Sesuatu yang berat menghimpit tubuhku.

Gelap.

Aku tak bisa melihat apa-apa. Mengerakan kedua kakiku saja rasanya sulit.

Sial! Dimana ini?

Jam berapa sekarang? Siang… ataukah malam?

Kepalaku pusing. Aku tak bisa berpikir jernih.

Ah, Aku ingat. Setelah beberapa kali menghindari kejaran proyektil & hujanan artileri. Sepertinya, keberuntunganku benar-benar sudah habis. Salah satu musuh pasti telah berhasil menjatuhkanku.

Sunyi…

Aku pikir, Aku akan segera melihat cahaya yang akan membawaku ke akhirat. Tampaknya, para malaikat yang ditugaskan untuk mencabut nyawa pun sibuk akhir-akhir ini. Dengan taktik membabi-buta pasukan koalisi dan gempuran tentara Republic, Aku yakin jadwal mereka semakin menumpuk bahkan untuk hari-hari setelahnya.

Hah… Aku sedang tak berada di posisi yang tempat untuk memikirkan hal ini. Bagaimana kalo salah satu dari mereka benar-benar datang ke sini?

Hei, Aku milihatnya! Cahaya yang terang menyilaukan menyeruak dan menghujam seluruh penglihatanku. Aku memincingkan mata dan bisa melihat sosok malaikat di sana.

Tapi…

Itu bukan seperti yang Aku pikirkan. Namun siluet hitam itu jelas adalah manusia.

Dia pergi.

Butuh beberapa saat sampai kedua mataku benar-benar pulih. Kemudian, Aku bisa melihat deretan-deretan tombol yang memiliki layar kecil di atasnya.

Sosok-sosok yang lain mulai berdatangan dan mengerumuniku. Bersamaan dengan suara lempengan logam, sensasi sesak yang dari tadi menindihku pun hilang. Dua orang tak dikenali langsung menarik dan memapahku ke tanah lapang. Aku bisa melihat beberapa orang lainnya berdiri sambil menyingkirkan potongan-potongan besi.

"Hei! Kau tak apa-apa?" salah satu dari mereka langsung membantuku duduk. Helm dan baju pelindung anti peluru miliknya itu sama seperti yang kukenakan. "Sini, kubantu melepaskan helm-mu."

Dengan sigap prajurit itu memeriksa semua titik yang di kepalaku.

"Tuhan pasti menyayangimu. Selain cedera ringan di kepala & luka lecet di tangan serta kakimu, semua anggota tubuhmu yang lain terlihat baik-baik saja. Katakan padaku, adakah bagian dalam tubuhmu yang masih terasa sakit?"

Aku menggeleng. "Hanya sedikit pusing. Dan telinga kiriku masih mendenging."

"Kau pilot kan? Dari lascar apa?" tanya salah satu dari prajurit yang berdiri. Suara tegas dan bernada cukup intimidatif.

"Batalion 9, Kopral Naruto Sergeyov Volkov*, Saya berada dibawah komando Sersan Aleksei."

A/N: Umumnya, orang-orang Rusia (khususnya pria) memiliki nama panjang yang terdiri atas 3 kata: nama depan, nama tengah (nama ayah + akhiran –ov, -ovich, atau –chev) & nama belakang (marga).

Aku ingat semuanya tentang bagaimana pesawat pembom kami menghancurkan armada pasukan koalisi di wilayah mereka & juga bagaimana Aku berserta plotenku terjung ke wilayah musuh dengan pesawat kargo.

"Saya bukan pilot. Pilot kami terkena pecahan proyektil artileri dan Saya terpaksa mengambil alih pesawat."

"Batalion 9, kah? Setengah unit kalian bahkan tak punya kesempatan untuk mendarat ke wilayah musuh." Jawab pria itu memastikan.

"Meriam…" rintihku. "Meriam anti-udara mereka jauh lebih banyak dari perkiraan kami."

"Sudah, lupakan saja. Kita tak punya banyak waktu lagi." Salah satu dari mereka memberi intruksi kepada rekan-rekannya.

"Kami dari Batalion 99. Namaku Shiro Eberbach."

Di balik helmnya, Shiro memiliki wajah yang cukup tampan. Usianya mungkin di antara 25 sampai 30 tahun & memiliki rambut berwarna merah. Jika dilihat dari sikapnya, kemungkinan Shiro merupakan ketua dari kelompok ini.

"Milihat kondisimu, Aku pikir kau butuh di-briefing. Pasang telingamu yang masih sehat, Kopral! Selain kita, hanya ada sisa-sisa batalyon 9, 64, & 99 yang berhasil terjun. Selama artileri-artileri musuh masih ada, markas tidak akan mengirim bantuan kepada kita! Sekarang pilih, diam di sini selamanya atau kau bergabung bersama kami?!

"Saya akan ikut." Jawabku spontan.

"Saya tidak ingin duduk sendirian di kandang macan."

Shiro mengangguk puas. "Sakura, buat Koplar Volkov ini ke kondisi siap tempur!"

"Yes, Sir!"

Sakura, Si petugas medis, langsung mengeluarkan kotak P3K dari dalam tasnya.

"Sini, biar kuobati lukamu."

"Makasih…" Aku mengangguk pelan, membiarkan gadis ini menunaikan tugasnya.

Mataku menjelajah ke sebuah bangkai pesawat kargo yang pernah kunaiki. Pesawat milik [Republik Rakyat Krisna] itu kini tak lagi memiliki bentuk. Komponennya banyak yang hilang, muatannya pun berhamburan di sekeliling kami. Dari sini, Aku bisa melihat beberapa rekanku yang kini telah menjadi mayat. Dari jumlah yang dapat Aku saksikan, sepertinya sebagian awak pesawat berhasil menyelamatkan diri.

"Selesai. Jika ada anggota tubuhmu yang masih sakit, panggil Aku." Ucap Sakura riang.

Setelah Sakura membereskan peralatan medisnya, Shiro pun bertanya kepada salah satu anak buahnya.

"Adakah lagi yang selamat?"

"Nol, Kapten."

Shiro menghela nafas. "Baik, ambil semua amunisi yang bisa kalian temukan, 5 menit lagi kita akan berangkat."

"""""Yes, Sir!""""" jawab kami dengan lantang.

Salah seorang bawahan Shiro menghampiriku & menyerahkan sepucuk senapang otomatis kepadaku.

"Ini milik salah satu rekanmu. Dia tak akan membutuhkannya lagi."

"Thanks."

Setelah seluruh anggota pleton mengisi ulang amunisi & memastikan semua perlengkapan mereka semua berfungsi, Shiro lalu memimpin jalan ke arah barat, melewati sebuah hutan dengan pepohonan yang kering. Di sepanjang jalan, Sakura memberiku informasi tentang pleton Shiro.

Selain Sakura, ada seorang Sersan bernama Ryodou, Shinji si penembak jitu, Arthur (yang memberikan senapan kepadaku), dan 3 lainnya merupakan prajurit-prajurit muda yang baru saja keluar dari barak perlatihan.

"Cu, berapa jarak kita dengan target?"

Mendengar pertanyaan Shiro, si navigator, Cu Lie, buru-buru mengambil tablet GPS dari sabuk perlengkapannya. Jempok kanannya sibuk menekan-nekan permukaan monitor.

"Lima kilo lagi, Kapten."

"Seperti apa pertahanan mereka?" tanyaku kepada Shiro.

"Satelit kita menangkap sedikitnya sepuluh infanteri darat & 1 unit [Mobile Worker]." Jelas Shiro kepadaku. "Jumlah ini tidak pasti. Ada kemungkinan musuh memiliki beberapa unit tempur yang bersembunyi di tengah-tengah kota."

"…Dan target kita ada disana?"

"Tepat sekali."

Ini merupakan misi yang sangat penting. Tapi melawan belasan musuh dengan anggota pleton yang masih bau kencur? Terlebih lagi, mereka memiliki unit tempur sekelas tank.

"Jangan khawatir." Arthur menepuk bahuku dari belakang.

"Kapten tak akan sembarang memberi perintah kepada kita. Cukup ikuti semua perintah beliau, oke?"

Dalam hati, Aku menertawakan sikapnya yang terlalu optimis.

"Kenapa Komandan tidak membombardir tempat ini dengan nuklir saja?" gerutu Shinji sambil menenteng senapang runduk yang ada di bahunya.

"Tempat ini terlalu berharga untuk dihancurkan." Ucap Shiro yang berada di depan kami. "Dulu ini merupakan wilayah penghasil bahan tambang terbesar di [Kekaisaran Parabellum]. Ada banyak mineral-mineral langka yang hanya bisa ditemukan di tempat ini. Jadi wajah saja bagi pasukan koalisi untuk mempertahannya habis-habisan."

Wilayah ini kaya akan hasil tambangnya yang sangat melimpah. Salah satu jenis mineral paling bernilai yang bisa ditemukan di tempat ini adalah [Batu Kuarsa].

[Batu Kuarsa] merupakan jenis mineral fantasi yang hanya bisa ditemukan wilayah ini. Umumnya, mineral-mineral ini digunakan untuk menghidupkan berbagai macam mesin, seperti: mobil, motor, pesawat, dll. Sifatnya yang mirip sebuah baterai & mampu mengisi dirinya sendiri dengan energy sihir yang diperolehnya dari alam. Membuat mineral ini menjadi incaran berbagai pihak yang tak bertanggungjawab.

"Stop!"

Beberapa menit kemudian, kami menemukan sebuah bangunan bekas pablik yang berada tepat di pinggiran kota. Shiro memberikan aba-aba kepada kami semua untuk merunduk & bersembunyi di belakang pohon-pohon kering yang berdiri 50 meter dari pabrik itu.

"Dari sini kita akan menyelinap pelan-pelan." Ucap Shiro berhati-hati.

"Awasi tiap jendela bangunan yang ada di antara titik ini dan lokasi target mulai dari pabrik itu. Ingat! Jumlah musuh tak berarti apa-apa selama mereka tak menyadari keberadaan kita. Gunakan pisau & pistol berperedam! Jangan gunakan senapang atau granat, kecuali Aku perintah!"

"""""Yes, Sir!"""""

Ploten kami melaksanakan apa yang diperintahkan Shiro, sambil mengendap-edap melewati setiap sudut kota yang sepi. Meskipun ini kota kecil, namun struktur bangunannya sangat rapat & berblok-blok. Banyak jendela yang harus diawasi, membuat tugas kami semakin sulit. Shiro sempat memerintahkan kami untuk siap siaga ketika sebuah mobil patroli musuh mendekati kami. Beruntung, mereka tidak menyadarin kami & pergi begitu saja.

Tak banyak tempat yang bisa kami jelajahi.

Aku hampir tak percaya bahwa kota ini masih terlihat utuh, setelah digempur habis-habisan oleh pasukan republic selama hampir tiga hari penuh.

Kemana perginya semua penduduk kota? pikirku dalam hati.

Apakah mereka semua berhasil dievakuasi? Apakah mereka semua selamat?

Setelah melewati beberapa blok yang ada di kota. Tiba-tiba Shiro memerintahkan kami semua untuk berhenti. Dari ini, Aku bisa melihat deretan kawat berduri yang menutupi jalan. Sepertinya, kami telah sampai di wilayah barikade musuh.

"Shinji! Volkov! Naik ke lantai 2 bangunan di sebelah kiri & lihat apakah ada musuh yang berjaga di depan."

""Yes, Sir!""

Setelah memastikan tak ada musuh yang mengintai kami, kami berdua pun bergegas menyeberangi jalan & langsung mencungkil pintu rumah berlantai dua itu dengan linggis.

Sesampainya di salah satu kamar yang berada di lantai atas, Aku lalu mengintip ke salah satu jendela yang ada di ruangan ini. Sepucuk meriam berdiri tegak di balik atap apartemen di seberang jalan.

"Tampaknya pertahanan mereka terpusat di sekeliling target." Kata Shinji yang berada di sampingku. Setelah itu, kami pun memberi kode 'aman' kepada sisa pasukan. Dari sini, Aku bisa melihat Arthur sedang memotong kawat berduri yang menghalagi jalan.

"Kau dengar itu?" tanya Shinji tiba-tiba. Kedua matanya itu terlihat gelisah.

Aku mengerti maksudnya. Samar-samar, kami bisa mendengar suara mesin yang menggema di kejauhan. Perlahan-lahan makin dekat & semakin mendekat.

"[Mobile Worker]…?"

Aku & Shinji merendahkan posisi tubuh kami merapat ke tembok & mengintip keluar dari jendela. Aku yakin Shiro & lainnya pun juga melakukan hal yang sama di bawah sana.

"Bukan." Ucap Shinji. Pandangannya terarah ke tempat yang berlawanan dariku.

Aku pun bangkit dari tempatku & mencoba memastikannya sendiri. Jauh di luar sana, sebuah pesawat kargo melayang tepat di atas lokasi target. Aku tidak yakin apa isinya, tapi Aku bisa menebak apa yang diturunkannya.

"Bala bantuan?" guman Shinji. Dugaanku sama dengannya.

Hari ini, Aku benar-benar merasa sangat sial…