengan kasar dan berjalan ke arah barak kuda. Seorang setengah vampir buru-buru menunduk padanya dan bertanya apa dia ingin pergi berkuda hari ini.

Sasuke mengangguk singkat, "Keluarkan Raen."

Pelayan itu mengangguk dan segera masuk. Ia keluar dengan menuntun kuda berkulit gelap. Kuda itu menapak tenang dan seperti pemiliknya, arogan. Kepalanya menengadah tegap dan segera meringkik saat melihat Sasuke. Sang pangeran mengambil tali kendali dan menempatkan dirinya diatas hewan gagah itu. Kuda itu menyibakkan surainya dengan senang saat Sasuke mengelus lehernya.

"Mmm, bagus, Raen. Hari ini kita pergi berjalan jauh," ujarnya sambil menyeringai.

Raen meringkik saat mendengar perintah itu. Ia tahu benar sang penunggang sedang merasa suntuk dan tidak ingin mendengar siapapun menyuruhnya. Raen tahu benar bahwa Sasuke paling tidak suka disuruh melakukan sesuatu. Dan akhir-akhir ini ayahnya selalu ribut dengan masalah pergantian tahta dan permaisuri untuk anaknya. Jika sudah seperti itu, Sasuke pasti akan menunggangi Raen pergi jauh ke dalam hutan.

Sebagai seorang vampir memang tidak mudah bepergian di bawah sinar Matahari. Karena kekuatan mereka akan melemah. Raen mempersiapkan jubahnya dan mengenakan tudung. Ia menghentak pelan kakinya. Raen segera tanggap dan melangkah menjauhi kastil.

Pintu keluar yang mereka pilih adalah satu dari beberapa jalan yang tidak diawasi oleh penjaga. Karena Sasuke tahu, ayahnya tak akan membiarkan putra sematawayangnya pergi tanpa pengawasan. Pangeran itu mendengus keras jika mengingat hal itu. Bagaimana bisa seorang yang sudah beranjak dewasa sepertinya masih memerlukan penjaga untuk mengawasi? Penjaga-penjaga itu saja mungkin tak akan bisa melindunginya dari serangan Pangeran Kegelapan, Orochimaru atau pengikutnya.

Ia menyisir rambut rapinya dengan jari. Hutan di sekitar kerajaan para Methuselah memang sangat lebat. Bahkan sinar matahari tak dapat tembus hingga lantai hutan. Sasuke membiarkan kudanya berjalan berkeliling sementara dia mengamati sekeliling.

"Mmm, tak banyak yang berubah," pikirnya.

"Tak ada perubahan sama sekali..."

Tiba-tiba sebuah bayangan melesat di hadapannya. Membuat Raen terkejut dan menghindar. Vampir itu segera mengendalikan Raen dan menggunakan kemampuan mata dan telinganya untuk mengetahui apa yang baru saja melewatinya. Ia turun dari tunggangannya dan melesat ke arah bayangan tadi.

Dengan satu hantaman ia berhasil menggenggam kerah 'seseorang'. Orang itu menatap sang vampir dengan mata putih saljunya. Rambut hitam pekat terasa menyala yang sedikit terurai. Kulit laki-laki itu juga terlihat lebih pucat dibandingkan dengan Sasuke. Baju berwarna krem dengan keras ke atas, memiliki style khas yang membuat mata silver Uchiha muda menyipit.

"Apa yang kau lakukan disini? Hei, Neji?" desisnya.

Hyuga Neji berdiri tegap dengan senyum mengejek. Dia tidak kalah tinggi dengan Sasuke dengan bahunya yang bidang. Dia adalah keturunan bangsawan Lycanthrope atau lebih dikenal dengan manusia serigala. Sudah menjadi rahasia umum bahwa hubungan antara para vampir dan manusia serigala tidak cukup baik. Keduanya sama-sama makhluk yang berharga diri tinggi dan tidak mau mengalah. Bahkan ayah kedua pemuda itu juga saling bersaing dalam segala hal.

Yang membedakan Lycanthrope adalah mereka tidak membentuk kerajaan. Mereka lebih suka untuk berkelompok-kelompok dan berpindah-pindah. Meski begitu mereka tetap memiliki markas besar yang tetap di sebuah pegunungan yang ditutupi oleh salju abadi. Dan keluarga Hyuga adalah keluarga yang memimpin semua kelompok manusia serigala.

Kedua penghuni Dunia ini biasanya sebisa mungkin saling menjauhi satu sama lain. Dan yang mengganggu Sasuke adalah kenapa anak dari bangsawan Lycanthrope sampai datang dekat sekali dengan kerajaan. Dan lagi sendiri.

Pemuda bemata putih salju itu menggelengkan kepala, "Aku kemari bukan untuk memancing perang. Aku hanya ingin mengunjungi seseorang. Jadi, lepaskan aku. Aku buru-buru."

Sasuke mendengus dan melepaskannya dengan kasar. Matanya masih tetap mengintimidasi si manusia serigala. Ia melihat Neji menjauh hingga punggungnya tak lagi terlihat. Sasuke berjalan kembali dan menunggangi Raen untuk kembali menyusuri hutan.

Pemuda dengan rambut kuning kembali menyusuri jalan hutan. Ia masih menggunakan jubah yang sama dengan jubah yang ia pakai tadi malam. Sebuah tas dari kulit ia genggam ditangan. Hari ini, seperti biasa dia pergi untuk mencari buah-buahan hutan. Untuknya dan Hedwig. Seandainya saja ia bisa pergi ke desa terdekat, ia bisa membuat sesuatu untuk dimakan. Sudah lama sekali sejak dia terakhir kali memakan pancake dan minum coklat panas. Ia tersenyum mengingat saat ibunya selalu memberi makanan dan minuman itu padanya. Senyumannya berubah sedih. Kini dia sendiri.

Langkahnya terhenti saat melihat sesuatu atau lebih tepatnya seseorang tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia segera mendekat. Ia kini bisa melihat jelas seorang wanita yang memiliki rambut merah muda. Matanya terkatup dan nafasnya memburu. Mata hitam pemuda itu melihat lebih dekat. Ia menemukan luka yang menganga di lengan kanan wanita itu. Darah merah yang mulai mengering tampak berleleran membasahi lantai hutan. Ia segera menggendong orang asing itu ke punggungnya dan beranjak pergi.

Sementara itu dalam ingatan wanita itu sedang berseling seperti video masa lalu. Ia mengingat laki-laki bertubuh tegap. Rambut kuning dengan jubah berwarna oren.

Mata cokelatnya membuka seketika. Keringat membasahi keningnya. Dan dia menoleh dengan bingung tergambar di wajah pucatnya. Saat itulah seseorang datang.

"Ah, kau sudah bangun?" ujar pemuda berambut kuning itu.

"... Siapa kau?"

Pemuda itu tersenyum, "Aku Naruto."

Wanita itu mengangguk pelan dan menjawab, "Sakura. Haruno Sakura"

"Mmm, nama yang bagus."

Sakura melihat ke sekelilingnya. Rumah yang nyaman untuk ditinggali. Suasananya entah kenapa ingin membuatnya tertidur. Hidungnya mencium suatu bau yang ia kenal...

"Cokelat?" tanpa sadar ia mengucapkan yang ada dalam pikirannya.

Naruto tertawa kecil dan menyerahkan segelas cokelat panas, "Hidung yang tajam, eh?"

Sakura tidak menanggapi dan menerima gelas itu. Ia masih memperhatikan semua yang ada disekitarnya. Dari kejauhan ia melihat sesuatu berwarna kuning di 'letakkan' di sebuah batang kayu. Sesuatu itu bergerak dan sepasang mata gelap membalas pandangannya. Wanita itu mengedipkan mata dan terkejut saat pekikan suara Gamatatsu membuat telinganya sakit.

Sejak saat itu, Sakura ditampung di rumah itu. Keduanya berteman baik dan Sakura menceritakan tentang desa tempat ia tinggal. Dan kenyataan bahwa dia adalah seorang ninja yang berbakat. Kemampuannya cukup membantu, Naruto menghargai itu. Sakura juga mendengar cerita dari teman barunya. Naruto mengatakan bahwa dia hanya manusia biasa. Tapi, Sakura tidak bodoh. Ia bisa merasakan kekuatan yang kuat dalam tubuh pemuda itu.

Ada satu hal yang membuatnya tertarik beberapa hari terakhir ini. Ia menyadari bahwa Naruto tidak lebih tinggi darinya. Dan Naruto selalu ingin menggoda penolongnya itu tentang hal itu. Seperti biasa hari ini Naruto terbangun dan berjalan keluar untuk menghirup udara segar. Mata hijaunya menatap sekeliling rumah. Dan ia mendengar langkah kaki mendekat.

"Sudah bangun?"

Ia mengangguk saat melihat Naruto berdiri di sampingnya.

"Naruto, aku ingin mengajakmu pergi."

"Huh? Kemana?"

Sakura tersenyum, "Mengunjungi rumahku. Aku punya banyak teman di sana. Akan kukenalkan juga pada guruku!"

Naruto mengangkat alisnya, "Kau masih bersekolah?"

Wanita itu mengangkat bahu, "Tahun terakhirku. Ayolah, jangan bersembunyi di tempat ini terus. Lihat betapa pucat kulitmu. Kau butuh lebih banyak sinar matahari. Kau juga bisa mengajak Gamatatsu. Teman-temanku pasti suka dengan katak imut itu."

Naruto tergelak mendengar itu. Tapi, dalam hati ia masih memikirkan ide itu. Ia menyembunyikan diri dari dunia karena ia mempunyai alasan yang kuat. Tapi, alasan itu kini harus tersingkir. Ia mengingat kata-kata seseorang sebelum ia menghilang, 'Kau tidak bisa selamanya lari, Naruto. Suatu saat nanti kau harus menghadapinya.'

Mungkin kata-kata orang itu benar. Atau selalu benar. Mata hitamnya tertutup sejenak. Sebenarnya ia juga ingin pergi dan menjelajah jauh dari rumah kecilnya. Tanpa ia sadari ia menggigit bibirnya. Naruto menggelengkan kepalanya. Mungkin, jika ia pergi sekarang tak akan ada hal yang buruk terjadi.

"Eh.. Sakura-chan"

"Jadi?"

"Baiklah, aku akan ikut denganmu."

Sakura melompat girang dan segera memeluk sahabatnya itu, "Kita bisa berangkat sekarang! Aku tidak mau terus menerus menyusahkanmu."

"Hahaha. Baiklah."