Complicated
Disclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto
Tapi fic ini asli punya saya
Rate: T
Genre: Drama, hurt/comfort, romance, friendship
Warning: sinetron, abal, typo, mainstream, absurd, dll
Sequel dari Kala Hujan Menghampiriku
Apabila ff ini memiliki kesamaan dengan ff maupun cerita lainnya, hal tersebut bukan faktor yang disengaja
Don't like, Don't read!
.
.
Andai waktu dapat berputar kembali...
.
.
.
Chapter 1
Gadis itu masih setia berlutut di tengah jalan. Pandangannya tak pernah lepas dari seseorang yang terkapar di hadapannya. Amethyst miliknya seakan kehilangan binar kebahagiaan. Air mata terus keluar dari matanya. Tubuhnya yang mulai basah oleh air hujan tak menjadi masalah untuknya. Karena kini seluruh atensinya telah terpusat pada pemilik surai merah muda itu.
Tangannya terangkat kembali. Perlahan namun pasti disentuhnya helaian merah muda tersebut. Diusapnya perlahan dengan penuh kasih. Yang diusap kepalanya sama sekali tak bergeming. Ia masih tetap tak sadarkan diri. Darah segar pun masih terus mengucur dari pelipisnya.
Tak lama kemudian orang-orang pun mulai berdatangan. Mereka berusaha menolong gadis yang tak sadarkan diri tersebut. Mobil yang menabraknya telah pergi melarikan diri sejak lama. Hinata masih setia berada di samping gadis itu. Ia seakan tak peduli dengan sekelilingnya. Karena kini Hinata sudah terlalu larut dalam tangisannya.
"Maaf. Maafkan aku, Sakura."
.
.
.
Suara roda yang didorong menjadi latar kala itu. Sakura kini tengah digiring ke ruang operasi. Para perawat masih berusaha memberikan pertolongan pertama kepadanya. Hinata terus berlari berusaha mengimbangi para perawat yang terus berlari sembari menggiring sakura ke ruang operasi. Ia membekap mulutnya, berusaha menahan tangisannya agar tak keluar. Alhasil kini Hinata pun terisak.
Ketika sampai di ruang operasi, dokter telah siap dengan segala peralatannya. Hinata berusaha untuk ikut masuk ke dalam ruangan tersebut. Namun langkahnya terus dihalangi oleh para perawat. Pintu ruang operasi pun ditutup, meninggalkan Hinata sendirian di lorong rumah sakit tersebut.
Tak lama kemudian Naruto dan kedua orangtua Sakura datang. Nyonya Haruno terus saja menangisi nasib putri tercintanya. Tuan Haruno hanya dapat pasrah menunggu operasi tersebut sambil terus memeluk lengan istrinya untuk memberi kekuatan. Hinata kini duduk di kursi tunggu. Ia tak menangis lagi. Namun ia terus memandang ke depan dengan tatapan kosong.
Naruto menghela napas. Dirinya bingung, mengapa masalah menjadi serumit ini? Ditatapnya lagi Hinata, masih sama seperti semenit yang lalu. Ia kepalkan kedua tangannya, masih dengan posisi berdiri dan menyandar ke tembok. Perlahan ia berjalan menghampiri gadis itu, "Hinata..." tak ada jawaban, Hinata masih saja menunduk dan membiarkan helaian indigo menutupi wajah cantiknya.
"Hinata... Hinata kumohon bicaralah," Naruto semakin mendekati gadis itu, "Apa kau marah padaku?"
Hinata tetap tak menjawab. Namun ia sedikit mendongakkan kepalanya. Ia pandangi Naruto. Amethyst dan blue sapphire saling bertatapan. Naruto sudah mulai gerah dengan keheningan ini, "Haruno-san, maaf saya dan Hinata harus pamit sebentar."
"Ah, baiklah. Kurasa Hinata memang butuh sedikit refreshing. Pergilah ke cafetaria, ini sudah malam dan aku yakin kalian belum makan apa-apa. Biar aku dan istriku yang berjaga di sini," ujar Tuan Haruno.
"Terima kasih Haruno-san. Kami akan segera kembali. Ah, apa anda ingin titip sesuatu?" tanya Naruto.
Tuan Haruno terlihat berpikir sejenak, "Hm, sepertinya secangkir kopi dapat sedikit merilekskan tubuhku. Dan―ah ya, belikan juga roti untuk istriku."
"Baiklah. Kami pamit dulu Haruno-san," Naruto pun pamit dan berojigi pada Tuan Haruno.
"Hinata, ayo ikut aku..." Hinata tak bergeming dan tetap diam di tempatnya membuat Naruto menghela napas entah untuk yang keberapakalinya hari ini. Dengan paksa ia menarik lengan Hinata agar mau mengikutinya.
.
.
.
Lagi-lagi Naruto hanya bisa menghela napas. Diberinya pijitan pada pelipisnya. Dia benar-benar pusing. Masalah seolah datang bertubi-tubi. Ia tak habis pikir. Niatnya untuk menyatakan perasaan pada gadis yang disukainya justru berbuah permasalahan yang berbuntut panjang. Kini ia pun gusar memikirkan nasib Sakura yang masih menjalani operasi. Hah, sepertinya Kami-sama sedang mengujinya.
Naruto menatap kopi yang ada di hadapannya. Kopi itu sama sekali belum disentuhnya. Uap panas masih mengepul dari kopi tersebut. Akhirnya ia memilih untuk meminum kopinya. Pahit, kopi itu rasanya pahit. Tapi entah mengapa rasa pahit itu justru dapat membuatnya sedikit rileks. Digenggamnya terus cangkir kopi itu. Mencari sedikit kehangatan di malam yang dingin ini.
Dihadapan Naruto, Hinata masih terus diam. Gadis itu terus terdiam sembari memandangi kopi miliknya. Entah apa yang sedang dipikirkan gadis tersebut. Yang jelas dilihat dari sorot matanya, terlihat duka yang mendalam. Apa pun yang dipikirkan Hinata, pasti ada hubungannya dengan Sakura.
"Hinata..." sekali lagi Naruto berusaha berinteraksi dengan Hinata, "Aku tahu, kau pasti marah padaku. Maaf... ini semua salahku. Gara-gara aku, Sakura sampai seperti ini. Kau pun jadi tersiksa. Maaf, maafkan aku..."
Hinata kini memandang Naruto, "Tidak... kau tak salah Naruto-kun. Di sini akulah yang patut disalahkan."
"Apa maksudmu? Kau tak pantas disalahkan," jawab Naruto.
"Tentu saja ini semua salahku," Hinata terdiam sejenak dan melanjutkan perkataannya setelah menghela napas, "Andai saja aku tak memergoki kalian di tempat parkir, andai saja aku tak berteriak pada Sakura-chan, andai saja aku tak berlari meninggalkannya. Ah ya, andai aku berhenti ketika dia memanggil namaku dan andai saja aku tak ceroboh ketika hendak menyebrang. Ya, andai saja... jika semua hal tersebut tak terjadi Sakura tak perlu mengejarku dan ia pun tak perlu melindungiku. Ini semua salah, seharusnya akulah yang tertabrak mobil. Aku jugalah yang seharusnya terbaring tak berdaya di ruang operasi. Aku―seharusnya akulah yang mengalaminya!"
Naruto terdiam. Tenggorokannya sakit, suaranya tersangkut di tenggorokan. Ia seolah kehilangan semua kosakata yang ia miliki. Angin berhembus menambah aura keheningan diantara dirinya dan Hinata. Surai indigo milik Hinata berkibar tertiup angin. Menampakkan wajah cantik pemiliknya. Naruto terus menatap Hinata. Gadis itu, matanya bengkak karena terlalu banyak menangis. Tetapi hal tersebut tak mengurangi kecantikan alami yang dimilikinya. Ya, Naruto telah terjerat oleh pesona seorang Hyuuga Hinata.
Memecah keheningan yang ada diantara mereka. Hinata memundurkan kursinya ke belakang, "Maaf Naruto. Aku harus pergi."
Kemudian Hinata pun berdiri dan berojigi pada Naruto. Setelah itu ia pun melenggang pergi meninggalkan cafetaria. Naruto terdiam hanya memandangi punggung Hinata. Sedetik kemudian ia pun tersadar, "Hinata... Hinata!" namun sosok Hinata semakin menjauh dari pandangan lelaki itu. Segera ia berlari untuk mengejar Hinata.
Dan tak lama setelah itu Hinata merasa ada seseorang yang menarik lengannya. Sedetik kemudian orang tersebut telah memutar tubuh Hinata. Hingga kini tubuh Hinata telah berada dalam pelukan orang tersebut. Semakin erat, orang tersebut semakin erat mendekap Hinata. Sehingga kini kepala Hinata telah bersandar di dada bidangnya. Seolah tak ingin kehilangan Hinata.
"Hinata..."
.
.
-Tbc-
.
.
.
Author Note:
Halo minna! Bertemu lagi dengan si author abal ini ^^
Yeay! Dan inilah ff kedua dari saya. Sekaligus merupakan sequel dari ff saya sebelumnya, Kala Hujan Menghampiriku. Biar baca fic Complicated bisa lebih enak, saya saranin untuk baca Kala Hujan Menghampiriku terlebih dahulu *promosi*
Oh ya, fic Complicated chapter 1 ini saya dedikasikan untuk ultah Hinata-chan. Gomen telat dan gomen juga di sini Hinata saya buat tersiksa.
Chapter 1 ini masih pendek ya? Gomen, otak saya udah buntu nih. Dari pagi ngetik tapi hasilnya cuma segini. Tapi gimana, masih ada yang berminat baca terusannya? Atau saya delete aja?
Oke, saya tau fic ini masih banyak kekurangannya. Maka dari itu saya mengharap kritik dan saran dari readers dan senpai sekalian. Arigatou ^^
.
.
.
.
.
Do you mind to review?
