Mind Gate

Author: memoryRy

Translator and Editor: Me

Main Cast:

Kim Jaejoong

Jung Yunho

Support Cast:

Kim Junsu

Park Yoochun

Shim Changmin

Genre: Romance, Fantasy, Humor(?)

Warning: Genderswitch! for uke

Disclaimer: Cerita ini bukan punya saya, tapi punya memoryRy, salah satu author di asianfanfics . com (hilangkan spasi). Alhamdulilah saya sudah dapat izin dari memoryRy untuk menerjemahkannya dan mengubah genrenya menjadi genderswitch. Sekali lagi cerita ini BUKAN PUNYA SAYA. Oke, sekian dan terimakasih.

Credit: memoryRy AFF

DON'T LIKE? DON'T READ THEN!

LIKE? ENJOY READING^^

.

.

CHAPTER 1

.

.

.

Seoul University, Cafetaria

Jaejoong membuka majalahnya dengan cepat sampai dia berhenti pada halaman dimana terdapat full image seorang namja tampan bertubuh tegap dan manly dalam sebuah branded jeans. Mata Jaejoong meredup sedih, jarinya menyentuh gambar itu lembut, dan bibir cherrynya mengerucut imut.

"Yunniee... you look so sexy. Seandainya aku bisa cukup pintar untuk masuk Fakultas Bisnis sepertimu, seandainya aku cukup sexy untuk menjadi model sepertimu.. Kita bisa menghabiskan waktu bersama di kampus yang membosankan ini dan di duniamu yang gemerlap itu. Hhhhh... my baby.."

"Aish, yeoja ini... bicara pada majalah lagi?" Junsu duduk di sebelah Jaejoong dan mulai memakan burger yang baru dibelinya. Jaejoong meliriknya sekilas dan menyadari kalau perutnya lapar. Dia meletakkan majalahnya di meja lalu ikut memakan burgernya.

"Kau tahu.. dia itu tidak bisa membaca pikiranmu. Jadi, seberapa seringpun kau memikirkannya dia tidak akan tahu kalau kau mencintainya hampir 6 tahun ini.. hmm, kenapa asin sekali, yacks!" Junsu berhenti mengunyah burgernya lalu dengan cepat meraih minumannya.

"Lalu, apa yang harus ku lakukan? Aku tidak bisa tiba-tiba berjalan kearahnya dan berkata 'aku mencintaimu' dan membuatnya diam terpaku sambil menatapku dingin seperti yang dilakukannya minggu lalu pada yeoja yang wajahnya mirip denganku itu."

"Ah, yeoja itu? Yah, dia memang terlihat sepertimu, sedikit. Tapi tetap saja menurutku kau lebih cantik, manis, dan imut darinya. Kau tahu, begitu banyak namja yang rela melakukan apa saja untuk memilikimu tapi mereka tidak berani mendekatimu karena sikap dinginmu itu, dan sekarang kau malah bilang kau takut dengan tatapan dingin Yunho? Kau aneh.."

"Hm, terimakasih atas analisismu, Su. Tapi aku tidak dingin seperti yang kau katakan barusan. Aku hanya.. pikiranku terlalu penuh untuk memikirkan bagaimana caranya agar aku bisa dekat dengan Yunho sehingga aku tidak begitu memperdulikan yang lain."

"Dan kau memakan waktu enam tahun untuk memikirkannya? So slow, Jae... Aku bahkan bisa memikirkannya lebih cepat darimu."

Jaejoong memutar bola matanya.

"I'm not slow, okay... aku hanya tidak punya kesempatan untuk melakukannya. Di SMA aku harus menyingkirkan beratus-ratus yeoja yang mengejarnya, tentu saja itu sulit. Dan sekarang dia sudah menjadi penyanyi, dancer, model, dia seorang superstar! Ditambah lagi fakultas kami berbeda. Jadi jauh lebih sulit sekarang."

"Lalu jika itu memang menjadi lebih sulit untukmu, kenapa kita makan disini? Burger mereka asin," tanya Junsu kesal. Ya, fakultas mereka berada di bagian sayap timur kampus dan punya kafetaria sendiri. Tapi Jaejoong memaksa Junsu untuk makan di kafetaria milik Fakultas Bisnis yang berada di bagian sayap barat.

"Aku hanya mencoba keberuntunganku," jawab Jaejoong pendek.

"Benarkah? Kalau begitu sana, coba keberuntunganmu sekarang." Junsu menunjuk 2 namja jangkung yang baru saja memasuki kafetaria, membuat semua orang –terutama yeoja menghentikan aktivitas mereka dan menatap pendatang baru itu intens.

"Jangan bilang kau tidak punya kesempatan. Kafetaria penuh dan kita masih punya dua kursi kosong. Ayo, Jae.."

Jaejoong memandang namja berbaju hitam yang kini tengah membeli makanan itu dengan mata berbinar. Saat namja itu tertawa karena kata-kata temannya ketika mengambil nasi dan daging panggang sebagai makan siangnya, Jaejoong ikut tersenyum. Aku harap dia datang kemari, batinnya.

"Jae, aku sudah memberitahumu kalau dia tidak bisa membaca pikiranmu. Cepat dia sedang mencari tempat sekarang. Cepat lambaikan tanganmu.." Junsu mencoba mengistruksi Jaejoong.

Namja yang ternyata bernama Jung Yunho itu tengah mencari kursi kosong untuknya dan Changmin makan. Kemudian pandangannya terhenti pada seorang yeoja cantik berambut hitam panjang yang tengah menatapnya. Didepannya terdapat dua kursi kosong.

"Ayo kesana, Changmin..." dia menunjuk kearah Jaejoong.

"Oh, shit! Dia benar-benar kemari!" bisik Jaejoong. Jantungnya berdegup kencang menyadari Yunho berjalan kearahnya.

"Woah... dia bisa membaca pikiranmu sekarang? Unbelievable..." Junsu menggelengkan kepalanya.

Tapi belum sampai setengah jalan, seseorang memanggil Yunho begitu teman-temanya selesai makan dan bersiap pergi.

"Ah, Rain hyung... gomawo." Yunho dan Changmin beralih menghampiri meja senior mereka. Jaejoong mempoutkan bibirnya kecewa.

"Ah, dia masih tidak bisa membaca pikiranmu," komentar Junsu. "Ayo pergi cari makanan lagi, aku lapar.."

"Tidak. Aku akan tetap disini sampai dia pergi. Ini hari keberuntunganku untuk melihatnya langsung. Dia kan jarang masuk kampus."

Junsu mendesah lalu beranjak pergi mencari makanan lagi.

.

.

.

Seoul University, Phsycodiagnostic Class

Jaejoong baru saja kembali dari makan siangnya ketika Junsu sudah menyiapkan buku untuk mata kuliah mereka selanjutnya. Ruang kelas yang ribut berangsur tenang begitu pintu terbuka. Mereka menatap dosen baru mereka aneh. Seorang namja berkulit putih, mengenakan celana pendek selutut berwarna putih dan sebuah polo shirt berwarna pink ditambah dengan sebuah jas dokter. Penampilan yang aneh.

"Halo semuanya! Park Yoochun imnida, dosen baru kalian untuk subject ini. Aku harap kita bisa bekerja sama satu semester ke depan," namja itu berkata dengan senyum lebarnya dan matanya yang menyipit di balik kacamatanya.

"Nah, sebelum kita mulai ke topik pertama kita, let's play a game! Kalian akan bertanya pada teman di sebelah kalian, 'bagaimana jika kau melakukan sesuatu' dan teman kalian akan menjawabnya lalu melanjutkan pertanyaan pada teman di sebelahnya, begitu seterusnya sampai kembali ke penanya pertama. Dimulai dariku... Bagaimana jika aku memberimu otak sapi sebagai makan malammu?"

Seoarang namja di pojok kiri belakang drop mendengar pertanyaan itu.

"Aku akan memuntahkannya! Ewww..." namja itu membuat ekspresi jijik.

"Bagus! Lanjutkan..." pinta Yoochun. Dia mengamati pertanyaan dan jawaban murid-muridnya dengan teliti seolah-olah tengah mengevaluasi mereka.

"Apa pertanyaanmu?" bisik Jaejoong karena Junsulah yang akan menanyainya nanti.

"Rahasia~"

Jaejoong mendengus.

"Bagaimana jika aku melihatmu telanjang?" tanya seorang namja yang duduk di depan Junsu. Junsu mengerutkan keninganya.

"Tergantung siapa orangnya. Tapi berhubung itu kau, aku akan melempar shuriken tepat ke matamu, dasar pervert!" seisi kelas tertawa mendengar jawaban Junsu. Yoochun tersenyum melihat yeoja imut itu menempeleng kepala temannya.

"Bagaimana jika aku memberitahumu kalau aku mencintai Yunho?" tanya Junsu setelah jeda cukup lama pada Jaejoong.

"Oh, shit! Kau tidak serius kan?" mata Jaejoong melebar.

"Tentu saja tidak! Jawab saja.."

"Uhm oke.. hmm, aku akan mengatakan padamu kalau aku lebih mencintainya dibanding kau jadi sebaiknya kau menyerah, tapiiii... aku akan mencarikanmu namja sexy yang lain." Mendengar jawaban itu seisi kelas menjadi riuh.

"Kau baru saja mengakuinya di depan umum," Junsu terkekeh senang. Jaejoong menutupi wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya, sadar akan tindakannya barusan.

"Tenang, tenang! Kim Jaejoong... please continue the question." Yoochun mencoba mengendalikan kelas agar tenang.

"Oh uh.. umm.. ba-bagaimana jika aku mencuri sesuatu darimu?" tanya Jaejoong mencoba untuk menghilangkan rasa malunya.

"Kau sudah mencuri hatiku. So it's fine..." jawab namja di sebelah Jaejoong gombal, membuat kelas kembali ricuh. Jaejoong menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya yang lagi-lagi memerah. Yoochun yang melihat itu langsung mendapat ide.

Setelah kelas selesai, Yoochun memberitahu Jaejoong dan Junsu untuk tetap di kelas. Dia lalu berdiri di depan mereka sambil tersenyum lebar, membuat Jaejoong dan Junsu mau tak mau ikut tersenyum juga.

"Aku punya sebuah lab kecil disamping lapangan bola dan sekarang aku sedang melakukan sebuah proyek. Aku butuh asisten."

Jaejoong dan Junsu berpandangan satu sama lain lalu menatap Yoochun dengan alis terangkat.

"Ya, benar.. Aku mengundang kalian ke labku dan membantuku disana sebagai asistenku. Akan kubayar.."

Keduanya mengangguk dengan senyum lebar.

.

.

.

Seoul University, Park's Lab

Jaejoong dan Junsu terkagum-kagum dengan taman bunga kecil yang menyambut mereka sebelum mengikuti dosen mereka memasuki sebuah bangunan kecil bercat putih. Di dalamnya penuh dengan rak buku yang berisi buku-buku tua dan sebuah meja stainless besar dengan benda-benda aneh serta cairan-cairan kimia di atasnya.

"Apa itu?" tanya Junsu penasaran sambil menunjuk meja.

"Oh, aku sedang bekerja membuat sebuah mind gate atau bisa disebut 'gerbang pikiran'."

Baik Jaejoong maupun Junsu sama-sama menatap Yoochun blank.

"Silahkan duduk dulu, sebelum aku menjelaskan tentang proyekku," pinta Yoochun seraya menuntun asisten barunya ke sepasang sofa panjang berwarna cokelat tua dengan meja kayu di dekat jendela yang menghadap tepat ke lapangan sepak bola.

Jaejoong duduk di dekat jendela diikuti Junsu, sementara Yoochun memilih duduk di seberang mereka.

"So, basic dari proyekku adalah combining, math, phycis, and phsycologi human. Aku percaya bahwa otak manusia adalah kekuatan yang paling kompleks dan misterius yang diciptakan oleh Tuhan. Jika.. hanya jika, kita dapat memecahkan misteri dan komplektisitas otak, aku yakin kita bisa menguak rahasia Tuhan. Apa kalian ingin minum kopi atau teh?"

Jaejoong dan Junsu mengerjapkan mata mereka berkali-kali mencoba menyerap semua informasi yang mereka dengar dan berhenti untuk memilih pertanyaan tentang kopi dan teh.

"Sepertinya kami ingin teh," ujar Junsu. Yoochun mengangguk lalu berdiri. "Dan jika kau punya chamomille itu akan lebih bagus," tambah Junsu. Yoochun mengacungkan jempolnya lalu beranjak pergi membuat pesanan mereka.

"Dia gila, Su.. menguak rahasia Tuhan? Kau pasti sedang bercanda.." bisik Jaejoong.

"Aish, it's okay. Yang penting kita dibayar. Lagipula wajahnya lumayan dan tidak membuat kita cepat bosan."

"Yah, itu hanya kau yang menganggapnya menarik. Aish, seharusnya aku menolak ini. Maksudku sekarang aku bisa sedang dalam perjalanan pulang, melewati rumah Yunho, dan mencoba keberuntunganku lagi hari ini jika siapa tahu dia pulang ketika aku disana."

"Kau dan kegiatan stalkingmu itu tidak berguna. Akan lebih menyenangkan disini, lebih baik daripada terus mendorongmu yang tetap saja pengecut."

"Ap-"

"Siapa yang pengecut?" tanya Yoochun sekembalinya dia dengan nampan berisi teko teh dan dua gelas kecil dengan motif kucing.

"Jaejoong," jawab Junsu jujur.

"No! I'm not!"

"Yes, you are.."

Yoochun terkekeh. "Oke, stop! Minum teh kalian sebelum dingin."

Jaejoong dan Junsu meminum teh mereka dengan senang hati karena mereka mereka memang haus. Yoochun kembali melanjutkan teorinya.

"Jadi, bersama almarhum temanku, aku membuat konsep mind gate ini untuk menggali lebih dalam tentang physic quantum dan memasangnya pada sebuah benda alami. Sebuah Gem. Permata."

"Tunggu sebentar Mr. Park, maksudmu kau bekerja dengan hantu?" tanya Junsu bingung.

"Bukaan.. aku bekerja dengan temanku, Oguri untuk membuat proyek mind gate ini tapi kemudian dia meninggal."

"Dia meninggal karena proyek ini?" tanya Junsu makin bingung.

"Tidak, tidak. Dia meninggal karena memang sudah waktunya dia meninggal. Maksudku yang namanya manusia pasti mati kan."

"Oh, arraseo.. Lalu bagaimana dengan permatanya?"

"Jadi kami mendapatkan gem atau permata ini dari pegunungan di India, karena temperatur disana sangat sempurna untuk menciptakan sebuah energi. Kemudian aku dan Oguri menggabungkannya dengan sebuah reaksi kimia dan elemen komputer, dan-"

"Oh, shit!" seru Jaejoong tiba-tiba. Yoochun dan Junsu menoleh kearahnya cepat. Jaejoong mengginggit bibir bawahnya, merasa dia telah mengganggu.

"M-mian.. aku baru sadar kalau aku bisa melihat tim sepak bola kita bermain disini." Jaejoong menunjuk keluar jendela yang menampilkan para pemain tim sepak bola memasuki lapangan untuk latihan.

"Yah, memang. Aku sudah memberitahumu tadi," ujar Yoochun.

"Ne, tapi, tapi, aku tidak tahu kalau kita bisa melihat..." Jaejoong berhenti.

"Apa Jae? Kau tidak tahu jika kita bisa melihat Yunho dari sini?" Junsu menyuarakan pikiran Jaejoong. Jaejoong merona.

"Oh, namja yang kau cintai itu?" tanya Yoochun meyakinkan, senyum nakal menghiasi wajahnya. "Sebenarnya disana ada pintu belakang, jadi kau bisa pergi ke lapangan dan melihat mereka latihan SETIAP HARI."

"Jeongmal?" Jaejoong menatapnya dengan mata berbinar-binar. Yoochun mengangguk. "Oke, kalau begitu apa yang bisa kulakukan sebagai asistenmu?"

Junsu memutar bola matanya mendengar antusiasme mendadak sahabatnya.

"Bagus. Ikuti aku, aku akan memperlihatkan kalian berdua sesuatu." Yoochun berdiri dan mulai berjalan diikuti kedua asistennya.

Dia memperlihatkan sebuah permata berwarna baby blue yang terletak di dalam air yang berpendar warni-warni di sebuah piring kecil, membuat refleksi warna pelangi pada gelas kotak yang menutupinya.

"Ini yang kami sebut dengan mind gate gems atau permata mind gate. Tapi ini masih belum bekerja dengan sempurna. Sesuatu yang aku dan Oguri belum temukan adalah bagaimana caranya mind gate digunakan oleh manusia," jelas Yoochun.

"Maksudku, kami pernah mencobanya pada seekor hamster.. yah, itu hewan biasa yang digunakan sebagai objek pada film-film sains, jadi kami memutuskan untuk menggunakannya juga. Kami memasang gem pada sebuah kalung kecil dan kemudian hamsternya hilang dalam satu kedipan mata ketika kami memasang kalung gem itu di lehernya. Aku yakin jika dia berteleportasi, tapi aku tidak tau kemana. Dia tidak kembali sampai sekarang. Jadi kami membuat yang baru menggunakan gem terakhir lalu kami berdua memakainya, tapi tidak ada yang terjadi."

Junsu mendengarkan seksama tiap kata yang keluar dari mulut Yoochun sementara Jaejoong masih sibuk memikirkan Yunho dan latihan sepak bolanya.

"Jadi, apa yang bisa kami lakukan?" tanya Junsu.

"Hmm, aku ingin kau memakainya. Aku akan mengecek perubahan tubuhmu setiap hari dan beritahu aku jika sesuatu terjadi. Tapi aku dan Oguri sangat yakin kami sudah memasukkan semua teori physic quantum."

"Oke, aku akan memakainya." Junsu mengangguk yakin.

Yoochun tersenyum lebar. "Jeongmal?"

"Ne... Jae! Apa yang kau pikirkan? Kita akan membantunya kan?" Junsu memukul lengan Jaejoong membuat yeoja itu terlonjak kaget.

"Mwo! Oh, ne, ne aku akan membantu! Pasti!"

"Gomawo, sekarang aku akan menyiapkannya sebelum kau pakai dan kau bisa pergi lewat pintu belakang melihat cintamu sambil menungguku, oke?" Yoochun terkekeh melihat wajah Jaejoong yang memerah.

"Aku akan membantumu. Jaejoong bisa melihat Yunho sendiri tapi dia yang akan memakai gem itu pertama kali." Junsu mendorong Jaejoong keluar.

"Heyyy... Suuu... Mr. Parkk..." Jaejoong memanggil mereka sementara mereka mengambil gem itu dan pergi ke ruangan lain. Jaejoong mendesah tapi perlahan tersenyum seraya berjalan ke pintu belakang.

.

.

.

Seoul University, Soccer Field

Disana sudah terdengar teriakan histeris para yeoja di pinggir lapangan. Jaejoong berhenti di bawah sebuah pohon dan menikmati pemandangan Yunho-nya yang berlari kesana-kemari dengan keringat di tubuhnya yang membuatnya semakin terlihat sexy.

Peluit berbunyi tanda istirahat. Yunho melihat ke arah kerumunan lalu tersenyum, membuat para yeoja langsung histeris. Jaejoong yang merasa telinganya sakit dengan teriakan mereka hanya bisa menutupi kedua telinganya lalu memutuskan untuk kembali ke lab.

Mata Yunho menangkap sosok Jaejoong yang tengah berlari ke arah lab.

"Changmin-ah, lihat.." Yunho menunjuk Jaejoong dan di sebelahnya, Changmin mengikuti arah pandangannya. "Dia adalah yeoja yang tadi di kafe."

"Hmm, aku tidak ingat.."

"Sebelum kita duduk dengan Rain hyung, aku berencana untuk duduk dengannya."

"Oke, lalu ada apa dengannya?"

"Tidak ada apa-apa. Dia hanya.. cantik kupikir. Tapi aku tidak punya kesempatan untuk melihatnya dari dekat."

"Oke, lalu apa yang kau inginkan?"

Yunho menatap Changmin mendengar nada bicaranya yang sarkastik. "Nothing Min, nothing.."

"Oke, great..." Changmin melangkah pergi.

.

.

.

Seoul University, Park's Lab

Jaejoong menatap kalung emas putih dengan gem berwarna baby blue aqua sebagai bandulnya di tangan Junsu. Cantik, pikirnya. Tapi kemudian dia menatap Yoochun blank.

"Jadi, apa yang harus aku lakukan? Maksudku apa itu bekerja?" tanyanya. Yoochun mengernyit sementara Junsu memutar bola matanya.

"Kau tidak perlu melakukan apa-apa Jae. Cukup memakainya dan Mr. Park akan memeriksa tubuhmu besok. Please Jae.. jangan terlalu banyak berpikir dan berbicara dalam pikiranmu. Kau selalu melamun," jelas Junsu kesal.

Jaejoong mempoutkan bibirnya imut. "Aku tidak melamun."

"Yeah, teruslah mengelak. Pakai ini sekarang." Junsu memasangkan kalungnya pada leher Jaejoong.

"Apa kau percaya ini akan bekerja?" tanya Jaejoong sambil memainkan gem di lehernya.

"Aku percaya pada sains Jaejoong dan otak manusia adalah sains," jawab Yoochun percaya diri.

"Ne, itu pasti bekerja," tambah Junsu. Jaejoong menatap bergantian dua manusia di hadapannya sebelum mendesah pasrah.

"Jangan lupa jika kau merasakan sesuatu berubah pada tubuhmu atau jika sesuatu terjadi, laporkan padaku besok dan aku akan memeriksa tubuhmu."

.

.

.

Sebuah gerbang kayu cokelat menutupi sebuah rumah besar bergaya modern-tradisional. Taman bunga cantik mengelilingi halamannya, membuat rumah itu terlihat semakin bagus.

Jaejoong memandang rumah itu dari seberang jalan. Melihat pada balkon lantai dua yang masih tertutup. Dia ingat pemandangan dibalik pintu kaca yang tertutup itu. Beberapa minggu yang lalu, Yunho didatangi oleh sebuah program reality show TV yang memintanya untuk memperlihatkan kamarnya tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Dia mempunyai ranjang lembut besar yang berantakan dengan bedcover berwarna biru tua. Sungguh Jaejoong selalu membayangkan bagaimana rasanya berbaring disana dan mencium aroma maskulin Yunho.

Puff!

Tiba-tiba Jaejoong merasa tanah dibawahnya hilang dan dia menapaki udara kosong.

"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAA... Oh shit! Oh shit! Oh shit!" Jaejoong menutup matanya saat dia merasa tubuhnya jatuh ke sesuatu yang tak berdasar. Beberapa saat kemudian, dia merasakan tubuhnya mendarat di atas sesuatu yang lembut dengan sedikit memantul.

Perlahan Jaejoong membuka matanya dan tersadar jika dia jatuh ke sebuah kasur. Jaejoong duduk lalu melihat sekelilingnya. Ranjang, meja tulis, meja komputer, pintu toilet, pintu kaca, dan macam-macam benda lain yang terlihat familiar di matanya.

"Oh. My. God." sebuah memori berputar di otak Jaejoong. "Ini kamar Yunho..." ucapnya lirih. Dengan segera Jaejoong bangkit lalu memeriksa meja tulis dimana terdapat foto Yunho bersama keluarganya. Dia lalu menuju balkon. Balkon yang sama dengan yang tadi dipandanginya. Dia kembali menatap ranjang tempatnya terjatuh tadi. Ranjang besar dan lembut dengan bedcover biru tua.

"It's really hissssssssssssssss!"

Jaejoong melompat ke atas ranjang, menyerukkan wajahnya pada bantal dan guling. "Oh god.. his smell.. aromanya seperti angin musim dingin, aroma mint.." gumam Jaejoong menutup matanya sambil menghirup wangi tubuh Yunho yang tertinggal di kasur sebanyak-banyaknya.

Seakan tersadar dari sesuatu, Jaejoong menyentuh kalung di lehernya. "Ini bekerja.. teleportasi! Tapi, bagaimana bisa?" Jaejoong duduk lalu menutupi tubuhnya dengan selimut dan mencoba untuk mengingat semuanya.

"Aku membayangkan tempat ini dengan jelas di pikiranku... dan merasa sangat ingin berada disini... dan, dan..."

Cklek!

Tiba-tiba pintu terbuka dan sebuah sosok dengan wajah yang tak asing masuk, berdiri di depan Jaejoong. Keduanya kaget dan saling menatap dengan mata membulat.

"Oh, shit."

"Nuguya?" tanya Yunho cepat.

"Kim Jaejoong," jawab Jaejoong tak kalah cepat.

"Apa yang kau lakukan disini?"

"A-aku..." Jaejoong terdiam. "Well, aku hanya menumpang ke toiletmu. Gomawo," Jaejoong membungkuk dan bergegas keluar dari kamar Yunho secepat mungkin. Jaejoong berlari menuruni tangga dan berhenti ketika melihat adik perempuan Yunho dan ayah Yunho yang terpaku melihatnya.

"Selamat siang," Jaejoong membungkuk dan keduanya balas membungkuk. "Maaf, bisa tolong tunjukkan pintu keluar?" tanya Jaejoong terburu-buru. Adik Yunho menunjuk sebuah pintu tak jauh di belakangnya sementara matanya terus menatap Jaejoong shock.

"Gomawo," sekali lagi Jaejoong membungkuk lalu bergegas ke pintu keluar, membukanya, dan berlari secepat yang ia bisa.

"Apa dia yeojachingu Yunho?" tanya ayah Yunho.

"Sepertinya begitu.."

"Lalu kenapa dia ada disini? Kita semua kan baru sampai."

Adik Yunho hanya mengangkat bahu mendengar pertanyaan ayahnya.

Sementara itu, Yunho tengah mencoba mencerna apa yang baru saja tejadi. "Toilet? Apa aku sedang bermimpi?"

.

.

.

To be continue...