Warning: AU gagal, typo banyak palingan, KaixAichi.
Rating: T karena takut OwO
Disclaimer: Saya cuma pinjem karakternya. Fiction ini dimiliki oleh pembuat asli Cinderella. Sekian.
Chapter 1
Cindellera
-sakuratatsumi-
"Haaaaahhhhhh…." Aichi menguap. Sudah ke berapa kalinya dalam sehari dia menyapu dapurnya? Dari jam empat sampai jam tujuh pun dia tidak selesai-selesai, padahal dapurnya ukurannya kecil banget. Gara-gara dua saudara tirinya yang selalu membuat kotor. Iyalah, habis menyapu ini, gula tumpah. Selesai menyapu gula, kopi tumpah… dan terus-menerus. Saking capeknya, Aichi menyapu air, lalu facepalm gara-gara baru sadar air harusnya dipel.
Whatever, lah.
"AICHII! SARAPANNYA KOK BELUM DISIAPIN?!" Tiba-tiba terdengar teriak saudara tiri yang pertama. Siapa namanya? Bukan lagi kalau si Naoki yang berambut merah. 'Oh no, aku lupa!' pikir Aichi. "Maaf, Kak. Aku lupa—kakak kan numpah-numpahin bumbu-bumbu terus di dapur, jadi aku menyapu terus, jadi kelupaan," ujar Aichi mencari-cari alasan. "Ya ya ya, cepat siapkan! Bentar lagi gua mau kerja nih!" teriak Naoki, kesal.
"Lha, sejak kapan Naoki kerja?!" tiba-tiba muncul saudara tiri yang kedua. Naoki menyikut adiknya yang berambut kuning mencring itu. "Duh, Leon, Leon, kamu pelupa banget ya. Kakak kan udah kerja sejak tahun lalu, kale. Kakak kan kerja jadi supir Bu Asaka~!" Naoki berujar, menggelengkan kepala gara-gara kelupaan Leon. Leon mengangguk-angguk.
"Sudah-sudah, pagi-pagi kok sudah ribut~" datang si bapak. Nah, bapak ini rambutnya jauh lebih membahana daripada Syahrini. Bapak ini namanya Miwa, dan kadang-kadang Miwa bisa bercanda, tapi kalau sama Aichi bisa kayak lagi PMS. Eh, tunggu, sejak kapan bapak-bapak ini bisa PMS? Hadeuh.
"Ayah, aku sekolah dulu!" ujar Leon. "Aku kerja ya, Pa!" ujar Naoki sambil mengedipkan mata. Aichi pasang ekspresi jijik. Naoki yang melihatnya langsung mencibir. "Heh! Kedipan gua tuh paling asoy taok! Gausah pake ekspresi jijik lo!" serunya, lalu keluar sambil membanting pintu. Leon mengedip juga kepada Aichi. "Daah, Aichi. Jaga rumah sendiri ya. Hati-hati, banyak perampok, dan—" Ia pun ditarik kakaknya ke luar rumah. Di luar rumah terdengar suara bertengkar—"GUA NGOMONG!" "JANGAN NGOMONG KE DIA, TOLOL!" Sampai suara-suara itu menjauh. Aichi sampai sweatdrop mendengarnya.
Bapak Miwa, eh, panggil Miwa aja ya? Miwa mendesah gara-gara tingkah laku anaknya lalu menatap Aichi.
"Aichi, udah bersihin semua?"
"Udah, Pa."
"Bagus-bagus. Papa kerja dulu ya." Miwa mengedipkan mata juga, lalu keluar sambil melambaikan tangan.
Aichi mendesah. Kenapa sih keluarganya suka mengedip semua? Apakah leluhur mereka suka mengedip juga? Tapi yah.. akhirnya, dia sendiri. Dalam rumah kecil yang milik bapak tirinya. Aichi bertumpu kepada sapu, merenung.
Ah, Aichi jadi nostalgia. Ia ingat, saat umurnya lima tahun, bapaknya yang asli meninggal ketabrak gerobak tukang bakso (gak enak banget matinya, ya?). Ibunya yang sedih pun sempat menjanda selama dua tahun, lalu mendapatkan suami lagi. Suami itulah namanya Miwa, yang membawa Naoki dan Leon.
Sedihnya adalah, Miwa, Naoki, dan Leon suka bully Aichi ("Anak tukang bakso, lu!" "Udah nyapu pake rambut lo, belom?" "Eh, kuncir Papa dimana ya?") saat ibunya tidak ada di rumah. Tapi, begitu ada ibunya, Aichi diperlakukan bak pangeran. Aichi tidak berani melapor ke ibunya karena diancam Miwa bakal ditukar dengan keluarga yang lain, jadi kayak Putri yang Tertukar gitu. Jadinya lebih parah waktu ibunya Aichi meninggal. Miwa dkk pun jadi lebih berkuasa. Aichi jadi budak, padahal dia anggota keluarga sendiri. Ckck, serem amat ya?
"Tapi, kenapa ya Papa jadi lebih baik sama aku tadi? Tobat kali ya," gumam Aichi. Miwa memang baru saja naik haji, jadi namanya jadi H. Taishi Miwa (#eaaa), terus Miwa juga katanya mau jadi caleg, jadi mau jaim kali ya di depan tetangga? Kan katanya 'kebaikan dimulai dari rumah', gitu mungkin?
Aichi menyadarkan diri dari lamunan, lalu sadar kalau dia belum mengeluarkan surat-surat dari kotak suratnya. Ia pun keluar rumah, dan melihat kotak suratnya. Yeah, kotak suratnya ada isinya! Terlihat dari surat-surat yang menonjol dari sela-selanya. Ia pun membuka kotak suratnya, dan melihat-lihat isinya. Ada surat hutang (hiks), iklan bengkel motor, dan banyak lagi. Ia pun menutup kotak suratnya, dan tiba-tiba ada surat yang terjatuh. Ia memungut surat itu, tapi ada yang menarik perhatiannya.
Suratnya berwarna biru, dan ada lambang Blaster Blade. Lambang kerajaan tempat Aichi tinggal, yaitu kerajaan Royal Paladin. Judulnya sangat menarik:
Undangan ke Pesta Ulang Tahun Pangeran
"Pangeran?! Ulang tahun?! Diundang?! Omaigad!" teriak Aichi, lompat-lompat bagai alisnya kebakar, lalu membuka suratnya dengan tak sabar.
Datanglah untuk merayakan pesta ulang tahun pangeran Toshiki Kai pada tanggal 28 Agustus ini! Pesta diadakan pada pukul 18.00 sampai pukul 24.00! Pakaian: Formal. Tempat: Istana Royal Paladin.
Tamu yang berpakaian terbagus akan dapat hadiah.
Aichi memekik gembira. 28 Agustus itu hari ini…. Jadi, nanti sore, ia akan bertemu dengan pangeran Toshiki Kai, yang ganteng itu? Oh, tawaran yang tidak bisa diterima!
Ia pun berlari ke dalam rumah, tak sabar.
Sementara, di dalam istana.
Sang pangeran tampan yang hari ini berulang tahun ke delapan belas sedang memainkan HP-nya di ruangan utama. Ruangan utama itu sedang disiapkan sebagai tempat pesta nanti. Namun, sang pangeran tampak tak tertarik. Ayahnya menatap dengan tak sabar.
"Kai, jangan main HP terus!"
Kai menatap ayahnya lalu melirik ke HP lagi. "Nggak. Mau." Ujarnya keras kepala.
"Ah, kamu ini. Kamu ini sudah delapan belas tahun, lho. Kamu harus cari pacar. Nanti kalau ayah meninggal, terus kamu jadi raja, terus belum punya istri gimana? Kita harus cari istrimu itu! Kamu tau kan, acara ini jadi ajang mencari istrimu itu, dan—"
"Duh, Ayah. Cari istri gampang kok." Adalah jawaban Kai. Simpel, pendek, tapi bermakna. Mantap.
"Dan lagi pula… aku kan tidak suka cewek," lanjut Kai.
Weks! Sejak kapan si ganteng membahana ini suka cowok? Oh, well. Kita emang tidak bisa mengira-ngira sifat manusia..
Ayahnya—yang dikenali rakyat sebagai Raja Tetsu—memutar bola mata. "Iya sih, ayah tau kamu suka cowok daripada cewek, dan ayah menghormati itu. Tapi…. ah, udah ah, ayah capek. Ayah mau tidur siang dulu." Ujar sang ayah sambil berjalan ke kamarnya. Mau tau sang ayah mau blang apa? Yak, sang ayah mau bilang: "Kamu gak bakal bisa punya anak kalau kamu tidak sama perempuan, tolol!" Kai tahu itu. Ia mendesah, sambil melihat orang hilir mudik menyiapkan balon, spanduk, kursi, dan lain-lain. Sambil menatap jendela kecil yang memancarkan sinar matahari.
Sudah pukul tiga sore. Aichi sedang bingung mau pakai pakaian apa ke istana. Tiba-tiba, pintu rumah terbuka. Datanglah trio bandel—Naoki, Leon, dan Miwa.
"Aichi—apa kabar?" tanya Miwa. Tuh kan. 'Iya nih, mau caleg,' pikir Aichi. Aichi mengangguk-angguk. "Baik. Oh, ya, ada undangan dari sang pangeran, lho. Ada di meja," ujar Aichi. Naoki langsung menyambarnya, dan membacanya. Matanya terbelalak.
"OMAIGAD! Bakal dapat hadiah yang bajunya terbagus!" teriaknya kesenangan. "Kudengar juga dari teman-temanku pangeran sedang mencari istri," mulai Leon yang suka gosip. "Mungkin aja, mungkin ini jadi ajang pencarian istri gitu? Tapi bukannya pangeran gay ya?" duga Naoki. "Oke! Kita harus jadi suami pangeran!" seru Leon tiba-tiba. "Setuju! Pasti gua deh yang jadi suaminya!" "Enak aja, gua kale!" "Gua!" "GUA!" "DIAM ADIK LALAT!" "DIAM KAKAK RAMBUT API!" dan kedua orang aneh itu pun berkelahi. Miwa dan Aichi sweatdrop melihatnya.
"Melihat Pangeran menjadi menantu asyik juga ya. Aichi, carikan baju Naoki dan Leon yang terbaik, sekarang!" perintah Miwa ke Aichi.
Aichi bengong. "Hah? Tapi—tapi kan, aku sedang menyiapkan bajuku sendiri.." kilah Aichi.
Hening. Bahkan Leon dan Naoki berhenti berkelahi.
Lalu tawa Naoki, Leon, dan Miwa meledak.
"Kamu?! Ke pesta setinggi itu? Plis deh! Mending kamu jaga rumah aja, dengan baju jelek seperti itu!" tawa Naoki membahana, tapi jleb banget sama Aichi.
Aichi menunduk. Miwa berhenti tertawa sebentar. "Udah, kamu jaga aja di rumah. Palingan sih kalau ingat bapak bawa oleh-oleh lah. Eh, bapak lupa. Kasihnya ke Leon aja ahaahahaha!" tawa Miwa lagi. Aichi makin menunduk.
"Ah, ayah bisa aja ahahaha!" Leon ikut ketawa, padahal gak ada yang lucu. Gaje. Aichi berbalik badan, lalu berlari sekencang-kencangnya ke kamarnya, menjauh dari tawa-tawa yang jleb banget di hati Aichi. Ia membanting pintu kamar, mengunci-nya, lalu melemparkan diri di atas kasur. Ia membenamkan muka ke bantalnya.
"Hiks.."
Sudah jam lima sore. Miwa, Naoki, dan Leon sudah bersiap-siap. Aichi hanya diam saja melihat mereka. "OK, Aichi, kita pulang malam banget. Kita pergi ya," ujar Miwa. Naoki dan Leon tertawa melihat wajah murung Aichi. "Hei, tidak usah murung banget—memang sih ini kesempatan seumur hidup, tapi yah, paling kamu juga dijamin menikah sama orang pinggiran!" ledek Naoki. Bertiga pun melambaikan tangan lalu keluar rumah.
Aichi mendesah. Bulir air mata sudah berkumpul lagi. Ia sangat ingin bertemu dengan pangeran. Tapi, ia ingat larangan keluarganya, tawa keluarganya, ledekan yang dilontarkan…
DUG! DUG! DUG!
Aichi terlonjak. Suara apaan tuh?
DUG! DUG! DUG! POF!
"ADUH!" terdengar teriakan seseorang dari perapian. Aichi berjalan cepat ke perapian, lalu menjerit sekencang-kencangnya, lalu menyambar sapu dan memukulkannya ke orang yang di perapian.
"ADUH! JANGAN PUKUL SAYA, DONG!" teriak orang itu. Aichi berhenti memukulnya. Saat orang itu berdiri, Aichi mengangkat sapunya lagi, namun orang itu menahan sapu itu.
"Kyaaaa!" jerit Aichi kecewek-cewekan.
"Sori-sori! Pintu depannya kok macet, ya? Jadi saya datang lewat perapian. Ehehehe." Orang itu cengengesan. Aichi mengamati orang itu. Rambutnya crimson gaje, dan mukanya agak kelabu karena abu di perapian, tapi tampangnya baik. Bajunya sih keren, tuksedo putih itu. Yang aneh adalah.. sayap di punggungnya, lingkaran emas di atas kepalanya, dan tongkat yang dipakainya.
"Perkenalkan, saya Ren Suzugamori." Ujar orang gaje tersebut memperkenalkan diri. Aichi tidak membalas, namun ia membelalakan mata. Orang ini… tak tahu dari mana, tapi langsung memperkenalkan diri. Ckck.
"Ah, kamu mau ketemu pangeran tapi ga bisa karena dilarang, ya? Kasihan," lanjut Ren. Aichi terdiam. Kok dia tahu? Aichi mengangguk ragu. "Huh, anak-anak jaman sekarang ini. Kalau mau sesuatu, kau harus tegas! Ayo! KAMU MAU BERTEMU PANGERAN, NGGAK?!" teriak Ren.
"I-iya!" jawab Aichi, takut.
Hening.
"Begini. Kalau kamu mau ketemu pangeran, kamu harus merubah penampilanmu biar gak ketauan sama saudara tirimu, dan kau harus pakai baju terbagus. Ngerti gak?" ujar Ren dengan tegas. Aichi mengangguk-angguk. "Bagus. Sekarang, ambilkan aku gulungan benang, labu, dan panci lamamu!"
Dalam sekejap, sudah ada 'bahan-bahan' yang diminta Ren. Tapi Aichi masih nggak ngerti buat apa aja ini. Tapi, yah, who knows? Ren mengangguk-angguk melihatnya, lalu mengambil benang. Ia mengarahkan tongkat ke benang.
"Simsalabim! Jadi baju!" ujar Ren. Benang itu dalam sekejap menjadi baju terbagus, deh! Jubah hitam dengan emas-emas di bagian bahu, kemeja putih, celana hitam yang dari beludru, dan sepatu tinggi bot yang ala merk Doc Marten.
Tiba-tiba, baju-baju bagus itu sudah menempel erat di tubuh Aichi. Rambut Aichi juga jadi agak beda. Aichi bengong, sementara Ren bertepuk tangan.
"Bagus! Bagus! Sekarang—" Ren mengambil labu, "Kita keluar rumah."
"Hah? O-ok," Aichi berkata, bingung.
Ren menaruh labu di depan rumah, lalu mengarahkan tongkat ajaibnya ke labu. "Simsalabim! Abracadabra! Jadi mobil mewah, sekarang!"
Dan tiba-tiba labu itu jadi mobil mewah! Mercedes-Benz yang cuma punya pintu depan! Waow! Ada supirnya yang pakai kacamata hitam! "Waahh! Ini kalau dijual berapa harganya, ya?" tanya Aichi polos. Ren tertawa. Terakhir, Ren mengambil pancinya, dan mengarahkan tongkat ke panci. "Simsalabim! Jadilah sesuatu yang istimewa!" Dan, CRING! Panci itu menjadi sebuah syal merah beludru yang sangat bagus dan mewah. Ren memakaikannya ke Aichi.
"Sekarang, kamu siap untuk ke pesta," kata Ren.
Aichi mengerjap-ngerjap bulu matanya. Orang ini… "BAIK BANGET SIH!" teriak Aichi dalam hati. Ia membuka mulut, lalu menutupnya lagi. "M-makasih ya, Suzugamori-san," ujar Aichi akhirnya, membungkuk hormat. Ren mengangguk-angguk. "Oh, ya, tapi sampai tengah malam saja ya disana. Karena kalau lebih disana, baju-baju, mobil mewah, dan syal itu akan hilang." Pesannya. Aichi mengangguk-angguk lagi. "Ok. Aku pergi dulu ya… Suzugamori-san," Aichi berkata sambil menaiki mobil mewah berbau labu itu.
"Daaah! Pulang paling telat pukul dua belas malam, ya!" teriak Ren lagi. "IYE!" balas Aichi. Sang supir dan Aichi melambai-lambaikan tangan kepada Ren. "Makasih, ya, Suzugamori-san!" teriak Aichi.
"Sip!" balas Ren.
"Ayam goreng! Spaghetti! Pasta! Pudding! Kaviar!" seru Naoki melihat makanan yang terhidang di meja buffet. Memang, di meja buffet terhidang banyak sekali makanan. Iyalah, ini namanya juga istana raja. Mejanya saja panjangnya sepuluh meter, dan orang-orang sudah mulai makan-makan.
"Duh, Naoki, santai dong," keluh Leon yang merasa kakaknya lebay. "Orang-orang pada ngeliat kita."
"Masa bodo," kata Naoki. Ia mulai mengambil piring dan berlarian mengambil makan.
Leon menggeleng-geleng. "Yah, kita kapan melihat pangeran? Aku kan sudah memakai baju terbagusku, nanti bisa berantakan kalau kelamaan nunggu," keluh Leon. "Nak, tunggu saja. Kamu pasti bisa merayu pangeran kok. Nanti, kalau kamu menikah sama pangeran, ayah akan jadi menantu pangeran, dan kita akan jadi kaya. Oh, dan mungkin membunuh pangeran, jadi kamu bisa jadi raja!" usul Miwa jahat. Leon mengangguk-angguk. "Ide bagus, Ayah!" setuju Leon. Ih, kecil-kecil gitu serem amat, ya?
TRING-TRING! Terdengar suara gelas yang bersentuhan dengan sumpit. Semua orang melihat ke sumber suara. Raja Tetsu sedang tersenyum. "Hadirin sekalian… inilah yang sedang ulang tahun, hadirin! Sambutlah-Toshiki Kai." Semua orang bertepuk tangan sambil sang pangeran yang tampan itu datang.
"Gilaa… ganteng banget, ya?"
"Iya, sayang suka cowok, ya. Kalau sama cewek cantik, bayinya gimana tuh."
"Kudengar pangeran mau adopsi kalau beneran nikah sama cowok."
"Oh, gitu toh meneruskan takhtanya?"
"Hadirin sekalian, terima kasih sudah datang ke pesta saya. Semoga kalian menikmati pesta ini." Ujar si pangeran yang mukanya agak memerah mendengarkan perkataan orang-orang yang tadi jelas sekali kedengeran.. Tuh kan? Kai banget deh ngomongnya—simpel, pendek, tapi bermakna. Terdengar beberapa cewek "Kyaaa! Kyaaa!" Disusuli "Ssstt!" orang lain.
Pesta berlanjut lagi setelah sambutan pendek itu. Beberapa orang mulai berdatangan lagi. Sampai sudah pukul tujuh. Kai sampai bosan menerima bingkisan terus dari orang-orang yang terus berdatangan ke hadapannya. Ia mengira-ngira bingkisannya. Ada yang menghadiahkannya mutiara, ada yang menghadiahkan-nya tiket konser, ada juga yang memberikannya beberapa kartu nama. Hah. Promosi.
Orang-orang mulai ada yang berdansa dengan pasangannya. Leon dan Naoki berdansa canggung ala kakak-adek, sementara Miwa sudah menggaet seorang pelayan istana berambut lilac ke lantai dansa. Orang-orang masih berdatangan. Banyak juga orang-orang yang mencoba mengajukan diri untuk berdansa dengan pangeran, termasuk Naoki tapi ditolak. Leon bahkan juga mengajukan diri untuk berdansa bersama pangeran, tapi sang pangeran dengan ngeri menolak. Bayangkan saja, mengajukan dirinya sambil grepe-grepe lagi!
Tiba-tiba, ada yang berseru,
"Itu siapa, mobilnya bagus banget?"
Orang-orang mulai berkerumun di pintu gerbang, melihat ada apa. Mobil Mercedes-Benz itu melaju ke depan pintu gerbang istana. Sang sopir berhenti, lalu keluar untuk membukakan pintu penumpang.
Yang keluar dari mobil itu adalah seseorang yang berambut biru, dengan pakaian yang bagus sekali. Kemejanya yang putih memantulkan sinar bulan yang memang sedang terang saat itu. Jubahnya yang hitam nyaris menyentuh lantai, dengan sepatu botnya yang ala Doc Marten yang juga keren.
"Gilaaaa… keren banget ya? Pasti anak orang kaya deh," ujar Naoki, yang sedang melihat orang itu. Leon mengernyit. Mirip siapa, sih? Kayak Aichi, tapi nggak mungkin deh. Aichi kan di dalam rumah… Leon menyingkirkan pikiran negatif itu dari otaknya. "Wah, ada saingan, nih," kata Miwa. Leon dan Naoki mengangguk, cemberut.
Orang itu memasuki istana dengan malu-malu karena dilihati orang-orang. Rambutnya yang biru langsung menarik perhatian sang pangeran. Pangeran sangat takjub dengan ketampanan, bukan… ketulusan orang tersebut. Orang itu juga sangat cute, dan matanya indah sekali, seperti warna mata sang pangeran yang hijau emerald, namun orang ini warna matanya biru safir. 'Siapa namanya, ya?' pikir sang pangeran.
Orang itu datang ke hadapan pangeran untuk memberikan hadiah, dan mengeluarkan sesuatu dari kantongnya. Sebuah syal merah yang sangat indah. "I-ini, untuk Anda, baginda pangeran," orang tersebut berkata-kata dengan tergagap-gagap.
"Terima kasih.." jawab sang pangeran. "Ah—nama—" tapi, percuma, orang itu sudah kabur duluan sebelum sang pangeran bisa menanyakan nama.
Untuk pertama kalinya, sang pangeran bingung.
"Hadirin sekalian, kami akan mengatakan siapa saja yang pakaiannya terbagus hari ini!" tiba-tiba sang pelayan yang berdansa dengan Miwa itu berseru di microphone. Semua orang bersorak.
Pelayan itu—yang diketahui namanya Misaki—membuka sebuah kertas yang dilipat. "Baiklah~ orang-orang itu adalah… Leon Taishi, dan Aichi Taichi!" serunya. Pangeran terkejut juga. Orang yang berambut biru itu masuk yang bajunya paling bagus—tapi orang yang suka grepe-grepe itu juga… Kai sweatdrop membayangkannya.
'Aichi Taichi, ya…' gumam Kai. Nama yang membuat perutnya terasa ada kupu-kupu. Ketiga orang itu maju ke tengah ruangan. Sang pangeran mengamati mereka berdua, lalu berjalan ke arah mereka berdua.
Sementara itu, Misaki berseru lagi di microphone, "Hadiahnya adalah, permisa, berdansa dengan sang pangeran!"
"Ohhhhhhh!"
"Asyiknyaaaaa~ aku juga mau diajak dansa dengan pangeran!"
"Tapi, sang pangeran harus memilih diantara mereka berdua siapa yang mau diajak dansa!" lanjut Misaki. Satu ruangan dengan lebaynya heboh. "Waahh! Yang kuning rambutnya jangan kecewa, ya!" teriak seseorang. Leon bersemu merah sambil mengepalkan tangan. Ia menatap pangeran dengan penuh harapan. Semoga, semoga saja dia yang diajak…
Jleb.
Kai memegang tangan Aichi dengan muka semerah api (?) dan berbisik pelan, "Ayo, dansa sama aku."
Aichi yang mukanya juga merah mengangguk pelan.
Sementara, Leon melongo.
Musik mulai mengalun lembut sambil Kai berdansa waltz dengan Aichi. Sambil berdansa, kadang hidung mereka hampir bersentuhan, membuat Aichi mengelak dengan malu.
"Kau… terima kasih dengan syalnya," bisik Kai sambil memutar Aichi. Aichi tersenyum kecil. "I-iya.. sama-sama, pangeran!" ujarnya.
Pasangan-pasangan lain mulai ikut ke lantai dansa dan ikut berdansa, termasuk Miwa dengan Misaki. Mungkin Misaki akan menjadi ibu tiri Aichi? Tapi... Leon tampak sangat malu dan marah di dekat Naoki. Ia menggertakan giginya. "Itu Aichi, Naoki!" bisik Leon ke Naoki. Naoki hampir menjerit. "Tidak mungkin! Aichi kan di rumah? Kita sudah melarangnya—tapi, tapi…" Naoki menelan ludah melihat orang-yang-diduga-Aichi. "Mirip sih Aichi itu dan Aichi kita. Rambutnya juga biru. Dan namanya sama, cuma nama belakangnya aja yang beda. Taichi.."
"Bedanya juga satu huruf. Tapi dia dapat baju dan yang lain-lain tuh dimana, ya?" tanya Naoki. "Rambutnya juga beda.." Lanjutnya. Leon dan Naoki pasang pose sok pikir.
Musik hampir berakhir saat mereka berbicara. Inilah klimaksnya. Semua tamu sudah siap-siap. Mereka akan klimask tarian waltz Kerajaan Paladin. Jadi klimaksnya begini : sang pria akan memegang pinggang pasangannya, dan membungkuk untuk menciumnya. Kai sudah memutar pasangannya, dan sudah memegang pinggang Aichi. Aichi deg-degan banget. Ini ciuman pertamanya. Kai membungkuk… rambut mereka bersentuhan…
DONG… DONG.. DONG… begitu bunyi jam yang berarti sudah pukul 12. Tadinya Aichi dan Kai terganggu sedikit, tapi tiba-tiba Aichi sadar perkataan si Ren tadi.
Kalau kau tidak pulang saat tengah malam sudah tiba..
"Astaga! Sudah jam segini!" seru Aichi tiba-tiba, melepaskan diri, membuat Kai terkejut. Ia berlari cepat ke pintu gerbang, dan Kai mengejarnya. "Maaf, Pangeran!" seru Aichi meminta maaf. Saking cepatnya berlari, sepatu botnya ada yang copot di tangga, tapi ia tak peduli. Ia berlari sekencang-kencangnya, saat jubah dan kemeja dan celananya mulai menghilang, digantikan celana dan baju oblongnya yang biasa. Hanya sepatu bot-nya yang cuma satu yang masih ada.
Kai, yang tertinggal di istana, sangat bingung. Ia memungut sepatu bot itu dan menatap kegelapan.
Cinta sejatinya pupus sudah...
Kelihatannya.
Hai minna-san~
Udah lama gak nulis fanfic. Ada dua story yang author-san hapus gara-gara jelek banget OwO maaf banget ya..
Ending chapter ini juga gak banget deh. Maaf ya! m(_ _)m
Eniweis! Ini fanfic author pertama di Cardfight! Vanguard! Chapter berikutnya adalah endingnya. Maaf author ga bikin lucu-lucuan disini. Review ya! Author masih harus banyak belajar nulis! X3
