NARUTO © Masashi Kishimoto
LOVE IS © Evellyn Ayuzawa
Sub Title: Love Is 'Never' Mine [Chapter 1]
Author: Evellyn Ayuzawa (Elva Agustina ManDa)
Genre: Romance, Hurt, Drama
Length: Chaptered
Rate: M (for Mature Content)
Cast:
Sasuke U. x Sakura H. x Shikamaru N.
Warning: OOC, Typo, EyD Amburadul, etc.
Happy Reading!
NO BASH, NO PLAGIAT, RnR PLEASE!
Hati-hati Typo bertebaran ^_^
Story Begin
.
.
.
.
.
All Sakura Pov.
"Shika, kita sudahi saja hubungan kita," ucapku pada Shikamaru yang sedang asik main game dengan komputernya di dalam kamarnya.
"Jangan bercanda Sakura," Jawab Shikamaru santai tanpa melihat ke arahku.
"Aku serius, kita akhiri saja hubungan kita sampai di sini." Kini Shikamaru berhenti memainkan gamenya dan fokus menatapku.
"Beri aku alasan kenapa kau ingin mengakhiri hubungan kita ini." Ia beranjak menuju tempatku duduk dan kini ia duduk di kursi depanku.
"Aku akan bertunangan," Jawabku singkat juga kusertai dengan pengucapan yang tegas.
Shikamaru terlihat terkejut, ia bahkan tak segera merespon jawabanku. Sebenarnya aku masih tak ingin menyudahi hubunganku dengannya, bahkan hubungan kami yang telah hampir berusia 3 tahun. Namun apa daya, orang tuaku telah memilihkan jodoh untukku. Dan yang paling parahnya lagi, jodoh yang di pilihkan orang tuaku bukanlah Shikamaru.
"Aku harus pergi sekarang, Shika. Semoga kita tidak bertemu lagi," ucapku melepas keheningan dan langsung beranjak dari dudukku menjauh dari kamar Shikamaru.
"Tunggu!" Cegah Shikamaru padaku, kini Shikamaru tengah mencekal pergelangan tangan kiriku dengan keras yang sedikit membuatku meringis kesakitan.
"Lepaskan aku Shika! Sakit!"
"Tak akan ku lepaskan jika kau tidak menarik kembali perkataanmu tadi," Ia menatapku dengan sangat serius. Wajahnya terlihat marah, aku takut Ia akan menyakitiku.
"Lepaskan, Shika! Kau menyakitiku!" Ku coba melepaskan tanganku dari genggaman tangannya yang kuat itu, namun apa daya. Tangan kuatnya mencekal pergelangan tanganku dengan sangat erat, aku sampai tak kuat menahan sakitnya. Dari pada nanti lebih parah lebih baik aku menurut saja.
Kini aku tak lagi mencoba melepaskan tanganku dari Shikamaru. Aku hanya akan diam dan tak akan menarik kembali ucapanku.
"Dengarkan aku Shika, tolong mengertilah posisiku sekarang ini. Aku juga tidak setuju dengan perjodohan itu, namun di lain pihak aku sangat ingin membahagiakan kedua orang tuaku. Aku ingin mereka bahagia melihatku hidup dengan jodoh yang mereka pilihkan. Aku juga sama menderitanya denganmu, Shika. Jadi, aku mohon lepaskan aku."
Perlahan-lahan Shikamaru melepaskan tangannya dariku. Ku pijat perlahan pergelangan tanganku yang memerah agar tak terlalu sakit rasanya.
"Lalu bagaimana denganku, Sakura?" kini Shikamaru mengeluarkan suaranya dan menatapku sendu.
"Ku harap kau bisa bahagia tanpaku, Shika." Aku beranjak pergi meninggalkan Shikamaru namun lagi-lagi Shikamaru menarikku dan langsung memelukku dengan erat.
"Tak akan ku biarkan kau pergi, Sakura! Kita pasti akan menemukan jalan keluar agar kau terhindar dari perjodohan itu."
"Bagaimana caranya, Shika? Katakan padaku bagaimana cara kita untuk melewati masalah ini?" aku terisak sambil memeluk erat tubuh Shikamaru yang juga memelukku.
"Entahlah, kita pikirkan nanti saja. Tapi ku mohon berjanjilah jangan membicarakan tentang putus lagi, oke?" Ucap Shikamaru lembut, ia menghapus air mataku dan mencium keningku dengan penuh sayang. Ia menyodorkan jari kelingkingnya padaku.
Kami-sama... tolonglah kami untuk melewati cobaan yang sangat berat ini. Aku rela menyerahkan apa saja milikku agar aku bisa bersama dengan orang ini.
"Aku berjanji," Jawabku dengan senyuman lembut lalu menautkan jari kelingkingku dengan jari Shikamaru.
Kami berpelukan kembali dengan erat. Setelah beberapa saat cukup berpelukan, Shikamaru melepas pelukan kami. Ia mendongakkan kepalaku agar menatapnya, lalu Ia mulai mendekati wajahku.
Aku mengalihkan pandanganku darinya menghindari apa yang selanjutnya akan Ia lakukan. Entah kenapa aku ingin mengurangi hal-hal seperti ini.
"Kenapa?" Tanya Shikamaru tak mengerti padaku yang kini melepaskan tautan tubuh kami dan beranjak duduk di ranjang miliknya.
"Tidak apa-apa," Jawabku singkat tanpa melihat ke arahnya.
Tiba-tiba Shikamaru naik ke ranjangnya juga dan duduk bersila di sampingku lalu kedua tangannya ia tempelkan pada kedua pipiku, ia menggerakkan kepalaku agar menatapnya. Aku segera mengalihkan pandanganku lagi darinya.
"Kenapa? Tidak biasanya kau menolakku seperti ini," Tanya Shikamaru dengan wajah cemberut.
Aku hanya diam tak menjawabnya. Ia kembali menggerakkan kepalaku agar aku melihat ke arahnya. Ia memajukan wajahnya padaku. Kali ini aku kembali menghindarkan wajahku dari jangkauannya. Namun ia menekan kepalaku dengan tangan kanannya yang memegangi belakang kepalaku. Dengan cepat ia memajukan wajahku padanya lalu ia menempelkan bibirnya pada permukaan bibirku.
Aku mencoba menolaknya namun lagi-lagi ia semakin menekan kepalaku semakin memperdalam ciumannya. Akhirnya aku diam saja menerima ciuman dari Shikamaru yang kesannya sangat memaksa.
Setelah Shikamaru melepaskan ciuman kami, lantas aku segera berdiri dan secepatnya berlari keluar kamar Shikamaru. Ku lihat di ruang tamu ada beberapa temannya. Aku berhenti sejenak untuk menyapa mereka lalu saat ku tengok ke belakang ternyata Shikamaru sudah sangat dekat denganku.
Aku kembali berlari. Teman-temannya terlihat bingung melihat Shikamaru mengejarku. Aku sudah berhasil keluar dari rumahnya. Namun begitu aku sampai di pagar hendak keluar dari halamannya sebuah tangan mencekal pergelangan tanganku.
Ternyata itu adalah tangan Shikamaru, nafasnya sedikit memburu. Beda denganku yang sangat terengah-engah karena berlari.
"Kenapa kau lari?" tanya Shikamaru dengan wajah tak mengerti dan sedikit marah.
Aku memalingkan mukaku darinya dan menghadap ke bawah "Aku tak suka dengan tindakanmu yang memaksa seperti tadi."
Shikamaru meraih wajahku dengan kedua tangannya lalu tersenyum lembut "Gomen, aku tidak akan mengulanginya lagi. Jadi maafkan aku ya?"
"Janji?" tanyaku sambil mengangkat tangan kananku dan menunjuk kepadanya dengan jari kelingkingku.
"Eum... aku janji!" Shikamaru menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingkingku. Lantas ia memelukku erat sebentar lalu kembali melepasku.
"Ayo kita jalan-jalan. Ini kan masih sore." Shikamaru berjalan mendahuluiku namun tidak lupa menggandeng tanganku. Ia mengajakku jalan. Aku hanya diam mengikuti langkahnya yang kini sudah sejajar denganku.
Sepanjang perjalanan, kami hanya saling diam. Aku tak tahu harus membicarakan apa dan parahnya lagi Shikamaru juga tidak berbicara sama sekali. Ini benar-benar membosankan. Aku tahu jika Shikamaru tidak banyak bicara, namun apakah ia tidak ingin di anggap sebagai pria yang asik. Huh..tidak romantis sama sekali!
"Shika, aku ingin pulang saja. Antarkan aku pulang," Pintaku pada Shikamaru yang masih tetap tak bicara.
"Baiklah kalau itu maumu. Besok aku akan menjemputmu ke sekolah," Jawab Shikamaru santai.
Ternyata benar, Shikamaru bukanlah pria yang romantis! Seharusnya kan jika pacarnya lebih memilih ingin pulang sang pria setidaknya akan berkata 'Kenapa ingin pulang cepat? Aku masih ingin bersamamu.' Sebenarnya aku tidak begitu mengharapkan Shikamaru mengucapkan kalimat itu, namun hal itu tentu saja akan tetap membuat hatiku berbunga-bunga.
"Shika..." ku panggil namanya dengan sangat pelan. Aku sedikit mendongak ke samping untuk melihat wajahnya. Ia menatapku dengan wajah yang terlalu datar.
"Eum..."
"Apa kamu mencintaiku?" Tanyaku dengan suara yang ku buat sangat manja. Padahal dalam hati aku sangat ingin muntah mendengar suaraku sendiri itu.
Shikamaru mengalihkan pandangannya dariku dan menatap lurus ke depan, "Ya," Jawabnya singkat.
AAAAARRRGGGGHHH! Dia sangat membuatku kesal!
Ku lepas genggaman Shikamaru dari tanganku dan berjalan cepat menjauhinya. Shikamaru terkejut akan yang ku lakukan ini. Ia mengikuti langkahku dengan cepat. Kembali ia menautkan tangan kirinya pada tangan kananku. Aku tak memperdulikannya.
"Kau marah?" Tanya Shikamaru dengan wajah yang benar-benar terlihat tak mengerti dengan tingkahku kini.
Tentu saja aku marah. Sudah susah payah ku keluarkan suara manja yang menjijikkan itu yang hanya akan ku pakai pada orang tuaku agar mereka membelikan apa yang aku minta dan itu selalu berhasil. Dan sekarang aku menggunakannya untuk seorang Nara Shikamaru yang hanya memberi respon yang sangat datar.
"Tidak," Jawabku ketus seraya kembali berjalan dengan cepat.
"Lalu kenapa sikapmu ini?" Tak ku hiraukan pertanyaan Shikamaru, kini aku semakin mempercepat langkah kakiku.
Namun tiba-tiba saja ku hentikan langkah kakiku ini. Seperti mati rasa, tak dapat sedikitpun beranjak. Kakiku terasa sangat berat.
"Hmm... kenapa berhenti tiba-tiba?" ku dengar Shikamaru bertanya di belakangku. Ia mendekap tubuhku dari belakang.
"Shika..." panggilku lirih tanpa menoleh ke belakang.
"Eum..."
"Cepat pergi dari sini sekarang juga!" Kini ku lepas dekapan Shikamaru dan ku tatap ia tepat di matanya.
"Tidak mau..." Shikamaru menunjukkan ekspresi datar lagi. Ia lebih memilih kembali mendekap tubuhku.
Ku dorong tubuh Shikamaru hingga ia hampir jatuh, "PERGI!" pintaku lagi.
"Ada apa? Kenapa tiba-tiba menyuruhku pergi? Apa aku berbuat salah lagi padamu?" Tanya Shikamaru bertubi-tubi.
Ku balikkan tubuhku lalu ku angkat tangan kananku untuk menunjuk sesuatu. Shikamaru mengikuti arah tanganku dan seketika ia membalikkan tubuhku menghadapnya kembali.
"Ikut aku!" Shikamaru menarik tanganku untuk mengikutinya berlari. Namun dengan cepat ku tepis tangannya dariku.
"Aku harus kembali, Shika. Mereka orang tuaku."
"Tapi mereka akan memisahkan kita, Sakura!" Shikamaru sedikit berteriak namun tidak emosi. Ia terlihat marah.
Ku hirup udara dalam-dalam lalu ku keluarkan, ini adalah cara yang sangat mudah untuk mencegah emosi keluar. Jika aku emosi pasti tidak akan ada habisnya.
Ku raih kedua tangan Shikamaru yang sedari tadi menggantung bebas. Lalu ku genggam lembut, "Jangan khawatir. Kita pasti akan tetap bersama. Jadi, lebih baik aku saja yang menyelesaikan masalah ini."
"Tapi...," Shikamaru terlihat ragu dan khawatir.
"Shika... kau percaya kan padaku?" Shikamaru tetap terlihat khawatir.
Ku usap pelan kedua tangannya lalu ku belai lembut pipi kanannya dengan senyuman yang ada di wajahku. Ia terlihat sedikit tenang.
"Eum... aku percaya padamu." Shikamaru mencium sekilas bibirku lalu keningku.
Ia membelai pelan rambutku dan membalasku juga dengan senyuman, kemudian ia berpamitan dan beranjak pergi. Ku pandang punggungnya yang semakin lama makin tak terlihat.
"Haaaah..." ku langkahkan kakiku kembali menuju tempat yang biasa di sebut dengan rumah. Ku lihat di luar ada sebuah mobil mewah dimana aku sangat membenci pemiliknya.
Seseorang melihat ke arahku lalu melambaikan tangannya agar aku segera mendekat ke arahnya, "Kaa-san."
Sesampainya aku menghampiri Kaa-san, seketika itu juga aku melihat seorang pria yang sangat tinggi dengan wajah yang tampan dan kulit yang putih. Aku mengenal orang itu. Dia calon tunanganku, Uchiha Sasuke.
Dengan setelan jas hitam dengan bawahan yang berwarna senada membuatnya terlihat bijak dan berwibawa. Ia memang seorang yang sangat bijak dan berwibawa. Dan orang tuaku terlalu menghormati dia sehingga mereka dengan seenaknya memberiku pada orang itu.
Dengan sangat berat hati ku langkahkan kakiku menuju dalam rumah. Ku lewati dia tanpa menoleh sedikitpun padanya. Aku tahu ini bukanlah sikap yang sopan dan anggun, namun ini bukanlah gayaku. Dan aku yakin kini Kaa-san tengah marah akan sikapku ini.
Sesampainya aku di mulut pintu masuk rumah dengan cepat aku memasukinya lalu menutup pintunya. Pasti nanti Kaa-san akan memarahiku habis-habisan. Namun yang akan terjadi nanti ya di pikirkan nanti saja. Sekarang ya sekarang.
Aku berlari secepatnya menuju kamarku yang terletak di lantar dua. Sesampainya di dalam kamarku langsung saja ku kunci pintunya. Tak beberapa lama ada seseorang yang mengetuk pintu kamarku.
"Nona... tolong buka pintunya," itu suara seorang pelayan. Aku sangat enggan menjawab jadi ku pilih diam.
"Nona..." aku tetap saja diam tak menjawab. Namun berkali-kali pelayan itu dengan setia memanggil-manggilku agar menyuruhku membukakan pintu.
Karena tidak tahan dengan suara panggilan pelayan itu, akhirnya ku bukakan pintu untuknya. Lantas ia terlihat gembira dan lega melihat pintu kamarku terbuka.
"Saya di perintahkan oleh Nyonya untuk mendandani Nona apapun yang terjadi. Jadi, tolong Nona mempermudah saya dalam menjalankan perintah Nyonya," Tanpa ku jawab tiga orang pelayan wanita masuk secara paksa ke dalam kamarku.
Namun hal ini sudah biasa bagiku. Walaupun aku menyuruh mereka berhenti pasti mereka akan menjawab 'Kami hanya menuruti perintah Tuan dan Nyonya, jadi Anda tidak berhak untuk mencegah kami.' Dengan sangat terpaksa aku akan menuruti apa yang akan dilakukan oleh mereka padaku.
Dengan sangat cepat mereka berhasil menyulap diriku menjadi seperti putri bangsawan berkelas atas. Memang kebenarannya aku menyandang status golongan berdarah biru, namun aku sangat tidak menyukai jika memperlihatkan kebangsawananku pada orang-orang.
Ku lihat diriku di pantulan cermin yang berukuran lebih besar dari tubuhku. Dress yang sangat indah yang berwarna hitam, berlengan pendek dan panjang yang hanya sebatas paha. Dress ini sangat ketat. Serta tak lupa dengan aksesoris berupa kalung berlian yang sedikit besar, gelang di tangan kanan juga anting yang memang sejenis dengan kalungnya. Tak ketinggalan sebuah dompet yang berwarna merah marun. Tak lupa sepasang sepatu High Heels berwarna senada dengan dompetku terpasang manis di kedua kakiku.
Setelah selesai mematut diriku di cermin, para pelayan itupun keluar dan tak lama kemudian Kaa-san masuk ke dalam kamarku. Ia terlihat senang sekali melihat penampilanku ini. Lantas ia menggandengku menuju tempat orang itu berada, Uchiha Sasuke.
"Kau terlihat cantik, Saku-chan," ku dengar Sasuke memuji penampilanku, namun ku abaikan begitu saja tanpa menjawabnya dan juga tanpa menatapnya.
Kaa-san melihat diriku yang mengeluarkan ekspresi kesal dan tidak nyaman lantas memulai perbincangan antara kami, "Putriku...hari ini kita akan menemui calon mertuamu, sayang. Hal ini hanya sebentar saja, setelah kami membicarakan tentang pertunangan kalian silahkan kalian berjalan-jalan berdua."
"Tapi, Kaa-san... aku kan belum menyetujui tentang pertunangan ini. Aku juga sudah...,"tiba-tiba saja Kaa-san memotong kalimatku,"Putriku, nanti saja kita bicarakan hal ini. Bukankah kemarin kita juga sudah membicarakan tentang hal ini? Kenapa sekarang kamu mengungkit hal ini lagi? Tolong jangan menyusahkan calon tunanganmu, sayang."
Aku juga sudah memiliki Shikamaru, Kaa-san! itulah yang ingin ku katakan dalam kalimatku tadi. Kenapa begitu sulit mencapai keinginanku. Aku sudah sangat muak dengan semua ini. Sudah cukup dengan masa mudaku yang terkurung dengan semua tindakan orang tuaku. Bahkan untuk pasangan hidup merekapun yang menentukan. Aku sungguh sangat tidak habis pikir. Seolah-olah aku adalah robot yang hanya bisa di hidupka dengan batrei dan hanya bisa di jalankan dengan remot kontrol, dan yang tidak sengaja berwujud manusia. Bagaikan tak memiliki jiwa.
Untuk pertama kalinya aku memiliki seseorang yang sangat berharga bagiku, Nara Shikamaru. Maafkan aku Shika, mungkin kita memang sudah di takdirkan tidak untuk bersama. Love is 'never' mine.
.
.
.
.
.
To Be Continued
.
.
A/N: Assalamu'alaikum... FF ini sudah pernah saya post di akun fb saya, namun dengan cast Sehun EXO, Kris EXO sama OC, dengan judul yang sama. Karena saya masih baru di FFn jadi saya ng-remake FF ini. Maaf kalau ada nama yang salah, itu semata-mata kelalaian saya.
Karena di FFn saya baru, boleh dong minta kritik dan saran dari senpai dan reader semua! Wassalamu'alaikum.
