"Putera Mahkota, sudah saatnya anda belajar filsafat."
"Kau cerewet sekali penasihat Hong. Jihoon-hyung tidak akan marah padaku karena aku terlambat lima menit. Ia pasti akan memakluminya."
"Tapi, Putera Mahkota—"
Langkah Kim Mingyu terhenti dan ia menoleh ke belakang dengan jari telunjuk di depan bibir. "Ada seseorang yang memanjat pohon kesayanganku. Aku akan memeriksanya. Kau tunggulah di sini."
Hong Jisoo terpaksa menuruti perintah pewaris tahta kerajaan itu. Kim Mingyu memang sejak kecil tidak bisa dibantah, seolah sejak lahir kekuasaannya sudah mutlak, seolah ia memang ditakdirkan menjadi Raja di masa depan. "Baiklah, Putera Mahkota."
Mingyu berjalan dengan langkah halus menuju pohon cherry blossom yang selalu menjadi tempat rahasianya. Dari jauh ia bisa melihat ada sepasang sepatu di sana, dan begitu dekat Mingyu menyadari bahwa itu sepatu perempuan. Kepalanya ia dongakkan ke atas, tetapi belum sempat melihat dengan jelas apa yang berada di atas sana, tubuhnya telah ditimpa sesuatu yang begitu berat.
"M-maafkan aku!"
Mingyu mendengar suara yang halus itu masuk ke dalam gendang telinganya. Sambil meringis ia membuka matanya dan berhadapan dengan sepasang iris berwarna hitam pekat seperti langit di malam hari.
