Standard disclaimer applied.
(Full ooc, typo, etc. DLDR!)
Terinspirasi dari Wallbanger, Tangled dan The East-nya Net.
(Sakura)
...
Lihat wanita dengan lima roll rambut disana, yang tengah terbaring di sofa cokelat dan dikerubungi oleh tumpukan kotak es krim kosong serta beberapa kotak pizza dengan bau keju busuk.
Oke, itu aku.
Haruno Sakura, seorang prodigy berantakan yang baru saja dipecat dengan hormat dari kantor majalah swasta.
Sudah satu minggu aku mengurung diri di apartemen milikku, tentu saja, karena insiden pemecatan itu. Maksudku, berkubang di sektor pers adalah impianku, kemudian aku terlalu sering melakukan kesalahan. Dan kali ini adalah kesalahan fatal yang tidak bisa ditolerir oleh Wanita berdada besar yang sialnya adalah atasanku. Namanya Tsunade, jika kau ingin tau.
Sehingga berakhirlah reporter, yang mereka anggap gesit, sepertiku dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Dan aku kecewa kepada diriku sendiri.
Baru saja aku menyalakan televisi untuk menonton sitkom yang aku harap bisa membuatku tertawa, namun gedoran pintu membuatku terusik.
"Forehead, cepat buka pintunya! Aku tau kau di dalam!" Oh aku tau siapa dia, orang yang sama dengan dua hari lalu dan mencoba untuk membuatku keluar dari ruangan ini. Sahabat paling menyebalkan yang pernah kumiliki. Aku mengucapkan kata 'menyebalkan' dengan sangat lembut tentunya. Yamanaka Ino.
Sebenarnya, Aku terlalu malas membukakan pintu untuknya, dan terlalu lelah mendengarkan ceramah apapun yang keluar dari mulutnya.
"Yaampun! Aku tak percaya ini, aku akan mendobrak pintunya bila kau tidak membiarkan aku masuk!" aku mendengus, dia berteriak seperti orang kehabisan akal. Karena tak ingin mendapat pengaduan apapun, aku membukakan pintu untuknya.
"Astaga! Lihat seberapa gila dirimu" Ino menatap tak percaya terhadap penampilanku, tanktop dan celana pendek serta rambut merah muda kusut yang dihinggapi roll, dan jangan lupakan sendal kucing yang kudapat saat usiaku 17 tahun.
Dia menyelonong masuk, kemudian melotot kearah tumpukan kotak makanan dan menyumbat hidungnya dengan jemari lentik yang mungkin baru ia bawa ke perawatan.
"Aku tidak tau apa yang ada di pikiranmu, tapi apartemenmu sekarang memiliki bau baru. Keju dan vanilla busuk" aku mendengus sekali lagi.
"Terimakasih, tapi kalau tujuanmu kesini hanya untuk mengendus bau apartemenku. Sebaiknya kau keluar" Ino menghela nafas berat.
Tak sampai disana, dia berlari kecil mengitari akuarium yang ku letakkan di sebelah televisi. "Astaga! Pantas saja aku tidak bisa menghubungimu! 2 bulan yang lalu kau mengeluh karena membayar cicilan ponsel, dan sekarang apa? Kau membuangnya disini"
Aku mengangkat bahu, lagupula nemo—ikanku, tidak keberatan. "Seingatku, ponselnya anti air. Ayolah... ini karena kau dan ayahku selalu menelpon dengan menanyakan hal yang sama semenjak aku tidak bekerja lagi" Ino melotot tak percaya, dia segera mengangkat ponselku dengan saringan yang ia ambil di dapur.
"Anti air pantatmu, layarnya bahkan hanya menyala setengah" oh, oke ingatkan aku untuk membawanya ke tukang servis.
"Kalau kau tidak ingin berakhir di ranjang rumah sakit jiwa karena stress, sebaiknya kau mendengarkan aku hari ini, Sakura"
"Segera mandi, kalau bisa yang lama. Karena aku akan membersihkan ini semua" dia berkacak pinggang. Oh ayolah aku terlihat seperti anak tk yang membandel sekarang.
"Aku..."
"Sakura, ayolah. Kita akan bersenang-senang hari ini, sebelum itu kita akan mampir ke kantor temanku untuk memberimu pekerjaan"
"Aku masih belum siap untuk melakukan apapun," ucapku pada akhirnya.
"Demi bau busuk ini, kau butuh aktivitas Sakura. Dan seingatku, kau butuh uang untuk membayar separuh sewa tempat ini" Sialan, mulutnya benar. Sejak kapan dia lebih pintar dariku?
"Aku mohon, ini mandat dari ayah tercintamu. Aku tidak ingin ditelpon terus menerus"
Seperti ada mantra disetiap katanya (oh tentu karena dia membawa nama ayahku) aku melangkahkan kakiku menuju kamar mandi, yang ada di kamarku. Yaampun.
Aku terdiam di bak mandi bersama busa-busa yang kian menipis. Memangnya siapa teman ino? Sai- dia pacarnya dan seorang fotografer. Pasti bukan. Shikamaru? Baik coret namanya, dia seorang polisi. Chouji? Sial, dia punya toko pastry. Jangan bilang Ino akan membawaku kesana. Tsk, aku suka memasak tapi bukan untuk dijadikan profesi. Yaampun apa jadinya!
oOo
Dugaanku 1000% persen melenceng. Setelah Ino membelikanku sekotak es krim, dia membawaku entah kemana. Yang jelas dia memarkirkan mobilnya di pelataran parkir sebuah gedung. Jelas ini bukan toko pastry Chouji, ini sebuah gedung yang cukup besar.
"Jadi dimana ini?" Tanyaku masih tak mau turun.
"Kantor redaksi majalah. Temanku menjadi redaktur pelaksana disini," oh, haruskah aku berterimakasih padanya saat ini?
"Kau tak pernah menceritakannnya," ino menghela nafas berat mendengar perkataanku.
"Dia teman Sai yang memaksa menjadi temanku,"
"Kau benar-benar tidak pernah menceritakannya selama ini," ya! Kami bersahabat sejak aku pindah ke kota ini, itu artinya sejak aku duduk di bangku kuliah. Enam tahun! Dan dia tidak menceritakan sama sekali tentang orang ini.
"Itu karena dia tidak penting," aku memutar bola mataku mendengarnya.
"Oke-oke aku minta maaf, namanya Hatake Kakashi dan dia menyebalkan,"
"Permintaan maaf diterima,"
"Lalu apa?" yaampun sejak kapan aku jadi kikuk.
"Ada posisi kosong disini, dan kau harus berterimakasih kepadaku dan Kakashi. Karena kau bisa langsung bekerja tanpa wawancara, jalur belakang asal kau tau" aku memandangnya tak percaya.
"Kau pakai cara kotor? Sungguh! Aku tak habis pikir" tentu saja karena aku ingin semua hal di dunia ini berjalan secara adil.
"Apa kita harus berdebat? Ini cara cerdas Sakura! Kakashi langsung percaya dengamu, bahkan fakta bahwa kau baru saja di pecat ia hiraukan" aku menyerah kali ini.
"Ya, aku harap aku tidak ditempatkan di bagian cleaning service" aku mendesah pelan, lalu keluar dari mobil dan mengikuti arah Ino berjalan.
Aku melewati ruang kerja karyawan, mereka tampak sibuk. Tiba-tiba aku rindu untuk menjadi produktif. Berkutat dengan layar komputer atau lembur bersama Tenten. Sial.
Kami berhenti di sebuah pintu transparan dengan label "Konoha Street Journal" disana. Ino mengetuk, dan kami berdua masuk.
"Hai Kakashi," sapa ino. Kini aku tau bagaimana si Kakashi ini. Dia pria hampir kepala empat dengan rambut perak yang terobsesi dengan golf. Lihat seluruh ruangannya! Bahkan dia punya lintasan golf dan pemukulnya.
"Hai Sayang" sial dia pedobear ternyata.
"Jadi, kau Sakura?" Matanya beralih ke arahku.
"Ya, Haruno Sakura" aku menjabat tangannya.
"Hatake Kakashi, redaktur pelaksana" dia tersenyum mengerikan. Mengerikan disini dalam artian dia tersenyum seperti pria-pria beristri yang tengah mencari selingkuhan. Oke, dibalik semua itu dia cukup tampan untuk ukuran pria tua. Hampir kepala empat adalah tua bagiku!
"Aku harap Ino sudah menceritakan bahwa kau bisa bekerja disini. Sebenarnya ini wewenang Itachi— general manager untuk mengangkatmu. Tapi dia tidak masalah dengan ini, karena dia sahabat baikku yang sangat sibuk" apa-apaan dengan kantor ini?
"Well, majalah Konoha Street Journal bergerak di bidang politik dan bisnis. Kami baru saja kehilangan satu reporter dan kau bisa mengisinya" oh, posisi yang sama! Aku harap ini akan menjadi seru, walaupun politik dan bisnis adalah hal yang jauh dari Haruno Sakura.
Aku sangat mengagung-agungkan Tsunade dan majalah wanitanya itu, dulu bahkan sampai sekarang. Ya, ku pikir adalah hal luar biasa bila aku bergabung bersama mereka. Mungkin, itu bisa menambah alasan kenapa aku harus mendiamkan diri selama satu minggu karena dipecat.
Kami mengobrol banyak setelahnya, Kakashi juga mengatakan bahwa aku bisa bekerja mulai besok. Segala perkenalan juga akan dilakukan besok.
Ya Tuhan, semoga aku tidak merusak citraku disini.
oOo
Hari ini sangat melelahkan. Dan lihat siapa Sakura sekarang! Pengangguran satu minggu ini sudah kembali bekerja! Ini semua berkat Ino. Dia bahkan menunda sesi pemotretannya dan waktu kencannya hanya untukku. Aku benar-benar berhutang padanya.
Aku kembali ke apartemen saat hari sudah malam. Bukan, kami tidak menghabiskan waktu berhargaku dengan si tua bangka. Ino membawaku ke banyak tempat hari ini. Dia bilang, itu perintah ayahku untuk menghibur seorang Haruno Sakura. Aku rasa harus mengabarinya bahwa urat waras putrinya sudak kembali. Oh sial, ponselku...
Persetan aku benar-benar lelah, dan satu minggu 'rehat' tidak membantu banyak. Baru ku rebahkan tubuhku di kasur, dan suara-suara aneh mulai merasuki telingaku. Kita tidak sedang di film paranormal activity kan?
"Ah ah," sial! Apa-apaan ini? Seingatku aku punya tetangga seorang wanita paruh baya yang ku panggil Nenek Chiyo. Dan jelas, apartemennya berada di sebelah kiri yang jauh dari kamarku. Tak mungkin sampai kesini.
Dan seingatku pula ruang apartemen di sebelah milikku itu kosong. Apa sudah ada yang mengisi? Tapi...
"Pelan-pelan Sasubear," sialan dinding sebelahku bergetar karena hantaman dan itu tadi suara perempuan! Jelas, ini bukan hantu atau suara benda elektronik.
"Sasubear..." aku mencoba menutup mataku tapi suara-suara itu sangat menganggu.
"Kardus-kardusmu sangat mengganggu— ah tepat disitu ya!— Sasubear!" Double shit, dinding sebelah ranjangku bergetar lagi. Dan kali ini merobohkan buku-buku sastra yang kuletakkan di atas kepala dipan. Aku mengumpat pelan karena mereka menimpa kepalaku. Shannaro— Sehebat apasih kegiatan mereka sampai membuat dinding bergetar?!
Asumsiku adalah si Sasubear dan si wanita ini baru pindahan dan mereka melakukan kegiatan manusiawi semua umat. Tidak masalah bagiku bila mereka bercinta dihari pertama pindahan atau apalah. Hanya saja apa mereka memindahkan otaknya di dengkul aku tidak tahu, karena suara dari dua orang sialan ini membuatku tidak bisa tidur. Juga hantamannya.
"Sasubear!" Sialan sialan sialan sialan sialan, seribu sialan untuk mereka.
Oke, persetan dengan kegiatan dibalik dinding ini, Sakura kau harus tidur.
Sekarang.
"Oh yeah Sasubear! Benar! Lebih cepat!"
Holy shit. Aku. Masih. Terjaga.
TBC
Berkenan ninggalin 'lanjut' atau 'payah banget' di kotak review?
PS: Buat multiply aku undur ngepublish-nya walaupun sebenernya udah ada chapter selanjutnya tapi gak tau kenapa masih perlu ada yang aku edit huehehe
