Just Listen to Me!

Bleach © Tite Kubo

Rated : T

Genre : Romance, Hurt/Comfort

Warning : OOC, Typo(s)?, AU, GaJe, Abal, twooshoot

Don't Like, Don't Read, so…

Enjoy it!

.

.

.

*Normal POV

Laki-laki berambut menyolok itu memicingkan matanya. Menatap seorang gadis bermata amethyst yang berada tak jauh di depannya dan sedang bermesraan dengan seorang laki-laki bermata aqua green. Ehem… oke, mungkin kalimat itu harus diralat mengingat laki-laki yang dimaksud hanyalah seorang guru, dan sebenarnya gadis itu hanya menanyakan rumus soal pada laki-laki itu. Tapi, tetap saja itu menjengkelkan.

"Oo… arigatou nee, Kaien-dono!" balas gadis itu pada gurunya yang ternyata bernama Kaien. Laki-laki berambut menyolok yang masih setia memicingkan matanya itu kini mulai mendengus kesal.

"A… Doitamashita, Kuchiki," jawab Kaien sambil mengelus pelan rambut hitam muridnya. Sang gadis Kuchiki membungkuk sedikit, lalu perlahan meninggalkan Kaien di koridor sekolah.

"Apa yang kau lakukan dengannya?" kesal laki-laki itu akhirnya. Sang gadis Kuchiki tersentak, lalu menghentikan langkahnya dan berusaha menenangkan jantungnya yang sempat dikejutkan oleh orang di sampingnya.

Laki-laki berambut menyolok itu lalu menarik salah satu tangan Kuchiki. Menggenggamnya erat, takut-takut gadis ini akan segera pergi.

"Ichigo! Berhentilah cemburu, aku hanya menanyakan rumus soal pada Kaien-dono," sela Kuchiki. Ia mengembungkan pipinya dan perlahan membalas genggaman laki-laki itu, Kurosaki Ichigo.

"Rukia… sudah berapa kali kukatakan jika kau ingin bertanya tentang pelajaran, tanyakan saja padaku," geram Ichigo. Perlahan Ichigo mulai melangkahkan kakinya, meninggalkan koridor ruang guru dan berjalan menuju ruang kelas mereka.

"Iya… iya… aku mengerti," sesal sang gadis, Kuchiki Rukia. Rukia perlahan menyamakan langkah kecil kakinya dengan langkah besar Ichigo.

"Dengar Rukia. Pacarmu itu aku, bukan si jelek Kaien itu," kesal Ichigo. Tanpa sadar ia malah mempercepat langkahnya, membuat gadis miliknya itu terkekeh pelan dan ikut menyamakan langkah kakinya dengan Ichigo.

"Hai… hai… Kuchiki Rukia adalah milik Kurosaki Ichigo," kata Rukia mantap diiringi tawa kecilnya. Dan Ichigo hanya diam dengan semburat merah di wajahnya.

"Oh iya… Rukia," tiba-tiba Ichigo memanggil Rukia dan menghentikan langkahnya. Rukia dengan kaget ikut menghentikan langkahnya dan menatap Ichigo. Perlahan, Ichigo mendekatkan wajahnya pada wajah Rukia. menghapus jarak yang tadi sempat ada di bibir mereka. Mereka berciuman, sebuah ciuman hangat yang sangat diharapkan Rukia.

"Tanjoubi Omedetou!" sahut Ichigo pelan sambil melepar sebuah senyum. Rukia tersenyum senang, lalu memeluk Ichigo.

"Arigatou, Ichigo!" sahut Rukia malu.

.

.

*ICHIRUKI*

.

.

"Kau ingin jam tangan ini Ichigo?" tanya Rukia ketika melihat pacarnya itu sedang membolak-balikkan halaman majalah yang ia pegang.

"Yah… aku sedang menabung. Butuh waktu sekitar 5 bulan bagiku untuk bisa mengumpulkan uang itu," jawab Ichigo sekenanya. Dan hanya dibalas sebuah senyuman jahil dari Rukia.

"Hum… memang cocok di tanganmu," puji Rukia. Ichigo terkekeh, ia menatap wajah Rukia yang ada di depannya, lalu perlahan mengecup bibir gadisnya itu.

"Tentu saja," katanya sombong dan hanya dibalas dengan kekehan kecil dari bibir Rukia. Perlahan, semburat merah keluar di pipi mereka berdua ketika sadar mereka sekarang berada di café yang ramai. Dan, yah… wajah pengunjung café pun ikut-ikutan memerah melihat tingkah 2 orang remaja ini.

.

.

*ICHIRUKI*

.

.

3 minggu kemudian.

Rukia tersentak saat melihat Ichigo sedang asyiknya berbicara dengan Inoue. Ia lalu menemui Inoue dan mulai merengek pada Ichigo. Ia cemburu. Jelas sekali. Sejujurnya ia sedikit merasa kesepian. Ichigo sudah jarang bersamanya sekarang, Ichigo juga jarang mengajaknya kencan atau memarahinya saat ia sedang bersama Renji atau Kaien. Ia malah terkesan cuek dengan semua itu. Jujur, semua itu membuat Rukia merasa kesepaian, apalagi dengan fakta bahwa sekarang Ichigo lebih sering menghabiskan waktu bersama Inoue.

"Ah… Inoue, sampai mana tadi?" kata Ichigo pada Inoue. Sebuah senyuman muncul di bibir Ichigo. Rukia terdiam, sudah lama sekali Ichigo tak tersenyum padanya, tapi kenapa sekarang Ichigo dengan mudahnya memberikan senyum itu?

"Begini lho… Kurosaki-kun," Inoue membalas senyum itu dan mulai melanjutkan pembicaraan mereka. Mereka asyik berbicara dan sama sekali tak menghiraukan Rukia. Entah mengapa, hal ini membuat hati Rukia sedikit sakit. Kenapa Ichigo sekarang diam saja padanya?

.

.

*ICHIRUKI*

.

.

Rukia menutup ponselnya flipnya, lalu berbaring di atas kasur empuknya. Terus bersorak dalam hati setelah ia berhasil membujuk pacarnya untuk berkencan besok.

Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menunggu. Menunggu sang ratu malam berganti waktu dengan raja di siang hari. Semuanya sudah ia persiapkan. Tak ada satu pun yang ia lewatkan. Ia tak ingin kencannya kali ini berantakan. Semuanya harus berjalan lancar. Harus!

Rukia memiringkan posisi tubuhnya, menatap dinding kamarnya yang di penuhi poster chappy. Ia menerawang, apakah kencannya besok akan berjalan normal? Biasanya selalu ada hambatan saat ia berkencan dengan Ichigo. Entah itu karena teman-temannya yang mengganggu, atau karena ada acara mendadak yang tak bisa ditunda. Dan sekarang, mungkin saja hubungan Ichigo dan Inouelah yang menjadi penghalang. Tidak… tidak… Rukia, kau harus percaya pada perasaan Ichigo.

Rukia lalu terkekeh pelan. Ia mengingat saat dulu Ichigo dengan malu-malu menyatakan perasaan padanya. Saat Ichigo terus merecokinya masalah ia yang tidak makan. Saat Ichigo bersikap seperti anak kecil ketika ia terus saja menempel pada sahabatnya, Abarai Renji. Saat Ichigo dengan jengkelnya memarahinya ketika ia sering sekali bersama dengan Kaien, itu cemburu. Semua kenangan itu benar-benar membuat Rukia senang. Mempunyai pacar seperti Kurosaki Ichigo adalah hal langka, dan ia sekarang menjadi seorang gadis yang beruntung.

Ichigo mencintainya, sangat! Rasa khawatir selalu Ichigo tunjukkan padanya. Rasa sayang selalu Ichigo berikan padanya. Cinta selalu Ichigo utarakan padanya. tatapan cemburu selalu Ichigo berikan pada semua laki-laki yang berani menyentuhnya. Dan hal sama dialami Rukia, ia begitu mencintai Ichigo. Tak ada seorang pun yang dapat menggantikan Ichigo di hatinya, termasuk guru kesayangannya, Shiba Kaien.

Walaupun Shiba Kaien adalah seorang yang sempurna, ia tak akan pernah menggantikan posisi Ichigo di hati Rukia.

Memikirkan semua itu ternyata cukup membuat Rukia terserang kantuk. Perlahan, gadis itu menutup matanya. Berusaha mengistirahatkan iris amethystnya yang terus memantulkan cahaya lampu. Sekarang, Rukia hanya bisa berdoa besok akan menjadi hari yang baik.

.

.

*ICHIRUKI*

.

.

Ichigo mengehentakkan kakinya pelan. Berkali-kali ia melirik jam di tangannya. Terus saja ia mengumpat dan berusaha menghubungi gadis kecilnya itu. Beberapa orang di taman hanya mencibir pelan melihatnya yang sudah bertingkah aneh.

"Kuso!" desisnya.

"I-Ichigo!" teriak seseorang. Ichigo mengangkat kepalanya, menatap tajam gadis kecil di depannya. Mata memicing, menahan kesal yang sedang memenuhi hatinya.

Gadis kecil itu berhenti di depannya, lalu berusaha mengatur nafasnya yang tersengal.

"Darimana saja kau?" kesal Ichigo, membuat gadisnya itu tersentak kaget.

"Ma-maaf, tadi… aku nonton The Adventure of Chappy di bioskop!" lirih gadis kecil itu.

"Kau tahu seberapa lama aku menunggumu, Rukia?" teriak Ichigo. Kembali gadis kecil itu tersentak ketika pacarnya ini memakinya. "Kau tahu aku sudah menunggumu selama 5 jam lebih di taman. Dan sekarang, kau datang dengan sebuah permintaan maaf dan mengatakan bahwa kau tadi menonton film anak-anak itu di bioskop?" lanjut Ichigo. Rukia menundukkan kepalanya, menyesali hal yang baru saja ia perbuat.

"Ma…"

"Berhenti meminta maaf Kuchiki!" teriak Ichigo kesal memotong perkataan Rukia. "Ah… aku tahu, pasti tadi kau bertemu dengan guru sialan itu dan kalian malah kencan berdua… iya kan?" Ichigo kalap. Ia terus saja memaki Rukia hingga wajahnya memerah menahan emosi.

"I-Iya. Ta-tadi… Kaien-dono mengajakku nonton," aku Rukia. Rukia masih menundukkan kepalanya, berusaha menghindar dari tatapan tajam Ichigo.

"Lihat. Semalam kau merengek minta kencan denganku dan sekarang kau malah kencan dengannya. Sebenarnya siapa pacarmu? Apa sebenarnya kau menyukai si 'Kaien-dono'mu itu?" sindir Ichigo. Rukia mengangkat wajahnya dan menatap Ichigo. Sungguh, melihat wajah marah Ichigo membuatnya ingin menangis.

"Ichigo maafkan aku. Aku tahu aku salah… tidak seharusnya aku mengikuti Kaien-dono ke…" untuk kesekian kalinya omongan Rukia dipotong Ichigo.

"Lihat! Kau bahkan memanggilnya Kaien-dono. Kau seharusnya memanggilnya dengan akhiran 'sensei' bukan 'dono'," kesal Ichigo.

"A-Aku memanggilnya seperti itu karena aku menghormatinya," sela Rukia cepat.

"Cukup, Kuchiki. aku sudah muak mendengar semua alasanmu. Kau tahu seberapa kesalnya aku sekarang? Aku sangat kesal! KITA PUTUS!" teriak Ichigo sambil berjalan menjauh. Langsung saja Rukia menarik lengan Ichigo dan menghentikan langkah kaki Ichigo.

"Lepaskan aku!" tegas Ichigo dingin.

"Ichigo… aku mohon maafkan aku. Kau bercanda, kan? Tidak mungkin kau minta putus denganku hanya karena masalah ini," sahut Rukia mengiba. Ichigo berdecih, lalu tersenyum mengejek.

"Cheh… hanya karena masalah ini? Sudah lama aku menyimpan kesalku padamu. Aku sudah bosan mendengar semua celoteh tak jelasmu. Aku sudah bosan melihatmu menempel pada Renji dan Kaien-donomu itu. aku kesal mendengar semua permintaan egoismu. Kau tahu? Selama ini aku hanya berusaha bertahan denganmu," kesal Ichigo. Rukia terdiam. Perlahan, ia melepaskan genggaman tangannya di lengan Ichigo. Ichigo dengan angkuhnya menarik tangannya dan berjalan menjauh.

.

.

*ICHIRUKI*

.

.

*Author's POV

Kau berdecih, lalu mengucapkan kata-kata kasar padanya. Tanpa berusaha membatasi isinya. Kau menyakiti perasaannya, itu pasti. Kau sama sekali tidak mau mendengar ucapannya? Sebegitu kesalkah kau padanya?

Setelah ia melepaskan tangan mungilnya, dengan sombongnya kau pergi meninggalkannya. Lalu, kau menghentikan langkahmu dan kembali memarahinya ketika ia mengambil sesuatu di saku belakang celanamu. Kau memakinya, mengejeknya seakan-akan kalian tak pernah punya hubungan.

"Apa yang mau kau lakukan pada dompetku?" kau memakinya keras. Dan konyolnya, ia hanya tersenyum sambil membuka dompetmu. Dapat dengan jelas kau melihatnya mengambil sesuatu dari dompetmu. Bukan uang, bukan kartu kredit, bukan juga SIM. Ia mengeluarkan sebuah kertas, sebuah foto yang selalu kau simpan baik-baik di situ.

Ia memperlihatkan foto itu padamu. Kau melihat dirimu dan dia sedang tersenyum lembut. Di foto itu dapat terlihat dengan jelas kau menempelkan dagumu ke puncak kepalanya. Kau terlihat begitu bahagia dengannya, kalian saling tersenyum dan menjadikan hal itu sebagai sebuah kenangan tak terlupakan. Tiba-tiba, sebuah senyuman terukir di bibirnya.

"Ini foto kita," katanya lembut. Kau tahu, ia hanya memaksakan senyumnya, terlihat sekali dari alisnya yang saling menarik diri. Perlahan, kedua tangannya merobek kertas itu. Apa yang kau lakukan? Sekarang ia sedang merobek foto kesayanganmu? Kenapa kau hanya diam di tempat, kenapa kau tidak panik? Apakah kau benar-benar sudah membencinya?

Kau tersentak saat ia meremas salah satu bagian dari foto yang ia robek. Bagian dari foto yang merupakan gambaran dirinya. Perlahan, dengan tangan gemetar ia menyerahkan bagian foto yang lainnya padamu. Bagian foto yang menunjukkan dirimu.

"Ini. Ini milikmu. Ma-maafkan aku karena sudah bersikap egois dan tak bisa memahamimu," katanya pelan. Kau menyadarinya bukan? Kau menyadari suaranya yang bergetar itu. Namun, kenapa kau masih tetap dengan angkuh membalas kalimatnya itu.

"Aku bosan mende…" kali ini ia yang memotong kalimatmu. Sebuah tindakan yang tepat untuk menghadapi orang sepertimu.

"Just listen to me!" lirihnya pelan. Kau terdiam, lalu melipat kedua tanganmu di dada. Kau memberikannya kesempatan untuk berbicara.

"Ini. Ambil dulu foto milikmu," katanya pelan. Dengan kesal kau mengambil foto yang tinggal setengah itu. Kenapa sekarang? Kenapa kau baru merasa menyesal sekarang?

Kau dan dia terdiam sejenak. Melihatnya yang hanya diam, kau memutuskan untuk mengalihkan pandanganmu. Kau lalu tersentak ketika ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah kotak kado yang ia sodorkan padamu.

Kau mengernyit bingung. Namun, kau masih tetap mempertahankan kemarahanmu. Kenapa kau begitu keras kepala.

"Ini… tadi… aku memang pergi menonton dengan Kaien-dono. Tapi, alasanku lama sebenarnya adalah untuk membeli hadiah ini padamu," sahutnya pelan. Kau tersentak, mengingat sesuatu yang sudah lama kau lupakan. Kembali ia melempar senyum padamu. Kini kau menyesalinya bukan?

"Omedetou… Ichigo. Hehe…. Kau ingat? Hari ini tanggal 29 Februari, hari jadi kita yang ke 1 tahun. Tapi, sepertinya tidak. Hehe… sekarang kita sudah tidak pacaran lagi, ya!" katanya dengan semangat. Ia kembali tersenyum dan kau hanya menautkan alismu. Kau tersentak melihat wajahnya. Melihat wajahnya yang bahkan tanpa ia sadari sudah dipenuhi air mata. Dengan cepat kau mengambil kotak kado di tangannya dan berusaha membantunya menyeka air matanya. Kau kesal Ichigo? Kau kesal ketika ia menepis tanganmu?

"Eh… kok basah. Aduh…" ia berusaha mengelap pipinya dengan sebuah senyuman. Ia bermaksud mengakhiri hubungan kalian dengan senyuman. Tidakkah kau merasa bahwa dia setengah mati menahan perasaan sakit di dadanya?

"Ru-Rukia. ma…" kau berusaha meminta maaf. Kau menyesali semuanya sekarang, kau ingin mengulangi hal itu.

"Tidak… tidak apa-apa. Aku tahu kau membenciku, sekarang kita sudah putus. Kau bisa mengajak ngobrol Inoue dengan leluasa sekarang," ia terus memaksa senyumnya, sambil menyeka air mata yang terus mengalir di pipinya. Dan kau masih terus berusaha meminta maaf padanya.

"Sudahlah Ichigo. Sekarang pergilah kau harus menyatakan perasaanmu pada Inoue bukan?" ia masih menghibur dirinya dan dirimu dengan senyuman. Perlahan ia mendorong tubuhmu yang hendak memeluknya. Setelah semua itu kau masih ingin memeluknya? Kau pria kurang ajar, Ichigo!

"Jangan memelukku. Jangan menganggapku anak cengeng yang akan harus dikeloni," sergahnya cepat. Ia tahu kau hanya berusaha menghiburnya. Atau sebenarnya kau memang ingin menghiburnya, meminta maaf, dan meminta untuk memperbaiki hubungan kalian.

Perlahan ia berjalan mundur, lalu berlari menjauh darimu. Apa yang kau lakukan sekarang? Kau hanya menatapnya, tanpa berusaha mengejarnya.

Kejar dia, Kurosaki Ichigo! Bukankah kau mencintainya?

.

.

*ICHIRUKI*

.

.

*Normal POV

Ichigo mengejar Rukia. Berusaha menceritakan apa yang sekarang ia alami. Ia begitu menyesal. Ia tak suka melihat air mata menetes di pipi gadis kesayangannya itu. Terus saja ia mengumpat, kenapa mulutnya bisa dengan lancangnya mengatakan kata 'putus'? Kenapa ia dengan mudahnya terbakar api amarah yang ia sulut sendiri?

Ia menyayangi Rukia, sangat! Ia bahkan meminta saran dari temannya, Inoue. Ia meminta saran dari Inoue hadiah apa yang biasanya akan disukai gadis? Dan sekarang semua itu sia-sia.

Sekarang, apa yang ia lakukan? Ichigo hanya diam, menatap Rukia yang sedang memeluk erat tubuh orang yang ia benci. Orang yang ia benci karena selalu saja menjadi saingannya.

Rukia memeluk erat tubuh Kaien, dan menangis dalam pelukan pria itu.

Perlahan, Ichigo membuka kotak kado pemberian Rukia. Ia tercengang menatap isinya. Sebuah jam tangan yang sempat ia inginkan. Sebuah jam tangan dengan harga mahal yang perlu waktu baginya untuk membelinya.

"Kuso!"

.

TBC