Akuma

Summary : Bagaimanapun aku tak percaya adanya Akuma. Tapi ketika dia muncul dihadapanku dengan segala arogansi, dan pemaksaannya. Aku lebih berharap bahwa aku ingin mati saja.

Akuma dalam bahasa jepang dapat diartikan sebagai Iblis. Saya tidak tahu pasti. Tapi itulah …

Sudut pandang : Orang pertama (Yuu)

Genre : Supernatural

Rate : T+

Jenis : AU semi Canon

Warning : Saya tidak membeta tulisan ini karena capek. e.e jadi penuh typo. Ini BL. Crack Pair, Kissing Scene, pemaksaan, dll lah

Declaimer : Haikyuu adalah milik sensei yang membuatnya dan saya lupa namanya. Dan Fic ini milik saya.

Catatan penulis : Saya tidak begitu menyesali keberadaan fic ini, meski absurd sih.

Happy Reading

Sekalipun tak pernah aku mempercayai adanya makhluk yang disebut dengan Akuma. Itu sejenis makhluk astral nan tampan yang mempunyai sejarah menakuti umat manusia. Kalau hantu aku masih percaya. Masih takut. Masih tak ingin bertemu dengan salah satu dari mereka. Tidak pula menginginkan melihat salah satu dari mereka yang merangkak keluar dari tayangan televisi. Nah kalau Akuma? Atau dalam bahasa kerennya iblis? Tidak …Aku tidak percaya adanya jenis selain makhluk hidup yang berwujud manusia yang kau tahu maksudku … tampan.

Jadi ketika aku berada disebuah koridor sepi tanpa penerangan selain bulan melewati sela ventilasi dan mendapati makhluk sewujud manusia yang tergeletak dilantai seolah baru saja jatuh dari ketinggian ribuan kilometer, sedangkan gedung tempat team Karasuno menginap untuk camp pelatihan Golden Week memiliki atap. Sungguh aku tak bisa menahan mulut untuk menganga, ataupun mata yang terbelalak selebar mungkin. Serius. Ini tidak masuk akal. Dan akan kuperjelas jika kalian masih tak percaya.

Orang –makhluk, didepanku mengangkat tubuhnya. Berdiri dengan kedua kakinya, dan menunjukkan betapa menyebalkannya tinggi badan yang dimiliki. Sepasang mata ditutupi kaca mata. Hidung bangir. Surai pirang. Wajah tampan yang berkerut tak senang. Baju bodoh yang mengingatkannya pada Cosplay Demon Lord. Sepatu mengkilat. Sumpah … Aku bakal dengan senang hati terpingkal kalau saja tak melihat sayap yang seharusnya dimiliki kelelawar menempel manis –menyeramkan- di belakang punggungnya.

Ketika matanya bersitatap denganku, dia mendengus sebal. Seolah eksistensiku adalah satu hal yang paling tak diinginkannya. Namun aku masih bisa melihat kilat heran yang begitu tertutup oleh kesan lain. Dagunya terangkat angkuh, meski irisnya tak pernah lepas dari tubuhku. Kemudian sebuah suara baritone menggetarkan gendang telinga.

"Manusia?"

Ya … dan memang kau berharap apa? Sesosok bidadari yang bisa kau jadikan mangsa? Hampir saja komentar kelewat sarkatik meluncur tanpa aba-aba. Kalau saja tak mengingat suaranya terdengar begitu ketus. Membuatku hanya bisa mengerjap kaget, meski masih belum menemukan suara untuk berkata. Bahkan aku sendiripun kebingungan. Haruskan aku takut? Atau lari? Atau malah memohon untuk kelangsungan hidup? Mengingat wajah tampan sang iblis masih menunjukkan kerutan dalam. Kurasa yang manapun akan berakhir sama.

"Bagaimana bisa aku bertemu bocah SD di kali pertama pendaratanku? Sial itu pendaratan yang menyakitkan."

Dan dengan kalimat itu, seberkas perempatan imajer tak bisa kutahan untuk keluar. Begitu pula teriakan yang membuang segala rasa takut ataupun terancam. "Aku bukan anak SD, brengsek!"

Bilah alisnya berkerut, antara terkejut, atau mungkin yang paling buruk tersinggung? Baguslah … itu artinya dia sudah mulai mengerti betapa idiotnya penampilannya sekarang. Dan kemudian membentangkan kedua sayapnya lebar-lebar meski terhalang dinding kayu. Seolah dia tengah menunjukkan betapa berbedanya derajat mereka. Betapa agungnya pemuda itu. Serta mencoba membuat seseorang tunduk patuh padanya. Namun yang didapatkannya hanyalah dengusan meremehkan dari lawan bicara. "Kalau kau mencoba membuatku terkesan dengan sayap konyolmu itu, maaf saja aku tidak tertarik."

Saat itulah aku tahu, apa yang kukatakan adalah sebuah kesalahan. Benar-benar sebuah kesalahan. Pasalnya dia mulai menutup jarak dengan langkah kakinya yang lebar. Tanpa berkata, namun penuh ancaman. Mengikutinya kakiku memperoleh kesadarannya sendiri untuk mundur. Mencoba menjauh darinya. Namun kami sama-sama keras kepala sepertinya, mengingat dia masih mendekat, hingga … aku tak bisa mundur lagi. Sesuatu menahanku untuk mengambil langkah, sedangkan aku yakin betul tembok berada 10 meter dibelakang. Lalu apa?

Begitu mendongak aku tahu apa yang terjadi. Dia memang benar-benar makhluk aneh. Dan seharusnya aku mengambil langkah seribu semenjak aku melihatnya. Sekarang dia tengah terse- tidak itu adalah sebuah seringaian. Bohong jika aku berkata tidak takut. Karena pada dasarnya jantung milikku sudah berpacu semenjak aku sadar … dia …

"Sesuatu menahanmu?"

-tak berniat membiarkanku kabur begitu saja.

Sebuah tawa tersamar dalam dengusan. Seiring dengan langkahnya yang semakin dekat, aku bersiap untuk berteriak. Sekeras yang kubisa. Berharap semua akan mendengarku. Berharap bahwa apapun yang menahanku ini tak pula menahan suaraku. Memohon agar semua datang, dan mengusirnya. Membiarkan nyawaku.

Namun sebelum apa yang ada di kepalaku terealisasikan, sekelebat benda menahan mulutku. Mendorong keras-keras pada sesuatu dibelakangku. Siapa lagi kalau bukan dia. Hanya satu tangan, dia menahan hampir segala keselamatanku. Jangankan berteriak, bernafaspun sekarang tak mampu. Matanya berkilatkan kesenangan, ketika wajahku semakin tak terdekripsi akibat segala rasa takut, putus asa, dan kekurangan udara. Tanganku memukul sekuat tenaga, tapi tak ubahnya sebuah boneka. Cengkramannya tak melepas, malah semakin kuat. Sepertinya dia memang menikmati segala apa yang kulakukan.

Seolah penderitaanku adalah sesuatu yang dia sebut hiburan. Dan kelihatannya dia belum puas, mengingat sekarang dia mengangkat tubuhku beberapa cm keudara. Lalu menyeringai. Kemudian menekanku lagi. Dan kepalaku dengan cepat mengirimkan rasa nyeri. Berdenyut. Dan tak nyaman. Suara yang kukeluarkan tak lebih bagus dari cicitan tikus yang terjebak dalam penjepit. Atau mungkin sesuatu yang lebih menyedihkan dari pada itu. Keberanianku semakin menghilang ketika matanya mulai menunjukkan rasa bosan. Saat itulah kepalaku meneriakkan kata aku bakalan mati.

Tapi dia melepasku begitu saja. Menjatuhkanku dan membiarkanku terbatuk sambil meraup udara yang terasa sangat minim. Tak berani mendongak. Tangan, dan tubuhku masih belum berhenti bergetar. Bahkan tak yakin apakah aku bisa berjalan ketika kesempatan datang.

Sebuah tangan mengangkat daguku kasar. Mempertemukan kedua pasang mata, dengan binar berbeda. "Sepertinya kau perlu sebuah perkenalan, benar?" bahkan untuk menarik kepalaku menjauhpun tak bisa. Terlalu kuat. "Demon Lord. Kalau kau mau tahu."

Ternyata benar, Demon Lord. Jika saja situasinya sedikit menguntungkan, atau dia datang dalam damai. Mungkin aku akan menanyakan 100 ribu pertanyaan untuknya. Tapi itu gila, bagaimana bisa aku bertanya hal-hal bodoh ketika hal yang lebih mengerikan dari kematian siap menyambut kapan saja.

Namun aku memilih untuk menjadi manusia keras kepala.

"Jangan menyentuhku!"

Rahangnya mengeras. Begitu pula cengkramannya membuatku memekik, ketika punggungku menabrak lantai dengan keras. Dan saat kusadari kedua tanganku telah terjebak diatas kepala. Dengan tangan kirinya yang menahan pergelangan. Membuat mereka tak bisa bergerak leluasa.

Sementara dia berada diatasku. Mengukung, dengan jarak wajah yang begitu sedikit. Bahkan hidung kami hampir tak memiliki jarak. Hembusan nafasnya yang dingin menerpa atas bibirku, dan matanya menatap dalam pada milikku. Tanpa kusadari aku menahan nafas. Dan saat akal sehatku mulai merasuk, aku mulai menggeliat. Apapun tapi jangan yang satu ini.

Tanpa banyak berkata, dia membungkam mulutku yang hendak kembali memprotes. Dengan mulutnya. Dengan bibirnya. Melumat kasar bibir bawahku. Dan menahan keras daguku ketika kepalaku memiringkan dirinya, mencoba lepas dari ciumannya. Tapi tak bisa. Membuatku menutup mata karena takut. Gigiku beradu sekuat yang mereka bisa ketika lidahnya mulai ikut andil. Menjilat bibirnya sendiri awalnya, namun kemudian bibir bawahku. Mencoba menyusup, kemudian dia menggeram kesal menyadari aku tak memberikan akses masuk.

Namun dia memilih tak peduli, mungkin dia merasa bahwa cepat atau lambat dia akan mendapatkan apa yang diinginkannya. Dia menghisap kuat. Dan aku tak yakin hisapan itu tak meninggalkan memar pada bibirku. Lalu menjilat. Melakukannya lagi. Dan memberi jarak. Hanya beberapa cm karena dia tak membiarkan hidung kami tak menempel.

"Keras kepala," decaknya.

Kedua mataku kembali terbuka tidak … lebih tepatnya terbelalak lebar. Ibu jarinya menelusup masuk dengan paksa. Tak bisa lagi ditahan dengan gigiku. Dan dia menyeringai akan kemenangannya. Tangan kirinya semakin mencengkram kuat seiring tubuhku yang gencar memberontak, ketika ibu jarinya memainkan lidahku. Membiarkannya terselimut saliva yang beberapa menetes ke dagu. Ditekannya rongga didalam mulutku, dan semakin mengambil tempat kedalam. Membuatku tersedak. Beberapa penolakan protes seperti 'hentikan' atau yang lain tak bisa keluar dengan sempurna. Dan dia semakin menarik sudut bibirnya ketika aku mulai kehilangan tenaga.

Tanganku dibiarkannya begitu saja, namun aku tak kuasa untuk mengangkatnya. Dan kemudian aku hampir menghela nafas lega ketika ibu jarinya keluar dari mulutku. Menghentikan invasinya. Hampir, karena sebelum aku bisa menutup mulut mulutnya kembali membungkam. Tidak hanya memainkan bibir seperti sebelumnya, namun lidahnya ikut menelusup dan mengobrak-abrik segalanya. Menarik lidah. Menekan. Menyapu langit-langit, dan sebagainya. Satu hisapan kuat. Dan aku hanya bisa mendorongnya dengan lemah. Lelah berusaha keluar dari situasi mustahil ini.

Lenguhan keluar begitu saja, tanpa bisa dicegah. Air mataku menggerombol di sudut mata. Dan memekik sakit ketika tangan kanannya menjambak belakang kepalaku, dan menariknya, membawaku dalam ciuman yang semakin dalam. Sedangkan satu tangan lagi mencengkram bahuku erat. Matanya terpejam, namun mulutnya mengulas seringai singkat sebelum melanjutkan apa yang dilakukannya. Lalu sepertinya dia masih ingat bahwa aku adalah manusia, karena dia melepaskanku.

Dia mendengus mengejek, "Berani bertaruh kau belum pernah berciuman sebelum ini." aku tak tahu ekspresi apa yang kutampilkan saat ini, mengingat aku sudah terangah-engah kehabisan udara –karena dia menciumku sangat lama, dan sudah dipastikan rona merah sudah menutupi seluruh tubuhku sejak awal.

"Brengsek."

"Ya. Memang," dan dia menciumku lagi. Hampir seintens yang pertama. Namun tak selama itu. Karena dia menarik dirinya lagi. Melarikan wajahnya pada daun telingaku. Menjilat, dan mengulumnya, meninggalkan rasa perih yang anehnya tidak begitu menyakitkan, "Disini aku menamai diriku dengan Tsukishima Kei. Ingat itu. Nishinoya Yuu."

Dan dengan diawalinya lagi ciuman panas tadi, kesadaranku mulai menghilang, dan aku tak lagi mengingat apapun. Karena saat aku membuka mata, yang ada dihadapanku adalah Suga-san tengah memasang wajah khawatir. Terlihat begitu sangat khawatir. Apa itu tadi mimpi?

Suga-san menarik bibirnya membentuk senyum luar biasa lega. Dan melarangku untuk bangkit duduk, ketika aku mengedarkan pandangan pada para pemain lain yang sedang menatapku sama khawatirnya. Take-chan datang memeriksa. Begitu pula Kiyoko-san yang bahkan tak lagi membuatku menggebu-gebu dengan kecantikannya. Aku masih linglung?

Beberapa pertanyaan kujawab dengan anggukan atau gelengan, tak yakin suara macam apa yang bakal keluar bila aku membuka suara. Hingga semua diminta untuk keluar UKS, dengan dalih aku perlu istirahat. Meninggalkan Suga-san yang bersikeras tinggal, meski aku tak keberatan dia ada disini. Masih jauh lebih baik ketimbang Asahi-san yang super panik.

"Suga-san apa yang terjadi?"

Dan seperti yang kuduga, suaraku benar-benar mengerikan. Seperti cicitan tikus? Mungkin.

Suga-san mengulas senyum lembut yang menenangkan, "Kau terjatuh koridor menuju kamar mandi. Dan untungnya Tsukishima menemukanmu, dan membawamu." Suga-san menggeleng geli, "Dia benar-benar lucu saat menggendongmu ala pengantin. Kau tahu itu menurunkan harkatmu sebagai pria, dan aku sudah memarahinya."

"Tsuki- siapa?"

Dan saat itulah Suga-san mengerutkan dahinya. Mempertanyakan apakah benar aku baik-baik saja, karena menanyakan sesuatu yang kelihatannya sangat jelas. "Tsukishima Kei. Middle Blocker. Kelas satu. Apa kau benar-benar baik-baik saja, Nishinoya?"

Sebelum aku menjawab, sebuah dehaman menginterupsi.

"Bisa aku menemaninya sementara Sugawara-san?"

Suara itu …

"Tentu."

Wujud itu …

Aku masih ingat betul apa yang dilakukannya. Dan kedua mataku sekali lagi terbelalak akibat rasa takut, amarah, dan termor. Tanganku tak sempat menggapai Suga-san, dan dengan ditutupnya pintu UKS, yang membuat aku seolah terisolasi dari dunia luar.

Dan aku tak pernah bisa melupakan seringaian yang sekali lagi dia tampakkan padaku lagi.

END

Ini GaJe ya? Hahaha … *Tertawa canggung*

Sebenarnya ini sudah seharusnya sudah selesai kemarin, tapi karena lupa nggak ke Save jadi mulai dari awal. Pembuatan di tengah ujian sekolah membuat ini sedikit nggak masuk akal, karena otak saya masih sedikit ribet sama ujian. Tapi ya sudahlah.

Sekali lagi saya mengarungi fandom dengan perahu dayung, karena apa … ini crack pair ya gusti. Tapi saya emang benar-benar ingin mengukekan Noya, dan kalau kupakek Asahi-san, Asahi-san nggak ada sikap arogan-arogannya sama sekali. Pilihan kedua adalah Tanaka, tapi nggak asik juga, Dan akhirnya jatuh kepada Tsukishima, karena saya menemukan sebuah doujin TsukiNoya yang luar biasa. Huahahahaha … Dan karena temanya adalah Akuma, saya ingin bikin kau tahu, full pemaksaan kiss. Lagian Tsukishima lumayan cocok dengan karakter itu. Membayangkan Tsukishima dalam balutan cosplay konyol kayak Demon Lord, dan kerutan permanen. Itu lucu, dan agak nggak masuk akal. Inginnya Kageyama, tapi nanti malah masuk ke KageHina dong. *manyun*

Ini project sebenarnya, drabbles A-Z TsukiNoya yang udah siap semua temanya (Tapi yang ini tema dadakan, karena tema aslinya itu Ace/Alcohol). Tapi aku tak yakin apa segini bisa dianggap Drabble. Panjang nggak sih? Menurutku enggak.

Dan agak ragu masalah Rate, apa aku menulisnya terlalu kau tahu maksudku, blak-blakan? Mau masuk M, tapi drabble yang lain nggak bakal se ekstrim M. Jadi T+ saja.

Kedua ini awalnya sudut pandang 3 kalau ada sisa-sisa sudut pandang ketiga mohon dimaklumin.

Pengumuman. Ini bakal di status Complete. Tapi masih lanjut sebenarnya, hanya saja per tema nggak nyambung. Ada yang AU, Canon, atau semi AU kayak yang diatas. Trus tidak menutup kemungkinan bahwa cerita A, bakal nyambung ke tema huruf lainnya. Jadi baca dari awal saja *ketawa laknat* tapi nanti diatasnya bakal kutulis, apakah ini lanjutan atau plot baru.

Selanjutnya cerita ini nggak bakal segini panjang, atau bisa jadi malah lebih panjang lagi. Tergantung mood. Dan kualitas skill saya yang naik turun. Yah begitulah …

Ngomong-ngomong ini sudah panjang ya?

Jadi biarkan saya mengucapkan terimakasih sudah membaca ^^