Remember
By: Dazzling Flame
Summary
Naminé dan saudara sepupunya, Roxas, selalu bermain bersama; hingga suatu hari Naminé harus pergi. Sembilan tahun mereka jalani tanpa berjumpa satu sama lain. Namun akhirnya, nasib mempertemukan kedua remaja ini.
Disclaimer: I own nothing, well except for the plot of course :3
[By the waaay... Ini fanfic pertamaku di website ini... Aku agak-agak nervous O_O. dan mulai berpikiran negatif, kayak misalnya:
'Ada yang mau baca ga ya...?' Atau
'Aku jelasin ceritanya gampang dimengerti ga ya...?'
Jadi, Review dan opini akan ku terima dengan sangat sangat hangat! Oh, aku cinta review~]
Chapter 1: He's coming!
Kriiiiinggg...
Belum ada yang mengangkat telepon itu.
Kriiiiinggg...
GUBRAK! Suara keras datang dari dalam sebuah kamar yang terletak di lantai atas rumah tersebut. Tak lama kemudian suara derap langkah yang terburu-buru menyusul, disertai dengan sebuah sosok yang berlari mendekati telepon. Akhirnya.
"Ya, keluarga Dawson di sini!" Sahut sosok tersebut; seorang gadis remaja bertubuh kecil dengan rambut pirang pucat terlampir ke depan bahu kanannya.
Beberapa menit berlalu dalam sunyi, si gadis mendengarkan lawan bicaranya sambil bersandar ke dinding di sebelah telepon. Tiba-tiba dia berdiri tegap, dan dengan mata biru berbinar dia berseru lantang,
"Benarkah? Pasti akan saya jemput! Eh, dia sudah berangkat? Oh...Ya ya, saya akan ke sana sekarang! Ya, sampai jumpa!" Ia lalu meletakkan teleponnya kembali ke tempat semula, sebuah senyum besar terpampang di mukanya.
Dia akan datang ke sini! Aku gak percaya akhirnya bisa ketemu dia lagi!
Batinnya berseru dengan riang. Gadis tersebut, Naminé Dawson, terdiam sebentar di tempat. Ia masih tidak percaya akan nasibnya yang tak terduga ini. Mimpi apa dia semalam sampai keadaannya bisa jadi begini...
Namun sekarang dia harus bergegas untuk menjemputnya, menjemput ia yang telah lama Naminé nantikan untuk bertemu. Ia yang namanya tak akan pernah terlupakan. Ia yang selalu dipertanyakan kabarnya dalam pikiran.
X*X*X*X*X*X*X*X
Di situ Naminé berdiri sambil menunggu, di dalam stasiun kereta yang jaraknya hanya 30 menit dari rumahnya. Kalau macet, butuh waktu 55 menit sebelum bisa nyampe ke sana; Eh tapi sudahlah, informasi gak penting ini...
Setiap 5 menit sekali, dia bakal melirik ke arah jam tangannya. Kereta selanjutnya akan datang 10 menit lagi. Naminé mendesah, mungkin dia datang ke sini terlalu awal deh.
Soalnya dia udah menunggu selama hampir satu jam, dan matanya belum juga menemukan sosok yang dicarinya keluar dari kereta manapun yang telah berdatangan.
Naminé mulai jenuh. Ia bersandar ke sebuah pilar yang berada di dekatnya, lalu mengeluarkan bolpen ungu dari saku jaketnya...
10 menit telah berlalu, dan dia telah tenggelam dalam asyiknya 'menggabari telapak tangan dengan bolpen'. Tak ada kertas, tanganpun jadi. Hehe.
Naminé sudah akan menjarah lengan putih nan mulusnya dengan coret-coretan, ketika sesuatu membuat dirinya berada dalam gelap. Dia mengernyit sebentar, sebelum akhirnya mendongak ke atas; Gerhana matahari kah? Sudah malam kah? Mati lampu kah?
Ternyata yang menyebabkan gelap tersebut hanyalah bayangan seseorang yang menimpanya. Naminé tercengang, melihat orang itu tengah membungkuk sedikit sambil menjulurkan kepala dalam upaya untuk melihat coretan-coretan di tangannya.
Siapa ini orang, ganggu kesenangan aja...
...Eh... EH!
Mata biru itu, rambut pirang mencuat itu, mulut lebar bergigi putih itu, lubang hidung nan kecil itu, Naminé kenal betul dengan penampilan-penampilan yang telah disebutkan barusan! Tapi masa sih itu...
"R-Roxas?"
Lelaki tersebut langsung mengalihkan tatapannya dari gambar di tangan Naminé; beralih ke mata si gadis, "Kamu belum berubah, ya?"
