In neverland, we have immortal life. But they said neverland is only nonsense. No one belives. But what if neverland is really exist? I mean, what if in this real world, there is some of us that live eternally? They're not vampire. They consider as human. But they indeed have supernatural power. The power that makes they live an immortal life.
They usually called themelves as Immortel
.
.
.
Immortel
NCT
Author : kjsykjkhkdgjjc07
NCT belongs to SM, God, and their family
This story belongs to me
Fantasy, romance, angst
Rated T (Some chapter will be rated as M and I will give the warning before)
.
.
.
Lee Taeyong, pemuda bersurai coklat almond itu berjalan menusuri jalan setapak menuju kampusnya. Wajah tampannya membuat beberapa pejalan kaki memperhatikannya bahkan berbisik-bisik membicarakannya. Sudah biasa bagi Taeyong. Baginya, sangat menyebalkan menjadi perhatian banyak orang seperti ini. Bahkan ketika beberapa dari mereka mendekati Taeyong dan mencoba membuka pembicaraan dengannya.
Taeyong benci bersosialisasi.
"Oi, Taeyong!"
Harusnya aku melangkah lebih cepat lagi. pikir Taeyong saat mendengar suara yang sudah sangat ia hapal itu. Tapi percuma baginya untuk mempercepat langkahnya sekarang. Karena meski ia mempercepat langkahnya, sosok itu akan tetap berhasil untuk menyusulnya.
Benar dugaannya, sosok itu bahkan sekarang seenaknya sudah menubruk tubuhnya membuatnya hampir terjatuh. Sial tubuh lemahnya benar-benar tak berguna.
"Kau berat, Nakamoto."
"Ah, kau itu masih berbicara formal denganku."
Taeyong memutar bola matanya. "Kenapa kau disini?"
Pemuda yang dipanggil Nakamoto itu tersenyum lebar, terlihat seperti idiot di mata Taeyong. Bahkan pemuda itu tak melepaskan tangannya yang sedari tadi melingkar di pundaknya.
"Mengikutimu. Aku tak tahu kau akan keluar sepagi ini."
Lagi, Taeyong memutar bola matanya. Pemuda di dekatnya ini tak main-main ternyata. Ia yang dengan lantangnya mengatakan bahwa ia tak akan berhenti mengikuti Taeyong sampai Taeyong menerima ajakannya kemarin.
Taeyong memilih diam dan tak membuka suaranya sepanjang perjalanannya menuju kampusnya. Ia bahkan tak memperdulikan tatapan mata yang semakin banyak tertuju pada mereka karena wajah pemuda di sampingnya ini juga menarik perhatian mereka. Siapa yang mau melewati pemandangan dua pemuda tampan berjalan di pinggir jalan sepagi ini? Mengawali hari burukmu di Senin pagi.
"Kau itu adalah anggota immortel, Lee Taeyong. Seberapa kerasnya kau mengelaknya, kenyataan tak bisa kau hindari."
Taeyong mengingat betul ucapan terakhir pemuda di sampingnya itu. Mengenai sebuah kelompok bernama immortel yang pemuda di sampingnya sebut-sebut memiliki keahlian luar biasa dan diluar nalar. Bahkan ia memberitahu Taeyong kalau ia bisa menggerakkan benda di sekitarnya. Ia menyebut kekuatannya itu telekinesis.
"Aku bisa membuktikannya padamu."
Taeyong melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Yuta menjatuhkan vas bunga di balkon apartemennya saat itu.
"Ups, tampaknya aku harus menunjukkan sesuatu tanpa menimbulkan kekacauan. Hehe, maaf. Aku senang dengan bunyi benda-benda pecah belah yang hancur menjadi kepingan. Yah, bisa kau bilang aku senang membuat onar dengan menerbangkan barang seenaknya dan menjatuhkannya seenaknya. Seperti yang kau lihat barusan."
Jika malam itu pemuda di sampingnya menunjukkan sesuatu yang lebih layak untuk diperlihatkan padanya, mungkin Taeyong sudah mempercayai ucapan pemuda itu. Walau tanpa bisa dipungkiri, ada sedikit lingkar hitam di kantung matanya akibat ia tak tidur semalaman memikirkan ucapan pemuda di sampingnya.
"Nakamoto, bisakah kau pergi?"
Pemuda di sampingnya menghentikan langkahnya dan menatap Taeyong. Taeyong pikir ia akan melihat wajah kecewa dan sakit hati saat Taeyong mengusirnya dengan cara yang bisa dibilang tidak halus. Tapi nyatanya, pemuda itu malah menunjukkan senyuman aneh. Dan kenapa alis matanya bergerak tak jelas seperti itu?
"Kau takut kalau aku masuk ke kampus bersamamu semakin banyak yang memperhatikanku seperti sepanjang jalan tadi ya?"
Entah sudah keberapa kalinya Taeyong memutar bola matanya pagi ini.
"Lagipula aku senang mendengar bisikan-bisikan mereka saat membicarakan kita."
Satu keahlian lainnya yang Taeyong dengar dari pemuda di sampingnya itu. Ia bisa mendengar suara sepelan apapun. Taeyong ingin tertawa saat mendengarnya. Haruskah ia menjuluki pemuda di sampingnya itu dengan julukan dolphino?
"Terutama saat mereka mengatakan bahwa kita pasangan yang serasi."
Kedua bola mata Taeyong membola. Sementara pemuda di sampingnya itu dengan seenaknya memindahkan tangannya dari pundak Taeyong dan merangkul pinggangnya.
"Jika begini kita akan lebih terlihat seperti sepasang kekasih. Oh ya, kau ada kelas apa pagi ini?"
Entah karena efek terkejut atau apa, Taeyong dengan bodohnya begitu saja memberitahu pemuda menyebalkan yang sekarang mengaku-ngaku sebagai kekasihnya itu. "Mathematic logical."
"Oke. Aku akan mengantarmu ke kelas dengan selamat."
Apa-apaan pemuda ini? Kenapa ia bisa membuat Taeyong kelabakan dan bertingkah bodoh seperti ini? Dan apa-apaan ia? Sok tahu sekali ingin mengantarkan Taeyong ke kelasnya. Memangnya ia tahu apa tentang kampusnya?
Dan Taeyong hanya bisa membiarkan mulutnya terbuka lebar saat keduanya berhenti di kelas Mathematic Logical. Kelas yang memang jadi jadwal kelas Taeyong hari ini.
"So, Yongie," Taeyong benci ketika pemuda itu memanggilnya dengan sebutan itu. Padahal dari semalam Taeyong sudah menghadiahinya dengan tatapan tajam setiap panggilan itu keluar dari mulut pemuda yang sekarang berdiri di hadapannya. "Aku harus pergi. Dan, jangan lupa untuk membalas pesanku dan beritahu aku kelasmu selesai jam berapa. Bye!"
Taeyong menatap pemuda super menyebalkan itu yang hanya terlihat punggungnya saja sebelum menghilang dalam sekejap. Membuat Taeyong mengerjap-ngerjapkan matanya. Bukankah pemuda itu baru melangkah beberapa langkah dari tempatnya berdiri sekarang?
Drrrttt
Ponselnya yang bergetar membuat Taeyong merogoh kantong celananya untuk mengeluarkan ponsel dengan case hitam itu. Taeyong melihat layar ponselnya yang menunjukkan sebuah nomor yang tak ia kenal. Entah apa yang membuat Taeyong tetap membukanya. Padahal jika itu nomor asing, Taeyong akan langsung menghapus pesan itu. Karena banyak pesan sampah yang ia dapat dari orang-orang yang tertarik dengannya (lebih tepatnya wajahnya) yang entah bagaimana orang-orang itu mendapatkan nomornya.
From : +82876987XXXX
Yongie~ Simpan nomorku ya. Nakamoto Yuta. Kau bisa menambahkan tanda hati di belakang kontakku ;))
Taeyong menggenggam ponselnya erat. Sebenarnya pemuda bernama Nakamoto Yuta itu siapa? Kenapa ia datang tiba-tiba seperti ini?
Meski tak mengerti banyak hal tentang Yuta termasuk bagaimana caranya ia bisa tahu nomor Taeyong dan juga kelas Taeyong dan yang paling penting bagaimana pemuda itu ada di depan pintu apartmennya kemarin, Taeyong memilih untuk menyimpan nomor pemuda itu karena ia rasa pemuda itu tahu sesuatu tentangnya yang dirinya sendiri mungkin tak ia ketahui.
Tentu Taeyong tak menyimpan nomor itu dengan tambahan ikon hati di belakangnya.
.
.
.
"Berhenti mengganggu anggota baru kita, Yuta."
Yuta, pemuda bersurai lurus berwarna coklat itu menghentikan langkahnya saat mendengar suara dari atasnya. Ia mendongakkan kepalanya sebelum tersenyum aneh. "Kau semakin terlihat seperti monyet jika bertengger di pohon seperti itu."
Jangan salahkan sosok yang baru saja mengajak Yuta berbicara itu jika ia sudah menimpuk buah dari pohon itu ke arah Yuta. Yang tentu percuma karena Yuta bisa menghindarinya dengan cepat.
"Kau itu senang sekali mengganggu Taeyong." Sosok itu melompat turun hingga kini ia berdiri di hadapan Yuta.
"Bukannya tugasku untuk memastikan ia masuk ke komunitas kita dengan aman?"
Sosok itu menaikkan satu alisnya. "Kau lebih terlihat menggodanya sepanjang waktu dibanding membujuknya untuk masuk ke komunitas kita."
Yuta tersenyum tipis. "Aku tak bisa menghindarinya. Ia terlalu manis, dan lemah. Membuatku ingin melindunginya setiap aku melihat wajahnya."
Sosok di depannya memutar bola matanya. "Tipikal Nakamoto."
"Aku serius, Ten! Lagipula kau tahu wajah dingin yang ia pasang itu hanya topeng untuk menutupi bagaimana ia yang asli. Bukankah mendengar ceritanya dari deity membuatmu ingin segera menemukannya dan melindunginya?"
Ten, sosok itu menghela nafasnya sebelum menyenderkan punggungnya pada pohon di belakangnya.
"Tapi kau membuatnya takut dengan menunjukkan beberapa kekuatanmu. Seperti saat kau tiba-tiba menghilang dari hadapannya dan mengiriminya pesan dalam waktu sepersekian detik dari menghilangnya kau dan mengetahui nomornya tanpa bertanya padanya."
Yuta berjalan mendekati Ten sebelum duduk di samping kaki Ten dan menyenderkan kepalanya pada pohon di belakangnya.
"Kupikir itu satu-satunya cara bahwa ia sadar bahwa makhluk seperti kita nyata di dunia ini. Dan ia akan menjadi bagian dari kita secepatnya."
Ten ikut mendudukkan dirinya sebelum memukul pelan kepala Yuta. Sebelum sosok di sampingnya mengeluarkan protes, Ten angkat bicara lebih dulu. "Harusnya deity menyuruhku saja untuk membawanya daripada menyuruhmu."
Yuta memajukan bibirnya. "Kau lagi-lagi meragukanku."
"Sangat, Nakamoto-san."
Yuta hanya bisa membiarkan bibirnya semakin maju sebelum mendorong tubuh Ten yang lebih kecil darinya itu hingga terjatuh mencium tanah. Masih untung Yuta tak menggunakan kekuatan telekinesisnya untuk melempar Ten dari sini. Yuta harus berpikir dua kali jika melakukan itu pada Ten karena sahabatnya itu pasti akan melakukan sesuatu yang lebih buruk dari membuat tubuhnya terpental.
"Dimana tubuhmu yang satu lagi?"
"Kau pikir yang bersamamu sekarang adalah aku yang asli?"
Sial. Yuta harusnya benar-benar membuat sahabatnya itu terpental jauh darinya. Bisa-bisanya ia tertipu meskipun sudah bersahabat 345 tahun lamanya.
Bilocation. Kekuatan utama Ten adalah itu. Ia bisa berada di dua tempat yang sama, dalam waktu bersamaan. Dan Ten sangat senang mengerjai Yuta dengan mengirimkan 'bayangan'nya dan mengobrol bersamanya layaknya ia Ten yang asli. Dan betapa bodohnya Yuta yang masih tak bisa membedakan mana Ten yang asli dan mana yang hanya 'bayangan'nya. Karena memang tak ada perbedaan antara keduanya. Seperti Ten benar-benar bisa berada di dua tempat secara bersamaan.
"Kau tak ingin tahu apa yang dilakukan Ten disana?"
Yuta menaikkan satu alisnya. "Menggoda anggota baru seperti yang kulakukan? Siapa namanya, aku lupa."
"Kau hanya ingat Lee Taeyong saja." Yuta meringis. Memang saat kemarin para immortel mengadakan pertemuan mendadak bersama pemimpin mereka yang mereka sebut deity, Yuta tak terlalu mendengarkan ucapan deity sepenuhnya. Ia hanya menyimak sampai bagian ia harus menemui Taeyong dan membawa Taeyong masuk ke dalam komunitasnya. Setelah itu ia terlalu larut dalam sosok Taeyong yang tengah terdiam dengan tatapan kosong yang diperlihatkan melalui pikiran bawah sadarnya. Ia hanya mendengar ada anggota lain yang juga masuk ke dalam komunitas mereka membuat semakin banyak immortel di dunia ini.
"Yang akan masuk dalam komunitas kita masih sangat muda. Aku bahkan tak yakin ia benar-benar harus masuk ke dalam bagian immortel sekarang."
Yuta menatap Ten yang masih memandang lurus ke depan. Menunggu Ten melanjutkan ucapannya. "Umurnya bahkan belum masuk umur legal di Negara ini. Ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah. Dan ia merupakan keturunan campuran."
"Wow, awesome! Dia akan menjadi yang pertama dengan dua kewarganegaraan di komunitas kita! Itu artinya kita bisa mengontrol negaranya yang lain dengan mudah juga kan?"
Tak seperti Yuta yang asli berkewarganegaraan Jepang, atau Ten yang asli berkewarganegaraan Thailand, anggota immortel lebih banyak diisi dengan mereka yang berkewarganegaraan asli Korea, atau Negara asing yang ditugaskan berada di Korea, markas utama mereka. Tak pernah ada immortel yang memiliki dua kewarganegaraan sekaligus.
"Dan kudengar ia akan menjadi partner Taeyong."
"WHAT?!"
Ten memutar bola matanya saat mendengar Yuta berteriak begitu kencang di sampingnya. Meski ia sudah menduga reaksi Yuta akan seperti itu.
"Kekuatannya dan Taeyong saling melengkapi. Bisa dibilang mereka berdua adalah core bagi immortel."
"Maksudmu mereka akan menjadi pasangan seperti Junmyeon hyung dan Yixing hyung?!" Yuta tak bisa sepanik ini. Sejak ia melihat Taeyong pertama kali, ia benar-benar ingin melindungi sosok itu. Seumur hidupnya. Dan itu artinya selamanya mengingat ia adalah makhluk immortel.
"Tak harus, kupikir. Tak semua partner immortel harus menikah dan hidup bahagia dengan membesarkan keturunan mereka kan? Kau pikir Chanyeol hyung dan Baekhyun hyung menikah karena mereka partner immortel? Partner immortel Chanyeol hyung kan Sehun hyung. Sementara partner immortel Baekhyun hyung adalah Jongdae hyung."
Ucapan Ten membuat Yuta menghela nafas lega sebelum ia membaringkan tubuhnya di paha Ten. Ia bisa tidur beberapa saat sampai tiba saatnya menjemput Taeyong di kelasnya nanti dengan tenang sekarang.
"Tapi Ten," Yuta kembali membuka matanya yang terpejam. Sementara Ten sibuk dengan ponselnya dan hanya membalas Yuta dengan gumaman pelan. "kalau Taeyong dan orang yang sedang kau bujuk itu belum masuk ke komunitas kita dan sudah memiliki partner, kenapa kita yang sudah hidup selama 345 tahun belum tahu partner kita siapa?"
Ten menghentikan jarinya yang mengetikkan sesuatu di ponselnya sesaat. Ia menatap Yuta beberapa detik sebelum kembali sibuk dengan ponselnya. "Entahlah. Tapi kurasa aku sudah menemukan partnerku."
"WHAT?!" Ten hampir saja melempar ponselnya saat Yuta tiba-tiba bangun dari posisi tidurannya dan hampir membuat wajahnya terkena batok kepala Yuta yang keras.
"Berhenti berteriak seperti itu, Yuta! Kau itu hobi sekali mengejutkan orang." Ten tak memperdulikan Yuta yang tengah memajukan bibirnya sekarang.
"Kau tak cerita kalau kau sudah menemukan partnermu padaku. Sahabat macam apa kau ini?"
Ten memasukkan ponselnya ke saku jaketnya sebelum mendorong kepala Yuta dengan telunjuknya. "Aku juga belum pasti, Yuta. Kalau aku memberitahukan yang salah padamu, kan gawat."
"Tetap saja seharusnya kau beritahu aku dimana kau mendapatkan informasi tentang your-should-be-partner. Siapa tahu deity salah mengira Taeyong berpartner dengan orang yang tengah kau bujuk entah di belahan dunia mana dan ternyata partner Taeyong itu aku."
Ten memutar bola matanya. "Deity tak pernah salah, bodoh. Berhenti berharap terlalu tinggi. Kau tak harus menjadi partnernya untuk menjadi pasangan hidupnya kan?"
Yuta yakin seratus persen orang yang bersamanya ini adalah Ten yang asli. Bukan 'bayangan'nya. Membuat Yuta tak ragu untuk memeluk tubuh Ten. Sangat erat membuat Ten sampai terbatuk-batuk. "Ya, apa-apaan kau?!"
"Kau Chittaphon yang asli, kan?! Aaaah, kau memang sahabatku yang terbaik!"
Ten ingin sekali mendorong tubuh pemuda telekinesis ini, namun ia memilih tersenyum sebelum balas memeluknya. "Kau kira hanya Ten yang itu yang bisa menghiburmu? Ah, harusnya aku tak berkata seperti itu. Aku membuatmu berharap terlalu tinggi lupa kalau seandainya kau bisa terjatuh tiba-tiba."
"Argh, Chittaphon Leechaiyapornkul!"
.
.
.
Taeyong menimbang-nimbang ponsel hitam di tangannya. Haruskah ia memberitahu Yuta kalau kelasnya sudah selesai? Tapi untuk apa? Mengundang pemuda menyebalkan itu untuk mengganggunya sepanjang sisa harinya?
"Apa kursi ini kosong?"
Taeyong mendongakkan kepalanya saat sebuah suara membuyarkan lamunannya. Biasanya Taeyong akan langsung memutar bola matanya jika siapa pun datang mendekatinya dan mengajaknya berbicara. Apalagi duduk di meja yang sama dengannya di kantin kampus. Biasanya Taeyong akan langsung mengusirnya dengan kata-kata yang kurang halus yang membuat siapa saja takut mendekatinya untuk kedua kalinya setelah mendengar kata-kata itu.
Tapi nyatanya Taeyong sekarang malah terdiam dengan mata tak berkedip dan mulut terbuka. Sementara sosok itu dengan sabarnya menunggu Taeyong menjawab pertanyaan sebelumnya.
"Maaf, apa aku mengganggumu?" Sosok itu melambaikan tangannya di depan wajah Taeyong, membuat pemuda itu tersadar dari perbuatan bodohnya. Taeyong menggeleng-gelengkan kepalanya kencang.
"Ah, kursi ini sudah ada yang menempati ya? Kalau begitu biar kucari kursi lain."
Tampaknya sosok itu salah menangkap pergerakan Taeyong yang tiba-tiba menggelengkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya sendiri. Dengan segera Taeyong membuka suaranya.
"Tidak ada, tidak ada yang menempati kursi ini."
Sosok itu terdiam sesaat sebelum tersenyum. Senyuman paling indah yang pernah Taeyong lihat terlebih dengan lesung pipi yang muncul akibat senyuman itu. Sosok itu menarik kursi di depan Taeyong dan duduk disana.
"Terimakasih, uhm, boleh kutahu namamu siapa?"
Baru pertama kalinya ada yang menanyakan nama Taeyong siapa. Biasanya, orang yang mengajak Taeyong berbicara sudah tahu siapa Taeyong. Taeyong cukup popular di kampus ini. Atau bisa dibilang sangat, mungkin.
"Taeyong. Lee Taeyong."
Sosok di depannya tersenyum. Lagi-lagi memperlihatkan lesung pipinya pada Taeyong. "Terimakasih Taeyong-ssi. Aku Jung Jaehyun, mahasiswa jurusan kedokteran. Senang bisa mengenalmu."
Entah harus berapa kali Taeyong dibuat terpesona dengan senyuman yang dimiliki pemuda bernama Jung Jaehyun ini. Ada apa denganya? Kenapa jantungnya berdebar tak karuan seperti ini? Kenapa ia harus merasakan apa yang sebelumnya tak pernah ia rasakan saat melihat wajah tampan Jaehyun dan senyuman menawannya.
"Kalau kuboleh tahu, kau mengambil jurusan apa di kampus ini?" tampaknya Jaehyun tak ingin membiarkan percakapan antara keduanya berhenti dan makan siang mereka diselimuti keheningan. Entah Taeyong harus bersyukur atau apa.
"Teknik Informatika. Semester 5."
"Berarti aku harus memanggilmu hyung. Bolehkan? Aku baru semester 3."
Taeyong pikir pemuda di depannya ini lebih tua darinya karena sosoknya yang terlihat begitu dewasa. "Terserah kau saja."
Jaehyun kembali tersenyum. Sangat murah senyum. Sungguh bertolak belakang dengan Taeyong yang bahkan lupa bagaimana menggerakkan tulang pipinya untuk tersenyum.
Jung Jaehyun, mahasiswa kedokteran semester 3 yang tak pernah Taeyong lihat sebelumnya selama ia kuliah disini. Bukan berarti Taeyong suka memperhatikan keadaan di sekitarnya. Taeyong benci bersosialisasi. Ia memilih menyindiri di setiap saat. Bahkan ia benar-benar tak punya teman. Tapi bagaimana mungkin Taeyong tak sadar bahwa ada mahasiswa yang setampan Jaehyun dan mempesona seperti pemuda jangkung di hadapannya?
Ya, Taeyong memang tampan. Tapi jika dibandingkan dengan Jaehyun, rasanya para pengganggu yang sering mengganggu ketenangan hidup Taeyong (re:fans) bisa berpindah haluan untuk mengejar-ngejar Jaehyun. Apa mungkin karena ia adalah mahasiswa kedokteran yang memang jarang terlihat di wilayah kampusnya karena gedung fakultasnya yang berdiri sendiri dan terpisah dari gedung fakultas yang lainnya?
"Taeyong hyung," Taeyong lagi-lagi tak sadar kalau sedari tadi ia sibuk sendiri dengan pikirannya. "kenapa makanannya tak dimakan?"
Taeyong melirik makanannya yang masih utuh. Terdiam kebingungan memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab Jaehyun. Tak mungkin kan kalau Taeyong bilang ia terlalu sibuk memikirkan Jaehyun sampai ia lupa kalau makanannya dianggurkan begitu saja?
"Aku mendadak tak nafsu." Sebenarnya Taeyong memang tak terlalu lapar. Ia cepat-cepat ke kantin karena takut Yuta langsung menjemputnya di depan kelasnya. Ia butuh waktu sebelum bertemu dengan Yuta lagi.
"Kau harus makan, hyung. Makan itu penting, apalagi sarapan. Itu bisa memberimu energi untuk aktivitasmu. Kau masih ada kelas kan setelah ini hyung?"
Taeyong menggeleng pelan. Ia hanya punya satu kelas hari ini.
"Uwah, enaknya! Aku masih harus menghadiri tiga kelas lagi dan pulang malam." Jaehyun yang mem-poutkan bibirnya membuat Taeyong terpaku sesaat. Pemuda di depannya yang terlihat berkharisma, dewasa, manly, tiba-tiba ber-aegyo di depannya? Bahkan nada bicaranya penuh dengan aegyo barusan.
"Himnae, Jaehyun.." Taeyong berbisik pelan. Entah kenapa ia tak ingin mengucapkannya keras-keras. Bahkan sekarang tangannya sibuk mengaduk-ngaduk makanan di depannya.
"Kau menggemaskan, hyung."
Taeyong merasakan pipinya memanas. Tanpa perlu mengangkat kepalanya, ia tahu bahwa Jaehyun tengah tersenyum sekarang. Taeyong tak ingin menatap Jaehyun yang tengah tersenyum lagi karena ia yakin itu akan memperparah panas yang mendadak menjalar di sekujur tubuhnya.
Siapa sih Jung Jaehyun bisa membuat Taeyong seperti ini? Hanya orang asing yang tiba-tiba ikut bergabung dengannya di meja kantin dan sudah membuat Taeyong mau bersosialisasi dengan mengobrol dengannya. Dan itu yang pertama bagi Taeyong memiliki teman untuk mengobrol di saat ia berada di kantin seperti ini selama Taeyong kuliah disini.
Dddrrrtttt
Taeyong tersentak kecil saat ponsel yang ia letakkan di meja bergetar. Layar ponselnya menampilkan tulisan Nakamoto's calling.
"Tak diangkat hyung?" Jaehyun menatap ponsel Taeyong yang terus bergetar tapi Taeyong hanya menatapnya dan tak kunjung mengangkatnya.
"Ah, iya iya."
Taeyong buru-buru menyambar ponselnya dan menekan tombol hijau sebelum mendekatkan ponselnya ke telinganya.
"Yongie, pergi dari meja itu sebelum kutarik kau paksa agar pergi dari meja itu. Sekarang."
Dahi Taeyong berkenyit. Apa maksud Yuta?
"Kuhitung sampai tiga, jika kau belum beranjak dari sana aku akan memukul pemuda di hadapanmu itu hingga wajah tampannya tak terlihat lagi."
Taeyong mengumpat dalam hati. Apa-apaan Yuta?
"Satu."
"Jae, aku harus pergi sekarang." Taeyong berbicara pada Jaehyun sambil mengabaikan Yuta yang mulai menghitung di seberang sana.
"Ah, hyung tak jadi makan?"
"Dua."
Sialan kau Nakamoto Yuta. "Maaf Jae, tapi temanku sudah menunggu." Friend my ass. "Bye, Jae!"
Taeyong buru-buru menyambar tasnya dan pergi dari hadapan Jaehyun bersamaan dengan Yuta yang mengucapkan, "Tiga. Good boy, Yongie. Sekarang, kutunggu kau di depan lorong kantin."
Taeyong memilih mematikan panggilan tak ingin mendengar lebih lanjut suara Yuta. Sayangnya, baru beberapa langkah ia keluar dari kantin, pemuda dengan senyum terbodoh yang pernah Taeyong lihat itu sudah berdiri 5 meter di depannya.
"Kajja, Yongie!"
Dan seenaknya menarik tangan Taeyong untuk benar-benar pergi dari kantin.
Dua orang yang datang tiba-tiba di kehidapan Taeyong. Yang satu sangat menyebalkan, dan yang satu berhasil membuat Taeyong gelagapan. How miserable my life will be. Taeyong hanya bisa membuang nafasnya kasar sebelum mengikuti Yuta yang tak melepaskan tautan tangan mereka.
.
.
TBC
Immortel adalah bahasa perancis dari Immortal. Yang artinya abadi. Jadi komunitas immortel di fanfic ini adalah kumpulan orang-orang yang hidup abadi karena kekuatan supernatural yang mereka miliki. Seperti yang sudah dijelaskan di summary singkat di atas ^^
Anyeong~ FF NCT perdana yang kupublish~ Ini semua gara-gara my bestie yang bener-bener ngeracunin hidupku dengan Jaeyong, Yutae, bahkan Johnyong. Pokoknya dia demen banget ngerecokin tiap hari dengan ngirimin moment Jaeyong dan Yutae yang emang sekarang lagi banjir banget.
Tbh, my bestie is one of my fav author of Jaeyong fics! But, She won't let me give her special thanks on this fic L Dia yang lagi sibuk dengan kuliahnya, wkwk. Selamat berhadapan dengan soal-soal jahanam yang sudah berhasil kulewati kemarin, kawan! *evil laugh* Oh ya, ide ini juga sedikit ada campur tangan dari dia. Mostly on part Jaeyong and Yutae, hehe.
Karena ini ff NCT debutku, kuharap ff ini diterima dengan sangat baik oleh para rice openers~ Keep spreading love for our outstanding guys ^^
And the last, Sis, love ya so much! Kkkkkkk
