MALFOY'S AWAKE

Disclaimer:

Karakter dan universe sepenuhnya milik JKR, latar belakang cerita terinspirasi dari serial "Awake" tahun 2012 oleh NBC.

Setting: beberapa saat setelah BoH berlangsung


Prolog

"Run."

…dalam bisikan yang lebih kecil.

Seharusnya, tak ada seorang pun di luar rengkuhanku yang mendengar di balik gegap gempitanya peperangan. Tapi rengkuhan lebih dalam itu hanya dikhususkan untuk dua orang, istriku dan putraku. Selalu begitu. Kunamakan ini adalah kekuatanku yang melebihi seluruh kolega kegelapan, meski aku terlalu malu untuk mengatakan pada semua entitas: cinta. Aku hanya memiliki satu kesempatan ini, yang mendadak terlintas di benakku tanpa pertimbangan selanjutnya. Aku harus menyelamatkan Narcissa dan Draco.

Demi hidup yang lebih baik.

"Lewat sini."

Draco di depan, kuharap ia masih memegang satu tongkat untuk melindunginya. Kuasumsikan diriku adalah contoh ayah yang baik, meski nampaknya tidak demikian, dengan memberi contoh tentang kesiagaan penyihir, itu saja. Narcissa di tengah dan aku bersiaga di belakang.

Kami berjalan melintasi Hutan. Sesaat lagi kami akan mencapai titik paling pas untuk beraparisi, meninggalkan keterlibatan dan mengiyakan tudingan kepengecutan kami. Kastil Hogwarts tampak seperti pria muda dengan gejolak tak terhingga di baliknya, ketika sesaat kupandangi sebelum aku akan benar-benar meninggalkannya.

"Ayah," itu Draco dan aku menoleh, "sudah saatnya."

Kugenggam tangan Draco dan Narcissa. Sebisa mungkin kuhilangkan Wiltshire dari pikiranku, para sisa-sisa pendukung Pangeran Kegelapan akan mengobok-obok manor jika mengetahui apa yang kulakukan. Kubayangkan sebuah rumah di tepi selatan, salah satu tempat yang kuinjak saat Pangeran dan kroni kegelapannya mengajakku 'pelesir'. Ada satu tempat, sederhana namun indah, tepat menghadap laut barat Inggris. Aku menduga kalau para Auror dan petugas investigasi sudah menarik garis kuning mereka dari tempat itu, hingga kami tak perlu berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengintimidasi.

Kupejamkan mata. Dalam gelap bisa kuraba sepercik rasa bahagia bersama dua orang penting dalam hidupku.

"Stupefy!"

"Sia—," aku terlambat. Sehamburan sinar merah lebih dulu menghantam sisi tubuhku, merobohkan Narcissa atau Draco, aku tidak tahu. Yang kutahu adalah dalam berikutnya, sinar hijau berkilat melewati sisi tubuhku yang lain. Avada kedavra, aku tahu karena aku berusaha keras merapalnya demi guliran bangga Pangeran Kegelapan, adalah kutukan kematian.

Kutarik satu-satunya tongkat dalam saku yang aku lupa siapa pemiliknya terdahulu, milikku sendiri sempat direnggut oleh Pangeran Kegelapan. Aku berusaha mengucapkan sesuatu, merapal sesuatu, sekaligus mengenali sosok anonim yang menyerangku tiba-tiba. Kudapatkan tiga jawaban nihil dari ketiganya. Rupanya acungan tongkatku sama sekali tak mempengaruhi posisi siap duel lawanku. Cahaya kebiruan memakan semua pemandangan di depan, semakin lebar dan semakin menelanku dalam teduh warnanya.

"Expulso!"

Hanya itu. Ya, hanya itu. Aku bisa mencium samar petrichor yang menguap dari dalam tanah.