Rainha Code
.
.
.
.
"Dia kehilangan banyak darah!"
"Shit!"
"Apa ini perjuangan terakhirmu junmyeon! Bangun brengsek!"
"Terus pantau tekanan darah juga degup jantungnya."
"Baik dokter."
"Degup jantungnya melemah! Dokter!"
"Taekwoon bersiap!"
"Sial!"
"Dokter, ini terus melemah!"
"Berikan dia kejut jantung! Sekarang!"
"Junmyeon!"
"Bangun sialan!"
Tit - Tiit - Tiiit - Tiiiitttt!
.
.
.
'Apa ini perjuangan terakhirmu?'
.
.
.
.
.
"Apa yang kau lakukan disini?!"
Senyum lemah terpancar dari raut wajah Jongin, menampakkan ekspresi lega juga bercampur senang yang begitu kentara. Kala sosok pemuda di depannya mulai melangkah mendekat dengan raut wajah khawatirnya.
'Datanglah padaku jika kau membutuhkan bantuan. Kau tau aku berada dimana kamjong!'
Brukk
"Yak! Kim Jongin!"
Setidaknya sekarang dia bisa istirahat dan bernafas lega, Kyungsoo-nya juga teman temannya akan aman disini.
.
.
.
.
.
.
Untuk saat ini, biarkan dia melarikan diri dan bersembunyi. Menghilang seolah ditelan bumi, tanpa ucapan selamat tinggal atau apapun itu.
Hanya tinggal melihat sampai kapan kedua belah kubu mampu bertahan pada tempatnya berdiri.
Dalam keterdiaman, sebuah keutuhan keluarga kembali terbelah.
.
.
.
.
.
.
Honglei menatap penuh selidik dari lembar demi lembar foto juga beberapa berkas biografi seseorang wanita dengan perawakan lembut tengan dipegangnya. Huruf demi huruf hingga setiap detail kalimatnya. Hingga dahinya menyergit heran kala membaca sepenggal nama kota kelahiran sang wanita 'Gyeonggi'
.
.
Kenapa harus Gyeonggi, Korea selatan?
.
.
Menyadari kernyitan dahi pada sang kakak tertua, Wangxun mengambil langkah maju dalam detik selanjutnya dan menawarkan diri, "Biar aku menjelaskan keadaannya."
Mendengarnya, binar tajam pada kedua kilah bolamata Honglei bergulir memusatkan perhatian pada sosok di depannya.
"Aku tau kau begitu dan sangat memperketat apapun yang berhubungan dengan yixing saat ini."
Dasom, wanita kelahiran Gyeonggi, Korea Selatan. Tercatat sebagai salah satu dokter psikiater terbaik di Hongkong selama beberapa tahun berturut turut. Beberapa kasus berat pasien yang di tanganinya berhasil membuat namanya melambung. Memperoleh kewarganegaraan China 7 tahun lalu, catatan masa kecilnya cukup kelam untuk seorang lulusan terbaik universitas kedokteran sebelum dia menjadi sebagai seorang anak angkat dari salah satu keluarga sipil.
Menutup kelopak matanya sesaat, Honglei menghempaskan kasar lembaran kertas di genggamannya, "Jika kau tau kenapa tidak cari psikiater dari salah satu warga sipil atau kolega kita? Apa hanya ada dia satu satunya wanita di dunia ini?!"
Wangxung tersenyum tanpa ragu, "Benar, memang hanya dia yang terbaik!"
Shit! Cari mati.
"Zhang Wangxun!"
"Aku bisa menjamin bahwa dia jauh lebih baik dari dokter yang akan kau rekomendasikan untuk keponakanku!"
"Dan keponakanmu itu putraku sendiri wangxun!"
Dasom, dibawa ke Changsa karena satu hal kelam pada gelapnya pasar perbudakan manusia di usia yang baru menginjak 8 tahun, menjadi budak tawanan selama 3 tahun setelahnya hingga terbebas karena seseorang yang membelinya melepaskan dia. Hidup sebatang kara dalam kerasnya tanah China dan mendapat pendidikan pertama di panti asuhan yang berada di perbatasan kota. Terhitung15 tahun telah menetap di China dan tidak ada catatan akan hubungan kerja dengan luar negeri terutama Korea Selatan.
Mendengus kesal, tidak terima. "Aku tetap tidak menyetujuinya!"
"Ge! Dengan keadaan yixing saat ini bahkan kau masih bisa tidak menyetujuinya? Berapa dokter yang sudah kau bawa untuk menangani yixing? Dan berapa yang sudah gagal." Wangxun menatap tidak percaya pada saudara lelakinya yang terduduk dengan wajah serius di balik meja kerja.
Cklek-
"Maaf karena bersikap lancang- tetapi izinkan aku untuk mencobanya tuan zhang."
Dengan suara selembut nyanyian lulaby, balutan pakaian casual seorang wanita dengan perawakan lembut membungkukkan kepalanya.
.
.
.
.
.
.
Tuan Kim menarik tempat duduknya mendekat dengan raut wajah serius yang terbaca jelas. Memusatkan atensi pada sang wanita muda satu satunya dalam ruangan kerja miliknya.
"Aku memintamu untuk segera melakukan penerbangan ke China."
Seulas senyum mengembang pada detik setelahnya, "Untuk mengunjunginya?"
"Tidak!"
Seruan spontan dari Tuan Kim membuat yang lebih muda menyerngit bingung, hingga penjelasan selanjutnya meninggalkan sebuah pemikiran lain.
"Bukan untuknya, tapi tugas baru untukmu."
"Aku tidak mengerti dengan perkataan tuan."
"Sebuah luka lama akan hilang dengan pengobatan dan waktu, tapi akan tetap menyisakan trauma dalam ingatan untuknya. . . Bukan untuk dilupakan tapi terus di ingat."
"Aku ingin kau ada untuk itu!"
Kekehan pelan sang wanita muda memenuhi ruangan dengan nuansa putih yang selanjutnya masih dengan senyuman di wajah berseru, "Ini cukup berlawanan dengan pengobatannya tuan. Tetapi . . .perkataan anda adalah perintah bagi saya."
"Tidak ada orang yang bisa keluar dari kim, nona yoon."
"Baik, tuan."
Dengan membungkuk di depan Tuan Kim mengakhiri percakapan keduanya.
.
.
.
.
.
.
.
Jongdae membawa ayunan langkahnya semakin masuk kedalam ruangan pribadi Tuan Kim, menatap serius pada sosok yang mulai membalikkan tubuhnya dengan sebelah tangan membawa sebuah buku. Bersiap menerima semua perintah.
"Kau yang melakukan perintah untuk menghentikan pencarian saudara lelakimu sendiri?" tanya Tuan Kim meminta pertanggung jawaban yang lebih muda.
"Ya, aku melakukannya appa!" Jongdae tanpa ragu.
Tuan Kim menatap dengan sungguh sungguh pada salah satu adik kebanggaan Junmyeon yang berdiri dengan raut wajah serius di depannya. Tidak ada nada bercanda dalam perkataannya.
Mengalihkan pandangan matanya dalam sekejap lalu kembali bertanya pada yang lebih muda, "Sampai kapan?"
Jongdae tersenyum penuh keyakinan, "Sampai dia sendiri yang membongkar identitas dirinya appa."
"Kalian bermain kucing kucingan begitu, huh!" Kekehan tidak percaya mengalun lembut di akhir kalimat Tuan Kim.
"Terdengar konyol memang tapi. . . .-"
.
.
"Dia yang memulai permainannya! Sampai semua pihak kembali pulih dan suasana mulai mereda akan aku ambil alih tapi untuk saat ini akan aku biarkan dia memimpin permainannya, appa!"
Dan senyum tipis terbingkai di wajah tua dari Tuan Kim menatap penuh kepercayaan, "Aku ambil alih kepemimpinan Junmyeon sampai kalian siap untuk memulainya kembali jongdae dan mulai sekarang kau tangan kananku."
.
.
.
Semua kalah
Semuanya terluka
Tapi, masih sanggupkah kau berdiri dan mulai berlari?
.
.
.
'Lets play the game, kim'
.
.
.
.
.
.
Welcome back guys
This is ACE Season 2
© Pearl Luce
Cast :
Kim Junmyeon, Zhang Yixing, Kim Jongin, Do Kyungsoo, Kim Jongdae, Kim Minseok, Oh Sehun, Wu Yifan.
.
Honglei, Wangxun, Showluo, Victoria, Jackson, Taekwoon, Donghae, Taemin, Taehyung, Jungkook, Jhope, Taehyun, Mark, Johnny, Renjun, Chenle, Jeno, Taeyong, Ten, Doyoung, Dasom, Bora.
Pair : SuLay
and other.
Genre : Romance, Action, Crime
(Little) Hurt/comfort
Mafia life
Rated : T-M
Lenght :Chartered
Summary :
Kehancuran Kim untuk kedua kalinya pada alasan yang sama, menjadikan Ace dalam permainan kedua Kim, Musuh dalam selimut, hingga Pion yang kembali untuk sebuah permainan yang belum selesai dalam warna balas dendam. Dengan Joker sebagai taruhan juga kunci akan persatuan keluarga. Hingga pengakuan yang tertunda bagi ketiga-nya.
This is Sulay Story in Ace Season- 2, Dldr, BxB, Typo(s)
Idea© D'Xp ft Luce.
.
.
Dont plagiat please! Show your own ideas as well!
.
.
Chapter 1
'My way'
.
.
.
.
.
.
.
.
13 bulan kemudian,
"Oh? A-apa ini sudah benar?"
Renjun menatap dengan gugup pada papan bidik yang terpaut jarak di hadapannya. Memusatkan kembali pandangannya juga arah tangannya dalam menggenggam erat pistol. Berusaha mengatur ketepatan kira kira arah yang akan dia capai meskipun sulit bahkan -susahnya sungguh minta ampun- jika hal itu artinya kau juga harus mampu mengatur degup jantungmu, yang mana hanya sebuah degupan jantung mampu mengalihkan bidikan beberapa inchi namun itu memang benar adanya. Karena satu juga yang lainnya alasan itu membuat Renjun bahkan berkeringat dingin sebelum berperang.
"Haaah. . ." kembali menghela nafas, Chenle mengusap kepala hingga wajahnya tanda dia lelah melihat kegugupan patnernya dalam urusan senjata api.
"Bisakah kau lebih tenang? See, bahkan kau memegangnya lebih mirip memegang belut!" keluh Chenle.
"Kata siapa! Aku sudah tenang tau!" elak Renjun.
"Tapi kau berkeringat, lihat lihat! Kakimu saja gemetar! Keringatmu bercucuran! Raut wajahmu menakutkan! Lebih mirip seseorang yang ingin buang air di celana! Tidak tidak bahkan kau mirip orang yang akan melahirkan! Yak! Cara memegangmu saja salah!" marah Chenle.
"Cukup katakan aku harus bagaimana bocah!" balas Renjun.
"Yakk! Kau juga bocah! Jangan sebut aku bocah!" Chenle tidak mau kalah.
"Akkhh! Aku menyerah belajar pistol! Aku tidak mau mengikuti perintahmu! Berikan peledakku sekarang!" putus Renjun frustasi, menghentakkan kakinya lalu mulai menurunkan pistol hingga sepasang tangan lembut membenarkan posisi bidikannya dari arah belakang.
-Srett
"Eh?"
"Ge?"
"Tarik nafasmu perlahan, arahkan pada papan bidik lalu rasakan aliranmu, fokus dan kunci penglihatanmu,, cari ketepatanmu sendiri, hingga kau merasakannya dan tarik pelatuk lalu-"
Dor!
"Te-tepat sasaran!"
Senyum manis dengan dimple itu mengalun hanya sepersekian detik hingga kembali lenyap tertelan oleh waktu. Renjun dan Chenle bahkan melupakan apa yang tengah mereka lakukan, lebih memilih menatap sosok manis di belakangnya dengan raut wajah terdiam. Itu Yixing, yang selanjutnya meninggalkan keduanya yang masih terdiam dengan gusakan kasar pada ujung kepala Chenle sebelum melangkahkan kakinya menjauh.
"Gege. . .tersenyum?" Chenle tidak percaya.
Untuk yang pertama kalinya?
.
.
.
.
.
Tok. . .tok. . .tok
Cklek
"Oh, jie? Apa kabar?"
Victoria membawa dirinya masuk semakin dalam pada ruangan dengan nuansa putih dan bau obat yang kental, mendudukkan diri di kursi depan meja kerja yang kebanyakan di penuhi tumpukan laporan kondisi pasien di rumah sakit terbesar di daerah Changsa.
Seorang dokter muda dengan perawakan lembut menyambutnya dalam senyuman ramah, "Ada yang bisa aku bantu jie?"
"Aku berfikir datang kemari untuk sekedar berkunjung."
Yang lebih muda tersenyum mengejek, "Aku tidak yakin itu benar benar terjadi,"
Manik mata Victoria bergulir cepat menghindari tatapan sang dokter muda, panik karena ketahuan mencari cari alasan.
"Maaf. . ." ujarnya lemah.
Dasom -sang dokter muda, tersenyum lembut menatap Victoria, "Jie ingin mengetahui perkembangannya? Yang terbaru?"
Tanpa jawaban mutlak dari Victoria dapat membuat Dasom faham benar apa yang di inginkan olehnya lewat sorot mata itu. Berharap.
"Kau tidak perlu khawatir jie, ini kemajuan terbaiknya. Banyak yang berubah dia sudah berhenti untuk menyiksa diri sendiri, tidak lagi menyalahkan diri sendiri, mulai bisa terbuka bahkan sudah bisa berinteraksi dengan orang lain, walaupun masih sangat minim."
Victoria membawa senyum tipis terpatri di wajahnya, membenarkan. "Aku merasa benar benar tersiksa dulu tidak bisa menolongnya terlebih dia benar benar tidak bisa disentuh."
"Terimakasih. . ."
"Tidak tidak. . . . .aku tidak melakukan apapun, dia yang berusaha. Aku hanya menemaninya sebagai teman."
Victoria berniat kembali melanjutkan pembicaraannya sebelum sebuah ketukan pintu ruang kerja sang dokter muda, seorang perawat muda masuk mengatakan akan pengecekan rutin seorang pasien. Membuat Victoria berencana untuk berpamitan dan beranjak keluar dengan di antar hingga ke depan pintu dengan ucapan maaf mengiring kepulangan Victoria. Dasom sedikit banyak merasa tidak enak, dengan lambaian tangan Victoria dan janji minum teh bersama menjadi akhir pembicaraan mereka.
Tap. . .tap. . . .tap
"Seru sekali ya . . .pembicaraannya?"
Seorang gadis dengan bersandar di ujung pintu masuk menatap dengan sebelah tangan memegang sebuah headset, memainkannya.
Penyadap suara?
.
.
.
.
.
.
"Izinkan aku untuk melihat transaksi di selatan hunan, paman."
Wangxun disana, mendengar suara lembut Yixing dalam meminta persetujuan pamannya untuk menyelesaikan masalah penyadapan wilayah penjualan senjata mereka. Dimana si kecil Zhang saat ini tengah berusaha sekuat tenaga membujuk pamanya untuk mengeluarkan sepatah kata singkat yang akan membuatnya melonjak senang. Tapi beda dengan Wangxun yang tengah meratapi diri karena dihadapkan dengan keponakan kecilnya, dia akan sulit menolak pemintaan Yixing dan lagi karena bayak hal dan ini berkaitan dengan keselamatannya juga dia tidak mampu untuk mengatakan 'iya' bahkan hanya untuk penyelesaian kecil.
"Maaf, xingie aku-"
"Paman ayolah, Aku tidak akan sendiri."
"-Kufikir tetap saja tidak bisa!"
Tap
Tap
Tap
"Showluo? Kau sudah kembali!"
Helaan nafas lega sangat jelas keluar dari arah Wangxun, bersyukur kala pewaris utama Zhang sudah ada di depannya untuk menghentikan perbuatan Yixing.
"Aku tau apa keinginanmu, tapi tidak untuk urusan kali ini." jelas Showluo dengan menatap Yixing yang menundukkan pandangannya di sofa ujung ruangan, kemudian tanpa sepatah kata bantahan yang biasa keluar sebagai ungkapan protes -beda ketika berhadapan dengan Wangxun tadi-beranjak meninggalkan ruangan tanpa bertatap muka dengan keduanya.
Sret
Lengan yang lebih kecil di tahan dalam cengkeraman lembut untuk tidak beranjak lebih jauh dari tempat Showluo berdiri. Mengalihkan tatapan menjadi lebih lembut kepada si kecil, mencari bola mata yang selalu menghindari pandangannya selama ini. Masih belum menyerah mencari manik hitam, Showluo berdiri berpindah menghadap Yixing di depannya tepat.
"Xing. . .tatap gege, dengar-"
"Aku tau."
Ucapan Showluo dipotong tanpa ada nada marah di dalamnya, hanya ada bisikan lirih dengan perasaan tersembunyi yang bahkan tak mampu Showluo pahami disana.
"Aku tidak akan membantah gege apapun itu. . . . ."
"Karena semua ini demi kebaikan kita bersama, benarkan- . . .ge?"
Braakk!
Hingga helaan nafas dan usapan kasar di wajah Wangxun menandakan kepergian Yixing untuk kesekuan kalinya. Bahkan lebih sulit membuatnya diam dan tidak menyela ucapan semua orang, hingga berujung kembali menjauhnya jarak mereka.
.
.
Brruuuummmmm!
Segelap suasana hatinya, Yixing memacu mobil ferarri miliknya lebih cepat meninggalkan markas kecil milik Wangxun berharap dapat mengubur rasa sakit, kecewa dan tidak puasnya di sepanjang jalan yang ada di depannya, berharap dengan dia semakin memacu mobil menjahi markas maka suasana hatinya akan kembali pulih. Dengan pandangan mata fokus dan rematan kasar di roda kemudi, tidak peduli dengan pelanggaran berkendara di lalu lintas atau segala jenis larangan lainnya. Keinginannya hanya satu,
Lari dan- . . . . .menjauh.
Sejauh mungkin.
.
.
Klik
'Jackson! Yixing keluar dari sini dan mengendarai mobilnya sendirian. Cepat temani dia-. . . "
" . . .aku kembali melukainya."
-lagi.
Brrum brruuuuuuummmm!
.
.
13 bulan bukan sebuah waktu yang singkat untuk sebuah pemulihan dan bersembunyi. Mencoba mengambil peran dengan topeng baru, menjadi yang paling lemah dan mendapat proteksi paling complex. Apakah itu menyenangkan?
Kufikir kehidupan bukanlah sebuah kisah dongeng yang dapat di ubah dalam hanya waktu singkat tanpa perjuangan, terlebih dengan atau tanpa sebuah usaha. Dan sekalipun usaha itu sudah maksimal- ada kala kau akan menemui kegagalan.
Ya, kegagalan.
Berawal dari mana perjalananmu? Zhang Yixing?
Mencari pencapaian dengan menaklukan wilayah perdagangan Korea Selatan, dengan Kim Jongdae sebagai jembatan dan Kim Minseok sebagai umpan. That's a good choice, right? Tapi ketidaktauan akan lawan di balik layar yang mengendalikan semua permainan membuatnya masuk dan semakin masuk kedalam pusaran dendam, cemburu juga cinta.
Ah, jangan bahas kata cinta dan cemburu karena itu luka lama yang bahkan tidak mampu diperbaiki dengan baik oleh Yixing.
Semua masih sama, tapi hanya satu yang berubah.
Keyakinannya.
Untuk sebuah kepercayaan, cinta dan harapan. Dia kehilangan semuanya dengan ketakutan yang selalu membayangi dan bahkan tidak mampu membuatnya sanggup untuk berdiri menopang tubuhnya. Zhang Yixing mungkin tetaplah sama tapi hatinya mungkin berbeda, seperti hidup dengan satu raga tapi jiwa yang berbeda.
Dor dor dor
"Shit!"
"Hello boy, bersiaplah untuk kematianmu?"
Brruuummmmmmm!
Bola mata Yixing memicing tajam kala di belakang mobilnya nampak tiga mobil yang sudah berada dalam jarak terdekatnya, dari mana datangnya bedebah itu.
"Mari kita buat tuan putri tertidur! Bunuh dia kids!"
"Baik bos!"
Dor dor dor dor
"Sialan!"
Yixing mengumpat menyumpahi siapapun yabg ada di dalam mobil itu, apa apaan mereka melayangkan belasan timah panas hingga membuat lecet seluruh bagian mobilnya. Namun, bagai mendapat jackpot di saat yang tepat seulas senyum kecil terpatri di wajah Yixing, sebelah tangan memegang kemudi sedangkan satunya lagi dengan mencari cari benda yang dia sembunyikan di dalam jok mobilnya. Got it!
Menantang, kaca di samping kemudi Yixing turunkan separuh hingga tangannya mampu bebas mengecap udara dan mengayunkan jari tengannya menantang. "Mari bersenang senang, baby."
Dengan hal itu, kejar kejaran dan tembakan mengudara tidak dapat terhindarkan. Oh dan ingatkan aku jika si kecil Zhang adalah anak yang keras kepala. Hingga membuat seseorang diseberang sana mengumpat akan kelakuan tuan mudanya.
.
.
.
Seorang wanita muda tengah menyangga kepala dengan tatapan memusat pada layar persegi di depannya, mengamati dalam diam tiap data dan pergerakan grafik yang terpampang. Berdecak pelan, lalu berguman tanpa tenaga berlebih.
"Kenapa mereka begitu mengincar si kecil zhang?"
Kedua alis menukik dan kembali berdecak sebal, "Tidakkah itu tindakan bodoh?"
Tap . . . .tap. . . .tap
"Bagi para pengecut memang itu tindakan ceroboh dan bodoh, tapi bagi mereka yang memiliki ambisi besar itu sebuah peluang." Senyum menawan tercetak di paras ayu wanita dengan setelan dress merah muda miliknya, melirik nona muda bermarga Yoon yang masih bergelung dengan emosi tersulit di depan layar persegi miliknya. Enggan untuk berbagi pendapat atau hanya akan mengeluarkan tenaga tanpa guna. Sang wanita muda lebih asik kembali memoles riasannya yang sudah mulai menipis baginya.
"Apa yang menarik darinya?" tanya Bora setelah sekian lama terdiam. Berbicara entah kepada orang lain yang ada di ruangan yang sama dengannya atau hanya bermonolog ria.
"Menarik? Keh, menarik dari segi mana dahulu yang kau pertanyakan?" balasan yang tidak sesuai dengan harapan di dapatkan Bora hingga membuatnya mengalihkan perhatian dari layar tablet miliknya hanya untuk mengirimkan tatapan tidak suka pada wanita muda di depan meja rias.
Terkikik pelan, "Baiklah, untuk saat ini putra kedua zhang honglei adalah sasaran empuk bagi para pesaing pasar china yang berniat merebut kekuasaan zhang. Terlebih kala pertunangan kedua kubu kuat china dengan kanada batal. Kegoyahan status kepemilikan daerah kekuasaan membuat para mafia kecil berlomba mengambil kesempatan karena pemberontakan zhang pada kubu keluarga wu, sedangkan kenapa harus zhang yixing?"
"Kufikir itu bukan hal yang sepantasnya di impikan para tikus tikus jalanan, benar kan?"
"Jangan berlagak naif, bora-ya. Kau bukan anak kemarin sore yang aku kenal?!"
"Tidak ada peraturan dalam permainan dunia hitam, selama kau mampu kenapa tidak kau lakukan. Dan lagi saat ini pemikiran zhang tengah terbagi pada pertahanan dan menyerang sehingga menargetkan si kecil zhang bisa menjadi hal yang menguntungkan bagi mereka. Lagipua dia terlihat lemah bukan?" Sudut bibir merahnya tertarik ke atas di ujung kalimat. Menyisakan pandangan tidak suka dari Bora yang melupakan tabletnya hanya untuk berdecak sebal melihat tingkah teman wanitanya.
"Coba bicara itu di depannya dan lihat apa yang dia lakukan kepadamu selanjutnya."
Tapi-
Dia memang lemah bukan?
.
.
.
Klik
"Gege! Cepat menepi di penghujung belokan dan biar aku yang menyetir."
"Aku bukan anak kecil jackson! Berhenti mengurusku!"
Bbrruuuummmmmm
Yixing menggebrak kasar kemudi dengan seluruh perasaan yang berkecamuk dalam benaknya. Kesadarannya sebagai bagian dari Zhang memang masih terpatri dalam fikiran waras miliknya. Tapi menjadi satu satunya orang dalam keluarga yang di jaga ketat menjadi hal yang semakin membuatnya muak.
Brak!
Apa hanya dia yang membutuhkan penjagaan ketat? Oh shit! Bahkan dia bukan seorang bayi yang berumur 2 tahun. Jika hanya dengan para tikus tikus tidak tau diri seperti mereka Yixing masih sangat sanggup untuk menghabisinya.
Melirik sepion dan sengaja mengurangi kecepatan mobilnya hingga satu mobil berhasil sejajar dengannya. Yixing memandang sinis dari sampingnya mengarahkan airsoft gun lalu melesakkan beberapa buah tembakan yang justru memancing tawa bebas dari sang lawan.
"Kau fikir ini main main bocah!" Geraman rendah dari lelaki tambun berkepala empat membuat Yixing memalingkan wajahnya lalu kembali melajukan mobilnya dalam kecepatan penuh memotong jalan dan membawa mobil miliknya masuk pada area jalanan di samping bangunan kosong yang berada di samping kanan kiri jalanan.
"Jangan lepaskan dia! Apa dia fikir hanya fengan jenis airsoft gun dapat melukaiku!"
Membawa ketiga mobil yang mengejarnya ikut masuk mengikuti mobilnya dalam kecepatan penuh. Yixing mengetahui hal itu lalu sebelah tangannya sudah bergantisiap dengan air gun dan juga beberapa mainan kecilnya. Well, membiarkan salah satu dari mereka mengimbangi kecepatan mobilnya bukan hal yang salah kali ini. Dengan sengaja membuka kaca mobilnya lebar lebar dan-
Sreett
Sebelah tangannya sudah bersiap dengan revolver dan melesatkan tiga tembakan, berganti detik Yixing mengarahkan kemudi mobil yang masih dengan kecepatan tinggi menabrak mobil disampingnya keras lalu memacu kecepatan lebih guna melarikan diri. Dapat dia dengar samar umpatan kasar mengudara lalu tidak buang waktu geranat di tangan kanannya di gigit kasar untuk membuka dan melempar keudara di luar mobil.
Seulas senyum tipis membawa Yixing membuka kotak remote kecil di samping tubuhnya. Ingatkan aku untuk menjelaskan kenapa airgun yang Yixing lesakkan tidak memiliki efek berarti. Jawabannya adalah setelah ini akan dia tunjukkan efek sesungguhnya dari airsoft gun yang sudah dia modifikasi ulang pada peluru yang menempel pada pintu mobil sebelah kiri dimana itu adalah bom aktif yang akan meledak pada menit selanjutnya dan juga dapat meledak karena terpancing ledakan dari lemparan peledak Yixing. So?
Duuaar . . .duaasaarrr. . .duaarr
Brruuummmm
"Kita selesai disini, orang tua."
.
.
.
Yixing mengemudikan mobilnya dengan lebih santai setelah ledakan tadi. Bersyukur jika para tikus tikus yang mengejarnya cukup jera untuk kembali berurusan dengannya kembali. Bukannya mengarahkan kemudi untuk menuju arah mansion atau apartemennya, Yixing justru memutar arah menuju bukit terdekat tempat yang akhir akhir menjadi bagian favoritnya setelah apartemen.
Masih cukup sore untuk membiarkan tubuhnya mencapai atas ranjang dan beristirahat atau justru setelah kejadian tadi mungkin Showluo ge juga Victoria hie akan mendatangi apartemennya dengan sejuta nasehat juga larangan lagi. Dan jika itu salah maka mungkin mereka akan datang dengan orang orang keluarga dan rasa khawatir yang berlebih. Dia tidak menyukai hal itu, berinteraksi dengan orang orang keluarga dan segala peraturan juga larangan mereka yang sebenarnya justru semakin mencekik Yixing, karena dia memang paling lemah dan ingatannya masih segar untuk tau apa penyebabnya jika bukan kejadian tahun lalu.
Kala dia kembali kehilangan kesadaran juga separuh dari dirinya dan trauma berat akan kekerasan mantan tunangannya dan rasa sakit akan seorang yang terluka di depannya,
Tanpa mampu dia cegah, baginya semua hanya karena satu hal. Yaitu dia sendiri yang menjadi penyebab dari semua kekacauan ini. Sehingga mengutuk dirinya lebih dari siapapun.
Memarkir mobilnya di pinggiran jurang yang dapat melihat keseluruhan kota, cukup curam tapi Yixing suka, bagi sebagian orang akan berkomentar bahwa tempat seperti ini hanya disukai oleh orang orang dengan masa lalu yang rumit atau orang yang tengah tertekan dan frustasi. Yixing tidak peduli, dia hanya suka dengan kesunyian disini dengan mendudukkan diri di atas kap mobil dan terdiam melihat pemandangan bawah. Hingga pergerakan di belakangnya membuat tubuhnya meremang.
Srek. . . srek
Dan benar saja dari belakangnya arah pukul 2 tengah berdiri seorang lelaki paruh baya mengenakan pakaian compang camping bekas ledakan dan merupakan orang yang sama dengan yang melakukan kejar kejaran dengan mobil beberapa menit yang lalu. Keras kepala!
Tapi bukan itu yang membuatnya menegang, melainkan sebuah senjata api yang sudah mengacung tegak mengarah pada Yixing.
Deg
"Keh! Anak kecil kemarin sore dengan percaya dirinya melemparkan peledak. Kau fikir itu begitu hebat hah!"
Menelan ludah kelu dengan bola mata bergulir ketakutan, Yixing tidak dapat bergerak bahkan seinci pun. Dia ceroboh karena terlalu percaya pada ledakan yang dia lempar dan membuat ketiga mobil hangus terbakar.
"Lihat apa yang bisa aku lakukan padamu mungkin kau baru percaya kan?"
Seringai menghiasi wajah setengah abad hingga jemarinya menarik pelatuk dan
Dor
"Ucapkan selamat tinggal."
Bruk
Yixing membuka kedua bola matanya, berkedip tidak percaya lalu melihat pada seorang lelaki yang berdiri di balik tubuh tua yang sudah tergeletak tidak bernyawa di depannya.
"Gege baik baik saja?" tanya Jackson.
.
.
"Kau mau kemana?"
"Kemana lagi memang? Jika bukan memainkan peranku."
.
.
.
.
.
Jongin memainkan ponselnya dalam membunuh rasa bosan yang merangsek masuk pada dirinya. Tidak memiliki pekerjaan juga kegiatan berarti membuatnya semakin muak. Sebenarnya ini bukan sepenuhnya salah, karena melarikan diri dari Kim bukanlah hal yang mudah terlebih selama kakimu masih menapak pada tanah Korea jangan berharap banyak dapat lari, bahkan bau tubuhmu saha dapat tercium dengan mudah. Dan lari dari Korea juga bukan hal yang mudah dia sangat tau bagaimana strategi dari Junmyeon maupun Jongdae sendiri. Mengingat kembali bahwa hal itu yang membuat seorang Kim Jongin yang biasanya aktif menjadi pendiam di markas membuat decakan sebal keluar dengan lancar dari bibirnya.
"Kita jadi pergi?" tanya Taehyung begitu masuk ke ruangan tengah tempat Jongin bermalas malasan.
"Ya,"
"Hyung tidak khawatir?"
"Tidak,"
"Kufikir tidak mengapa mengingat kita telah bersembunyi cukup setahun lamanya."
Jhope melirik sekilas Jongin lalu beralih pada Jungkook dan Taehyung yang saling mendekap di ujung sofa. Mereka memiliki rencana malam ini, untuk kunjungan perjudian yang cukup lama tidak mereka mainkan. Mencoba peruntungan jika kalian bertanya namun ingat bukan jika peruntungan akan selalu ada di pihak mereka yang memang ahli pada bidangnya dan Kim Jongin adalah ahlinya jadi jangan ragukan mereka.
.
.
Jongdae melihat lihat laporan sepihak dari Johnny mengenai pergerakan wilayah Busan akan perdagangan obat obatan mereka bersama Donghae yang lama berkembang sampai sebuah suara benturan hebat menyadarkannya.
Brrakkk
Menatap Minseok di ujung ruangan kerja miliknya membuat Jongdae seolah mendapat pertanyaan yang sama dari arah hyung tertuanya. Hingga terburu untuk melewati pintu dan betapa terkejutnya mereka akan ruangan lantai dasar yang sudah tidak terbentuk dengan baik.
Bekas kayu yang hancur berserakan di lantai marmer dan Junmyeon tengah berdiri angkuh dengan sorot mata tajam tanpa peduli apapun yang ada di sampingnya. Jika ditelisik kemungkinan kayu kayu yang berserakan itu karena Junmyeon menendangnya dari tangga lantai dua hingga terjatuh karena daya gravitasi hingga menimbulkan suara benturan hebat.
Tapi pertanyaannya apa yang membuat Junmyeon berulah saat ini hingga bola mata Minseok melebar karena saat ini Junmyeon tengah menarik senjata api dari saku celananya dan mengarahkan pada seorang lelaki yang sudah babak belur di lantai dasar.
"Maafkan saya tuan kumo-"
Dor!
"Junmyeon!"
"Aku tidak butuh orang sepertimu disini."
Jongdae hanya bisa terdiam membeku- kembali. Junmyeonnya yang tidak dapat tersentuh kembali pada mereka. Junmyeon yang selalu menginginkan pekerjaan para bawahannya pada standard perfect tanpa cela dan tanpa ada kerugian berarti. Tidak mentolerir apapun alasan juga kesalahan para anak buahnya dan hanya akan mengampuni kesalahan mereka dengan cara penebusan nyawa.
Minseok mengerang marah melangkah lebih dekat dan berteriak, "APA YANG KAU LAKUKAN!"
Berharap dengan teriakan yang lebih tua menyadarkannya namun Junmyeon hanya berbalik menatap Jongdae dan Minseok hanya dengan raut datar tanpa emosi yang tercetak, sorot tajam dan angkuhnya masih ada, masih menggetarkan siapapun yang menatapnya. Lalu sepenggal kalimat keluar menjawab erangan marah hyungnya, "Aku membebaskannya dari tugas."
"Tapi kau tidak bisa melakukan hal itu!" ujar Minseok frustasi. Beberapa anak buah sudah berdatangan untuk membereskan kekacauan yang ada di bawah.
"Kenapa tidak? Mereka menyerahkan hidupnya untukku dan aku bebas melakukan apapun yang aku mau padanya."
"JUNMYEON!"
Dan sebelum Minseok mengerang bahkan bertengkar lebih Jongdae segera menarik pergelangan tangannya menggelengkan kepala sebagai gestur untuk berhenti. Membiarkan Junmyeon mengambil langkah pergi menuju kamar pribadinya.
Tidak ada yang bisa menghentikannya
.
.
.
Klik
"Apa kau sudah menemukannya?"
"Hyung pergerakanku disini sangat sempit, mereka membatasi akses dengan sangat baik. Pergerakan mafia china cukup agresif saat ini dan kesulitan untuk mencapainya pada jarak terdekat."
"Kau tau kenapa aku menyuruhmu kesana?!"
"Hyu-hyung. . ."
"Lakukan!"
"Ba-baik, akan aku carikan akses untukmu hyung."
Sambungan telepon di putus sepihak dari arah Junmyeon kemudian melemparkan ponselnya tanpa peduli ke atas ranjang guna mendudukkan tubuhnya dengan mengusap kasar wajah yang menampilkan raut frustasi di balik tatapan setajam pisau miliknya.
"Aku merindukanmu xing ah!"
.
.
.
"Good boy!"
Bora mengendurkan tikaman pisau yang sebentar lagi mengiris leher pemuda di depannya, menendangkan kaki pada punggung pemuda di depannya hingga membuat tersungkur ke arah ranjang.
"Tidak ada salahnya aku mencarimu dan ternyata benar jika kau ada untuknya disini!"
Monolog Bora seorang diri menatap utusan Kim Junmyeon di depannya. Mengagalkan salah satu misinya untuk mengintai lebih besar. Yaah, bukan menggagalkan sebenarnya namun lebih pada menunda sebentar. Terlebih keadaan atmosfir China saat ini bukanlah hal yang baik.
Klik
Getar panggilan masuk menyadarkan Bora usai menatap lama bawahan Junmyeon. Mengangkatnya untuk mendengar seulas kalimat dari sang penelpon, "Cepat keluar dari sana kau dalam pengawasan!"
Shit!
Dan mobil mersi e-class putih mulai melaju meninggalkan basement apartement, menuruti permintaan sang penelpon.
.
.
.
TBC
.
.
.
.
.
.
A/n:
Hello guys, long time no see you.
Sesuai isi spam kalian Ace kembali dengan beberapa cast baru.
Ada yang ngerasa jenuh di chap ini?
Well, bersabar untuk chap awal ya, ada pertanyaan? Silahkan curahkan di review. Saya tidak keberatan menjawab.
Selamat menebak nebak semua cast yang ada di summary ngomong ngomong.
Congrats buat beloved friend D'Xp untuk semua pencapaianmu, well aku akan menyusul secepatnya.
Dia yang sudah sidang duluan malah. Dan saya masih di gantung lagi =_=
Dan bagi yang sempat nebak saya dari itu ga ya guys, saya sama D'Xp tidak satu fakultas. Saya ekonomi (manajemen keuangan tepatnya) sedang D'Xp Hukum.
Ga janji buat fast update but saya janji buat ketemu kalian di next chap, see you baby~
Review please!
Luce,
30 Juni 2017
