Title : The Wedding and Us

Cast : Cho Kyuhyun

Jenny Kim (YG Trainee)

Kang Min Kyung

Hye Jeong (AOA)

Etc.

Length : Chaptered

Rating : Ada T+? kalau ga ada, ane kasih M.

A/N : Taraaaaaaaaa! #BakarPetasan

Setelah kelar dengan publish-an pertama FF BTS ane yang penuh kontroversi, Official Wife of Rap Monster muncul lagi membawa Kyuhyun Bias tercinta teman Ane dengan Pairingnya yang ane pinjem dari agensi lain, dan Seriously, This one is straight and my heart knows that the couple is great together.

Ini remake dari FF yang ane tulis sendiri pada jaman labil dulu, dimana Uri Hwangja-nim Heechul jadi main Cast =)). Bedanya, Heechul penuh dengan keromantisan, dan Kyuhyun penuh dengan aura berating 17+nya #Plakk.

Ane cuman mau nulis FF yang sesuai hati nurani, itu ajah. Ane lebih sering baca Yaoi rate M ketimbang nulis sendiri, dan ane masih malu-malu dengan pilihan kata yang hebat untuk sebuah FF rate M pribadi. First ever to be published, so don't expect too much.

Hepi reading :*

.

.

He was the voice of beauty and of woe,

Passion and mystery and the dread unknown;

Pure as the mountains of perpetual snow,

Cold as the icy winds that round them moan,

Dark as the eaves wherein earth's thunders groan,

Wild as the tempests of the upper sky,

Sweet as the faint, far-off celestial tone of angel

whispers, fluttering from on high,

And tender as love's tear when youth and beauty die.

(Edgar Alan Poe, William Winter's Poem-Actors' Monument 1885)

.

.

.

.

"Selamat hari ulang tahun pernikahan yang kedua!"

"Aduh, kalian tampak semakin romantis saja! Selamat atas ulang tahun pernikahannya…"

"Selamat ulang tahun pernikahan! Semoga kalian berdua cepat memiliki seorang anak."

" Selamat ulang tahun pernikahan yang kedua, ya! Astaga, kalian membuatku iri saja…"

Semua ucapan selamat bernada antusias itu terdengar menjauh, seperti ujung terowongan yang tertinggal di belakang sementara mobil yang melewatinya sudah melaju dengan kecepatan tinggi menembus dinding kabut di jalan yang bebas dan lengang. Bermandikan sinar bulan yang sedikit tertutupi awan.

Jenny Kim memikirkan hal itu, makanya ia menghela napas berat sambil menyandarkan diri di punggung jok mobilnya yang terasa dingin dan keras seperti es balok. Cho Kyuhyun menyadari suara gusar tersebut, dan melirik istrinya sebentar.

"Apa kau kelelahan?"

"Mungkin saja. Kita terlalu lama berdiri tadi."

Kyuhyun mengangguk, tidak berniat mengatakan apa-apa lagi. Jenny memang tidak menunggu suaminya itu merespon, jadi ia segera memejamkan mata. Suara mesin mobil yang menghilang, membuat Jenny kembali pada kesadarannya. Bangunan apartemen mewah itu berdiri menjulang dengan sorot cahaya lampu-lampu Kristal yang jauh lebih menyilaukan daripada sinar bulan purnama, dan lagi-lagi Kyuhyun tampak hanya duduk diam di kursinya untuk menunggu hingga Jenny terbangun sendiri. Wanita itu menggigit bibir.

Jenny tidak pernah meminta Kyuhyun untuk menggendongnya setiap saat ia tertidur di dalam mobil, karena itu sudah pasti hal yang tidak mungkin, tapi apa Kyuhyun bahkan tidak mau menyentuhkan ujung telunjuknya itu ke kulit Jenny? Pilihan yang lebih mudah, dan Kyuhyun bahkan membuat pilihannya sendiri yang jauh lebih tidak masuk akal.

Jenny berdehem karena Kyuhyun tidak melihatnya bangun, dan pria itu segera menyunggingkan senyum hampa pada Jenny sebelum membuka sabuk pengamannya dan keluar meninggalkan mobil. Seorang petugas valet bergegas menghampiri mobil Kyuhyun itu, untuk diparkirkan ke lantai dasar bangunan.

Jenny segera menghela napas lagi, melepas sabuk pengamannya dan berjalan menyusul Kyuhyun yang sudah naik lift lebih dulu. Apa ini hidup yang ia inginkan sejak awal?

"Apa kau setuju dengan ide pernikahan nenekku itu?"

Jenny menggigit bibir. "Nenek meminta secara langsung padaku. Aku tidak bisa menolak. Itu akan menyakiti hatinya."

"Apa kau menyukaiku?"

"A-apa? I-itu─"

"Bagus." Potong Kyuhyun tajam. "Kalau begitu jangan. Nanti kau akan terluka."

"Itu…"

"Aku mencintai orang lain. Seorang gadis manis yang aku pikir akan menjadi istriku nantinya. Kau harus tahu, bahwa karena pernikahan ini, ia akan menjadi yang paling terluka dan aku akan kehilangan dia."

"Maafkan aku, Kyuhyun-Ssi."

"Tidak ada yang bisa aku lakukan. Yang penting kau sudah tahu hal penting tentangku. Itu saja."

Jenny menekan sederetan nomor kombinasi, dan berjalan masuk begitu pintu apartemennya terbuka. Terdengar suara air yang mengucur dari shower. Jenny menghela napas panjang lagi, sambil memunguti pakaian yang Kyuhyun campakkan begitu saja ke sofa ruang tamu. Walaupun Kyuhyun tidak seemosional seperti pada tahun pertama pernikahan mereka, Jenny tidak bisa mengatakan kalau situasinya sudah membaik. Kyuhyun tetap bersikap sinis dan dingin, dan mereka juga masih berdebat sesekali. Tentang segala hal yang tidak Kyuhyun sukai.

Pemikiran yang salah itu muncul lagi.

Saat Kyuhyun bersikap baik padanya─Kyuhyun mulai melakukannya beberapa bulan belakangan ini, bukankah pria juga berusaha? Benar, Jenny tidak boleh berpikir kalau ia adalah satu-satunya yang menderita di dalam pernikahan ini. Kyuhyun juga sudah berkorban dengan terpaksa mengkhianati wanita yang ia cintai.

Sayup-sayup, terdengar dering ponsel dari dalam kamar pria itu.

Jenny menggigit bibir.

Tapi, Kyuhyun tidak meninggalkannya. Wanita yang ia cintai itu.

Suara guyuran shower terdengar berhenti, lalu suara deringan itu juga berhenti.

"Aku baru selesai mandi."

Itu suara Kyuhyun.

.

.

.

"Ceraikan saja dia!" Tukas Hye Jeong geram.

Jenny segera menyunggingkan senyum meminta maaf, pada beberapa pengunjung kafe yang mendengar dan merasa terganggu dengan percakapan mereka berdua itu. Ia kembali beralih pada sahabatnya itu, lalu menunjukkan raut wajah ini-tidak-semudah-yang-aku-pikirkan.

"Dalam pernikahan ini, kami melibatkan nenek Cho Kyuhyun. Kalau kami sampai bercerai, nenek pasti akan sangat terluka dan sedih. Aku harus memikirkan tentang itu, Hye Jeong-ah."

"Kau juga harus memikirkan dirimu. Apa kau bisa tahan hidup seperti ini, selama lima tahun ke depan? Tidak. Pikirkan untuk satu tahun saja dulu. Apa kau bisa? Hari ini saja saat kau terbangun, dadamu seperti terasa sesak." Hye Jeong tertawa sinis. "Kau akan mati muda, Jenny-ya. Bahkan sebelum kau memberikan nenek itu cicit seperti yang dia inginkan."

Jenny menghela napas panjang, membenarkan perkataan Hye Jeong. Sahabatnya itu tidak pernah salah. Sebelum ia menikah dengan Kyuhyun saja, Hye Jeong sudah mati-matian menolaknya. Ia tahu, Jenny tidak akan pernah bahagia.

"Kyuhyun sudah sedikit berubah, Hye Jeong-ah." Gumam Jenny.

"Lalu apa pentingnya? Memangnya kenapa kalau dia berbuat baik? Dia sudah sadar, kalau tidak mungkin juga dia akan memperlakukanmu seperti pembantunya seumur hidup. Pernikahan ini tidak pernah berarti apa-apa, selain untuk membuat nenek Kyuhyun bahagia."

"Kalau begitu, aku mungkin akan tetap menjalaninya. Sejak awal, itu adalah tujuanku."

"Kenapa kau mulai keras kepala?" Hye Jeong berdecak kesal. "Astaga! Kau bodoh, ya? Apa bagusnya berpura-pura harmonis di depan semua orang? Sekarang keluarga Kyuhyun mulai mendesakmu agar bisa segera memberikan mereka seorang calon pewaris. Apa kalian bisa melakukannya? Kau tidak akan pernah hamil, dan hanya akan terjebak selamanya. Jangan bilang padaku, bagian dirimu yang lain menikmati keadaan ini."

Jenny menggeleng. "Aku bingung, Hye Jeong-ah. Aku tidak mengerti dengan apa yang sedang aku pikirkan sekarang."

Hye Jeong terhenyak, memilih bersandar pada punggung kursi. Urat lehernya terus saja menegang karena sahabat bodohnya itu.

"Bingung?"

Jenny menggigit bibir. Hye Jeong pasti sangat marah padanya, karena ternyata sudah menjadi selemah ini.

"Apa kau mulai menyukai Kyuhyun?" Tanya Hye Jeong dengan nada tidak sabaran.

"Aku tidak pernah memikirkan tentang hal itu."

Hye Jeong tersenyum masam. "Apa gunanya bicara denganku sekarang?"

"Hye Jeong-ah…"

Hye Jeong berdiri. "Kita bicara lagi nanti, setelah kau kembali pada pikiranmu yang benar."

Jenny segera berdiri untuk menahan Hye Jeong, tapi wanita itu terlalu kesal untuk menghiraukan Jenny.

Jenny terduduk kembali dengan perasaan sedih, memandang keluar dinding kaca kafe dimana Hye Jeong tampak bergegas memasuki sebuah taksi dan berlalu dengan cepat. Jenny beralih pada Caramel Macchiato pesanannya yang tidak pernah ia sentuh sejak tadi, dan memilih untuk menyeruputnya sedikit.

Jangan bilang padaku, bagian dirimu yang lain menikmati keadaan ini.

Jenny menggeleng. Ia merasa tersiksa, bagaimana mungkin itu bisa diartikan sebagai sesuatu yang bagus? Kenapa ia merasa begitu? Karena Kyuhyun tidak pernah bersikap baik padanya? Ia berharap Kyuhyun melakukan itu? Ia berharap mereka bisa berjalan dengan baik berdua, dan pernikahannya akan benar-benar sempurna luar dalam? Apa Jenny memang mendalami pernikahan ini?

Pemikiran Jenny buyar, saat ponselnya berdering. Ibu Mertua.

"Hallo, bu."

"Sayang, kau sedang sibuk sekarang?"

"Ah, tidak. Aku baru saja selesai bertemu dengan seorang teman. Ada apa?"

"Aku ingin membeli sebuah dasi untuk ayah Kyuhyun. Mungkin kau bisa kemari, dan membantuku memilih."

"Tentu saja. Sekarang, ibu sedang berada dimana?"

.

.

.

"Tidak. Jangan warna merah." Jenny beralih pada gulungan-gulungan dasi yang tertata rapi di salah satu rak berlampu oranye, lalu mengambil satu setelah memilih-milih. "Kulit ayah berwarna agak gelap, bu. Warna yang lebih terang kelihatan jauh lebih baik."

Ibu Kyuhyun mengambil dasi berwarna biru langit pilihan Jenny dengan perasaan senang. "Menantuku benar-benar memiliki selera yang baik."

Jenny tersenyum malu. "Aku hanya memikirkan mana yang terbaik untuk ayah."

Ibu Kyuhyun tertawa riang, lalu menarik Jenny menuju kasir. "Apa ibuku sudah menghubungimu?"

"Nenek?" Jenny menggeleng. "Belum, bu. Memangnya ada apa?"

"Dia tidak bisa tidur semalam." Ibu Kyuhyun menyodorkan kartu kreditnya pada kasir. "Pilihkan satu untuk Kyuhyun. Kau juga harus lebih memperhatikan suamimu."

Jenny mengangguk, dan menuju ke salah satu rak yang dipenuhi gantungan pakaian. Ia memilih salah satu cardigan biru pudar dari bahan katun yang nyaman, sambil berpikir ia tidak akan pernah bisa memberikan baju itu pada Kyuhyun.

"Apakah nona mau memberikan ini pada pasangan nona?" Seorang pegawai toko menghampiri Jenny.

Wajah Jenny memerah. Ia tidak pernah ditanya seperti itu sebelumnya. "Uh. Um."

"Pilihan yang bagus sekali. Item ini adalah untuk pasangan. Kami akan mengambilkan cardigan yang satunya lagi untuk nona. Silahkan menunggu di kasir."

Pasangan? Apa yang akan Kyuhyun pikirkan saat dia melihat baju ini?

"Cepatlah, sayang!" Panggil ibu Kyuhyun tidak sabar. "Kita harus belanja untuk makan malam."

Jenny segera berbalik dengan kikuk dan kembali menuju ke kasir, sementara ibu Kyuhyun menanyakan total belanjaan mereka pada si pegawai cantik.

"Biar aku yang membayarnya, bu."

"Aku saja. Gunakan saja uangmu untuk mengurus putraku itu. Suruh dia mencukur rambutnya. Apa dia mau membuat sarang burung di kepalanya? Mukanya sudah berlubang-lubang begitu, menata rambut saja tidak mau. Sudah syukur ada yang mau menjadi istrinya."

Jenny menahan tawa mendengar omelan ibu Kyuhyun itu. Lalu, ia teringat pembicaraan mereka yang masih menggantung sebelumnya.

"Apakah kesehatan nenek terganggu?"

"Tidak. Bukan itu, Jenny-ya. Nenek kalian itu sedang sedih."

Si pegawai yang tadi menghampiri Jenny menuju konter kasir, dan mengantarkan cardigan pasangan milik Jenny untuk segera dibungkus. Jenny lalu mengambil belanjaan yang sudah dibayar itu, dan berjalan keluar toko bersama ibu Kyuhyun yang sekarang tampak risau.

"Apa yang mengganggu pikiran nenek?"

"Tentu saja masalah anak! Apalagi yang bisa membuatnya sesedih itu selain seorang cicit yang belum ia miliki? Semuanya pasti akan jadi lebih mudah, kalau putriku Ahra sudah mengandung. Kami pasti tidak akan mendesak kalian seperti ini."

Jenny menggigit bibir.

"Maaf, bu. Kami akan berusaha lebih baik lagi."

"Jangan hanya bicara saja. Kalian perlu benar-benar berbulan madu! Tinggal di apartemen setelah pernikahan saja tidak akan menghasilkan apa-apa. Ajak putraku berjalan-jalan ke luar negeri."

"Um. Mm. B-baiklah. Aku akan melakukannya."

"Kau benar-benar harus melakukannya." Ibu Kyuhyun meremas tangan Jenny penuh harap. "Ngomong-ngomong, apa yang akan kita masak untuk makan malam?"

.

.

.

Kyuhyun tersentak dan segera melepaskan Kang Min Kyung, karena ponselnya yang berada di atas meja tahu-tahu berdering. Wanita bertubuh ramping itu segera turun dari pangkuan Kyuhyun sambil berdecak kesal, sementara Kyuhyun bergegas untuk menghampiri meja kerja yang agak jauh dari sofa yang ia duduki tersebut. Kang Min Kyung baru akan membuka mulut dan mengeluarkan kekesalannya, tapi Kyuhyun sudah mengisyaratkan lebih dulu agar wanita bertubuh ramping itu tidak bersuara selagi ia menjawab panggilan masuk itu.

"Ada apa?"

"APA BEGITU CARAMU MENYAPAKU?" Sembur ibu Kyuhyun dari ujung telepon.

Kyuhyun menjauhkan sebentar ponsel dari telinganya dengan perasaan masam. "Maaf, bu. aku sedang pusing dengan pekerjaanku."

"Bocah kecilku yang suka berbohong… Apa kau pikir ibu tidak tahu, kerjamu hanya bermain-main saja di kantor, hah? Sejak kapan kau mau bersikap serius terhadap sesuatu?"

"Bermain-main?" Tanya Kyuhyun was-was, sambil memperhatikan Kang Min Kyung duduk di ujung sofa dengan raut wajah yang tampak tidak sabar untuk segera menjambaknya itu.

"Kau selalu melimpahkan semua pekerjaan pada sekretarismu yang malang itu, kan? Memangnya, kau pikir apa lagi yang aku bicarakan? Bocah tengik."

Kyuhyun tersenyum lega. "Mau bagaimana lagi, aku kan hanya mengikuti keinginan ayah. Ngomong-ngomong, ada apa meneleponku di jam seperti ini? Tidak biasanya."

"Aku dan Jenny akan memasak makan malam di rumah. Jadi, kau harus pulang lebih awal dan segera kemari, ya?"

Makan malam keluarga. Ah, Kyuhyun tidak pernah menyukainya. Dia harus berpura-pura lebih banyak disana—dihadapan keluarganya sendiri. Bertingkah seolah-olah dia bahagia, dan tersenyum sambil menatap Jenny seolah-olah dia adalah pria paling beruntung di dunia ini.

"Baiklah, bu. Aku pasti datang. Sudah dulu. Aku masih sibuk. Beritahu Jenny, aku mencintainya." Gumam Kyuhyun, dan wajah Kang Min Kyung tampak semerah kepiting rebus.

Kyuhyun mencampakkan ponselnya sembarangan saja, lalu berjalan kembali ke sofa untuk menghampiri Kang Min Kyung yang sedang menautkan kembali tiga kancing teratas bajunya dengan marah. Sebelum Kyuhyun menunduk untuk mencium kening wanita itu, ia sudah membuang muka lebih dulu sambil menahan agar air matanya tidak meleleh.

"Maaf." Gumam Kyuhyun.

"Aku tidak bisa melakukan ini lebih lama lagi. Aku tidak bisa terus seperti ini. Aku tidak punya tempat yang jelas untuk bersandar—"

"Min Kyung-ah," Sela Kyuhyun tajam. "Sudah berapa kali kita membahasnya? Kau masih mau membicarakan tentang hal yang sama lagi dan lagi?"

Min Kyung berbalik menatap Kyuhyun marah, dan air matanya benar-benar meleleh saat itu juga. "Menurutmu aku mau terus membahas tentang ini? Aku sudah lelah! Aku tidak tahu, aku harus berdiri dimana dan sebagai siapa! Apa masih aku juga yang harus terlihat bersalah saat ini? Kenapa kau tega melakukan ini padaku?"

Kyuhyun segera duduk, dan memeluk Min Kyung dengan erat meskipun wanita itu memberontak. Pada akhirnya, Min Kyung hanya bisa diam, dan terisak di bahu Kyuhyun. Pria itu segera mengeratkan pelukannya, dan mencium kening Min Kyung dengan lembut. Ia juga tersakiti, karena harus menjalani apa yang bukan ia inginkan. Tapi, hatinya jauh terasa lebih sakit saat Min Kyung-nya itu menangis. Akhir-akhir ini, wanita itu memang lebih sering meneteskan air mata dan Kyuhyun tidak tahu harus dengan apa ia menghentikannya.

Tidak ada jalan untuk kembali.

"Maafkan aku. Aku menyakitimu lagi."

Min Kyung membenamkan wajahnya di bahu Kyuhyun. "Seharusnya aku yang sedang bersama ibumu saat ini."

"Kau tidak boleh memikirkan tentang itu, atau kita akan semakin menyesalinya."

"Aku tidak ingin kehilangan kau, Cho Kyuhyun. Aku sudah mengorbankan terlalu banyak, hanya untuk bisa bertahan seperti ini."

"Aku tidak akan pernah melepaskanmu. Aku berjanji."

Min Kyung melepaskan diri dari pelukan hangat Kyuhyun. "Jangan berjanji padaku. Aku takut, Kyuhyun-ah. Semakin banyak harapan yang aku lihat, aku akan semakin menjadi serakah."

Kyuhyun tersenyum muram. Ia mengulurkan tangan untuk menyeka sisa-sisa lelehan air mata di pipi Min Kyung, maju untuk mengecup bibir itu tapi Min Kyung membuang muka ke arah lain. Kyuhyun merasa seperti ada yang baru saja meninju perutnya. Pada saat itu, ponsel Kyuhyun berdering lagi. Kyuhyun berusaha mengabaikannya, tapi emosi Min Kyung makin terpengaruh oleh hal itu.

Deringan ponselnya berhenti, lalu berbunyi lagi setelah dua detik yang lama. Jam dinding di ruang kerja Kyuhyun sendiri sudah menunjukkan pukul lima lewat sepuluh sore. Itu pasti ibu yang menelepon. Pikir Kyuhyun. Kenapa ia harus terjebak dalam situasi ini lagi? Selalu ia yang harus memilih harus pergi kepada siapa, dan melukai siapa…

Tidak perlu repot-repot berpikir, Kang Min Kyung sudah berdiri lebih dulu sambil memakai mantel bulu merahnya. Kyuhyun ikut berdiri, dan memperhatikan wanita itu dengan perasaan was-was.

"Min Kyung-ah…"

"Ibumu tampaknya sudah tidak sabar. Kau pergilah. Aku bisa pulang sendiri. Dan, jangan hubungi aku malam ini. Aku sedang ingin beristirahat."

Kyuhyun hanya bisa memaki dering telepon itu dalam kepalanya, sementara sosok mungil Min Kyung berjalan makin jauh lalu menghilang di balik daun pintu ruang kerjanya.

Tinggal suara detak jarum jam saja yang terdengar jelas di ruangan itu, karena ponsel Kyuhyun sendiri baru saja berhenti berdering.

Tidak seperti ini seharusnya hubungan Kyuhyun dan Min Kyung berjalan. Mereka begitu romantis, menggebu-gebu, dan panas. Tapi, pernikahan Kyuhyun segera saja menjadi tembok besar yang begitu memuakkan, dan segalanya menjadi begitu dingin.

Kyuhyun menghela napas berat, memutuskan untuk meraih ponsel dan kunci mobilnya.

.

.

.

Suasana di ruang keluarga rumah keluarga Cho malam ini sangat ramai dan meriah. Ibu Kyuhyun memang sengaja mengundang nyaris semua sanak keluarga untuk datang, lengkap beserta para suami maupun istri dan anak-anak mereka. Sembari tertawa melihat beberapa cicitnya memperdebatkan masakan siapa yang paling lezat, nenek Kyuhyun menjelaskan kembali pada Kyuhyun—yang pelupa untuk hal yang satu itu—mengenai siapa nama mereka beserta silsilah keluarganya.

Kyuhyun yang berusaha keras untuk mengingat semua itu, hanya bisa mengangguk sambil tersenyum agar neneknya itu yakin bahwa ia mengerti.

"Lalu, kau sendiri kapan akan memberikan aku seorang cicit?"

Deg.

Kyuhyun tidak menduga akan pernah mendengar pertanyaan itu.

Ia panik, memikirkan apa yang harus ia katakan pada sang nenek.

"Aku sudah semakin tua, sayangku. Kedua orang tuamu juga. Kami harus bahagia di dunia ini dulu, sebelum kami pergi."

"Nenek…" Kyuhyun meremas punggung tangan neneknya itu dengan perasaan sedih.

Ia benar-benar cucu yang jahat.

"Aku berpikir kau benar-benar tidak akan pernah menikah, jadi aku sangat bahagia saat kau membawa Jenny masuk ke keluarga kita ini. Lalu, aku menyadari kami semua sudah menumbuhkan harapan yang baru padamu."

Kyuhyun menunduk, merasa bersalah. "Aku sudah mengecewakan kalian."

Pletak.

"Bicara apa kau ini? Kau yang terlalu sibuk sendiri. Bagaimana mungkin kau bisa memiliki anak, kalau kau sering mengabaikan istrimu? Memangnya dia bisa hamil begitu saja? Kau yang kurang berusaha, anak bodoh…"

Kyuhyun tersenyum masam, sambil mengusap-usap sebentar kepalanya yang tadi dijitak oleh nenek. Kenapa semua wanita di keluarganya adalah pengomel yang hebat?

"Paman Kyuhyun!" Seorang bocah tampan berpipi chubby melompat ke punggung Kyuhyun, mencekik pria itu dengan rangkulan eratnya.

Kyuhyun tertawa sambil berusaha bernapas, menarik bocah laki-laki itu ke pangkuannya, lalu berpura-pura menggeram marah sambil menggigiti lengan mungil si bocah yang bernama Jino itu.

"Ampun! Hahahahahaha… Ampun! Lepaskan aku! Ibuuuu, toloooooong!"

Seisi rumah hanya tertawa melihat kenakalan Jino.

"Lihat?" Kyuhyun berhenti menyerang Jino. "Tidak ada yang mau menolong anak nakal, tahu."

Jino terkekeh. "Bibi Jenny selalu menolongku."

"Tapi, dia tidak ada sekarang untuk menolongmu. Aku bisa mengalahkan bibi Jenny dengan mudah."

"Makanan sudah siaaaap!" Panggil Ahra dari ruang makan.

Jino segera memberontak dari cengkeraman Kyuhyun, melompat turun untuk berlari ke arah dapur.

"Bibi Jenny!"

"Dasar, manja." Ejek Kyuhyun.

Ia segera berdiri, dan mendorong kursi roda neneknya untuk mengikuti anggota keluarga yang lain yang sudah menuju ke ruang makan lebih dulu. Ibu Kyuhyun menyusul bersama Jenny yang menggendong Jino di punggungnya.

"Kemari, sayang." Panggil ibu Jino, tapi bocah nakal itu menggeleng.

"Tidak apa-apa. Aku akan menyuapi Jino." Ujar Jenny.

Dan, makan malam pun berlangsung dengan hangat. Banyak sekali obrolan dan candaan keluarga yang bisa membuat semuanya tertawa. Tingkah polos dan lucu para anak kecil, serta kisah lama tentang kejahilan ayah Kyuhyun pada istrinya dulu semasa kuliah. Ahra yang paling bersemangat menggoda ayahnya, dan wajahnya hanya bisa bersemu merah saat para bibinya balik mengganggu Ahra.

Jenny yang melihat semua itu, hanya bisa tertawa senang sambil sesekali menyuapi Jino yang mulai tampak mengantuk.

"Biar aku yang makan ini."

Jenny tersentak, saat Kyuhyun memindahkan beberapa potong jamur dari mangkuknya ke piring pria itu.

"K-Kenapa?"

"Bukankah kau alergi jamur? Ceroboh sekali mencampurnya ke dalam masakanmu."

Wajah Jenny memerah dengan cepat, sementara Kyuhyun yang tidak peduli segera makan dengan lahap.

Bagaimana pria ini bisa tahu?

"Bibi, lagi." Jino menarik-narik tangan Jenny, membuat wanita itu tersentak kaget lagi.

Jenny melirik Kyuhyun sebentar, sebelum kembali fokus kepada Jino. Pria itu sedang tertawa, karena sesuatu yang dikatakan oleh kakak iparnya. Dan, obrolan keluarga terus saja berlanjut tanpa menyadari bagaimana Jenny berubah menjadi kikuk di sepanjang celotehan yang sambung-menyambung itu.

To be Continued :D, Please Review Juseyooo~