rating. T

genre. Friendship/Drama

disclaimer. Shingeki no Kyojin © Isayama Hajime; 7/8 salah satu judul lagu yuyoyuppe dari album Story of Hope.

summary. Berawal dari sebuah payung hitam, perlahan satu, dua, tiga—entah berapa hal yang membuat Ymir ingin jemarinya bertaut di tangan kecil itu, ya, banyak hal. AU. YumiKuri.—1/?

warnings. Shoujo-ai? Dan ini fluff yang maniiiiiis, awas diabetes (?)


7/8
2013 © Kuroi-Oneesan


"Payung Merah."

Menghabiskan dirinya di kelas untuk mendengarkan musik di pinggir kelas seraya memandang jendela dan mengambil perhatian dari awan yang berarak di kanvas biru langit itu adalah kebiasaan dara tinggi itu kali ini—ralat, mungkin dia tidak terlalu cocok untuk disebut sebagai dara, karena perawakannya yang kasar dan sikapnya yang samasekali tidak mencerminkan gadis SMA biasanya. Memang ia memakai seragam sailor hitam berlogo Shiganshina High—dua pedang bersilangan—itu seperti yang lain, dan tanpa dasi sailornya, sikapnya, cara duduknya, sama sekali tidak ada "dara" pada dirinya.

"Oi, Ymir."

Ymir melepas sebelah headsetnya melihat seorang pemuda melambai ke arahnya; teman sekelasnya, Bertholdt Fubar. Ia memicingkan mata untuk melihat ada kertas-kertas di tangannya.

"Kenapa, Bertl? Berani juga kamu ganggu masa tenangku."

"Bisa tolong kamu bawakan kertas ini ke kantor? Sekalian Hange-sensei ingin bertemu denganmu."

Ah, remedial biologi lagi? Ingin rasanya ia terbang dari lantai tiga gedung itu ke sebuah tempat dimana tidak ada biologi, atau matematika.

"Kertas apaan sih?" Ymir bangkit dari kursinya, mencabut seluruh headset dari telinganya, dan memroses untuk merampas kertas-kertas dari tangan si pemuda jangkung. Membaca sedikit tentang 'survei kelas'—apalah, ia tidak perduli juga, lagian. Wali kelas mereka memang terlalu sering mengadakan eksperimen kepada murid, begitulah Hange Zoe si guru biologi.

"Kau-tahu-apa." Bertholdt menghela nafas panjang. "Setidaknya kali ini aku menyuruh Eren dan Reiner mengumpulkan data dan mengolah dari sampel—"

"Baik, baik, akan kuantarkan dan tolong jangan dijelaskan."

Ymir melalui jalan memutar menuju kantor guru yang letaknya di lantai satu, memandang langit yang perlahan berganti warna dari abu-abu menjadi hitam. Cuaca kelabu, dengusnya pada dirinya sendiri. Padahal hari ini sekolah akan pulang cepat dan ia memiliki waktu bersama kameranya untuk berkeliling di sekitar kota mengambil beberapa buah foto. Ymir sangat senang memotret, bahkan kamera DSLR hitam itu hasil jerih payahnya sendiri.

Menggeser pintu ruang guru untuk menemukan sang target guru tengah berbicara dengan seorang murid yang—ia tidak kenal.

Dunia Ymir terkunci di kelasnya saja, toh tidak terlalu berguna bersosialisasi dengan orang selain di kelas; ia tidak ikut ekskul dan menghabiskan diri memandang langit.

"Oho, akhirnya kau datang, nona remedial." Bu Hange nyengir lebar, luar biasa bahagia. "Dapat antaran Bertholdt kan? Oh ya kau akan remedial dengan gadis ini di atas mejaku."

Ymir tidak mencuri lihat ke arah gadis yang sedari tadi menunduk di sebelahnya dan segera mengambil kursi dan kertas remedialnya. Lagi-lagi bab ekskresi, baru saja sekali ia remedial minggu ini dan ini remedial kedua. Ymir mengerjakan dengan cukup cepat—mengingat ia sudah mengulang untuk kali kedua, dan tak lama hujan turun.

x x x

Kebetulan saja hari ini ia membawa payung ke sekolah, sebuah payung merah, karena harusnya hari ini ia ada shift kerja sambilannya di sebuah family restaurant di dekat sekolah, namun sudah ia liburkan karena hendak hunting foto. Sayang, rintik hujan berkumpul bersama angin menjadikan air dengan deras membasahi bumi, membuatnya ingin sekaligus enggan pulang ke rumah. Ymir membuka payung itu dan mulai berjalan menembus hujan.

Rumahnya tidak terlalu jauh, ia tinggal di sebuah apartemen kecil dua lantai yang dimiliki saudara jauhnya, cukup lima menit dari sekolah dengan berjalan kaki, paling-paling melewati satu-dua perempatan baru sampai. Andai ia punya plastik untuk kameranya, mungkin ia masih bisa memotret di tengah hujan.

Ketika ia mencapai salah satu perempatan, air hujan membuatnya sulit melihat namun ia tahu ada sosok orang di sana—basah kuyup, tidak berpayung samasekali, bahkan menggigil di tengah hujan.

—Ah, Ymir mengenalnya. Ia mengenal gadis itu entah beberapa menit sebelumnya.

Gadis kecil bersurai pirang yang mengikuti remedial Bu Hange bersamanya tadi. Ymir tidak pernah mengetahui ada sosok kecil itu di angkatannya. Ymir sendiri juga tidak pernah merasa sekelas dengan anak itu.

"Hei." Ymir memberikan payungnya, menutupi gadis kecil itu. "Ini, kau lebih membutuhkannya daripada aku."

Gadis yang sedaritadi memegangi tubuhnya yang menggigil melongok ke asal suara, biru langit itu bertemu dengan manik hitamnya. Ymir melihat gadis itu seperti—tidak menginginkan keberadaan payung itu di sana. Namun perlahan tangan Ymir yang memberikan payung itu disambutnya, gadis itu memegang payung tersebut dan sesegera mungkin tidak berkontak mata dengan gadis jangkung itu.

"Te, terima kasih…"

"Tidak usah kau kembalikan." Ymir menutup kepalanya dengan tas yang ia bawa. "Sudah, ya."

Ketika Ymir mulai berlari ke ujung lain saat lampu lalu lintas berganti dari merah ke hijau, Ymir dapat mendengar suara gadis itu memanggilnya dari kejauhan.

"Kau… si—siapa?" ucapnya, sedikit tidak jelas karena tertutup derai hujan yang kian ramai.

Awalnya, Ymir tidak ingin menjawab, ia tidak tergerak untuk bahkan membuka mulut atau menghiraukan panggilan kecil yang ditunjukkan pada dirinya. Tetapi ia pun menoleh, mengucapkan satu kata.

"…Ymir."

(Ia melihat malaikat bersayap patah di tengah hujan.)

[TBC.]


Endnotes. Terima kasih sudah membaca atau mampir di cerita ini. Dan umm, ini multichapter jadi masih banyak adegan kemanisan berikutnya, mungkin. Ehh oke… akhir kata, stay tuned!