Naruto ©Masashi Kishimoto
T Rated, AU, Typo(s), OOC, GAJE+ABAL(sangat), Ide Murahan, Gampang ditebak, Ngebosenin .
Pair : —saya bingung *GUBRAK
Genres : Supranatural, Family, Hurt-comfort, Romance.
.
My Sister is the White Snake by Narsumidouri
.
.
.
Langit malam itu terlihat sangat cerah, bintang berhamburan dan rembulan menampakan purnamanya dengan sengat indah. Namun nampaknya keindahan malam itu tak mempengaruhi seorang gadis untuk mengagumi sekitarnya , suasana hatinya, ataupun niat awalnya untuk datang ke tebing itu. TUNGUU! TEBING? Untuk apa dia kesana?
Tes
Tes
Tes
"Hiks..Hiks.. Hiks" tetes demi tetes air keluar dari mata lavendernya. Tubuhnya bergetar karena menangis.
"Cukuph- Hiks.. Sudah tak ada gunanya aku hidup.. Selama ini—hiks—mereka memang—hiks—tak pernah menganggapku ada—hiks" isakan demi isakan terus terdengar. Gadis berambut pertengahan punggung tersebut kemudian menengadah melihat bulan purnama yang bersinar dengan terang—seolah menertawakan keadaanya saat ini. Air matanya mulai terhenti. Ia menerawang, merenungi nasibnya—tentang kehidupannya selama ini. Bagaimana 'teman-teman' sekolahnya yang tanpa henti mem-bully-nya, bagaimana nii-san-nya yang sekarang tak mempedulikannya—karna yang difikirkan kakak laki-lakinya yang berusia 7 tahun lebih tua darinya itu hanya bekerja, bekerja, dan bekerja—yah, setidaknya itulah yang difikirkan gadis itu. Gadis itu merindukan kakaknya yang dahulu. Kakaknya yang selalu melindunginya disaat teman-temannya mem-bully-nya, kakaknya yang selalu menyemangatinya untuk tidak putus asa dan selalu tersenyum, kakaknya yang selalu ada disaat dia butuh tempat bersandar , kakaknya yang ada disaat dua tahun lalu kecelakaan tunggal merenggut ayah mereka-sementara ibu mereka meninggal kala melahirkan gadis itu-, menasehatinya untuk tidak terlalu larut dalam kesedihan. Tapi itu tak bertahan bulan setelah kecelakaan itu kakaknya sibuk dengan pekerjannya usai ayahnya meninggalkannya dengan tanggung jawab yang besar sebagai penerus perusahaan dengan lebih dari seribu karyawan menggantungkan hidup mereka disana. Kakaknya tak lagi ada untuknya—terlalu sibuk. Gadis itu tau ini demi kebaikan dirinya dan orang banyak. Tapi dia dusah lelah, tekanan yang diberikan teman-temannya membuat mentalnya tersiksa. Dia tak sanggup menghadapinya seorang diri. Dia sanggup menghadapi semuanya asalkan ada orang disampingnya untuk menyemangatinya. Nii-san-nya . Tapi itu dulu, sekarang dia hanya sendirian. Dan dia menyerah, dan memutuskan melakukan sebuah kejahatan tak termaaafkan kepada dirinya sendiri. Hingga sampailah ia disini setelah menaiki bus malam terakhir, di tempat yang dulu ia dan murid sekolahnya yang lain melakukan tour beberapa bulan yang lalu. Tempat itu dipenuhi dengan pohon rindang—yah, tempat itu kan hutan—dengan tebing yang cukup curam. Di bawah tebing itu ia dapat melihat batu-batu besar, lalu beberapa meter terdapat pohon-pohon rindang sejenis dengan yang ada di atas tebing.
"Semoga dengan aku pergi, kalian bahagia—" diam sejenak. "Dan aku.. Tak akan merepotkan nii-san lagi.." Angin berhembus perlahan menerpa wajah gadis itu.
[TIDAK UNTUK DITIRU]
"Ayah, ibu, aku akan menyusul kalian.." Dilangkahkan kakinya sampai ujung tebing. Ia memejamkan mata, kemudian menarik nafas perlahan, dan menghembuskannya. Lalu menjatuhkan tubuhnya.
BRUK
Langit yang semula cerah kini tiba-tiba menjadi kelam seketika. Awan gelap kini menutupinya. Angin berhembus kencang menandakan kepergian seseorang disana. Ah—sepertinya ada yang salah. Bukan kepergian seseorang yang telah kita bicarakan sebelumnya, melainkan kedatangan 'seseorang'—atau lebih tepatnya 'sesuatu'.
.
- MSiTWS -
.
[Beberapa jam sebelumnya]
"Kabuto, apa persiapannya sudah selesai?" Tanya seorang pria bersurai hitam panjang berjalan tanpa menoleh kepada laki-laki bersurai perak berkacamata yang berjalan dibelakangnya.
"Sudah, Orochimaru-sama. Saya sudah menyelesaikan semuanya." Jawab laki-laki dipanggil Kabuto yang nampak jauh lebih muda dari pria yang dipanggil tuan tersebut. Sekarang mereka tengah berjalan di dalam sebuah kuil kuno, dimana terdapat banyak ukiran dan hiasan bergambar ular di dinding kayu dan tiang penyangganya. Laki-laki bernama Kabuto itu membawa sebuah tas punggung yang ia sampirkan si salah satu bahunya.
"Bagus. Aku tidak mau kalu sampai rencanaku gagal. Aku sudah menunggu terlalu lama untuk ini. Aku harus mendapatkan'nya'." Ujar pria yang dipanggil Orochimaru-sama oleh Kabuto.
"Saya akan memastikan hal itu Tuan. Tapi—bukankah 'upacara utama' diadakan tiga bulan lagi?" Tanya Kabuto.
"Ya, kau benar . Tapi ini juga hal penting. Sebentar lagi aku akan membangkitkan'nya', dan kita tak pernah tau apa yang akan terjadi setelah kita membangkitkan'nya' sebelum 'upacara utama' dilaksanakan. Dan Kau—Kabuto, harus mengawasinya selama tiga bulan itu." Perintah Orochimaru.
"Tentu Orochimaru-sama." Jawab Kabuto.
"Bagus. Sudah sampai—cepat masuk." Ucap Orochimaru sambil membuka pintu geser didepannya.
"Ha'i"
"I got you, my Hime." Ucap Orochimaru melihat ke tengah ruangan yang kini telah terbuka seraya memamerkan seringai aneh di wajahnya.
.
- MSiTWS -
.
Sekarang, mereka telah berada di sebuah ruangan yang cukup luas. Nampak tidak ada satupun simbol ular yang ada dalam dinding kayu ruangan tersebut berbanding terbalik dari ruangan lain yang sebelumnya mereka singgahi. Satu-satunya simbol ular yang terdapat dalam ruangan tersebut terdapat pada sebuah tongkat yang tergeletak di sebuah meja tepat di tengah ruangan. Ujung tongkat tersebut runcing, sementara ujung lainnya-pegangannya-terdapat ukiran kepala ular, sementara disepanjang tongkat tersebut terukir lilitan badan ular itu. Dibelakang meja yang menampung tongkat tersebut terdapat sesuatu seperti papan yang berdiri disangga oleh tiga kaki yang terbuat dari kayu. Papan tersebut tertutupi oleh kain usang yang sepertinya semula berwarna putih.
Orochimaru melangkah perlahan ke tengah ruangan. Tangannya menjulur hendak meraih tongkat tersebut. "AKH!" Baru sepersekian detik menyentuh tongkat itu, Orochimaru merasa ujung-ujung jarinya terasa panas seperti terbakar.
"Apa Anda baik-baik saja, Orochimaru-sama?" Tanya Kabuto. Bukannya memperlihatkan takut atau kesakitan, Orochimaru malah menjawab dengan memperlebar senyum anehnya.
"Keluarkan 'semuanya'" perintah Orochimaru.
"Ha'i" Kabuto membuka tasnya. Ia mengeluarkan koper kecil dari dalam tasnya. Dibukanya koper tersebut, isinya tujuh tabung- tabung kecil dengan panjang ibu jari orang dewasa berisikan cairan aneh dengan warna yang berbeda, dan satu tabung yang lebih besar yang kosong.
Setelah melihat pekerjaan pelayannya, Orochimaru maju beberapa langkah menuju papan yang tertutup kain itu, kemudian ia menarik kain penutupnya. Ternyata papan tersebut bukanlah papan biasa, melainkan sebuah lukisan usang namun seketika menguarkan hawa mistis setelah kain penutupnya dibuka. Lukisan tersebun menampilkan seorang gadis atau wanita bersurai kuning pirang dengan panjang sepunggung, beriris lavender . Matanya tidak terlalu lebar, dan juga tak terlalu sipit, hidung dan bibirnya mungil, pipinya merona tipis. Gadis dalam lukisan itu mengenakan yukata putih dengan selendang yang juga berwarna putih terselampir di bahunya, yang berbeda hanya obi yang dipakainya—berwarna kuning pucat persis seperti rambutnya. Rambutnya disanggul rapi dengan sebuah bunga tsubaki putih yang disematkan di sanggulnya. Tak lupa anak rambut yang tergerai di dekat telinganya mempercantik si gadis dalam lukisan. Orochimaru tersenyum. Kali ini bukan senyum aneh atau seringaian seperti sebelumnya. Melainkan senyum yang terlihat—tulus? Matanya menampakan kekaguman dan kepuasan. Terasa aneh untuk manusia ular kejam seperti dirinya.
Kabuto yang melihat tuannya hanya bias terheran, namun kemudian ikut tersenyum seperti tuannya. Tak bisa dipungkiri ia juga merasa kagum dengan lukisan gadis cantik itu.
"Legenda itu benar-benar nyata. Kau benar-benar nyata. Tunggulah sebentar lagi, aku akan membangkitkanmu. Aku—akan mengeluarkanmu dari lukisan ini. Dan kita—akan hidup abadi bersama, Hime" Lirih Orochimaru sambil memandang lukisan itu. "Kabuto—" panggil Sang Tuan
"Ha'i" sahut Kabuto
"Kita mulai upacaranya"
.
- MSiTWS -
.
[Sementara itu di salah satu gedung pencakar langit Kota Tokyo]
Nampak pria muda bersurai coklat panjang masih menyibukkan diri di depan computer. Di depan dan di samping kiri kanannya terdapat tumpukan kertas dokumen yang harus diperiksanya satu-persatu.
"Haaah.." pria itu mendesah panjang. Ia lirik jam tangan yang melingkar di tangannya. Jarum jam pendek sudah berada di antara angka sepuluh dan sebelas dan jarum panjang tepat menunjuk ke angka tujuh, tapi berkas dihadapannya tak kunjung habis atau berkurang. Yah, boss muda itu sebenarnya sudah terbiasa dengan hal itu, bahkan ia sering pulang menjelang pagi untuk menuntaskan kewajibannya. Tapi malam ini ia merasa berbeda, dia benar-benar ingin cepat sampai di rumah dan memandangi imoutou kesayangannya yang tengah tertidur—kebiasaan anehnya setiap kali pulang. Ada firasat aneh yang dirasakan pria muda itu. Rasa khawatir, cemas terus menyelimuti hati dan fikirannya.
Pria bermanik lavender itu meraih smartphone-nya yang ada di samping kanannya. Menekan panjang (panggilan cepat) angka satu di layar sentuhnya sebelum menempelkan smartphone-nya ke telinga. Setelah menungu beberapa saat, bukan sahutan atau jawaban dari si penerima, ia malah sambungan telfon terputus karena si penerima tak mengangkatnya. Ia me-redial nomor sebelumnya, dengan hasil yang sama seperti sebelumnya. Ia mencoba berpikir positif, mungkin si penerima—adiknya sudah tertidur sekarang. Lalu ia mencari kontak lain di smartphone-nya dan menekan simbol berwarna hijau.
"Dengan kediaman Hyuuga. Ada yang bisa saya bantu?" sahut seorang wanita setelah sang pria menunggu beberapa lama.
"Hm. Ini aku. Apa Hinata sudah tidur?" Tanya si pria.
"EH? Tt-Tu-Tuan Neji? A-ano—Nona Hinata—se-sebenarnya—" great! Bahkan Ayame-penjawab telfon-salah satu pelayan keluarga Hyuuga-sekarang sudah tertular kebiasaan nona mudanya—gagap.
Sang tuan-Neji-si penelfon hanya bisa mengernyit mendengar jawaban Ayame. "Ada apa?" tanyanya. Firasatnya yang dari tadi tak enak semakin tak enak saja.
"No-nona tidak ada di rumah." Jawab Ayame setelah meneguk ludah. Sepertinya ia bersiap untuk menghadapi kemarahan tuan mudanya.
"Sudah jam berapa ini? Kenapa dia tak ada di rumah, Ha?" Tanya Neji dengan nada membentak.
"Tadi sore Nona bilang ingin pergi ke rumah temannya, Tuan. Ketika saya bertanya siapa nama temannya, Nona tidak menjawab—dan sampai sekarang belum pulang. Saya sudah menghubungi telfon nona, tapi ternyata nona tidak membawanya." Jelas Ayame dengan gugup.
"Apa kau membiarkan dia pergi sendirian?" Tanya Neji dengan nada tinggi.
"I-itu—nona menolak untuk memakai supir Tuan. Nona berangkat dengan mamakai taxi."
"Apa kau ingat nomer polisi taxi itu?"
"I-itu—ma'afkan saya Tuan—"
"APA SEBENARNYA KERJA KALIAN? BUKANKAH AKU MENYURUH KALIAN MENGAWASINYA, HAH?" bentak Neji kasar hingga Ayame menjauhkan gagang telfonnya.
"Sa-saya benar-benar minta maaf Tuan." Lirih Ayame
Neji menarik-hembuskan nafas untuk menenangkan emosinya. "Apa kau mengenal salahsatu temannya?" tanyanya.
"Tidak Tuan, Nona tidak pernah membawa temannya ke rumah ataupun bercerita tentang temannya kepada saya."
"Haaah.." Desah Neji frustasi."Perintahkan Kakashi dan anak buahnya mencari Hinata. Sebentar lagi aku akan pulang." Perintah Neji mutlak.
'Kemana kau, Hinata?' guman Neji dalam hati.
.
- MSiTWS -
.
Upacara dimulai dengan Kabuto yang mengeluarkan ketujuh tabung dari kopernya dan meletakannya di atas meja. Ia berjalan mendekati lukisan itu. Tangannya membentuk segel sambil merapal mantra pendek, lalu ia mengambil salahsatu tabung, membuka tutupnya dan mengguyurkan isi tabung tersebut pasa lukisan. Kabuto merpalkan mantra lagi yang berbeda dari sebelumnya, mengambil salahsatu tabung lainnya dan melakukan hal yang sama seperti tabung sebelumnya. Begitu seterusnya sampai tabung terakhir.
Sementara Kaabuto sibuk dengan tabung-tabungnya dan lukisan itu, Orochimaru yang berdiri di depan meja mengeluarkan sebuah gulungan dari dalam kimono-nya. ia betangkan gulungan itu, dan menggigit ibu jarinya hingga mengeluarkan darah dan membubuhkan darahnya pada gulungan itu. Orochimaru merapalkan mantra yang sedikit panjang sambil membentuk segel, setelahnya ia mengentakkan kedua talapak tangannya diatas gulungan itu.
'BOFF' Seketika muncul seekor ular sepanjang 1,6 meter berwana ungu dengan garis-gaeis hitam di tubuhnya. Ular itu menggeliat perlahan.
'CRUKK' Orochimaru menusuk ular tersebut dengan sebuah pisau yang sedari tadi ia sembunyikan di obi-nya. "Maafkan aku Manda." Ujarnya lirih.
Ular yang dipanggil Manda masih terus menggeliat dengan darah yang keluar dari tubuhnya. Orochimaru kemudian mengangkat ular itu, menampung darahnya dengan tadung yang kosong. Beberapa saat kemudian Manda tak berderak lagi, dan— 'BOFF' Manda menghilang.
Orochimaru mengguyurkan darah Manda pada tongkat itu. Kemudian ia membentuk segel dan membacakan mantra. Tongkat itu sedikit mengeluarkan asap. Orochimaru mengngkat tongkt itu. Tak seperti sebelumnya, sekarang dia tak kesakitan lagi.
Sementara disisi Kabuto, setelah ia mengguyurkan tabung terakhir pada lukisan, tangannya membentuk beberapa segel dengan cepat dan merapal mantra cukup panjang. Tiba-tiba lukisan tadi bergetar. Kabuto masih yerus merapal mantra. Lukisan itu bergetar semakin kencang.
"Sekarang Orochimaru-sama!" seru Kabuto.
Mendengar aba-aba dari Kabuto Orochimaru menusukkan ujung runcing tongkat pada lukisan. Lukisan itu semakin bergetar dan terjatuh menyentuh lantai kayu. Perlahan asap yang keluar dari tongkat dan lukisan semakln banyak. Orochimaru dan Kabuto mundur ke sudut ruangan. Asap, hawa dingin dan aura mistis memenuhi seluruh ruangan. Cahaya berpendar dari arah lukisan. Mata kedua orang itu menyipit. Makin lama cahaya itu semakin menusuk penglihatan mereka.
'Whuuuuuuusss' Muncul pusaran angin di tengah ruangan. Tak berapa lama cahaya menghilang. Angin perlahan mereda. Kabut pun perlahan menghilang, menyisakan kabut tipis di ruangan itu.
Perlahan Kabuto membuka matanya. Hal yang pertama ia lihat adalah kanvas—yang tadinya sebuah lukisan seorang gadis—sekarang hanya sebuah kanvas putih yang tenghnya berlubang. Tongkat yang tadi menusuk lukisan tersebut telah hilang entah kemana. Digulirnya manik onyx dibalik kacamatanya kesamping lukisan. Terdapat sosok asing disana. Sosok asing itu berdiri menyamping, memakai tukata putih. Kabuto tidak dapat melihat wajahnya karna rambut panjangnya menutupi wajah, serta kabut tipis yang masih enggan menghilang dari ruangan itu.
"Ehm" Orochimaru berdehem. "Akhirnya Kau bangkit juga, Hime. Putri siluman ular putih Bai Suzhen. Atau bolehkah aku sebut –" katanya sambir memamerkan seringai anehnya.
"Shion-hime."
.
- TBC -
.
HUAAAAAAAA
Saya Natsumidouri, panggil saya 'Nat'..
Ini fanfic pertama saya.. Ga tau kenapa pengen bikin yang macem gini..
Saya bikin Hinata bunuh diri, tapi berhubung saya Hinata-centric jadi saya ga bakal bikin dia mati gitu aja..
Abang Neji jadi Boss, dia kakaknya Hinata.. Shion itu jadi siluman ular..
Si unyu Manda matinya gampang banget ya? kagak ada seru2nya..
Soal pair, saya masih bingung.. Sebenernya saya pengen ngutamain genre Family daripada romance.. tapi karena mood saya gampang berubah, dan pasangan mereka—Neji, Hina, Hana—belum dateng jadi saya terbuka akan saran pair..
Saya tau ini abal dan gaje untuk itu saya mohon ripyu-nya..
Thanks for reading.. ^^
My Sister is The White Snake by Natsumidouri
18/04/15
